Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

A. DEFINISI
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan.(betz & Sowden,2002)
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
( suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 1997:229)..
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan
perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan
sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B. ETIOLOGI
Menurut Lumbantobing,2001 Faktor yang berperan dalam menyebabkan
kejang demam:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap
otak).

3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.

4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit

5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui
atau ensekalopati toksik sepintas.
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi diluar
susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA), bronkhitis, dan
lain – lain.
C. KLASIFIKASI KEJANG DEMAM

Menurut Ngastiyah (2005), klasifikasi kejang demam adalah :

1. Kejang demam sederhana


yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk
mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria
Livingstone, yaitu :
 umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
 kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
1
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukan kelainan.
 Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

2. Kejang Komplek
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria
Livingstone. Menurut Mansjoer (2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai
dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple (lebih dari 1
kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology
atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik
Dan kejang mioklonik.

a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan
masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat.
Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai
deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.
Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap
epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak
atau kernikterus

b. KejangKlonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan
multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 –
3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya
tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri
akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati
metabolik.

c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat
anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai
reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas
dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.

2
D. TANDA DAN GEJALA
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,
fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti,
anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat
diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering
terjadi pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari
30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya
dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada
kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan
kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.
Gejalanya berupa:
a) Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi
secara tiba-tiba)
b) Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi
pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
c) Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik)
d) Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit)
e) Lidah atau pipinya tergigit
f) Gigi atau rahangnya terkatup rapat
g) Inkontinensia (mengompol)
h) Gangguan pernafasan
i) Apneu (henti nafas)
j) Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya:
a) Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1
jam atau lebih
b) Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
c) Mengantuk
d) Linglung (sementara dan sifatnya ringan)

3
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh;
umumnya gerakan setipa kejang sama.
2) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
3) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.
4) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.

b. Kejang parsial kompleks


1) Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a. Kejang absens
1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang
dari 15 detik
3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi
penuh
b. Kejang mioklonik
1) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik
berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada
otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari
1 menit
2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d. Kejang atonik

4
1) Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak
mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

WEB OF CAUTION

Infeksi ekstrakranial : suhu tubuh

Gangguan keseimbangan membran sel neuron

Difusi Na dan Ca berlebih

Depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebih

kejang

parsial umum

kompleks absens mioklonik Tonik atonik


sederhana klonik

Kesadaran Gg peredaran Aktivitas otot


darah

Reflek hipoksi Metabolisme


Resiko menelan
cedera

Permeabilitas Keb. O2 Suhu tubuh


Penumpukan kapiler makin
sekret meningkat

Sel neuron asfiksia


aspirasi otak rusak

E. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSTIK

5
1) Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan
fokus dari kejang.
2) CT scan : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3) Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT
4) Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau alirann darah dalam otak
5) Uji laboratorium
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
(N < 200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Memberantas kejang Secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang
sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila
belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena.
2) Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh Dilupakan perlunya pengobatan
penunjang
a. Semua pakaian ketat dibuka.
b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
c. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila
perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
d. Penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
e. Beri penahan gigi supaya tidak tergigit.
3) Pengobatan rumat

6
a. Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti
konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan
sangat kecil anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira - kira
sampai anak umur 4 tahun.
b. Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan
a) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
b) Kejang demam yang mempunyai ciri :
1. Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi,
retardasi perkembangan dan mikrosefali
2. Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau
diikuti kelainan saraf yang sementara atau menetap
3. Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
4. Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
4) Mencari dan mengobati penyebab

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI TEORITIS

7
KEJANG DEMAM

A. PENGKAJIAN
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan
penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi, psikal assesment.
1. Identitas
Identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan,
status perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat, tanggal dan jam MRS,
no register, serta identitas yang bertanggung jawab.
2. Keluhan utama
Pada umumnya pasien panas yang meninggi disertai kejang
3. Riwayat penyakit sekarang
Menanyakan tentang keluhan yang dialami sekarang mulai dari panas, kejang,
kapan terjadi, berapa kali, dan keadaan sebelum, selama dan setelah kejang.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang diderita saat kecil seperti batuk, pilek, panas. pernah dirawat
dimana, tindakan apa yang dilakukan, penderita pernah mengalami kejang
sebelumnya, umur berapa saat kejang.
5. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan pada keluarga pasien tentang apakah didalam keluarga ada yang
menderita penyakit yang diderita oleh pasien seperti kejang atau epilepsi.
6. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breath) : Keadaan umum tampak lemah, tampak peningkatan
frekuensi nafas sampai terjadi gagal nafas.Dapat terjadi sumbatan jalan
nafas akibat penumpukan sekret
2) B2 (Blood) : TD normal, nadi, perfusi, crt<2" , suhu panas, kemungkinan
terjadi gangguan hemodinamik
3) B3 (Brain): Kesadaran komposmentis sampai koma
4) B4 (Bladder): monitor produksi urine dan warnanya(jernih,pekat)
5) B5 (Bowel): Inspeksi : tampak normal, auskultasi : terdengar suara bising
usus normal, palpasi : turgor kulit normal, perkusi : tidak ada distensi
abdomen
6) B6 (Bone): pada kasus kejang demam tidak ditemukan kelainan tulang
akan tetapi saat kejang berlangsung akan terdapat beberapa otot yang
mengalami kejang.

