PENDAHULUAN
Praktikum ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana proses pencapan kain poliester-
rayon dengan zat warna pigmen menggunakan variasi suhu dan waktu curing.
1.1.2. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh suhu curing pada pencapan kain poliester-rayon dengan zat
warna pigmen.
2. Mengetahui pengaruh waktu yang digunakan pada pencapan kain poliester-rayon
dengan zat warna pigmen.
BAB II
TEORI DASAR
1. Selulosa
Selulosa merupakan polimer linier yang tersusun dari kondensasi molekul-molekul
glukosa.
2. Pektin
Pektin adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi dan mempunyai struktur molekul
seperti selulosa. Terutama terdiri dari susunan linier asam d-galakturonat dalam garam-
garam kalsium dan besi yang tidak larut. Selulosa pecah menjadi glukosa, tetapi pektin
terurai menjadi galaktosa, pentosa, asam poligalakturonat, dan metil alkohol.
4. Lilin
Lilin merupakan lapisan pelindung yang tahan air pada serat-serat kapas mentah. Lilin
seluruhnya melelh pada dinding primer.
5. Abu
Abu timbul kemungkinan karena adanya bagian-bagian daun, kulit buah, dan kotoran-
kotoran yang menempel pada serat. Abu tersebut mengandung magnesium, kalsium, atau
kalium karbonat, fosfat, atau klorida, dan garam-garam karbonat yang merupakan bagian
terbesar.
Dasar
Berbentuk kerucut yang selama masa pertumbuhan serat , tertanam di antara sel-
sel epidermis.
Badan
Ujung
Ujung serat merupakan bagian yang lurus dan mengecil, dengan sedikit konvolusi
dan juga memiliki lumen.
b. Penampang melintang
Kutikula
Kutikula merupakan lapisan terluar yang mengandung lilin, pektin, dan protein,
yang tahan air, dan melindungi bagian dalam serat.
Dinding primer
Merupakan dinding sela yang asli yang mengandung selulosa, pektin, protein, dan
zat yang mengandung lilin. Selulosa ini berbentuk benang-benang yang sangat halus
ataau fibril yang susunannya membentuk spiral dengan sudut 65-70o mengelilingi
sumbu serat.
Lapisan antara
Merupakan lapisan pertama dari dinding sekunder dan strukturnya sedikit berbeda
dengan dinding primer maupun sekunder.
Dinding sekunder
Merupakan lapisan-lapisan selulosa yaitu fibril-fibril yang membentuk spiral
dengan sudut 20-30o mengelilingi sumbu serat.
Lumen
Merupakan ruang kosong di dalam serat yang bentuk dan ukurannya berbeda
untuk tiap serat. Lumen berisi zat-zat pada sisa protoplasma yang sudah kering dengan
komposisi terbesarnya adalah nitrogen.
b. Diameter
Diameter asli serat kapas yang masih hidup relatif konstan. Tetapi tebal dinding
sel sangat bervariasi dan hal ini menimbulkan variasi yang besar dalam hal ukuran dan
bentuk karakteristik irisan melintang.
4. Sifat fisika
a. Warna
Warna serat kapas tidak betul-betul putih. Biasanya sedikit berwarna krem.
Pengaruh cuaca yang lama, debu, dan kotoran dapat menyebabkan warna keabu-
abuan. Sedangkan jamur dapt mengakibatkan warna puih kebiru-biruan yang tidak
hilang dalam pemutihan.
b. Kekuatan
Kekuatan serat per bundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon per inci persegi.
Dalam keadaan basah, kekuatannya akan bertambah.
c. Mulur
Mulurnya sekitar 4-13% dengan rata-rata 7%.
d. Keliatan ( toughness )
Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu benda untuk
menerima kerja.
e. Kekakuan ( stiffness )
Kekakuan adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau perbandingan
kekuatan saat putus dengan mulur saat putus.
f. Moiture Regain
MR serat kapas pada kondisi standar adalah 7-8,5%.
g. Berat jenis
Berat jenis serat kapas berkisar 1,50-1,56.
h. Indeks bias
Indeks bias serat kapas yang sejajar sumbu serat 1,58. Sedangkan yang tegak
lurus adalah 1,53.
5. Sifat kimia
Sifat-sifat kimia serat kapas merupakan sifat-sifat kimia selulosa, yaitu :
Pigmen dapat berupa senyawa anorganik maupun organik, dan dalam pertekstilan
terutama digunakan pigmen organik sintetik. Peristiwa penempelan pigmen pada serat
lebih merupakan peristiwa mekanik dan beberapa pigmen merupakan oksida basa yang
bertindak sebagai mordan yang bisa mewarnai atau mencelup tumpang dengan zat warna
yang sesuai.
Zat warna basa yang bersifat kation diendapkan suatu anion misalnya asam fostungs
molidat akan memberikan endapan.
Zat warna anion diendapkan dalam barium, endapan garam logam tersebut tahan
terhadap pelarut organik tetapi biasanya tahan lunturnya kurang baik terhadap asam
dan alkali.
3. Komplek logam
Senyawa gabungan atau senyawa kordinat, dimana molekul zat warna yang
mengandung atom oksigen atau nitrogen mampu memberikan elektron kepada atom
logam.
4. Senyawa netral bebas logam, merupakan jenis pigmen yang paling banyak dipakai dan
berasal dari sebagian besar zart warna monoazo, diazo dan beberapa dari golongan
azina, indigo dan antrakinon sehingga warnanya melengkapi seluruh warna spektrum.
Zat warna pigmen tidak mempunyai afinitas terhadap semua serat oleh karena itu maka
diperlukan zat pengikat yang akan membentuk lapisan film yang sangat tipis diatas bahan
dan membentuk ikatan dengan serat
Katalisator adalah suatu zat yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi tanpa zat
tersebut ikut bereaksi mekanismenya pembentukan ikatan silang tiga dimensi diperlukan
suasan asam dan suhu tinggi, dan asam ini diperoleh dari katalisator.
Penggunaan katalisator harus optimum karena bila kurang maka proses polimerisasi tidak
sempurna.
Zat pengikat atau binder berperan sangat penting dalam hal meningkatkan daya
ketahanan luntur warna. Lapisan binder adalah suatu zat pembentuk lapisan film
yang terdiri dari rantai panjang makromolekuler dan jika diaplikasikan bersama-
sama dengan zat warna pigmen pada permukaan bahan akan diperoleh ikatan
silang tiga dimensi. Ikatan tiga dimensi tersebut terbentuk selama proses fiksasi
yang sesuai, adanya udara panas dan kondisi asam. Efisiensi binder ditentukan
oleh daya tahan luntur dari zat warna pigmen pada permukaan bahan, hal ini
ditentukan oleh kondisi fiksasi yaitu waktu dan temperatur udara panas, adanya
katalis asam dan mutu dari bindernya sendiri. Dipihak lain tingkat ikatan silang
yang terbentuk harus dibatasi untuk mencegah struktur tiga dimensi menjadi
getas, dengan demikian sifat kelenturannya tetap terjaga.
Binder dapat dibuat dari zat dengan berat molekul tinggi dalam suatu polimerisasi.
Monomer-monomer yang dapat digunakan antara lain : derivat asam akrilat,
butadiena dan vinil asetat, Urea-formaldehid, Melamin-formaldehid dan sejenisnya
cocok digunakan sebagai bahan dasar pembuatan zat pembantu ikatan (fixer),
terutama bereaksi sebagai zat adhesif antara binder dengan serat, juga
mendukung ikatan silang pada permukaan lapisan binder sehingga dapat
meningkatkan sifat ketahanan luntur hasil pencelupan.
Sarat sarat zat pengikat antara lain:
Oleh karna itu sebagai gantinya digunakan pengental. selain sebagai medium,
pengental tersebut berfungsi untuk melekatkan zat warna tetap pada tempatnya
sesuai desain yang ditentukan. pengental di masukan kedalam larutan zat warna
dan zat pereaksi, hingga merupakan suatu pasta dengan kekentalan tertentu.
Pengental tidak boleh terlalu kental ataupun encer.
Ada beberapa pengental yang dapat digunakan untuk proses pencapan. dalam
memilih pengental, harus disesuaikan dengan macam zat warna. pada umumnya
pengental yang dapat digunakan dalam pencapan adalah pengental alam,
pengental buatan dan modifikasi pengental alam dan emulsi.
Macam-macam pengental diantaranya:
1. Pengental Alam
Pengental alam yaitu suatu pengental yang didapat dari hasil alam, seperti kanji
(amilum), natrium alginat(manutex) dan sebagainya.
Tabel 2.1 Macam-Macam Pengental Alam
Asal Nama Nama Dagang
Batang atau semak Gom arab, gom sengal, -
gom tragan, gom karaya
Tumbuhan atau biji Gom lokus Gom gatto dan gom
tumbuhan cesalpinia
Lumut Natrium alginat manutex
Pengental jenis selulosa yang tidak larut dalam air dengan jalan modifikasi kimia
dapat diperoleh bermacam-macam pengental hasil modifikasi.
3. Pengental Emulsi
Berbeda dengan dua jenis pengental diatas. Maka pengental emulsi bukan
merupakan jenis pengental alam ataupun modifikasi.
Emulsi sendiri sebenarnya adalah suatu sistem heterogen, mengandung dua jenis
zat cair yang tidak dapat bercampur. dengan suatu teknik tertentu, yaitu dengan
menambahkan zat ketiga yang sering disebut zat pengemulsi(emulsifying agent)
kedua zat cair tersebut dipaksa bersatu, yang satu terdispersi sempurna didalam
cairan lainnya.
Zat yang berada dalam bentuk terdispersi disebut fasa terdispersi atau fasa dalam,
sedangkan zat yang mengelilinginya disebut fama pendispersi atau fasa luar.
Dua jenis emulsi yang bisa digunakan dalam pencapan yaitu emulsi minyak dalam
air dan emulsi air dalam minyak. sebagai minyak dapat digunakan minyak tanah
atau sejenisnya.
Pengental yang berasal dari jenis pengental alam atau modifikasi pengental alam
dapat dibuat dengan jalan melarutkannya dalam air dingin dan kemudian
memanaskannya. untuk mempercepat pelarutannya, sebaiknya pengental
tersebut di taburkan dalam air sambil diaduk kuat-kuat menggunakan alat
pengaduk putaran tinggi. Sedangkan pengental emulsi dibuat dengan jalan
mencampurkan minyak tanah, air dan emulgator diaduk menggunakan alat
pengaduk putaran tinggi tanpa pemanasan.
BAB III
METODA PERCOBAAN
3.1.1 Alat-alat
1. Screen
2. Rakel
3. Meja cetak
4. Pengaduk
5. Cangkir
6. Ember kecil
7. Mixer
8. Timbangan
3.1.2 Bahan
1. Zat warna pigmen
2. Binder
3. Urea
4. Fixer
5. DAP
6. Pengental sintetik
3.2 Diagram Alir
Persapan bahan
Pembuatan Persiapan Pasta
dan alat Pencapan
Pengental Emulsi Cap
praktikum
Drying
Evaluasi Cuci Sabun Curing
T = 100 ℃
Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pencapan Kain T/R dengan Zat Warna Pigmen
Variasi Suhu dan Waktu Curing
Gambar 3.2 Skema Proses Pencapan Kain T/R dengan Zat Warna Pigmen Variasi
Suhu dan Waktu Curing
3.4 Resep
3.4.1 Resep Pencapan
NO Resep 1 2 3 4
1 Zw Pigmen 20 g
2 Emulsi 700 g
3 Fixer 20 g
4 DAP 20 g
5 Binder 180 g
6 Urea 20 g
7 Curing 1700C
8 Waktu 2 menit
9 Dry 1000C
NO Resep 1 2 3 4
1 Emulsifien 50 g
2 Air 350 g
2. Binder sebagai pengikat zat warna pada permukaan kain dan membentuk lapisan film.
1. Ambil pengental emulsi yang telah jadi sesuai dengan kebutuhan, kemudian
masukkan zat warna pigmen ke dalamnya dan diaduk terus sampai semua bagian
merata.
3.7.3 Pencapan
1. Kain yang akan dicap dipasang pada meja cap dengan posisi terbuka sempurna
dan konstan pada meja cap.
2. Letakkan screen tepat berada pada bahan yang akan dicap
3. Dengan bantuan rakel, pasta cap ditaburkan pada screen pada bagian pinggir
kasa (tidak mengenai motif) secara merata pada seluruh permukaan.
4. Tahan frame agar mengepres pada bahan, kemudian lakukan proses pencapan
dengan cara memoles screen dengan pasta cap menggunakan rakel.
5. Pada proses pencapan, penarikan rakel harus kuat dan menekan ke bawah agar
dapat mendorong zat warna masuk ke motif.
6. Lepaskan screen ke atas.
7. Untuk screen ke dua (warna berbeda), pasangkan screen dengan mempaskan
posisi motif , agar kedua motif dapat berimpit dengan tepat.
8. Lakukan proses pencapan seperti point di atas.
9. Setelah selesai, biarkan pasta pada kain sedikit mengering kemudian angkat
secara hati-hati.
10. Lakukan proses pengeringan, dengan cara dijemur atau dengan pemanas lain.
11. Setelah kering, dilakukan proses curing (dengan cara penyetrikaan)
12. Untuk proses curing cara penyetrikaan, bahan yang akan disetrika terlebih
dahulu dilapisi kertas baru kemudian disetrika di bagian kertas di atasnya. Hal ini
untuk menghindari gambar rusak oleh gosokan setrika.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arifin Lubis, dkk, “Teknologi Pencapan Tekstil”, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung,
1998.
2. Purwanti, dkk, “Pedoman Praktikum Pencapan Dan Penyempurnaan”, Institut Teknologi
Tekstil, 1978.
3. Rasjid Djufri, dkk, “Teknologi Pengelantangan, Pencelupan Dan Pencapan” Institut
Teknologi Tekstil, Bandung, 1973.
4. Soeprijono. P. dkk, “Serat-Serat Tekstil”, ITT, Bandung : 1973