Anda di halaman 1dari 13

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“Batu Saluran Kemih”

Dosen Pembimbing:

Ns. Anita Mirawati, M.Kep

Oleh:

Kelompok 7 lokal 2A

1. Dinda Putri Khrisma


2. Nia Darma Putri
3. Risken Gansel
4. Yuli Kurniati

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

PRODI D-III KEPERAWATAN SOLOK

TAHUN 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusunan
makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah I yang berjudul tentang
“Batu Saluran Kemih”. Selain itu bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah
wawasan tentang penyakit Batu Saluran Kemih.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Ns. Anita Mirawati,
M.Kep.selaku dosen pembimbing mata kuliah Materi KMB.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dalam penulisan
maupun penyusunan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini dan memperbaiki kesalahan dimasa yang akan
datang.

Solok, Januari 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 4
1.3 Tujuan.................................................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 5
2.1 Tinjauan Teoritis ................................................................................................................... 5
2.1.1 Definisi ........................................................................................................................... 5
2.1.2 Etiologi ........................................................................................................................... 5
2.1.3 Manifestasi Klinis ........................................................................................................... 6
2.1.4 Patofisiologi .................................................................................................................... 6
2.1.5. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................................. 6
2.1.6 Web Of Caution .............................................................................................................. 8
2.2 Askep Teoritis ....................................................................................................................... 9
2.2.1 Pengkajian Teoritis ......................................................................................................... 9
2.2.2. Diagnosis keperawatan .................................................................................................. 9
2.2.3 Intervensi ........................................................................................................................ 9
2.2.4. Evaluasi ....................................................................................................................... 11
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 12
3.2 Saran .................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batu saluran kemih merupakan keadaan patologis karena adanya masa keras seperti batu
yang terbentuk disepanjang saluran kencing dan dapat memyebabkan nyeri,pendarahan,atau
infeksi saluran kencing. Terbentuknya batu disebabkan karena air kemih jenuh dengan garam-
garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan materi-materi yang dapat
menghambat pembentukan batu,kurangnya produksi air kencing,dan keadaan-keadaan lain yang
idiopatik.

Penyakit ini menyerang sekitar 4% dari seluruh populasi,dengan rasio pria-wanita 4:1 dan
penyakit ini disertai morbiditas yang besar karena rasa nyeri. Penyakit batu ginjal merupakan
masalah kesehatan yang cukup bermakna,baik di Indonesia maupun dunia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan batu saluran kemih?
2. Apa penyebab dari baru saluran kemih?
3. Apa saja manifestasi klinis dari batu saluran kemih?
4. Apa patofisiologi dari batu saluran kemih?
5. Apa pemeriksaan penunjang dari batu saluran kemih?
6. Apa web of caution dari batu saluran kemih?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu batu saluran kemih
2. Untuk mengetahui penyebab dari batu saluran kemih
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari batu saluran kemih
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari batu saluran kemih
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari batu saluran kemih
6. Untuk mengetahui web of caution dari batu saluran kemih

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Definisi
Batu saluran kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan batu didalam saluran
air kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior. Ia dapat berada
diginjal, ureter, kandung kemih maupun uretra(Nursalam, 2009).

Batu saluran kemih atau bladder calculi adalah batu yang terbentuk dari endapan
mineral yang ada didlam kandung kemih. Ukuran batu kandung kemih sangat berfariasi
dan semua orang punya resiko untuk menderita kondisi ini. Namun, laki-laki lansia
(biasanya diatas 52 tahun) lebih lebih sring mengalaminya terutama mereka yang
menderita pembesaran prostat.

Batu saluran kemih (urolithiasis) merupan obsruksi benda padat pada saluran kencing
yang terbentuk kareana faktor presifitasi endapan dan senyawa tertentu. Batu tersebut
biasa berbentuk dari berbagai senyawa, misalnya kalsium oksalat (60%), fosfat (30%),
asam urat (5%) dan sistin (1%)(Nahdi TF, 2014).

2.1.2 Etiologi
a. Faktor dari dalam (intrinsic), seperti keturuanan, usia (lebih banyak pada usia 35-
50 tahun), dan jenis kelamin (lebih banyak pada pria).
b. Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air(bila
jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet banyak
purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda dan sayuran berwarna hijau terutama
bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin dan jeroan), dan pekerjaan
(kurang bergerak).
c. Ganguan aliran kencing atau urine
d. Infeksi saluran kemih
e. Kekurangan cairan (seperti pada pnderita diare yang kekurangan cairan).

5
2.1.3 Manifestasi Klinis
a. Nyeri pinggang (kemeng) pada sudut kostovertebral
b. Nyeri kolik, dari pinggang menjalar ke depan dan kea rah genitalia disertai mual
dan muntah.
c. Hermaturia, baik mikroskopik maupun makroskopik.
d. Disuria karena infeksi
e. Demam disertai mengigil
f. Retensi urine pada batu uretra atau leher buli-buli
g. Dapat tanpa keluhan (“silent stone”)

2.1.4 Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada
temapat-tempat yang sering mengalamihambatan aliran urine (statis urine), yaitu system
kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises, divertikel,
obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat berigna, striptura, dan buli-
buli neuro genik merupan keadaan – keadaan yang memudahkan terjadi pembentukan
batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic yang
terlarut didalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable
(tetap larut) kemudia kan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga
menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih
rapuh dan belum cukup mampu membantu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal
menempel pada epitel saluran kemih, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada
agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.
Meskipun pathogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir sama, tetapi
suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu tidak sama.
Misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu
magnesium 6mmonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Fisik
 Mungkin teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstrukif

6
 Nyeri tekan / keok pada ginjal/ daerah konstovertebral.
 Batu uretra anterior bisa diraba
b. Laboratorium
 Urinarisis:
- Proteinuria
- Hematuria
- Lekosituria
- Ca ++, PO4 dan asam urat dalam urin
 Pembiakan urine dapat positif (10 koloni / ml urine), bila (+) dilakukan tes
sensitivitas
 Darah lengkap, kreatinin serum, BUN, asam urat, kalsium, dan fosfor. Klirens
kreatinin (apabila BSK pada kedua ginjal)
 Analisis batu.
c. Radiologis
 Foto polos abdomen: 80% BSK radio-opaq, kalau perlu tomografi (polos).
 IVP: dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu-batu yang
radiolusen (kalau perlu + tomografi).
 Retrograte Pielografi (PRG): pada kasus-kasus dimana IVP tidak jelas
 USG pada gagal ginjal, baik kronis maupun akut untuk melihat hidronefrosis,
BSK non-opaq
 Radioisotop untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu per satu, sekaligus
adanya sumbatan pada gagal ginjal
 Pielografi antegrat dengan cara perkuatan, terutama bila RPG gagal.
 CT-SCAN untuk BSK non-opaq, tetapi biasanya dengan USG sudah cukup
jelas
 MRI untuk BSK sangat terbata penggunaannya.
 Sistoskopi untuk buli-buli, sekaligus RPG.

7
2.1.6 Web Of Caution

8
2.2 Askep Teoritis

2.2.1 Pengkajian Teoritis


a. Kaji riwayat batu ginjal pad angota keluarga, riwayat dehidrasi, imobilitas jangka
lama, dan riwayat terapi.
b. Kaji logasi nyeri dan radiasi, tingakat nyeri berdasarkan skala 1-10. Amati adanya
gejala seperti adanya mual, muntah, diare, dan distensi abdomen.
c. Monitor TTV dan gejala sumbatan: demam, mengigil, dan gejala infeksi saluran
kemih.
d. Amati tanda dan gejala sumbatan, frekuensi berkemih yang sering namun dalam
jumlah yang sedikit, Oliguria, dan anuria.

