Tahun 2014 dan 2015 merupakan tahun yang penting dalam mempromosikan praktik baik
mitra USAID Kinerja di kancah internasional. Luwu Utara, Aceh Singkil dan Barru menjadi
finalis the United Nations Public Service Awards (UNPSA) 2014 masing-masing untuk
inovasi distribusi guru proporsional, kemitraan bidan dan dukun, serta penyederhanaan
perizinan. Tahun 2015, program kemitraan bidan dan dukun di Aceh Singkil terpilih menjadi
salah satu pemenang UNPSA 2015. Hal ini merupakan prestasi yang luar biasa karena
Indonesia baru pertama kali memenangkan kompetisi paling bergengsi untuk pelayanan
publik.
Kami terus mendorong mitra-mitra kami untuk terus berinovasi menciptakan pelayanan
yang bermutu, mengatasi segala tantangan menggunakan sumber daya yang ada. Kami
juga meminta mereka untuk terus berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan daerah
lain, sehingga pelayanan publik yang baik tidak hanya menjadi milik mitra Kinerja.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada organisasi mitra pelaksana, konsultan dan
staff Kinerja yang telah bekerja keras mendampingi daerah mitra untuk terus berinovasi.
Mereka merupakan ujung tombak kami yang akan siap membantu daerah lain, jika
diperlukan.
Semoga buku ini dapat menginspirasi semua pihak untuk melaksanakan tata kelola
pelayanan baik demi kemajuan pelayanan publik di Indonesia.
Elke Rapp
Halaman 1
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Daftar Isi
Kata Pengantar Chief of Party USAID Kinerja ....................................................................................... 1
Daftar Isi ........................................................................................................................................................ 2
Tata Kelola Kemitraan Bidan dan Dukun Membantu Meningkatkan Kesehatan Ibu dan Anak ..... 7
Situasi sebelum program dilakukan .................................................................................................... 7
Bentuk inovasi......................................................................................................................................... 9
Proses pelaksanaan program ............................................................................................................ 14
Anggaran yang diperlukan .................................................................................................................. 17
Hasil dan dampak program................................................................................................................. 18
Monitoring dan evaluasi ...................................................................................................................... 22
Tantangan yang dihadapi ................................................................................................................... 23
Keberlanjutan dan peluang replikasi ................................................................................................. 25
Hasil pembelajaran dan rekomendasi............................................................................................... 26
Informasi kontak ................................................................................................................................... 28
Meningkatkan Tata Kelola Promosi ASI Eksklusif dan Insiasi Menyusui Dini ................................ 29
Situasi sebelum program dilakukan .................................................................................................. 29
Bentuk inovasi....................................................................................................................................... 30
Proses pelaksanaan program ............................................................................................................ 36
Anggaran yang diperlukan .................................................................................................................. 41
Hasil dan dampak program................................................................................................................. 43
Monitoring dan evaluasi ...................................................................................................................... 48
Tantangan yang dihadapi ................................................................................................................... 49
Keberlanjutan dan peluang replikasi ................................................................................................. 52
Hasil pembelajaran dan rekomendasi............................................................................................... 55
Informasi kontak ................................................................................................................................... 57
Meningkatkan Kualitas Ante Natal Care Menggunakan Kartu Kontrol dan SOP ........................... 58
Situasi sebelum program dilakukan .................................................................................................. 58
Bentuk inovasi....................................................................................................................................... 59
Proses pelaksanaan program ............................................................................................................ 63
Anggaran yang diperlukan .................................................................................................................. 66
Hasil dan dampak program................................................................................................................. 66
Monitoring dan evaluasi ...................................................................................................................... 68
Halaman 2
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 3
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 4
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 5
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 6
Tata Kelola Kemitraan Bidan dan Dukun Membantu
Meningkatkan Kesehatan Ibu dan Anak
Salah satu penyebab tingginya AKI adalah persalinan yang tidak ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih dan tidak dilakukan di fasilitas kesehatan. Situasi ini masih banyak
ditemukan di daerah pedesaan. Banyak masyarakat memilih bersalin dengan bantuan
dukun karena berbagai alasan; antara lain, dukun dianggap lebih berpengalaman,
memiliki kekuatan spritual, lebih murah, selalu siap setiap saat, dan memahami budaya
setempat. Namun, dukun tidak terlatih secara medis dalam menolong persalinan dan
sebagian besar kurang memahami prosedur persalinan aman.
Di sisi lain, banyak masyarakat menganggap bidan terlalu muda dan kurang
berpengalaman, mahal, kurang mahir dalam menolong persalinan, serta tidak dapat
berkomunikasi dengan masyarakat (kurang lancar berbahasa daerah, dan tidak
memiliki hubungan dekat dengan masyarakat), dan tidak selalu siap setiap saat karena
mereka tidak tinggal di desa. Persepsi ini makin mendorong masyarakat, terutama
keluarga yang tinggal di daerah terpencil dan jauh dari fasilitas kesehatan, untuk
memilih bersalin dengan pertolongan dukun.
Halaman 7
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Di Kabupaten Aceh Singkil, program kemitraan bidan dan dukun dimulai pada tahun
2011. Sebelum program ini dijalankan, tingkat kematian ibu dan ibu bersalin cukup
tinggi. Pada tahun 2011, lima ibu hamil/ ibu bersalin dan 35 bayi meninggal dunia. Pada
tahun tersebut, sekitar 30% persalinan di Aceh Singkil ditolong oleh dukun bayi, 66%
ditolong oleh bidan, dan 4% ditolong oleh dokter.
