Anda di halaman 1dari 6

PEMEROLEHAN BAHASA DALAM KAJIAN PSIKOLINGUISTIK

MAKALAH

DISUSUN OLEH:

1. Dedi Gunawan 180211848549

2. Hidayatul Laili 180211848523

3. Lupita Bunga P. 180211848543

4. Tiara Nurmarinda 180211848536

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

OKTOBER 2018
A. Pengertian Pemerolehan Bahasa
Menurut Dardjowidjojo (2012: 225), istilah pemerolehan dipakai untuk padanan
istilah Inggris acquisition, yang merupakan suatu proses penguasaan bahasa yang
dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya. Istilah ini
dibedakan dari pembelajaran yang merupakan padanan dari istilah Inggris learning.
Dengan demikian, proses dari anak yang belajar menguasai bahasa ibunya adalah
pemerolehan, sedangkan proses dari orang yang belajar di kelas adalah pembelajaran.
Nurhadi dan Roekhan (dalam Chaer,2002:167), memberikan pengertian bahwa
pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah suatu proses yang berlangsung di dalam
otak seseorang ketika dia memeroleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Pemerolehan bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang mempelajari
bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang
terjadi pada waktu seseorang mempelajari bahasa kedua. Namun banyak juga yang
menggunakan istilah pemerolehan bahasa untuk bahasa kedua.
Dari kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa dan
pembelajaran bahasa itu berbeda. Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung
terhadap anak-anak yang belajar menguasai bahasa pertama atau bahasa ibu. Sedangkan
pembelajaran bahasa adalah berkaitan dengan pemerolehan bahasa kedua, seperti ketika
seseorang sedang proses belajar didalam kelas.

B. Jenis Proses Pemerolehan Bahasa


Ada tiga jenis pemerolahan bahasa menurut Darjowidjojo (2003: 244). Ketiga jenis
tersebut yaitu pemerolehan bahasa dalam tataran fonologi, sintaksis, dan semantik.
Berikut akan dipaparkan jenis-jenis pemerolehan bahasa :
1. Pemerolehan dalam bidang fonologi
Pada waktu dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya,
berbeda dengan hewan yang sudah memiliki sekitar 70%. Perbedaan inilah yang
mendasari bahwa hewan sudah dapat melakukan banyak hal segera setelah lahir,
sedangkan manusia hanya bisa menangis dan menggerak-gerakkan badannya.
Pada usia sekitar 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip
dengan bunyi konsonan atau vokal. Bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan
bentuknya karena memang belum terdengar jelas. Proses mengeluarkan bunyi-bunyi
seperti ini dinamakan dengan cooing yang telah diterjemahkan menjadi dekutan.
Pada usia sekitar 6 bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vokal sehingga
membentuk apa yang dalam bahasa Inggris dinamakan babling yang telah
diterjemahkan menjadi celotehan. Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti
oleh vokal. Konsonan pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal
dan vokalnya adalah /a/.
Pada anak Barat, kata sudah mulai muncul pada usia sekitar 1 tahun,
sedangkan pada anak Indonesia munculnya kata pertama agak terlambat yakni
mendekati usia 18 bulan. Keterlambatan ini terjadi karena anak Indonesia
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menentukan suku mana yang akan
diambil sebagai wakil dari kata itu. Pada bahasa Inggris yang kebanyakan katanya
adalah monosilabik, anak tidak harus memilih suku mana. Pada bahasa Indonesia
yang kosakatanya kebanyakan polisilabik, anak harus “menganalisis” terlebih
dahulu, barulah dia menentukan suku mana yang akan diambil. Dari kata sepeda,
misalnya, mana yang akan diambil se, pe, atau da,
Tidak mustahil bagi anak Indonesia yang diambil adalah suku terakhirnya.
Pemilihan unsur terakhir ini mempunyai latar belakang yang universal, yakni bahwa
anak cenderung untuk memperhatikan akhir dari suatu bentuk. Konsonan pada akhir
kata sampai usia sekitar 2 tahun banyak yang tidak diucapkan sehingga mobil akan
diujarkan sebagai /bi/. Sampai usia sekitar 3 tahun anak belum dapat mengucapkan
gugus konsonan sehingga Eyang Putri akan disapanya dengan Eyang /ti/.
Baik pada anak Barat maupun anak Indonesia, penyusunan bunyi mengikuti
urutan yang universal pula. Anak mula-mula menguasai bunyi konsonan bilabial
dengan vokal /a/, kemudian alveolar dan velar. Bunyi afrikat dikuasai lebih
belakangan sekitar usia 4 tahun. Satu hal yang perlu dipahami adalah patokan tahun
ini sangat relatif. Ukuran tidak boleh tahun kalender tetapi harus tahun neurobiologis,
artinya, pada tahap perkembangan neurobiologi mana seorang anak dapat
mengucapkan bunyi-bunyi tertentu.
2. Pemerolehan dalam bidang sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu
kata (atau bagian kata). Kata ini bagi anak sebenarnya adalah kalimat penut, namun
karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata maka dia hanya mengambil
satu kata dari seluruh kalimat tersebut. Misalnya ketika seorang anak ingin
menyampaikan kalimat “Dodi mau bubuk”, dia akan memilih kata di (untuk Dodi),
mau (untuk mau), atau kata buk (untuk bubuk) untuk menyampaikannya.
Dalam pola pikir yang masih sederhana pun tampaknya anak sudah memiliki
pengetahuan tentang informasi lama versus informasi baru. Kalimat diucapkan untuk
memberikan informasi baru kepada pendengarnya. Dari tiga kata pada kalimat Dodi
mau bubuk, yang baru adalah kata bubuk. Oleh karena itu anak akan memilih buk,
bukan di atau mau. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dalam ujaran yang
dinamakan ujaran satu kata (one word utterance), anak tidak sembarangan saja
memilih kata itu; dia akan memilih kata yang memberikan informasi baru.
Sekitar usia 2 tahun anak mulai mengeluarkan ujaran dua kata (two word
utterance). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah
dua kata itu terpisah. Untuk menyatakan bahwa lampunya telah menyala, seorang
anak bukan mengatakan /lampunala/ “lampu nyala” tapi /lampu // nala/ “lampu .
nyala” dengan jeda di antara kata lampu dan nyala. Jeda ini makin lama makin
pendek sehingga menjadi ujaran yang normal.
3. Pemerolehan pada bidang semantik
Sebelum anak dapat mengucapkan kata, dia memakai cara lain untuk
berkomunikasi: dia memakai tangis dan gestur. Pada mulanya kita kesukaran
memberi makna untuk tangis yang kita dengar tetapi lama-kelamaan kita tahu pul
akan adanya tangis-sakit, tangis-lapar, dan tangis-basah. Anak Barat umumnya
mulai memakai kata pada usia 1 tahun. Sekitar usia 19 bulan amal telah memperoleh
50 kata dan mulai umur sekitar 20 bulan anak makin cepat pemerolehan katanya.
Pada usia 2 tahun anak diperkirakan telah menguasai 200-300 kata.
Anak Indonesia mulai memakai bentuk yang dapat dinamakan kata agak
belakangan. Suatu bentuk dapat dianggap telah dikuasai anak maka bentuk itu harus
memiliki (a) kemiripan fonetik dengan bentuk kata orang dewasa dan (b) korelasi
yang ajeg antara bentuk dengan referen atau maknanya. Jadi bunyi /tan/, misalnya,
dianggap telah dikuasai oleh seorang anak untuk merujuk pada ikan karena
bentuknya mirip dan dia selalu memakai kata ini untuk merujuk pada benda tersebut.