2.2.2. Diagnosis keperawatan


a. Nyeri berhungan dengan inflamasi, sumbatan, dan abrasi saluran kemih oleh migrasi
batu ditandai dengan:
 DS : laporan adanya nyeri
 DO: ekspresi wajah meringis, menahan sakit, dan nyeri pinggang pada sudut
kostovetebral. Nyeri kolik, dari pinggang menjalar kedepan dan kearah
kemaluan disertai mual dan muntah, hematuria baiak mikroskopik amupun
makroskopi, dysuria karena infeksi, demam disrtai mengigil dan retensi urine
pada batu uretra atau leher buli-buli.
b. Ganguan eliminasi urine berhungan dengan blockade aliran urine oleh batu ditandai
dengan:
 DS: laporan adanya ganguan dalam berkemih
 DO: sering berkemih dalam jumlah yang sedikit, oliguria, dan anuria
c. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan mual/muntah
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual/muntah
e. Kurang pengetahuan tentang diet, dan kebutuhan pengobatan

2.2.3 Intervensi
DX 1
Tujuan: control nyeri
a. Berikan analgesic narkotik (biasanya IV atau IM) hingga penyebab nyeri dihilangkan

9
b. Monitor pasien dengan ketat dalam hal peningkatan nyeri dan gejala yang
menunjukkan ketidak adekuatan analgesic.
c. Bantu pasien utnuk mengatur posisi yang memberikan rasa nyaman
d. Kaji kembali nyeri menggunakan skla nyeri
e. Berikan anti emitik (IM atau supositoria) jika ada muntah.

DX 2

Tujuan: penata laksanaan aliran urin

a. Berikan cairan melalui oral atau IV untuk mengurangi konsentrasi kristal urine da
amati output urine
b. Monitor output urine total dan pola berkemih pasien. Laporkan adanya oliguri dan
anutia.
c. Saring setiap urine untuk mendapatkan batu
d. Bantu pasien berjalan jika memungkinkan, sebab ambulasi membantu batu keluar
melalui saluran kemih
e. Kaji warna, kekeruhan, dan bau urine
f. Kaji tanda vital dan monitor demam serta gejala sepsis (takikardia dan hipotensi).

DX 3

Tujuan: berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya dan tidak mengalami
tanda obstruksi

a. Awasi pemasukan dan keluaran sera karakteristik urine


b. Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan variasi
c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan
d. Periksa semua urine, catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk
Analisa
e. Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran

DX 4

Tujuan: mempertahankan keseimbangan cairan, membrane mukosa lembab, dan


turgor kulit baik

10
a. Awasi intake dan output
b. Catat insiden muntah, diare, perhatikan karakteristik dan frekuensi mual/muntah dan
diare
c. Awasi Hb/Ht, elektrolit
d. Berikan cairan IV
e. Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembut sesuai toleransi

DX 5

Tujuan: pasien dapat memahami tentang diet, dan program pengobatan

a. Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa datang


b. Kaji ualang program diet, sesuai dengan indikasi
c. Diskusikan tantang pemberian diet rendah purin, (membatsi daging berlemak, kalkun,
tumbuhan polong, gandum, dan alkohol)
d. Pemberian diet rendah Ca (membatasi susu, keju, sayur hijau, dan yogurt)
e. Pemberian diet rendah oksalat (membatasi konsumsi coklat, minuman kafein, bit, dan
bayam)
f. Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas dan baca label obat.

2.2.4. Evaluasi
a. Laporan mengenai nyeri berkurang
b. Output urine cukup dengan BJ rendah.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Batu saluran kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan batu didalam saluran air
kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior. Ia dapat berada diginjal, ureter,
kandung kemih maupun uretra.
Batu saluran kemih atau bladder calculi adalah batu yang terbentuk dari endapan mineral
yang ada didlam kandung kemih. Ukuran batu kandung kemih sangat berfariasi dan semua orang
punya resiko untuk menderita kondisi ini. Namun, laki-laki lansia (biasanya diatas 52 tahun)
lebih

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami materi atau isi dari
makalah di atas. Dan memberikan kritik dan saran kepada penulis.

12
DAFTAR PUSTAKA

Nahdi TF. (2014). Jurnal Medula, Volume.1 Nomor.4, 1–19.


Nursalam. (2009). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Muttqin, Arif. dan Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Ganguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika

13

Anda mungkin juga menyukai