7. Pemeriksaan penunjang

8
a. Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap
b) Urine lengkap
c) Serum elektrolit
b. EEG: didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-
gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta,
relatif dengan gelombang tajam (Soetomenggolo, 1989)
c. CT Scan: pada pemeriksaan ini dapat menunjukan adanya lesi pada
daerah kepala.
8. Terapi
1) Bebaskan jalan napas
2) Berikan oksigenasi
3) Berikan posisi sligh head up 300
4) Pasang IV line
5) Pemberiap terapi sesuai advis dokter
6) Longgarkan pakaian yang dipakai oleh pasien

B. DIAGNOSA
1. Aspirasi berhubungan dengan adanya penumpukan sekret di saluran
pernapasan
2. Resiko cedera berhubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran
3. Gangguan rasa nyaman (peningkatan suhu tubuh) berhubungan dengan
dampak patologi dari penyakitnya.
4. Kebutuhan oksigen meningkat berhubungan dengan kejang

C. INTERVENSI
1. Dx: Aspirasi berhubungan dengan adanya penumpukan sekret di saluran
pernapasan
Tujuan: Tidak terjadi aspirasi
KH: jalan napas bebas, tidak ada suara napas tambahan, tidak ada sekret
yang menumpuk
Rencana tindakan:
a) Berikan posisi miring pada pasien
R/ agar jalan napas tetap terbuka
b) Lakukan suction
R/ membersihkan jalan naapas
c) Lakukan nebulizer
R/ untuk mengencerkan sekret
d) Observasi tanda-tanda vital pasien
R/ mengetahui tingkat perkembangan pasien

9
e) Kolaborasi dengan tim medis/ dokter dalam pemberian terapi
R/ melaksanakan fungsi independent
2. Dx: Resiko cedera berhubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran
Tujuan: cedera pada saat terjadi kejang dapat dicegah
KH: tidak terjadi cedera, pederita tidak jatuh, lidah pasien tidak tergigit
Rencana tindakan:
a) Jaga kepala terhadap benda-benda yang dapat menimbulkan cedera
R/ menghindari cedera saat kejang
b) Rawat pasien dengan posisi tidur kepala miring
R/ sekret dapat keluar
c) Observasi tanda-tanda vital pasien tiap 15 menit selama fase akut
R/ mengetahui tingkat perkembangan pasien
d) Buka pakaian yang menekan
R/ membuka saluran nafas agar nafas pasien tidak tertekan
e) Berikan pengamanan pada tempat tidur
R/ menghindari cedera atau jatuh
f) Minimalkan terjadi cedea pada pasien
R/ meminimalkan terjadi cedea pada pasien
3. Dx: gangguan rasa nyaman (peningkatan suhu tubuh) berhubungan dengan
dampak patologi dari penyakitnya.
Tujuan: suhu tubuh normal dalam waktu 30 menit - 1 jam
KH: suhu tubuh 36,5 C, tidak keluar keringat dingin, pasien tenang
Rencana tindakan:
a) Berikan penjelasan pada keluarga pasien tentang penyebab
peningkatan suhu tubuh
R/ keluarga pasien dapat mengerti tentang penyebab demam
b) Ganti pakaian pasien dengan pakaian yang tipis dan mudah menyerap
keringat
R/ untuk mengurangi penguapan
c) Berikan kompres dingin pada pasien
R/ dapat mengurangi suhu panas pasien
d) Observasi tanda-tanda vital pasien
R/ mengetahui tingkat perkembangan pasien
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antipiretik
R/ menurunkan demam dan melaksanakan fungsi independent

D. IMPLEMENTASI

10
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana
tindakan yang telah ditetapkan meliputi tindakan independent, depedent,
interdependent. Pada pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, validasi, rencan
keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan dan pengumpulan data (Susan Martin, 1998)

E. EVALUASI
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini
merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya
( Santosa.NI, 1989;162).
NO. Diagnosa/Masalah Evaluasi
1. Aspirasi berhubungan dengan Klien tidak mengalami aspirasi
adanya penumpukan sekret di Kriteria :
saluran pernapasan 1. Jalan napas bebas
2. Tidak ada suara napas tambahan
3. Tidak ada sekret yang
menumpuk
Cedera pada saat terjadi kejang
2 Resiko cedera berhubungan dapat dicegah
Kriteria :
dengan terjadinya penurunan
1. Tidak terjadi cedera
kesadaran
2. Penderita tidak jatuh
3. Lidah pasien tidak tergigit
Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria :
3. Gangguan rasa nyaman
1. Tanda vital :
(peningkatan suhu tubuh)
Suhu : 36 – 37,5ºC
berhubungan dengan dampak
N : 100 – 110 kali/ menit
patologi dari penyakitnya
RR : 24 – 28 kali/menit
2. Kesadaran : composmentis
3. Anak tidak rewel
4. Tidak keluar keringat dingin

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri.


Jakarta : EGC.
2. Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa :
Maulanny R.F. Jakarta : EGC.
3. Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru
4. Kejang Pada Anak. www. Pediatrik.com/knal.php
5. http://imadeyasesanjaya.blogspot.com/2011/07/lapoarn-pendahuluan-kejang-
demam.html

12

Anda mungkin juga menyukai