C. Hipotesis Pemerolehan Bahasa


1. Hipotesis Pemerolehan-Pembelajaran (Acquisition-Learning Hypothesis)
Hipotesis ini menyatakan bahwa ada dua sistem belajar bahasa kedua, setiap
sistem terpisah satu sama lain namun saling terkait. Kedua hal tersebut
adalah acquired system dan learned system. Acquired system mengacu ke proses
bawah sadar yang dikembangkan oleh seorang anak ketika belajar bahasa pertmanya
(native language). Selama proses pemerolehan ini biasanya anak tidak terlalu fokus
dengan structure, tetapi lebih pada meaning. Sedangkan learned system mengacu
pada usaha anak untuk menguasai structure sederhana bahasa kedua. Biasanya hal ini
dilakukan dalam situasi yang formal.
2. Hipotesis Monitor (Monitor Hypothesis)
Hipotesis ini menjelaskan bagaimana hubungan anatara acquired
system dan learned system tersebut diatas. Acquired system itu akan bertindak sebagai
pengambil inisiatif dalam performasi. Sedangkan pengetahuan yang didapat
dari learned system berperan sebagai penyunting dan pengoreksi apabila ada
kesalahan dalam structure. Tentu saja peran learned system sebagai penyunting akan
sukses bila memenuhi tiga macam kondisi berikut: 1). Pemakai bahasa memiliki
waktu yang memadai/tidak terburu-buru. 2). Pemakai bahasa memusatkan
perhatiannya pada language structure yang diperlukan. 3). Pemakai bahasa
mengetahui structure yang diperlukan pada saat ia berinteraksi.
3. Hipotesis Urutan Alamiah (Natural Order Hypothesis)
Hipotesis ini menyatakan bahawa dalam proses pemerolehan bahasa anak-
anak memperolehan unsur-unsur bahasa menurut urutan tertentu yang dapat
diprediksi sebelumnya. Urutan yang dimaksud bersifat alamiah, yaitu, melalui empat
tahap: 1) Producing single words.2) Stringing words together based on meaning and
not syntax. 3) Identifying the elements that begin and end sentences. 4) Identifying
the different elements within sentences and can rearrange them to produce questions.
4. Hipotesis Masukan (Input Hypothesis)
Hipotesis ini menerangkan tentang proses pemerolehan bahasa pada
pembelajar bahasa kedua. Pemerolehan itu dapat terjadi apabila masukan (input) itu
dapat dipahami (comprehensible). Comprehensible input itu bisa didapatkan
melalui tuturan dan bacaan yang dapat dipahami maknanya. Untuk memahami input
itu pembelajar bisa dibantu dengan penguasaan tatabahasa yang telah diperoleh
sebelumnya, pengetahuan tentang dunia, penjelasan atau gambar-gambar dan struktur
tersebut dipahami dan bantuan penerjemahan.
5. Hipotesis Saringan Afektif (Affective Filter Hypothesis)
Hipotesis ini menekankan akan pentingnya faktor dalam diri pembelajar
bahasa (external factors) dalam mensukseskan pemerolehan bahasanya. Faktor-faktor
tersebut yaitu: motivasi (motivation), keyakinan diri (self-confidence), dan rasa takut
(anxiety). Jika pembelajar memiliki motivasi dan kepercayaan diri yang tinggi maka
ia akan memiliki peluang lebih besar untuk sukses. Sebliknya jika ia masih memiliki
rasa takut (anxiety) untuk mengungkapkan sesuatu yang diperolehnya atau melakukan
latihan, maka akan terjadi mental block (saluran mental yang buntu) sehingga akan
menghambat proses pemerolehan bahasanya. Mental block itu akan
menghambat comprehensible input ke dalam Language Acquisition Device.

