Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Analisa titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis
kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan
larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara
teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut
berlangsung secara kuantitatif. Titrasi sendiri merupakan suatu metoda
untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang
sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi
asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi
oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan
pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainyaTitrasi merupakan
metode analisa kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan dalam
laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari suatu reaktan. Karena
pengukuran volum memainkan peranan penting dalam titrasi, maka
teknik ini juga dikenali dengan analisa volumetric.
Selama bertahun-tahun istitilah analisa volumetrik sering
digunakan daripada titrimetrik. Akan tetapi dilihat dari segi yang ketat,
istilah titrimetrik lebih baik, karena pengukuran-pengukuran volum tidak
perlu dibatasi oleh titrasi. Pada analisa tertentu misalnya, orang dapat
mengukur volum gas.
Titrasi adalah pengukuran volume suatu larutan dari suatu
reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah
tertentu dengan reaktan lainnya. Seringkali titrasi digunakan untuk
mengukur volume larutan yang ditambahkan pada suatu larutan yang
telah diketahui volumenya. Biasanya konsentrasi dari salah satu
larutan, dikenal sebagai larutan standar, telah diketahui dengan tepat.
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri
baik untuk zat anorganik maupun organik. Reaksi redoks dapat diikuti
dengan perubahan potensial, sehingga reaksi redoks dapat
menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu
titrasi. Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan
menggunakan indikator. Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor
yang dipergunakan dalam titrasi redoks, maka dikenal beberapa jenis
titrimetri redoks seperti iodometri, iodimetri dan permanganometri.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian titrasi redoks.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis titrasi redoks.
3. Untuk mengetahui prinsip titrasi redoks.
4. Untuk mengetahui penggunaan titrasi redoks.
5. Untuk mengetahui metode titrasi redoks.

C. Manfaat
Makalah ini disusun agar pembaca dapat menjadikannya
sebagai referensi ataupun tambahan wawasan mahasiswa tentang
materi Titrimetri Reaksi Reduksi Oksidasi yang baik pada mata
pelajaran Kimia Analitik bagi mahasiswa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Titrasi Redoks


Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi
dipergunakan secara luas oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari berbagai
unsur dapat hadir dalam kondisi oksidasi yang berbeda-beda,
menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi-
reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisi titrimetrik
dan penerapan-penerapannya cukup banyak.
Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang
melibatkan penangkapan dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi
redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh redu ktor harus sama
dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator.
Titrasi redoks itu melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara
titrant dan analit.Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan
kadar logam atau senyawa yang bersifat sebagai oksidator atau
reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan sulfite
dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan
kadar alkohol dengan menggunakan kalium dikromat.
Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat
dengan menggunakan permanganate, penentuan besi(II) dengan
serium(IV), dan sebagainya. Karena melibatkan reaksi redoks maka
pengetahuan tentang penyetaraan reaksi redoks memegang peran
penting, selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat
oksidator dan reduktor juga sangat berperan. Dengan pengetahuan
yang cukup baik mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri
titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah.
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan
membuat kurva titrasi antara potensial larutan dengan volume titrant,
atau dapat juga menggunakan indicator. Dengan memandang tingkat
kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator sering
kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna
titrant sebagai indicator contohnya penentuan oksalat dengan
permanganate, atau penentuan alkohol dengan kalium dikromat.
Beberapa titrasi redoks menggunakan amilum sebagai
indicator, khususnya titrasi redoks yang melibatkan iodine. Indikator
yang lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah juga sering dipakai
untuk titrasi redoks jika kedua indicator diatas tidak dapat
diaplikasikan, misalnya ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin. Atau ada
juga yang tidak menggunakan indikator seperti permanganometri.

B. Jenis-Jenis Titrasi Redoks


Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak
jenisnya, diantaranya :
1. Permanganometri
2. Bikromatometri
3. Cerimetri
4. Iodimetri, iodometri, iodatometri
5. Bromometri, bromatometri
6. Nitrimetri

Terbaginya titrasi ini dikarenakan tidak ada satu senyawa


(titran) yang dapat bereaksi dengan semua senyawa oksidator dan
reduktor, sehingga diperlukan berbagai senyawa titran. Karena
prinsipnya adalah reaksi redoks, sehingga pastinya akan melibatkan
senyawa reduktor dan oksidator, karena Titrasi redoks melibatkan
reaksi oksidasi dan reduksi antara titrant dan analit. Jadi kalau
titrannya oksidator maka sampelnya adalah reduktor, dan kalau
titrannya reduktor maka samplenya adalah oksidator.
Banyak aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan
sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau
penentuan kadar alkohol dengan menggunakan kalium dikromat.
Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat dengan
menggunakan permanganate, penentuan besi(II) dengan serium(IV),
dan sebagainya.
Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang
penyetaraan reaksi redoks memegang peran penting, sepertinya akan
menjadi tidak mungkin bisa mengaplikasikan titrasi redoks tanpa
melakukan penyetaraan reaksinya dulu. Selain itu pengetahuan
tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga sangat
berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu
maka perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah.
Perlu diingat dari penyetaraan reaksi kita akan mendapatkan harga
equivalen tiap senyawa untuk perhitungan.
Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi
redoks. Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion
MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik
titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi
dalam suatu sample.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium
permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak
memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer
serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama
seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna
merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi.
Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi.
Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan
natrium oksalat atau sebagai arsen (III) oksida standar-standar primer.
Reaksi yang terjadi pada proses pembakuan kalium permanganat
menggunakan natrium oksalat adalah:
5C2O4- + 2MnO4- + 16H+ → 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O

Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda


yang disebabkan kelebihan permanganat.
Penetapan kadar zat dalam praktek ini berdasarkan reaksi
redoks dengan KMnO4 atau dengan cara permanganometri. Hal ini
dilakukan untuk menentukan kadar reduktor dalam suasana asam
dengan penambahan asam sulfat encer, karena asam sulfat tidak
bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer.Pembakuan
KMnO4 dibuat dengan melarutkan KMnO4 dalam sejumlah air, dan
mendidihkannya selama beberapa jam dan kemudian endapan MnO2
disaring. Endapan tersebut dibakukan dengan menggunakan zat baku
utama, yaitu natrium oksalat. Larutan KMnO4 yang diperoleh
dibakukan dengan cara mentitrasinya dengan natrium oksalat yang
dibuat dengan pengenceran kristalnya pada suasana asam. Pada
pembakuan larutan KMnO4 0,1 N, natrium oksalat dilarutkan kemudian
ditambahkan dengan asam sulfat pekat, kemudian dititrasi dengan
KMnO4 sampai larutan berwarna merah jambu pucat. Setelah didapat
volume titrasi, maka dapat dicari normalitas KMnO4.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium
permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak
memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer
serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama
seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna
merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi.
Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi (Day,
1980).
Kalium permangatat sukar diperoleh secara sempurna murni
dan bebas sama sekali dari mangan oksida. Lagipula, air suling yang
biasa mungkin mengandung zat-zat pereduksi yang akan bereaksi
dengan kalium permanganat dengan membentuk mangan dioksida
serta bukanlah suatu larutan standar primer (Basset, 1994). Kalium
permangatat merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat
asam lemah, netral atau basa lemah. Dalam larutan yang bersifat basa
kuat, ion permanganat dapat tereduksi menjadi ion manganat yang
berwarna hijau (Rivai, 1995). Titrasi harus dilakukan dalam larutan
yang bersifat asam kuat karena reaksi tersebut tidak terjadi bolak balik,
sedangakan potensial elektroda sangat tergantung pada pH (Rivai,
1995). Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan
natrium oksalat atau sebagai arsen (III) oksida standar-standar primer
(Basset, 1994).
Bikromatometri digunakan larutan baku kalium bikromat,
sebagai oksidator yang lebih lemah dari KMnO4. Larutan baku kalim
bikromat lebih stabil dari KMnO4. Pengasaman dapat dilakukan dengan
H2SO4, HClO4, atau HCl.

Cr2O72- + 14H+ + 6e Cr3+ + 7H2O

Jingga tak berwarna

Indikator yang digunakan, natrium difenilbenzidinsulfonat


dengan perubahan warna dari hijau ke violet.
Cerimetri digunakan larutan baku garam Cerium yang jika
dibandingkan KMnO4 lebih stabil, hasil reduksinya hanya satu dan
tidak dapat mengoksidasi ion Cl-. Kelemahannya, tidak digunakan
pada suasana netral /basa karena peristiwa hidrolisis dan warna
kuning dari Ce4+ tidak cukup terang.
Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis
kuantitatif terdapat dua cara melakukan analisis dengan menggunakan
senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak langsung.
Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium
untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara
kuantitatif pada titik ekivalennya).
Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat
iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan
Cara tidak langsung disebut iodometri (oksidator yang
dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam
keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara
kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau
asam arsenit).
Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes
titran. perubahan warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas
dengan penambahan indikator amilum/kanji
Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida
merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses
analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion
iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri).
Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup
kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah
penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi
oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan
ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida
ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan
pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium
thiosulfat
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada
titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak
langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang
dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994). Larutan standar yang
digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium
thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat
Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan
penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan
standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang
lama
Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk
natrium thiosulfat dan dianjurkan apabila thiosulfat harus digunakan
untuk penentuan tembaga. Potensial standar pasangan Cu(II) – Cu(I),
Cu2+ + e ? Cu+ Eo= +0.15 V
Karena harga E° iodium berada pada daerah pertengahan
maka sistem iodium dapat digunakan untuk oksidator maupun
reduktor. I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif
merupakan reduktor lemah. Jika Eo tidak bergantung pada pH (pH <
eo=" 0.535" eo=" 6.21" eo=" +" ph =" 5,0">.
C. Prinsip Titrasi Redoks
Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang
melibatkan penangkapan dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi
redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor harus sama
dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator. Ada dua cara
untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode bilangan
oksidasi dan metode setengah reaksi (metode ion elektron).
Hubungan reaksi redoks dan perubahan energi adalah
sebagai berikut: Reaksi redoks melibatkan perpindahan elektron; Arus
listrik adalah perpindahan elektron; Reaksi redoks dapat menghasilkan
arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksi
redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah
sel elektrokimia. Persamaan elektrokimia yang berguna dalam
perhitungan potensial sel adalah persamaan Nernst. Reaksi redoks
dapat digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi syarat. Titrasi
redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu
reduktor atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi
antara analit dengan titran.

D. Penggunaan Titrasi Redoks


Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan,
seperti dalam analisis vitamin C (asam askorbat). Dalam analisis ini
teknik iodimetri dipergunakan. Pertama-tama, sampel ditimbang
seberat 400 mg kemudian dilarutkan kedalam air yang sudah terbebas
dari gas carbondioksida (CO2), selanjutnya larutan ini diasamkan
dengan penambahan asam sulfat encer sebanyak 10 mL. Titrasi
dengan iodine, untuk mengetahui titik akhir titrasi gunakan larutan kanji
atau amilosa.
Penetapan besi dalam biji besi, biji besi terdiri atas
Fe2O3 (hematite), Fe3O4 (magnetit), FeS2 (pirit), FeCO3 (siderat),
Fe2O3.nH2O (limonet), dan Fe3O4.nH2O (goethite). Penetapan klor
dalam kaporit/kapur klor atau klorox,
Klorox : Larutan NaClO

Kaporit : Ca OCl

OCl + Ca(OH)2 + CaCl2

Kapur : Ca OCl

OCl + Ca(OH)2 + CaCl2

E. Metode Titrasi Redoks


1. Zat penitrasi (titran) yang merupakan larutan baku dimasukkan ke
dalam buret yang telah ditera.
2. Zat yang dititrasi (titrat) ditempatkan pada wadah (gelas kimia atau
erlenmeyer).Ditempatkan tepat dibawah buret berisi titran
3. Tambahkan indikator yang sesuai pada titrat, misalnya, indikator
kanji
4. Rangkai alat titrasi dengan baik. Buret harus berdiri tegak, wadah
titrat tepat dibawah ujung buret, dan tempatkan sehelai kertas putih
atau tissu putih di bawah wadah titrat
5. Atur titran yang keluar dari buret (titran dikeluarkan sedikit demi
sedikit) sampai larutan di dalam gelas kimia menunjukkan
perubahan warna dan diperoleh titik akhir titrasi. Hentikan titrasi
F. Jenis-jenis titrasi
Terdapat berbagai macam titrasi dengan prosedur dan tujuan
yang berbeda. Jenis paling umum titrasi kualitatif adalah titrasi asam-
basa dan titrasi redoks.

1. Titrasi asam–basa

Titrasi asam-basa bergantung pada netralisasi antara asam


dan basa ketika dicampur dalam larutan. Selain sampel, indikator
pH yang sesuai ditambahkan ke dalam bejana titrasi, merefleksikan
rentang pH pada titik ekivalen. Indikator asam-basa menunjukkan
titik akhir titrasi dengan perubahan warna. Titik akhir dan titik
ekivalen tidak persis sama, karena titik ekivalen ditentukan secara
stoikiometri reaksi sementara titik akhir hanyalah perubahan warna
indikator. Oleh karena itu, kehati-hatian dalam pemilihan indikator
akan mengurangi kesalahan indikator. Sebagai contoh, jika titik
ekivalen berada pada pH 8,4, maka indikator fenolftalein yang
digunakan, bukan alizarin kuning karena fenolftalein akan
mengurangi kesalahan indikator. Indikator-indikator umum,
warnanya dan rentang pH perubahan warna disajikan dalam tabel
di atas.[13] Jika diperlukan hasil yang lebih presisi, atau pereaksi
adalah asam lemah dan basa lemah, dapat digunakan pH
meter atau konduktometer.

Basa yang sangat kuat, misalnya pereaksi


organolitium, logam amida, dan hidrida, air biasanya bukan pelarut
yang cocok dan indikator dengan pKa pada rentang perubahan pH
air jarang digunakan. Untuk kasus ini biasanya titer dan indikator
yang digunakan adalah asam yang sangat lemah, dan digunakan
pelarut anhidrat seperti

2. Titrasi redoks

Titrasi redoks berdasarkan reaksi reduksi-oksidasi antara


oksidator dan reduktor. Suatu potensiometer atau indikator
redoks biasanya digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi,
misalnya ketika salah satu konstituennya adalah kalium dikromat.
Perubahan warna larutan dari jingga ke hijau tidak jelas, oleh
karenanya perlu digunakan suatu indikator seperti natrium
difenilamina. Analisis belerang dioksida dalam wine memerlukan
iodium sebagai oksidator. Dalam kasus ini, amilum digunakan
sebagai indikator; kompleks iodium-amilum berwarna biru terbentuk
dengan adanya kelebihan iodium, menunjukkan titik akhir titrasi
Beberapa titrasi redoks tidak memerlukan indikator, karena warna
konstituennya cukup tajam. Misalnya,
dalam permanganometri warna merah jambu yang sangat tipis
menandakan titik akhir titrasi karena warna dari kelebihan
oksidator kalium permanganat Dalam iodometri, pada konsentrasi
yang cukup besar, pudarnya warna merah-coklat ion triiodidadapat
digunakan sebagai petunjuk titik akhir, meskipun pada konsentrasi
yang lebih rendah sensitivitasnya perlu ditingkatkan dengan
penambahan indikator amilum, yang membentuk kompleks biru
tajam dengan triiodida.

3. Titrasi fasa gas

Titrasi fasa gas adalah titrasi yang dilakukan dalam fasa gas,
terutama sebagai metode penentuan spesies reaktif melalui reaksi
dengan kelebihan beberapa gas, yang bertindak sebagai titer.
Salah satu titrasi fasa gas yang umum, gas ozon dititrasi dengan
nitrogen oksida sesuai reaksi berikut
O3 + NO → O2 + NO2

Setelah reaksi sempurna, kelebihan titer yang tersisa dan produk


dikuantifikasi (misal: dengan FT-IR); ini digunakan untuk
menentukan jumlah analit dalam sampel aslinya.

Titrasi fasa gas mempunyai beberapa kelebihan


dibandingkan spektrofotometri sederhana. Pertama, pengukuran
tidak bergantung pada panjang gelombang, karena panjang
gelombang yang sama digunakan untuk mengukur kelebihan titer
dan produk sekaligus. Kedua, pengukuran tidak bergantung pada
perubahan linear absorbansi sebagai fungsi konsentrasi analit
seperti didefinisikan dalam hukum Beer-Lambert. Ketiga, berguna
untuk sampel yang mengandung spesies-spesies yang saling
menginterfensi panjang gelombang analit.

4. Titrasi kompleksometri

Titrasi kompleksometri berdasarkan pada


pembentukan kompleks antara analit dan titer. Secara umum,
mereka memerlukan indikator kompleksometri khusus yang
membentuk kompleks lemah dengan analit. Contoh paling umum
adalah penggunaan indikator amilum untuk meningkatkan
sensitivitas titrasi iodometri. Kompleks biru gelam amilum-iodium
dan iodida menjadi lebih jelas daripada iodium saja. Indikator
kompleksometri lainnya adalah Eriochrome Black T untuk titrasi
ion kalsium dan magnesium, dan senyawa pengkhelatEDTA
digunakan untuk mentitrasi ion logam dalam larutan

5. Titrasi potensial zeta

Titrasi potensial zeta adalah titrasi yang titik akhirnya


dimonitor menggunakan potensial zeta, bukan
menggunakan indikator, untuk menentukan karakteristik
sistem heterogen, seperti koloid Salah satu penggunaannya adalah
untuk menentukan titik isoelektrik ketika muatan permukaan
menjadi nol, yang diperoleh dengan mengubah pH atau
penambahan surfaktan. Penggunaan lainnya adalah penentuan
dosis optimum untuk flokulasi atau stabilisasi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi
dipergunakan secara luas oleh analisis titrimetrik. Reaksi oksidasi
reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan
penangkapan dan pelepasan elektron. Titrasi redoks merupakan jenis
titrasi yang paling banyak jenisnya, diantaranya : Permanganometri,
Bikromatometri, Cerimetri Iodimetri, iodometri, iodatometri,
Bromometri, bromatometri, Nitrimetri. Titrasi redoks adalah titrasi suatu
larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya,
dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran.

B. Saran
Titrasi redoks yang telah disajikan dalam makalah ini, dapat
dijadikan referensi ataupun tambahan wawasan bagi pembaca
sehingga dapat membedakannya dan dapat menerapkanya secara
tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Materi Redoks-Praktikum Dasar Teknik Kimia

Hamdani, S. 2011. Titrasi Redoks

Ibnu, S, dkk. 2004. Kimia Analitik I. Malang : Jurusan Kimia FMIPA


Universitas Negeri Malang.

Zulfikar. 2010. Titrasi Redoks.

Fuada H. R. 2013. Makalah kimia analisis farmasi

Harjadi, W., (1986), “Ilmu Kimia Analitik Dasar”, Gramedia, Jakarta

Wunas, J., Said, S., (1986), “Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif” UNHAS,
Makassar

Anda mungkin juga menyukai