Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Populasi remaja, menurut World Health

Organization (WHO) adalah kelompok penduduk yang

berusia 10-19 tahun yang terbilang cukup besar,

angkanya hampir 43 juta jiwa lebih (18,3 %) dari total

jumlah penduduk. Hal ini dikarenakan pertumbuhan dan

perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis

maupun sosial mereka yang memasuki masa Pubertas.

Berangkat dari masalah pokok ini WHO menetapkan batas

usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja.

Kehamilan dalam usia-usia tersebut memang mempunyai

risiko yang lebih tinggi (kesulitan waktu

melahirkan,sakit/cacat/kematian bayi/ibu) dari pada

usia-usia diatasnya (WHO, 2010).

Berdasarkan kesepakatan global (Millenium

Development Goals, 2000) pada Tahun 2015 diharapkan

angka kematian bayi menurun sebesar dua pertiga dalam

kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal tersebut

Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan angka

kematian bayi dari 68/1.000 KH menjadi 23/1.000 KH

pada tahun 2015. Namun demikian, tidak dipungkiri

bahwa masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi

perubahan. Dalam hal ini yang juga perlu mendapat


2

perhatian adalah upaya merubah perilaku individu dan

masyarakat dalam merawat bayi, yang memerlukan

peningkatan pemberdayaan dan pendidikan dari tenaga

kesehatan, yang memerlukan dukungan dan peran aktif

masyarakat serta sektor terkait lainnya, diperlukan

motivasi dan peningkatan pengetahuan baik dari petugas

maupun dari masyarakat / kader kesehatan yang ada. ()

Dari hasil sementara identifikasi calon indikator

Sustainable Development Goals (SDGS) untuk sektor

kesehatan Pada 2030, menjamin akses semesta kepada

pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi , termasuk

keluarga berencana (KB), informasi dan edukasi, serta

integrasi kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan

program nasional. Persentasi wanita usia subur / WUS

(15-49 tahun) yang terpenuhi kebutuhan KBnya dengan

cara modern data acuan Perempuan Menikah 60,18%

(Susenas, 2014). Angka kelahiran pada remaja (usia 10-

14; 15-19) per 1000 wanita pada kelompok usia tersebut

data acuan 15-19 tahun 48/ 1000 (SDKI, 2012).

Kongres Ulama Perempuan (KUPI) di Cirebon

menyepakati usia pernikahan wanita dinaikkan dari usia

16 ke 18 tahun. Rekomendasi KUPI senada dengan

komitmen Indonesia untuk mencapai tujuan berkelanjutan

(SDGs), pada tahun 2030 pernikahan usia anak harus 0%.

Memang, pernikahan dini itu sah-sah saja. Akan tetapi,

sebagaimana dijelaskan di awal, diakui maupun tidak,


3

pernikahan usia anak sangat rentan terhadap berbagai

macam risiko. Mulai dari minimnya kesiapan mental,

finansial, rawan perceraian sampai putus

sekolah.(KEMENKES 2015)

Pasal 7 UU No. 1/1974 tentang perkawinan

menjelaskan bahwa usia minimal untuk suatu perkawinan

adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria.

Aturan ini sudah sangat jelas bahwa undang-undang

tersebut menggangap orang diatas usia tersebut bukan

lagi anak-anak sehingga mereka sudah boleh menikah.

Walaupun begitu selama seseorang belum mencapai usia

21 tahun masih diperlukan izin orang tua untuk

menikahkan orang tersebut. Baru setelah anak berusia

diatas 21 tahun anak boleh menikah tanpa izin orang

tua (Pasal 6 ayat 2 UU No. 1/1974).

Pernikahan dini atau pernikahan anak merupakan

pernikahan yang dilakukan pada usia yang terlalu muda,

yaitu usia kurang dari 20 tahun untuk perempuan dan

usia kurang dari 25 tahun untuk pria. Berdasarkan

aturan yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN) bahwa usia menikah ideal

untuk perempuan adalah 20-35 tahun dan 25-40 tahun

untuk pria. Penyebab dari pernikahan dini di karena

kebanyakan diantara mereka lebih memikirkan bagaimana

mendapatkan pendidikan yang baik dan bersenang-senang.