D. Pemerolehan B1 dan B2
1. Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama atau disebut juga dengan Language
Acquisitionadalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan secara alami. Hal ini
biasanya terjadi pada waktu anak memperoleh bahasa Ibunya. Bahasa pertama yang
diperoleh anak berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada
bahasa isyarat.
Pemerolehan ini merupakan cara manusia menyerap informasi yang kemudian
bisa dipahami sehingga komunikasi antar penutur itu dapat berlangsung dengan baik.
Itu sebabnya di sini penulis merasa sangat tertarik untuk meneliti bunyi-bunyi pendek
atau fonetik bahasa anak usia 0-2 tahun tersebut dalam berinteraksi (berkomunikasi)
dengan orang tuanya. Bunyi-bunyi pendek tersebut dilatih berulangulang secara terus
menerus dan bertubi-tubi yang kelak dalam tahapan perkembangan bahasa anak, akan
tumbuh berkembang menjadi kata-kata dan pada tahapan tertentu kelak akan menjadi
kalimat-kalimat lengkap yang dapat dipahami oleh semua orang.

2. Pemerolehan Bahasa Kedua


Pemerolehan bahasa kedua adalah proses manusia dalam mendapatkan
kemampuan untuk menghasilkan, menangkap, dan menggunakan kata secara tidak
sadar untuk berkomunikasi. Contoh pemerolehan bahasa kedua pada anak di
Indonesia, sebagai berikut:
a) Bagi sebagian besar anak Indonesia, bahasa Indonesia bukan bahasa pertama
mereka, melainkan bahasa kedua, atau ketiga.
b) Pengenalan bahasa Indonesia dapat terjadi melalui proses pemerolehan atau
proses belajar.
c) Proses pemerolehan terjadi secara alamiah, tanpa sadar, melalui interaksi tak
formal dengan orang tua dan/atau teman sebaya, tanpa bimbingan.
d) Proses belajar terjadi secara formal, disengaja, melalui interaksi edukatif, ada
bimbingan, dan dilakukan dengan sadar.
e) Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa Kedua (B2) didapat bersama-sama atau dalam
waktu berbeda. Jika didapat dalam waktu yang berbeda, Bahasa Kedua (B2)
didapat pada usia prasekolah atau pada usia Sekolah Dasar.
f) Bahasa Kedua (B2) dapat diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama (B1) dan
Bahasa Kedua (B2). Jika diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama, Bahasa Kedua
dipelajari melalui proses belajar formal; jika didapat di lingkungan Bahasa
Kedua, Bahasa Kedua didapat melalui interaksi tidak formal, melalui keluarga,
atau anggota masya-rakat Bahasa Kedua.

Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara, yaitu pemerolehan bahasa
kedua secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.
a) Pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin adalah pemerolehan bahasa kedua
yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami.
Materi bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang
dipakai oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi
siswanya.
b) Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa
kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran
atau pimpinan,guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiap individu memperoleh
bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi
bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan
bahasa kedua secara alamiah atau interaksi spontan ialah terjadi dalam
komunikasi sehari-hari, dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.

Daftar Rujukan
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta. Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2014. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai