Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

VARISELA

Pembimbing :
dr. Dartri Cahyawari, Sp.DV

Disusun oleh :
Dini Ainun Qalbi
1661050100

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


PERIODE 10 DESEMBER 2018 – 19 JANUARI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkatNya,
karya tulis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Karya tulis dengan judul “Varisela” ini ditulis dalam rangka menjalani
Kepaniteraan Klinik SMF Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Dartri Cahyawari, Sp.DV selaku pembimbing penulisan laporan ini.
2. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ini masih jauh dari sempurna,
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk ini penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak.

Jakarta, Desember 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Di Indonesia dan negara tropis lainnya, morbiditas varisela masih tinggi,


terutama pada masa anak dan dewasa muda (pubertas). Varisela tidak menyebabkan
kematian. Sejak lama disepakati bahwa varisela dapat sembuh sendiri (swasima).
Namun, varisela termasuk penyakit yang kontagius (menular) dan penularan terjadi
dengan cepat secara airborn infection, terutama pada orang serumah dan pada orang
dengan imunokompremais. Pada orang dengan imunokompremais (misalnya pasien
dengan HIV) dan kelompok tertentu (ibu hamil, neonatus) biasanya gejala lebih berat
dan mudah mengalami komplikasi.
Berbagai jenis obat antivirus berguna menghambat replikasi virus varisela-
zoster, misalnya asiklovir, valasiklovir, famsiklovir, dan foskarnet. Obat antivirus
bermanfaat bila diberikan dalam waktu 24 jam setelah muncul erupsi kulit. Imunisasi
vaksin varisela di Indonesia tidak termasuk imunisasi yang diharuskan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa, manifestasi klinis didahului gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf,
terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Varisela tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak (90%), tetapi
dapat juga menyerang orang dewasa (2%), sisanya menyerang kelompok tertentu.
Transmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularannya lebih kurang 7 hari
dihitung dan timbulnya gejala kulit.
Berbeda dengan varisela meskipun virusnya VVZ, namun herpes zoster jarang
(hanya 3%) mengenai anak-anak. Morbiditas meningkat seiring bertambahnya usia.
Bila ditemukan herpes zoster pada anak, sebaiknya curigai kemungkinan pasien
tersebut imunokompremais.

II. ETIOPATOGENESIS
Penyebab varisela adalah virus varisela-zoster. Penamaan tersebut memberi
pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan varisela, sedangkan
reaktivasi menyebabkan herpes zoster. VVZ merupakan anggota famili herpes virus.
Virion VVZ berbentuk bulat, berdiameter 150-200 nm, DNA terletak di antara
nukleokapsid, dan dikelilingi oleh selaput membran luar dengan sedikitnya terdapat
tiga tonjolan glikoprotein mayor. Glikoprotein ini yang merupakan target imunitas
humoral dan seluler.
VVZ masuk ke dalam tubuh melalui mukosa saluran napas atas dan orofaring.
Virus bermultiplikasi di tempat masuk (port d'entry), menyebar pembuluh darah dan
limfe, mengakibatkan viremia primer. Tubuh mencoba mengeliminasi virus terutama
melalui sistem pertahanan tubuh non spesifik, dan imunitas spesifik terhadap VVZ.
Apabila pertahanan tubuh tersebut gagal mengeliminasi virus terjadi viremia
sekunder kurang lebih dua minggu setelah infeksi. Viremia ini ditandai oleh
timbulnya erupsi varisela, terutama di bagian sentral tubuh dan di bagian perifer lebih
ringan. Pemahaman baru menyatakan bahwa erupsi kulit sudah dapat terjadi setelah
viremia primer. setelah erupsi kulit dan mukosa, virus masuk ke ujung saraf sensorik
kemudian menjadi laten di ganglion dorsalis posterios. Pada suatu saat, bila terjasi
reaktivitas VVZ, dapat terjadi manifestasi herpes zoster, sesuai dermatom yang
terkena.