Laki-laki minimal 25 tahun, karena laki-laki pada usia


4

tersebut kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat,

sehingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk

melindungi baik secara psikis, emosional, ekonomi dan

sosial.(BKKBN 2017)

Indonesia merupakan negara ke-37 dengan jumlah

perkawinan dini terbanyak di dunia dalam level

Associal Of South East Asian Nation (ASEAN), Indonesia

berada diurutan ke dua untuk kejadian pernikahan dini

terbanyak setelah Kamboja (Susanto, 2013). Fenomena

menikah muda di Indonesia bukan lagi hal yang baru,

pernikahan dini banyak terjadi terutama di daerah

pedesaan dan akhir-akhir ini meningkat di daerah

perkotaan hal ini terlihat dari data Badan Kordinasi

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), tahun 2012 resiko

pernikahan dini di perkotaan adalah 26 dari 1.000

pernikahan sedangkan pada tahun 2013 resiko pernikahan

dini meningkat menjadi 32 dari 1.000 pernikahan

(Sutriyanto dan Gunadha, 2014).

Pernikahan dini berdampak buruk pada kesehatan,

baik pada ibu dari sejak hamil sampai melahirkan

maupun bayi karena organ reproduksi yang belum

sempurna. Belum matangnya organ reproduksi menyebabkan

wanita yang menikah usia muda beresiko terhadap

berbagai penyakit seperti kanker servik, kanker

payudara, perdarahan, keguguran, mudah terjadi infeksi

saat hamil maupun saat hamil, anemia saat hamil,


5

resiko terkena Pre Eklampsia, dan persalinan yang lama

dan sulit. Sedangkan dampak pernikahan dini pada bayi

berupa kemungkinan lahir belum cukup umur, berat bayi

lahir rendah (BBLR), cacat bawaan hingga kematian

bayi.(BKKBN 2017)

Usia pernikahan menjadi perhatian pemerintah

karena terkait dengan dinamika penduduk terutama

banyaknya kelahiran yang diakibatkan oleh panjang

pendeknya pernikahan. BKKBN mempunyai program yang

bertujuan mengendalikan jumlah penduduk yaitu program

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP). Implikasi dari

tujuan PUP adalah meningkatkan usia perkawinan pertama

yang lebih dewasa sehingga berdampak pada penurunan

Total Fertility Rate (TFR) atau rata-rata jumlah anak

yang dilahirkan oleh seorang wanita sampai dengan

akhir masa reproduksinya. Upaya konkrit lain yaitu

meningkatkan pendidikan dengan kebijakan wajib belajar

12 tahun karena tingkat pernikahan dini bisa ditekan

lantaran anak fokus menyelesaikan studinya di jenjang

SMA/SMK, serta mensosialisasikan kesehatan reproduksi

pada remaja, melalui pembelajaran kesehatan reproduksi

remaja dapat mengerti akan hak-hak reproduksinya.

(Sarwono, 2011).

Program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) di Nusa

Tenggara Barat , Sesuai surat edaran Gubernur NTB

No:180/1153/KUM Tahun 2014 tentang Pendewasaan Usia


6

Pernikahan dan Sasaran dari perogram pendewasaan usia

perkawinan yaitu remaja yang berumur dari 10-24 tahun

yang belum menikah. (BKKBN 2017)

Berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, jumlah

kasus kematian ibu di Provinsi NTB selama tahun 2016

adalah 92 kasus, menurun dibandingkan tahun 2015

dengan 95 kasus. menunjukkan bahwa jumlah kematian ibu

di Provinsi NTB cenderung fluktuatif, namun apabila

dicermati lebih lanjut, dalam 3 (tiga) tahun terakhir

jumlah kematian ibu menunjukkan progres positif atau

cenderung menurun. Untuk tahun 2016, kematian ibu

terbanyak tetap berada di Kabupaten Lombok Tengah

dengan 26 kasus dan belum ada kabupaten yang

ditetapkan sebagai Kabupaten AKINO (Angka Kematian Ibu

Nol).(DIKES NTB 2016)

Kejadian kematian ibu terbanyak pada tahun 2016

sama dengan tahun 2015 yakni terjadi pada saat nifas

sebesar 56,52%, sedangkan kejadian kematian ibu

bersalin sekitar 28,26%, dan kematian ibu pada saat

hamil sekitar 15,22%. Berdasarkan kelompok umur,

kematian ibu banyak terjadi pada usia 20-34 tahun

sebanyak 63,04%, usia ≥35 tahun sebanyak 28,26% dan

usia<20 tahun sebanyak 8,70%. (DIKES NTB 2016)

Data versi Badan Pemberdayaan Perempuan dan

Keluarga Berencana (BPPKB) Nusa Tengara Barat (NTB),

penduduk yang cerai hidup paling banyak ditemukan di


7

Kabupaten Lombok Timur sebanyak 8,18 persen, kemudian

disusul kabupaten Lombok Tengah 6,99 persen dan Lombok

Barat 5,96 persen. Sementara penduduk yang paling

sedikit melakukan cerai hidup berada di Kabupaten

Sumbawa dan Kabupaten Bima yakni 1,56 persen. Dari

2,11 persen penduduk NTB yang cerai mati, tertinggi

dijumpai di kabupaten Bima, disusul kabupaten Lombok

Timur, Sumbawa dan Lombok Tengah (Suara, NTB 2011).

Status perkawinan di NTB pada tahun 2010, umur 10-14

tahun sebanyak 921 jiwa dan umur 1519 tahun sebanyak

36.522 jiwa (BPS, 2010).

Menurut laporan maternal Dinas Kesehatan Kabupaten

Lombok Barat kasus kematian ibu 3 tahun terakhir

mengalami penurunan. Pada tahun tahun 2013 tercatat

jumlah kematian ibu sebanyak 10 orang, dan tahun 2014

menurun menjadi 7 kasus, terakhir tahun 2015 jumlah

kasus menurun menjadi 5 kasus. Faktor penyebab

kematian adalah kasus Hipertensi dalam kehamilan

terutama Pre ekalmpsia dan Eklampsia, perdarahan dan

emboli.(DIKES,2015)

Berdasarkan data dari Kantor Urusan Agama (KUA)

Kecamatan lombok barat pada tahun 2017 terdapat 4702

perkawinan di kecamatan Batu layar 412 orang , Gerung

470 orang, Gunung sari 524 orang, Kediri 543 orang,

Kuripan 294, Labuapi 420, Lembar 397,Lingsar 505,

Narmada 679, Sekotong 458 dan umur usia istri menikah


8

di < 21 tahun dari kecamatan Batu layar 25,23% ,

Gerung 25,45% , Gunung Sari 16,67% , Kediri 16,91% ,

Kuripan 15,07%, Labuapi 18,45% ,Lembar 26,73% ,Lingsar

27,03% ,Narmada 21,84% , Sekotong 35,50%.(KUA 2017)

Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan

di Desa Jagaraga Indah jumlah remaja di Desa Jagaraga

Indah 963 orang pada tahun 2017, yang menikah di usia

15-18 tahun sebanyak 20 orang dan yang mengalami putus

sekolah akibat menikah 10 orang.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan

bahwa penundaan usia perkawinan perlu mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari semua pihak.

Dengan kata lain perlu adanya penanganan yang serius

mengenai penundaan usia perkawinan. Di desa-desa,

merupakan bagian integral dari Negara Republik

Indonesia yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-

sungguh, mengingat banyaknya kejadian perkawinan dini

dimasyarakat.Banyaknya kelahiran bayi pasangan usia

remaja di sebabkan juga karena kurangnya pengetahuan

remaja akan resiko yang di timbulkan apabila menikah

di usia dini.

Berdasarkan uraian fenomena dan latar belakang

masalah yang dikemukakan di atas, peneliti ingin

mengetahui apakah Program Pendewasaan Usia Perkawinan

Berpengaruh Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Remaja


9

Tentang Pernikahan Dini Di Desa Jagaraga Indah

Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat tahun 2018?

B. Rumusan Masalah

Dari data di atas peneliti menyimpulkan bahwa

rumusan masalah pada penelitian ini adalah “ Pengaruh

Program Pendewasaan Usia Perkawinan Terhadap Pengetahuan

Dan Sikap Remaja Mengenai Pernikahan Dini Di Desa

Jagaraga Indah Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat

tahun 2018 “ ?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi Pengaruh Program Pendewasaan Usia

Perkawinan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Remaja

Mengenai Pernikahan Dini Di Desa Jagaraga Indah

Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi Pengetahuan Dan Sikap Remaja

Mengenai Pernikahan Dini Yang Di Berikan Perlakuan

Di Desa Jagaraga Indah Kecamatan Kediri Kabupaten

Lombok Barat Tahun 2018.

b. Mengidentifikasi Pengetahuan Dan Sikap Remaja

Mengenai Pernikahan Dini Yang Tidak Di Berikan

Perlakuan Di Desa Jagaraga Indah Kecamatan Kediri

Kabupaten Lombok Barat Tahun 2018.

c. Menganalisis Pengaruh Program Pendewasaan Usia

Perkawinan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Remaja


10

Mengenai Pernikahan Dini Di Desa Jagaraga Indah

Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat di lokasi penelitian pada khususnya

dan masyarakat luas pada umumnya diharapkan penelitian

ini dapat menjadi dasar bagi masyarakat untuk berperan

aktif dalam menekan angka pernikahan dini.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan institusi pendidikan dapat menjadikan

penelitian ini sebagai informasi yang dapat

disebarluaskan pada mahasiswa untuk menjadi kajian-

kajian dalam diskusi yang dapat meningkatkan wawasan

pembaca terutama civitas academica Stikes Mataram.

3. Bagi Peneliti

Dapat memperoleh pengalaman dalam melakukan

penelitian dan mampu menerapkan metodologi penelitian

dalam kondisi nyata di masyarakat.

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Nama Judul Variabel Metode Analis Hasil


Penelitia a Data Penelitian
n
Ainun HUBUNGAN 1. Variabel Metode: Uji ada
Sajidah PENGETAHUAN independe deskripti sperma hubungan
2015 DENGAN SIKAP nt: f dengan n’s pengetahua
REMAJA PUTRI pengetahu pendekata rank n dengan
TENTANG an remaja n studi sikap
PERNIKAHAN putri korelasi remaja
DINI DI SMAN 1 tentang putri
LINGSAR pernikaha tentang
n dini pernikahan
11

2. Variabel dini
dependent
: sikap
remaja
putri
tentang
pernikaha
n dini
Tri Hubungan 1. Varaibel Metode : Uji Ada
Irianti pengetahuan independe deskripti Spearm Hubungan
Utami 2013 dan sikap nt : f dengan an pengetahu
orangtua pengetahu pendekata Rank an dan
an dan n cross
tentang sikap
sikap sectional
kesehatan orang tua orangtua
reproduksi tentang tentang
dengan kesehatan kesehatan
tindakan reproduks reproduks
orangtua i. i dengan
mengawinkan 2. Variabel tindakan
puterinya di dependent orangtua
usia remaja. : mengawink
tindakan an
orangtua puterinya
mengawin di usia
kan remaja.
puteriny
a di
usia
remaja.
Putri Pengaruh 1. Varaibel Metode : Uji
Sukmawati Program independ Eksperime Spearm
2017 Pendewasaan ent : n Semu an
Usia program Dengan Rank
Perkawinan pendewas Rancangan
Terhadap aan usia Control
Pengetahuan perkawin Time
Dan Sikap an. Series
Remaja Desigh
Mengenai 2. Variabel
Pernikahan dependen
Dini Di Desa t:
Jagaraga Indak pengetah
Kecamatan uan dan
Kediri sikap
Kabupaten remaja
Lombok Barat. mengenai
pernikah
an dini.

Anda mungkin juga menyukai