III. GEJALA KLINIS


Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Gejala klinis
dimulai dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malese dan
nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang
dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas mirip
tetesan embun (tear drops) di atas dasar yang eritematosa. Vesikel akan berubah
menjadi keruh menyerupai pustul dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini
berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel baru sehingga pada satu saat tampak
gambaran polimorf.
Penyebaran terutama di daerah badan, kemudian menyebar secara sentrifugal
ke wajah dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan
saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran
kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang timbul dan lebih sering pada
orang dewasa berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonefritis, karditis, hepatitis,
keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam
purpura).
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang
kelahiran dapat menyebabkan varisela kongenital pada neonatus.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada umumnya tidak diperlukan pada varisela tanpa komplikasi, pada sediaan
darah tepi dapat ditemukan penurunan leukosit, dan peningkatan enzim hepatik.
Dapat dilakukan percobaan Tzanck, dengan cara membuat sediaan hapus yang
diwamai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati
sel datia berinti banyak. Namun, hasil ini tidak spesifik untuk varisela.
Bila keadaan laboratorium memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan
cairan vesikel dengan PCR guna membuktikan infeksi DNA WZ, atau serologik
untuk fluoresent-antibody untuk antigen membrane daru VWZ dan dengan
menggunakan tes aglutinasi lateks.

V. DIAGNOSIS
Diagnosis varisela ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala prodromal, rasa
gatal, dan manifestasi klinis sesuai tempat predileksi dan morfologi yang khas
varisela.
Harus dibedakan dengan variola (walaupun saat ini sudah sangat jarang).
Variola secara klinis lebih berat dan memberi gambaran monomorf, penyebaran
dimulai dari bagian akral tubuh, yakni telapak tangan dan telapak kaki.
Beberapa penyakit lain yang mirip adalah reaksi hipersensitivitas gigitan
serangga (insects bite), Hand, foot and mouth disease, serta Pityriasis lichenoides et
varioliformis acuta (PLEVA), skabies impetigenisata.

VI. TATA LAKSANA


Pengobatan bersifat simtomatik dengan antipiretik dan analgesik, untuk
menghilangkan rasa gatal dapat diberikan sedatif, atau antihistamin yang mempunyai
efek sedatif. Antipiretik antara lain parasetamol, hindari salisilat atau aspirin karena
herpes zoster). Varicella zoster immunoglobulinepada dapat menimbulkan sindrom
Reye.
Terapi lokal ditujukan mencegah agar vesikel tidak pecah terlalu dini, karena
itu diberikan bedak yang ditambah dengan zat anti gatal (mentol kamfora). Jika
timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik oral atau salap. Dapat pula
diberikan obat-obat antivirus (lihat pengobatan VI.Z.I.G.) dapat mencegah atau
meringankarn varisela dan diberikan secara intramuskular dalam 4 hari setelah
terpajan.
Indikasi pemberian antivirus adalah bila sebelumnya telah ada anggota
keluarga serumah yang menderita varisela, atau pada pasien imunokompremais,
antara lain pasien dengan keganasan, infeksi HIVIAIDS, atau yang sedang mendapat
pengobatan imunosupresan, misalnya kortikosteroid jangka panjang, atau sitostatik
dan pada kehamilan. Pemberian dosis asiklovir sebagai berikut:

Status Dosis Asiklovir

Bayi / Anak 10 - 20mg/KgBB/Hari, dosis terbagi 4-5 x 20


mg/kgBB/Kali (maks. 800mg/kg) selama 7 hari

Dewasa Asiklovir 5x800mg/hari selama 7 hari


Valasiklovir untuk dewasa 3 x 1 gr/ hari selama
7 hari
Famsiklovir untuk dewasa 3x250mg/hari
selama 7 hari

Immunokompremais Asikovir 10mg/kgBB, IV drip 3 x sehari,


minimal 10 hari

Asiklovir 5x800mg/oral hari minimal 10 hari


Valasiklovir untuk dewasa 3 x 1 gr/ hari
minimal 10 hari
Famsiklovir untuk dewasa 3x250mg/hari
minimal 10 hari
VII. PENCEGAHAN DENGAN VAKSINASI
Vaksin varisela berasal dari galur yang telah dilemahkan. Angka serokonversi
mencapai 97 % -99 % . Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau lebih. Lama
proteksi belum diketahui past Meskipun demikian, vaksinasi ulangan dapat diberikan
setelah 4-6 tahun. Pemberian secara subkutan sebesar 0,5 ml pada anak berusia 12
bulan sampai 12tahun. Pada usia di atas 12 tahun, juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8
minggu diulangi dengan dosis yang sama. Bila terpajan kurang dari 3 hari,
pelindungan vaksin yang diberikan masih terjadi, sedangkan antibodi yang cukup
sudah timbul antara 3-6 har setelah vaksinasi.

VIII. PROGNOSIS
Perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi prognosis yang
baik dan dapat mencegah timbulnya jaringan parut.
BAB III
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. AR
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Kristen
Alamat : Cawang
2. ANAMNESIS

Keluhan Utama: Plenting-plenting merah di wajah.

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan
timbul plenting – plenting merah di daerah wajah sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit, timbulnya plenting disertai dengan plenting yang berisi cairan yang timbul 1
hari setelah timbul keluhan, plenting tersebut semakin hari semakin bertambah
banyak hingga timbul di daerah wajah, leher, dada, perut, punggung dan kedua
tungkai atas, plenting tersebut terasa gatal dan sedikit nyeri sehingga mengganggu
aktivitas pasien. Awalnya pasien hanya mengira plenting tersebut sebuah jerawat
yang tumbuh diwajah namun bertambah banyak dan hampir sebagian berisi cairan,
plenting juga hampir menyebar keseluruh tubuh pasien. Pasien juga mengeluhkan
demam yang timbul bersamaan dengan timbulnya plenting di daerah wajah, pasien
belum berobat untuk mengurangi keluhan tersebut. Keluhan lain seperti mual (+),
muntah (+), sakit saat menelan (-), sakit kepala (+), BAK dan BAB tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat alergi (-), Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien menyangkal ada keluarga atau teman pasien
yang mengalami keluhan yang serupa.

Riwayat Kehidupan Sosial : Di lingkungan tempat tinggal pasien tidak ada yang
mengalami keluhan seperti ini.

3. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal Pemeriksaan: 19 Desember 2018

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital:
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36.8C
Respirasi : 21 x/menit

Status generalis
- Kepala : Normocephali
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
- Leher : KGB tidak membesar
- Dada :
I : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
P : Vocal Fremitus sama antara kanan dan kiri
P : Sonor/Sonor
A : BND Vesikuler. Rh -/-; WH -/-; BJ 1 & 2 reguler: murmur (-),
gallop (-)
- Perut :
I : Perut tampak datar
A : BU (+), 4x/menit
P : Supel, Nyeri tekan (-)
P : Timpani, Nyeri ketok (-)
- Kulit dan kelamin : Tampak ada gangguan pada kulit (lihat di status
dermatologis)
- Alat gerak : Edema (-) ; CRT <2”, Akral hangat
Status Dermatologis
Efloresensi : Pada regio facial, colli, thoraks, abdomen dan thoraco posterior
tampak vesikel (tear drops) multiple dengan dasar eritematosa dengan ukuran milier
sampai lentikuler tersebar generalisata, disekitarnya terdapat papula eritematosa
dengan ukuran milier hingga lentikuler,pustul dan erosi kehitaman, tersebar
generalisata dimulai dari batang tubuh (centri petal), memberikan gambaran polimorf.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Tzank Tes : Pasien menolak dilakukan pemeriksaan.

4. RESUME

Nn. AR, usia 22 tahun datang ke IGD Rumah Sakit UKI dengan keluhan
keluhan timbul plenting – plenting merah di daerah wajah sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit, timbulnya plenting disertai dengan plenting yang berisi cairan
yang timbul 1 hari setelah timbul keluhan, plenting tersebut semakin hari semakin
bertambah banyak hingga timbul di daerah wajah, leher, dada, perut, punggung dan
kedua tungkai atas, plenting tersebut terasa gatal dan sedikit nyeri sehingga
mengganggu aktivitas pasien. Awalnya pasien hanya mengira plenting tersebut
sebuah jerawat yang tumbuh diwajah namun bertambah banyak dan hampir sebagian
berisi cairan, plenting juga hampir menyebar keseluruh tubuh pasien. Pasien juga
mengeluhkan demam yang timbul bersamaan dengan timbulnya plenting di daerah
wajah, pasien belum berobat untuk mengurangi keluhan tersebut. Keluhan lain seperti
mual (+), muntah (+),sakit kepala (+), riwayat alergi (-). Pasien menyangkal ada
keluarga atau teman pasien yang mengalami keluhan yang serupa. Di lingkungan
tempat tinggal pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik dengan tingkat
kesadaran composmentis. Tekanan Darah: 130/80 mmHg, Nadi: 86x/menit, Suhu:
36.8C, Respirasi: 21x/menit. Pada pemeriksaan status generalis didapatkan hasil
dalam batas normal terkecuali pada pemeriksaan kulit didapatkan adanya gangguan.
Pada pemeriksaan status dermatologi di dapatkan : Pada regio facial, colli, thoraks,
abdomen dan thoraco posterior tampak vesikel (tear drops) multiple dengan dasar
eritematosa dengan ukuran milier sampai lentikuler tersebar generalisata, disekitarnya
terdapat papula eritematosa dengan ukuran milier hingga lentikuler,pustul dan erosi
kehitaman, tersebar generalisata dimulai dari batang tubuh (centri petal), memberikan
gambaran polimorf.

5. DIAGNOSIS BANDING
- Varisella Zoster
- Hand Foot and Mouth Disease
- Variola

6. DIAGNOSIS KERJA
Varisella Zoster

7. TATALAKSANA
Non medikamentosa
1. Isolasi untuk mencegah penularan
2. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat
3. Upayakan agar tidak terjadi infeksi sekunder pada kulit.
4. Mandi 2 kali sehari dan mengganti pakaian
5. Upayakan agar vesikel tidak pecah
- Jangan menggaruk lesi yang gatal dan pastikan kuku sentiasa
dipotong pendek, bersih dan rapi.
- Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepuk-tepuk handuk
pada kulit.
Medikamentosa

a. Sistemik :

- Obat antiviral seperti Acyclovir 5 X 800 mg/hari selama 7 hari.

- Obat Antihistamin untuk mengurangi rasa gatal yaitu Difenhidramin tablet


1x50 mg/ hari diberi selama 10 hari.

- Obat antipiretik untuk menurunkan panas seperti Paracetamol tablet


3x500mg/ hari diberikan selama 5 hari.

b. Topikal

- Bedak yang dutambah dengan zat anti gatal (menthol, kamfora) untuk
mencegah pecahnya vesikel serta menghilangkan rasa gatal.

8. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : Bonam
Ad kosmetika : Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien perempuan, Pasien perempuan, 22 tahun, datang dengan keluhan


timbul plenting-plenting merah di daerah wajah sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit keluhan disertai demam dan sakit kepala.

Hal ini sesuai dengan teori dari buku Ilmu Penyakit Kulit FKUI yang
menyatakan bahwa Varisela, adalah Infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, manifestasi klinis didahului gejala konstitusi,
kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Pada Gejala klinis
dimulai dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malese dan
nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang
dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.

Pada kasus ini, pasien perempuan usia 22 tahun. Hal ini sesuai dengan teori
yang mengatakan bahwa varisela biasanya terjadi pada anak-anak ataupun dewasa.

Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan ini sebelumnya. Lesi terasa


gatal dan juga terasa sedikit nyeri. Riwayat alergi disangkal, riwayat DM disangkal.
Terdapat gejala prodromal, keluhan demam dan sakit kepala.

Awalnya keluhan tersebut dibiarkan karena pasien tidak merasa terganggu.


Namun lama kelamaan pasien mengeluh gatal dan sedikit nyeri dibagian yang timbul
plenting dan bertambah banyak di bagian badan tertentu.

Terapi pasien ini dilakukan secara medikamentosa dan non medikamentosa.


Pengobatan bersifat simtomatik dengan antipiretik dan analgesik, untuk
menghilangkan rasa gatal dapat diberikan sedatif, atau antihistamin yang mempunyai
efek sedatif. Antipiretik antara lain parasetamol. Untuk mencegah agar vesikel tidak
pecah dapat diberikan bedak yang ditambah dengan zat anti gatal (mentol kamfora).
Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik oral atau salap dan diberikan
antivirus asiklovir.
BAB V

KESIMPULAN

Varicella merupakan infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran 10
sampai 21 hari. Biasanya diawali dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak
terlalu tinggi, malaise, dan nyeri kepala, kemudian disusul dengan timbulnya papula
eritematosa yang dalam beberapa jam berubah menjadi vesikel. Dimana vesikel akan
berkembang menjadi, pustul, dan kemudian menjadi krusta.
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke muka dan ektremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut, dan saluran nafas bagian atas.
Pada anak-anak jarang memberi komplikasi, sementara pada orang
dewasa komplikasi yang tersering timbul adalah pneumonia. Dan pada pasien yang
disertai dengan defisiensi imun memberikan komplikasi yang lebih berat.
Untuk membantu diagnosa dapat dilakukan percobaan Tzanck yang diambil
dari kerokan dasar vesikel dan didapatkan sel datia yang berinti banyak. Untuk
pengobatan dapat diberikan antivirus, dimana dosis oral yang diberikan pada anak
yaitu 4x20mg/kgBB selama lima hari. Sementara dosis yang diberikan pada
orang dewasa 5x800 mg selama tujuh hari. Disamping itu dapat pula diberikan
antipiretik, dan analgesik, serta bedak yang ditambah zat anti gatal untuk mencegah
pecahnya vesikel secara dini, dan mengurangi rasa gatal.
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin varicella yang berasal dari galur
yang dilemahkan. Diberikan pada anak umur 12 bulan atau lebih, dan diberikan
vaksin ulangan 4-6 tahun kemudian. Sementara pada anak yang berusia 12 tahun
dosis ulangan diberikan 4-8 minggu setelah dosis pertama. Pemberian vaksin ini
dilakukan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml.
Pada kasus pasien diatas sudah dilakukan pentalaksanaan sesuai dengan
tatacara pemberian pengobatan varisela dan di harapkan mendapan prognosis atau
hasil yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Breuer J. In: Zuckerman A J, Banatyala JE, Schoub BD, GriffithsPD,
Mortiner P. Principles and practice of clinical virology. 6h ed. London UK:
Health Protection Agency John Wiley & Sons Ltd; 2009. p 133-60.
2. Durdu M, Baba M, Seckin D. The value of Tzanck smear test in diagnosis of
erosive, vesicular, bullous, pustular lesions. JAm Acad Dematol.
2008:59(6):958-64.
3. Kroger AT, Atkinson WL, Marcuse EK, Pickering LK. General
recommendation on immunization,recommendation of the Advisory
Committee on Immunization Practices (ACIP), CDC. Available from:
http//:www.cdc.gov/nip
4. Straus SE, Oxman MN, Schmader KE. Varicella and Herpes Zoster. In: Wolff
K, Goldsmith LA, katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor.
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: Mcgraw-
Hill; 2012. p 2383-401
5. Wood SM, Shah SS, Steenhoff AP, Rutstein RM Primary Varicella and
Herpes Zoster Among HIV Infected Children From 1989 to 2006. Pediatric
2007; 121:150-6.
6. Zerboni L, Arvin AM. The pathogenesis of caricella-zoster virus
neurotropism and infection. In: Reiss CS. Neurotropic viral infection.
Cambridge: Cambride University Pres; 2008. p. 225-50.

Anda mungkin juga menyukai