Halaman 8
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Bentuk inovasi
Meskipun program Kemitraan Bidan dan Dukun sudah dicanangkan sejak lama,
program ini belum berjalan dengan baik. Pelaksanaan program ini masih memiliki
beberapa kekurangan, antara lain proses pembuatan kesepakatan kemitraan sangat
top down dari Dinas Kesehatan atau puskesmas, kurang mengakomodasi kepentingan
dukun, kurang memberikan penghargaan/ insentif kepada dukun, kurang melibatkan
Halaman 9
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
3. Akuntabel. MoU yang sudah disepakati perlu dipastikan bahwa setiap butir
dalam perjanjian itu dapat dipertanggung-jawabkan. Untuk itu, dukun dan bidan
memiliki catatan tertulis tentang jumlah ibu hamil yang dirujuk oleh dukun atau
jumlah ibu hamil yang ditolong bersama dengan dukun. Ini membantu dukun dalam
Halaman 10
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
perkiraan insentif yang perlu dibayar, serta membantu Puskesmas dan Dinas
Kesehatan tahu situasi nyata di desa dengan dukun.
4. Responsif, pemangku kepentingan di kecamatan seperti kepala puskesmas,
bidan koordinator, kepala desa, MSF dan camat segera menindaklanjuti setiap
tantangan dan hambatan dalam implementasi program Kemitraan Bidan dan
Dukun.
Bentuk kemitraan bidan dan dukun di Aceh Singkil sangat unik. Seperti program
kemitraan bidan dan dukun di banyak daerah di Indonesia, salah satu penyebab
kegagalan program ini di Aceh Singkil adalah kurangnya insentif terhadap dukun.
Mereka merasa kurang dihormati dan menganggap bidan mengambil mata pencaharian
mereka. Untuk mengatasi tantangan ini, Dinas Kesehatan Aceh Singkil memutuskan
untuk memberikan insentif yang lebih besar kalau dukun itu bermitra dengan bidan.
Halaman 11
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Dukun yang bermitra diberikan honor sebanyak Rp. 100.000 per bulan dari Dinas
Kesehatan dan Rp. 50.000 dari desa melalui dana gampong (Alokasi Dana Desa atau
ADD); dukun juga diberi Rp. 50.000 dari dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tiap
kali mendampingi bidan dalam persalinan di fasilitas kesehatan. Oleh karena ini, dukun
di Aceh Singkil merasa senang bermitra karena mata pencahariannya tidak dihilangkan.
Sistem insentif seperti ini sangat unik.
Selain itu, di setiap desa yang berpartisipasi, MoU kemitraan disusn secara partisipatif
dan terbuka melibatkan berbagai pihak, seperti dinas kesehatan, kepala puskesmas,
bidan desa, dukun dan masyarakat. Mereka aktif memberikan kontribusi terhadap isi
MoU. Kemudian, semua MoU ditandatangani oleh bidan dan dukun di acara
masyarakat yang disaksikan oleh kepala puskesmas, kepala dinas kesehatan, kepala
desa dan anggota masyarakat. Penandatanganan MoU yang dilakukan secara terbuka
ini membuat para pihak yang bermitra merasa dirinya penting dan menganggap
perjanjian tersebut resmi dan penting sehingga akan meningkatkan kepatuhan terhadap
isi MoU.
Untuk mendorong para ibu bersalin dengan pertolongan tenaga kesehatan professional
di fasilitas kesehatan, Puskesmas Bajo Barat menerapkan biaya persalinan yang lebih
murah kepada ibu yang bersalin di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Pondok
Persalinan Desa/ Polindes, yaitu sebesar Rp. 600.000 yang ditanggung Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Namun, para bidan desa tetap siap membantu persalinan di
rumah dengan biaya yang lebih mahal, Rp. 700.000. JKN akan menanggung
Halaman 12
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Rp.600.000 dan ibu yang melahirkan harus membayar sendiri sisanya. Biaya yang lebih
mahal bagi ibu yang melahirkan di rumah ini merupakan salah satu strategi untuk
mendorong ibu hamil bersalin di fasilitas kesehatan; walaupun sekarang sudah lebih
banyak persalinan di Puskesmas, bidan setempat masih mempertimbangkan
peningkatan ongkos persalinan di rumah agar tidak lagi ada persalinan di rumah.
Seperti di Kabupaten Aceh Singkil, dukun beranak di Kecamatan Bajo Barat mendapat
insentif jika merujuk ibu hamil dan ibu bersalin ke bidan. Para dukun tersebut menerima
Rp. 100.000 hingga 250.000 yang diambil dari biaya persalinan. Walaupun insentif ini
relative kecil, dukun menganggapnya sebagai tanda apresiasi dari bidan atas upaya
mereka.
Pada tahun 2014, Puskesmas Bajo Barat dan MSF melakukan advokasi kepada
anggota DPRD Kabupaten Luwu untuk meningkatkan insentif yang diberikan kepada
dukun. Anggota DPRD sangat terkesan dengan kemitraan bidan dan dukun di
Kecamatan Bajo Barat dan setuju untuk mengalokasikan dana untuk insentif dukun
sebesar Rp. 300.000 per rujukan di anggaran kesehatan 2015.
Halaman 13
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Selain itu, Puskesmas Bajo Barat juga meningkatkan kompetensi bidan untuk
mendukung program Kemitraan Bidan dan Dukun. Puskesmas Bajo Barat memiliki
empat bidan puskesmas dan sembilan bidan desa. Bidan koordinator bertugas
memastikan semua bidan desa tinggal di desa sesuai dengan kewajiban dan
tanggungjawab mereka. Bidan koordinator juga memastikan semua bidan mempunyai
bidan kit. Ini merupakan upaya yang luar biasa di Luwu karena hanya 39 dari 233 (17%)
bidan yang telah memiliki bidan kit. Para bidan ini juga melakukan pertemuan tahunan
dengan dukun untuk menilai keberhasilan dan mengatasi masalah dalam program
Kemitraan Bidan dan Dukun. Bidan yang tidak mematuhi kesepakatan akan mendapat
sanksi.
Melalui penyediaan bidan kit dan pertemuan tahunan, dukun beranak di Kecamatan
Bajo Barat dapat melihat bahwa para bidan memiliki ketrampilan dan kemampuan yang
baik untuk menolong persalinan, sehingga para dukun merasa lebih nyaman untuk
merujuk ibu hamil dan ibu bersalin ke bidan.
Halaman 14
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, perwakilan Ikatan Bidan Indonesia (IBI),
perwakilan kelompok remaja, media, anggota Dewan Kesehatan, dan beberapa
LSM setempat.
3. Koordinasi Informal
Organisasi Mitra Pelaksana Kinerja memfasilitasi puskesmas untuk melakukan
koordinasi dengan dinas kesehatan tentang hasil dari identifikasi tersebut dan
menyusun rencana kegiatan untuk mengatasi masalah tersebut.
Halaman 15
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
7. Monitoring kemitraan
Pelaksanaan MOU bidan dan dukun di tingkat lapangan selalu dimonitor secara
berkala oleh multi-stakeholder forum (MSF) kesehatan di tingkat Kecamatan.
Jika ditemukan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan MOU, maka MSF
akan melaporkannya kepada pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan secara
berjenjang untuk dicarikan solusinya. Bidan desa juga berwajib monitoring
Halaman 16
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
8. Replikasi
Di Aceh Singkil, proses replikasi kemitraan bidan dan dukun mengikuti proses
yang sama dengan proses yang diuraikan di atas. Berdasarkan ketertarikan
desa, 29 desa terpilih untuk mereplikasikan program kemitraan bidan dan dukun.
Halaman 17
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
lain)
6. 31 desa 50.000/bulan/ 50.000/bulan/du
dukun kun
II Kabupaten Luwu
1. Dinas Kesehatan 50.000.000 117.600.000 100.000.000
2. FIK ORNOP (dari USAID- 183.105.000 100.000.000
KINERJA)
3. 3 Puskesmas (JKN) 50.000/persalin
an
Dengan adanya kemitraan bidan dan dukun, ibu hamil dan bersalin sekarang sudah
dapat mengakses pelayanan kesehatan profesional dalam bahasa daerah. Dukun
Halaman 18
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
berperan sebagai jembatan bahasa di desa, dan membantu bidan yang berasal dari
luar daerah untuk berkomunikasi lebih lancar dengan pasien.
Data yang diolah oleh Puskesmas Singkil menunjukkan penurunan drastis dalam
jumlah persalinan ditolong dukun di wilayah pembinaannya, dari 17 pada tahun
2011, delapan pada tahun 2012, dan hanya dua pada tahun 2013. Perlu diketahui juga
bahwa kedua persalinan terakhir itu terjadi di desa di luar wilayah proyek percontohan.
Tidak ada persalinan ditolong oleh dukun bersalin pada tahun 2014, tetapi dukun tetap
mendampingi bidan dalam persalinan di fasilitas kesehatan, seperti diatur dalam
ketentuan MoU.
Halaman 19
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Jumlah pemeriksaan K1, di lima kecamatan yang memiliki kemitraan bidan dan
dukun, Kabupaten Aceh Singkil
2012 1.603
2013 1.649
2014 (prediksi) 1.739
Halaman 20
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Di tiga Kecamatan di Luwu yang memiliki kemitraan bidan dan dukun terlihat
peningkatan pemeriksaan kehamilan sejak ada program kemitraan. Peningkatan
terlihat untuk K1 maupun K4, dan disebabkan oleh informasi kehamilan yang
disampaikan oleh dukun beranak kepada bidan desa, serta dorongan dukun kepada ibu
hamil untuk periksa di Puskesmas.
** Catatan:
Seperti di tabel sebelumnya, ada penurunan kecil pada tahun 2013 karena di Kec. Bajo
Barat, musim cengkeh dan coklat telah selesai dan sebagian besar pendatang telah
pulang ke tempat asalnya. Cakupan K4 cukup rendah dibandingkan cakupan K1 karena
pendatang tersebut memang diperiksa K1 sampai K3 di Kec. Bajo Barat, tapi sering
memulangkan dirinya beberapa bulan sebelum dia akan bersalin.
Halaman 21
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Di Aceh Singkil, selain evaluasi dilakukan pemerintah setempat, Dewan Kesehatan juga
terlibat dalam kunjungan lapangan untuk monitoring kemajuan dan hasil program terkait
cakupan pelayanan kesehatan. Anggota Dewan Kesehatan membahas kemajuan dan
hasil inisiatif bersama dukun dan bidan desa, dan rekomendasinya digabungkan dalam
perencanaan Dinas Kesehatan.
Salah satu contoh dampak program dari kegiatan monitoring dan evaluasi adalah
pembuatan kartu medis darurat di Aceh Singkil. Kartu ini diciptakan sesudah ditemukan
bahwa penduduk desa ingin bisa langsung menghubungi bidan desa, kepala desa,
polindes, puskesmas, dan Dewan Kesehatan. Kartu ini untuk memastikan ibu hamil dan
keluarganya mempunyai nomor kontak dan dapat mengubungi pelayanan medis
darurat seperti ambulans dan bidan saat dibutuhkan, serta menyampaikan masukan
dan saran kepada Kepala Desa dan Dewan Kesehatan kalau ada keadaan kurang baik.
Halaman 22
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Di Luwu, kemitraan bidan dan dukun juga dimonitor dan dievaluasi oleh kelompok
masyarakat seperti MSF yang pedulikan pelayanan kesehatan. MSF ini berada di
tingkat Kabupaten maupun Kecamatan, dan MSF Kecamatan sering mengikuti
lokakarya bulanan di Puskesmas setempat untuk mengambil informasi dan memberikan
masukan. Sebagian besar anggota MSF adalah masyarakat, dan pendapatnya sebagai
pengguna layanan sangat penting untuk memperbaiki mutu pelayanan kesehatan
diberikan oleh Puskesmas dan fasilitas kesehatan lain. MSF Kecamatan juga
melakukan monitoring kemitraan bidan dan dukun melalui diskusi informal dengan para
dukun, bidan desa, ibu hamil, dan ibu nifas untuk menemukan kemungkinan persoalan.
Halaman 23
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 24
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Program ini juga didukung baik oleh masyarakat setempat. Ibu hamil sekarang dapat
menerima pelayanan kesehatan modern dari bidan maupun dukungan kejiwaan dari
dukun. Ini membantu mengatasi persoalan jika ada ibu hamil yang ingin bersalin di
fasilitas kesehatan, misalnya, tetapi ibunya atau neneknya ingin dia mengikuti tradisi
Halaman 25
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
dan bersalin dengan dukun. Di Aceh Singkil dan Luwu, sekarang ibu hamil
mendapatkan bantuan dukun serta bidan, dan menerima perawatan medis, tubuh
maupun jiwa.
Keberhasilan kemitraan bidan dan dukun di Aceh Singkil dan Luwu dalam
menggabungkan pelayanan kesehatan tradisional dan modern dapat membantu bukan
hanya kabupaten tersebut tetapi juga seluruh Republik Indonesia. Sukses program ini
bisa berdampak kepada kebijakan kesehatan di tiap tingkat, apalagi pada saat ini
menjelang berakhirnya tahun pencapaian target MDGs. Kemitraan bidan dan dukun di
Aceh Singkil dan Luwu membuktikan bahwa sistem kepercayaan tradisional bisa diubah
selama beberapa tahun melalui pendekatan yang sensitif pada budaya dan pemberian
insentif dan kesinambungan penganggaran dan monitoring. Kemitraan bidan dan
dukun yang se-inovatif bentuknya seperti di Aceh Singkil dan Luwu bisa diperluas di
seluruh Indonesia, dengan stuktur yang jelas, mekanisme insentif yang mencukupi, dan
mudah dilaksanakan.
Halaman 26
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
- Perubahan adat dan tradisi budaya tidak mudah. Tradisi sudah dipertahankan
selama puluhan tahun dan kalau mau diubah, strategi dan pendekatan yang
telah bekerja dan sesuai dengan keadaan setempat, dibutuhkan. Dalam situasi
kemitraan bidan dan dukun, penguatan peran dan tanggung-jawab dukun sangat
sesuai karena strategi ini mengakui pentingnya dan status dukun di desa. Status
dukun juga membantu bidan untuk mensosialisasikan informasi tentang
Halaman 27
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Informasi kontak
Aceh Singkil, Provinsi Aceh
Edy Widodo
Kepala Dinas Kesehatan Aceh Singkil
email dan no. telp.: edywidodo1967@gmail.com / 065821202
Halaman 28
Meningkatkan Tata Kelola Promosi ASI Eksklusif dan Insiasi
Menyusui Dini
Tingkat pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah, hanya 33,6% bayi di
bawah dua tahun yang disusui oleh ibunya (Susenas, 2012). Hal ini sangat dipengaruhi
oleh rendahnya pemahaman masyarakat tentang ASI dan kepercayaan setempat.
Banyak ibu menganggap ASI tidak cukup membuat bayi kenyang dan kuat sehingga
mereka akan memberi makanan tambahan (madu,air kelapa, makanan lembek)
meskipun bayi masih dibawah enam bulan. Selain itu, banyak ibu memilih memberikan
susu formula kepada bayinya karena menganggap susu tersebut bagus untuk
perkembangan bayi, lebih modern dan sehat. Alasan lain, masyarakat menganggap
kolostrum (air susu ibu yang keluar pertama kali) sebagai susu rusak dan harus
dibuang.
Selain kurangnya pemahaman tentang manfaat ASI, banyak ibu percaya bahwa
menyusui akan membuat payudara kendor dan terlihat kurang menarik. Banyak ibu
juga memilih susu formula karena mereka malu menyusui di tempat umum, terutama
jika tidak tersedia pojok laktasi. Faktor lain yang menyebabkan tingkat pemberian ASI
eksklusif rendah adalah promosi susu formula yang gencar termasuk di fasilitas
kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit dan bidan praktik dan penjualan dari rumah
ke rumah. Kondisi ini diperburuk dengan tenaga kesehatan mendukung penjualan susu
formula karena perusahaan susu menjanjikan insentif untuk mereka. Di sisi lain,
promosi pemberian ASI eksklusif juga masih kurang, baik dari frekuensi dan strategi
promosi serta kurang mendapat dukungan dari dinas kesehatan.
Halaman 29
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Banyak puskesmas tidak memiliki rencana tertulis untuk promosi ASI. Penyebaran
informasi tentang ASI masih terbatas dilakukan secara lisan di posyandu dan jarang
melibatkan masyarakat. Untuk itu, USAID-Kinerja membantu pemerintah daerah
meningkatkan promosi kesehatan dengan partisipasi berbagai pihak di luar sektor
kesehatan.
Tulisan ini mengupas upaya promosi ASI eksklusif, termasuk inisiasi menyusui dini
(IMD) di empat daerah mitra USAID-Kinerja: Kabupaten Bener Meriah di Aceh,
Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Probolinggo di Jawa Timur, serta Kota
Makassar di Sulawesi Selatan. Tingkat pemberian ASI ekslusif di empat daerah ini
tahun 2010 masih relatif rendah. Di Bener Meriah, hanya 40% anak di bawah umur 2
tahun yang mendapat ASI ekslusif. Sementara itu, tingkat pemberian ASI di
Tulungagung adalah 52,5%; Kabupaten Probolinggo 34%; serta Kota Makassar 59%.
Bentuk inovasi
Setiap daerah mitra USAID-Kinerja memilih pendekatan yang berbeda untuk
mempromosikanASI eksklusif sesuai dengan konteks lokal.
Sebelum program Kinerja, masyarakat di Kabupaten Bener Meriah, Aceh sejak dulu
percaya terhadap mitos bahwa ASI mengandung bakteri buruk (kepercayaan ini juga
disebut dena dalam bahasa setempat) sehingga hampir semua ibu di daerah ini
memberikan susu formula kepada bayinya dan beberapa memberikan air beras sebagai
makanan tambahan.
Kepercayaan dena ini menyebabkan banyak ibu bersalin menolak saran bidan untuk
melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dari bidan. Para ibu memutuskan untuk
membuang ASI pertama (kolostrum) karena dianggap basi, dan memutuskan untuk
tidak menyusui bayinya.
Halaman 30
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Selain kepercayaan lokal yang kuat, masyarakat di Bener Meriah belum memahami
manfaat ASI untuk kesehatan bayi dan kurangnya penjelasan bidan desa tentang ASI
kepada ibu hamil. Kondisi ini menyebabkan banyak bayi dan anak rentan terhadap
berbagai penyakit seperti diare karena kekebalan tubuh mereka (imunitas) rendah dan
akibat susu formula yang mudah tercemar dengan bakteri.
Salah satu strategi untuk mendorong dan membantu para ibu untuk menyusui adalah
menambahkan materi IMD dan ASI eksklusif dalam kursus wajib calon pengantin
(suscatin) yang diselenggarakan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. Sejak
tahun 2013, tenaga kesehatan (kepala puskesmas dan bidan koordinator) dan kepala
KUA kecamatan terlibat dalam suscatin. Mereka menjelaskan tentang manfaat ASI dan
IMD serta kajian fiqhnya kepada semua pasangan muslim yang akan menikah. Kajian
fiqh ini dirumuskan bersama oleh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten,
Dinas Syariat Islam, Kementerian Agama Kabupaten, Kantor Urusan Agama, Dinas
Kesehatan, Puskesmas serta perwakilan tokoh masyarakat.
Suscatin dilakukan di tingkat kecamatan dalam periode tertentu. Setiap calon pengantin
akan mengikuti kursus selama satu minggu sebelum jadwal pernikahan berlangsung
Halaman 31
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
sesuai dengan tanggal yang diajukan keluarga. Sejak awal tahun 2014 hingga
September 2014, Bener Meriah telah melaksanakan lima kali suscatin.
Sejak April 2013 hingga September 2014, semua pasangan yang mengikuti suscatin di
ketiga kecamatan mitra Kinerja (Kec. Bukit, Kec. Bandar, dan Kec. Permata) telah
mendapat informasi lengkap tentang kesehatan ibu dan anak, persiapan kehamilan
dan persalinan, dan pentingnya IMD dan ASI Ekslusif. Semua pasangan juga
mendapatkan buku saku fiqih ASI yang dicetak oleh KUA Bener Meriah. Buku saku ini
juga tersedia di Puskesmas untuk dibaca ibu-ibu.
Gambar 2. Publikasi larangan promosi dan menjadi distributor untuk produk susu
penjualan susu formula di Puskesmas Kauman. formula.
Keputusan berani yang diambil oleh kepala Puskesmas ini sejalan dengan tuntutan
badan pengawasan masyarakat dan sesuai dengan peraturan daerah yang baru yang
melarang peredaran susu formula di sarana pelayanan kesehatan masyarakat. Selain
melarang promosi susu formula di lingkungan puskesmas, Puskesmas Beji juga
bekerja keras mengedukasi masyarakat danmelawan kepercayaan setempat bahwa
bayi menangis hanya karena lapar dan susu formula merupakan makanan terbaik untuk
Halaman 32
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
bayi. Sejak larangan susu formula ini diberlakukan, tidak ada stok susu formula di
Puskesmas Beji dan wilayah binaanya.
Halaman 33
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
di seluruh tempat kerja dan tempat umum dan melarang semua fasilitas kesehatan,
bidan praktik menjual susu formula. Beliau juga sering melakukan inspeksi mendadak
ke fasilitas kesehatan dan bidan untuk memastikan mereka tidak menjual susu formula.
Inovasi lanjutan dari inisiatif ini adalah gerakan pencanangan penanaman pohon katuk
dan kelor, yang dikuatkan dengan instruksi resmi dari Bupati kepada seluruh
puskesmas, puskesmas pembantu, sarana kesehatan dan masyarakat. Tanaman Kelor
merupakan “tanaman ajaib” dengan kandungan nutrisi yang tinggi untuk memenuhi
Halaman 34
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
asupan gizi. Program penanaman pohon kelor ini bertujuan mencegah dan mengatasi
kasus kurang gizi.
Halaman 35
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Bapak Peduli ASI melakukan berbagai kegiatan edukasi ASI di tingkat kecamatan dan
kelurahan, seperti penyuluhan ASI kepada keluarga ibu hamil dan ibu menyusui serta
sosialiasi ASI para ibu kelas ekonomi bawah yang kurang memahami manfaat ASI dan
cenderung memilih susu formula. Selain itu, kelompok ini aktif melakukan diskusi
kesehatan terutama tentang ASI eksklusif. Bapak Peduli ASI juga sering diundang
menjadi narasumber dan fasilitator di berbagai kegiatan kampanye ASI.
Pada tahun 2014, forum multi-stakeholder (MSF) yang terdiri dari perwakilan
masyarakat dan pemerintah termasuk Bapak Peduli ASI di Kota Makassar bekerjasama
dengan dinas kesehatan membuat modul pembelajaran penggiat ASI. Modul ini dibuat
untuk meningkatkan pengetahuan para penggiat ASI tentang IMD dan ASI eksklusif
serta meningkatkan kapasitas mereka dalam mendampingi ibu menyusui.
Kerjasama antara masyarakat dan dinas kesehatan sangat penting untuk meningkatkan
dan rasa kepemilikan masyarakat terhadap program ini.
Halaman 36
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Salah satu rekomendasi yang muncul dari diskusi tersebut adalah kemitraan
puskesmas dan KUA untuk mempromosikan kesehatan ibu dan anak kepada calon
pengantin, baik perempuan maupun laki-laki. Untuk itu, perlu ada MoU antara
puskesmas dan KUA untuk melaksanakan suscatin yang menyediakan informasi
persalinan aman, IMD, dan ASI eksklusif selain informasi yang biasanya diberikan.
Setelah MoU tersebut sudah ditandatangani oleh Puskesmas dan KUA, dibentuk tim
penyusunan buku saku tentang fiqih ASI yang terdiri dari staff Dinas Syariat Islam,
Majelis Permusyawaratan Ulama, KUA, Kementerian Agama, Dinas Kesehatan, dan
Puskesmas. Buku saku ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman para ustadz
dan ulama tentang ASI eksklusif dan menjadi panduan bagi mereka untuk
menyampaikan informasi tentang manfaat ASI di mimbar masjid, Selain buku panduan,
staff KUA yang bertanggungjawab terhadap suscatin mendapat pelatihan tentang isu
persalinan aman, IMD dan ASI eksklusif dan dibantu tenaga kesehatan. Selain itu, staff
lain di KUA juga menyampaikan kepada narasumber suscatin pentingnya ASI dari
perspektif agama Islam sesuai dengan Al Qur’an dan hadis Nabi.
Tantangan lain dalam upaya peningkatan cakupan ASI eksklusif adalah rendahnya
monitoring dan evaluasi program IMD dan ASI. Meskipun program ini telah ada
Halaman 37
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
sebelum USAID-Kinerja berjalan, program ini sangat jarang dievaluasi sehingga staff
puskesmas tidak mengetahui cakupan ASI di wilayahnya.
Lemahnya monitoring antara lain disebabkan karena kesibukkan para bidan. Hal ini
menyebabkan pantauan terhadap kepatuhan bidan untuk kampanye pentingnya ASI
eksklusif, dan menjamin para bidan praktek mandiri tidak menyediakan dan menjual
sufor, kurang maksimal. Promosi susu formula yang gencar di berbagai media juga
mempengaruhi keputusan para ibu untuk memberikan susu formula kepada bayinya.
Mereka percaya bahwa susu formula memiliko nutrisi terbaik untuk bayi dan lebih
praktis dibanding ASI.
Untuk memonitor program ini, bidan desa melakukan kunjungan rumah ke rumah
secara rutin untuk memberikan edukasi tentang kesehatan ibu dan anak, termasuk ASI
eksklusif. Para bidan desa melakukan kunjungan rumah mulai dari hari pertama
kelahiran hingga satu bulan pertama.
Halaman 38
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 39
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
memasak daun katuk dan daun kelor untuk memenui kebutuhan gizinya. Festival
ini telah dihasilkan lebih 200 macam menu.
7. Pelatihan motivator ASI bagi penjual jamu dan pemilik/pekerja salon kecantikan.
Kegiatan ini dilakukan karena penjual jamu dan pekerja salon kecantikan banyak
berinteraksi dengan para calon pengantin, ibu hamil dan ibu menyusui.
Sebanyak 60 peserta telah mengikuti pelatihan ini.
8. Pelatihan motivator Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) bagi 70 kader
kesehatan..
9. Pelatihan 49 konselor ASI.
10. Pengukuhan Duta ASI Ekslusif dan Persalinan Aman Kecamatan se-Kabupaten
Probolinggo tanggal 15 Oktober 2014 untuk mempromosikan dan menggerakkan
masyarakat untuk memberikan ASI Eksklusif selama 6 (enam) bulan dan dilanjutkan
hingga usia 2 (dua) tahun serta tidak menggunakan susu formula. Sebanyak 24
orang Duta ASI Eksklusif dan Persalinan Aman dikukuhkan oleh Bupati Probolinggo.
Duta ASI dipilih dan diseleksi oleh kecamatan dan Puskesmas. Kemudian, Duta ASI
dan Persalinan Aman yang terpilih mendapat pelatihan dan menyusun program
kerja mereka. Pelatihan yang diselenggarakan tanggal 16 Oktober 2014 bertujuan
menyiapkan para Duta ASI untuk membantu promosi ASI di wilayahnya.
Gerakan peduli ASI di Kota Makassar diawali oleh penerbitan Peraturan Walikota no.
49 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif. Setelah sosialisasi peraturan ini,
pemerintah Kota Makassar melakukan banyak kegiatan promosi ASI eksklusif sehingga
lebih banyak masyarakat yang sadar tentang pentingnya ASI Eksklusif dan banyak
kegiatan promosi ASI bermunculan, salah satunya adalah Bapak Peduli ASI.
Gerakan Bapak Peduli ASI di Kota Makassar dicetuskan setelah para pemerhati ASI
yang terdiri dari berbagai unsur masyarakat dan pemerintah melakukan diskusi tentang
kesehatan ibu dan anak, serta ASI. Diskusi tersebut menemukan bahwa masih banyak
ibu, terutama yang berasal dari kalangan ekonomi bawah, memberikan susu formula
karena mereka kurang memahami manfaat ASI dan laki-laki juga memiliki peran
Halaman 40
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
penting untuk mendukung ibu menyusui dan memastikan bayi tumbuh sehat. Kondisi ini
mendorong anggota masyarakat laki-laki untuk terlibat dalam kegiatan promosi melalui
Bapak Peduli ASI.
Para anggota Bapak Peduli ASI bekerja dengan komitmen tinggi dan swadaya
meskipun mereka belum mendapatkan surat keputusan dari pihak berwenang karena
skala kegiatan mereka masih relatif kecil.
Penulisan modul dimulai dengan Focus Group Discussion antara dinas kesehatan (staff
bina kesehatan masyarakat), kelompok masyarakat, kepala puskesmas dan LSM lokal
mitra USAID Kinerja, Esensi untuk membahas isi modul tersebut. Kemudian, Esensi
dan dinas kesehatan menulis modul tersebut dan mengujinya di lapangan sebelum
modul dicetak.
Halaman 41
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Di tingkat puskesmas, dana yang berasal dari BOK digunakan untuk promosi ASI dan
sosialisasi pelarangan susu formula selama beberapa tahun.
Anggaran yang dialokasikan tersebut merupakan wujud komitmen dan dukungan dari
Pemerintah Kabupaten Probolinggo dalam rangka mendukung keberhasilan upaya
peningkatan Persalinan Aman, IMD dan pemberian ASI Ekslusif.
Meskipun semua kegiatan Bapak Peduli ASI dilakukan masyarakat secara swadaya,
anggaran tetap diperlukan untuk mendukung kegiatan focus group discussion sehingga
lebih banyak masyarakat tertarik bergabung dengan kelompok peduli ASI. Diskusi ini
perlu sekitar lima juta rupiah bergantung pada jumlah peserta dan narasumber.
Halaman 42
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
dengan peserta 45 orang (kader kesehatan, anggota forum multi-stakeholder, dan lain-
lain) perlu sepuluh juta rupiah.
Setelah kursus calon pengantin memasukkan materi tentang kesehatan ibu dan anak,
jumlah pasangan pengantin baru di Kabupaten Bener Meriah yang melakukan IMD dan
ASI eksklusif meningkat. Sebagai contoh, dari bulan Juni sampai dengan Desember
2013, 13 calon pengantin mengikuti suscatin dan mendapat informasi tentang
persalinan aman, IMD dan ASI eksklusif. Dari 13 pasangan ini, 10 orang sudah hamil
dan 8 diantaranya sudah bersalin danmelakukan IMD dan ASI eksklusif. Hal ini
menunjukkan bahwa program ini telah 100% berhasil selama enam bulan pertama.
Hasil ini juga menunjukkan bahwa mitos dena sudah menurun secara drastis karena
pasangan muda sudah lebih memahami pentingnya ASI. Dari Januari sampai
September 2014, 28 pasangan calon sudah mengikuti suscatin dan sudah menerima
informasi terkait IMD dan ASI eksklusif. Mereka juga diharapkan melakukan IMD saat
ersalin dan menyusui bayinya secara eksklusif.
Dampak kebijakan pelarangan susu formula di Puskesmas Beji sangat besar. Meskipun
kebijakan ini baru dilakukan Mei 2013, persentase ibu yang menyusui bayinya
meningkat secara drastis, dari 55% menjadi 88%. Pada bulan Mei yang sama, delapan
desa di wilayah Puskesmas Beji sudah bebas dari peredaran susu formula. Capaian ini
jelas merupakan dampak dari kebijakan pelarangan susu formula – tidak ada kegiatan
lain yang mempengaruhinya, karena cakupan IMD sudah 100% sebelum susu formula
dilarang, dan tidak ada tambahan penyuluhan ASI atau kelas ibu hamil di Puskesmas.
Halaman 43
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Tabel berikut adalah persentase bayi yang mendapat ASI eksklusif di wilayah
Puskesmas Beji sebelum dan sesudah kebijakan pelarangan susu formula diluncurkan.
Januari 42 31 74%
Februari 42 35 83%
Maret 47 36 76.5%
April 52 42 81%
Mei 55 43 78%
Juni 54 41 67%
Juli 53 47 88%
Agustus 43 38 88%
Halaman 44
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
September 61 56 92%
Oktober 60 54 90%
JUMLAH 509 423 83%
(rata-
rata)
Berdasarkan data Puskesmas yang dihitung tiap 6 bulan sekali, yaitu akhir bulan
Februari dan Agustus 2014, cakupan ASI Eksklusif di wilayah Puskesmas Beji
meningkat sebesar 61,5%.
Selain itu juga terdapat perubahan penting perilaku bidan praktek mandiri tentang
penjualan susu formula. Sejak Peraturan Bupati tertang Persalinan Aman, Inisiasi
Menyusu Dini, dan ASI Eksklusif diterbitkan, sekitar 80% bidan praktek di wilayah kerja
Puskesmas Beji sudah mematuhi keputusan Puskesmas untuk menghentikan
kerjasama distribusi susu formula.
Halaman 45
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Walaupun penelitian tentang korelasi antara persalinan aman, IMD dan ASI Ekslusif
dengan tingkat angka Kematian bayi (AKB) di Kabupaten Probolinggo belum dilakukan,
data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo 2013, menunjukkan adanya
penurunan AKB. Pada tahun 2012, terdapat 230 kasus kematian bayi dan pada tahun
2013, terdapat 201 kematian bayi dari 18.202 kelahiran hidup – hal ini berarti AKB turun
dari 12,43 menjadi 11,04 per 1.000 kelahiran hidup.
Dampak dari program persalinan aman, IMD dan ASI ekslusif juga berdampak pada
penurunan jumlah bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR). Berdasarkan data
puskesmas tahun 2013, persentase BBLR turun dari 5,26% di 2012 menjadi 5,24%
(953 dari 18.202 kelahiran hidup) tahun 2013. Capaian ini terjadi karena ibu hamil lebih
memahami dan sadar untuk menjaga status gizinya.
Halaman 46
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
dilakukan, persentase ibu menyusui bayi secara eksklusif di wilayah puskesmas mitra
meningkat hampir dua kali lipat. Misal, persentase cakupan ASI eksklusifdi wilayah
Puskesmas Patingalloang, Kec. Mamajang, naik dari 48% sampai 72%. Kenaikan ini
paling terlihat pada ibu dari kalangan ekonomi bawah yang rata-rata
bermatapencaharian sebagai penjual atau penangkap ikan.
Cakupan ASI Eksklusif di Kota Makassar, tahun 2010 sampai tahun 2013.
Sejak gerakan Bapak Peduli ASI diluncurkan, para ibu lebih sadar tentang manfaat ASI
dan membandingkan kelebihan dan kekurangan ASI dan susu formula dengan
Halaman 47
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
mempertimbangkan isu harga, gizi dan kenyamanan sehingga mereka dapat membuat
keputusan yang tepat untuk mereka.
Selain perubahan perilaku, sikap para ibu tentang ASI dan kesehatan bayi juga
berubah. Sekarang, mereka lebih terbuka membahas isu terkait ASI, susu formula, gizi,
dan pertumbuhan bayi. Para ibu yang menyusui secara eksklusif tidak lagi merasa malu
karena tidak memberikan susu formula yang selama ini dianggap lebih bergengsi. Alih-
alih, ibu menyusui merasa bangga karena dapat menyusui anaknya secara eksklusif.
Dinas kesehatan dan kantor kementerian agama Kabupaten Bener Meriah, sebagai
badan yang mangawasi KUA secara langsung, melakukan monitoring dan evaluasi
bersama untuk memastikan kerjasama lintas sektor ini berjalan efektif dan bermanfaat.
Meskipun belum ada data jelas tentang kenaikan cakupan IMD dan ASI eksklusif paska
kerjasama ini, data puskesmas menunjukkan bahwa semua pasangan pengantun yang
mendapat pembekalan tentang IMD dan ASI eksklusif ketika melakukan kursus calon
pengantin telah melakukan IMD pada saat bersalin.
Meskipun belum ada sistem monitoring dan evaluasi formal terhadapa penghentian
penjualan susu formula di wilayah Puskesmas Beji, Puskesmas Beji telah melakukan
monitoring dan evaluasi informal. Bidan Puskesmas melakukan kunjungan ke polindes
dan rumah bidan desa untuk memastikan mereka tidak menjual susu formula dan telah
melakukan penyuluhan ASI kepada setiap ibu hamil dan ibu bersalin.
Halaman 48
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Dampak lain program ini adalah pencatatan data kesehatan ibu dan anak yang lebih
baik di Puskesmas Beji dan fasilitas kesehatan dibinanya. Puskesmas juga mampu
menggunakan data tersebut untuk membuat rencana kerja dan tindakan perbaikan
yang perlu dilakukan. Puskesmas ini juga berencana melakukan inspeksi mendadak
untuk memastikan seluruh bidan praktik di wilayah kerja puskesmas tidak menjual susu
formula.
Monitoring dan evaluasi kampanye ASI di Kabupaten Probolinggo masih terbatas pada
pertemuan rutin MSF di tingkat kabupaten untuk membahas pengalaman di lapangan.
Saat ini pemerintah Kabupaten Probolinggo, dengan bantuan USAID Kinerja, masih
melakukan uji coba instrumen monitoring dan evaluasi yang baku untuk mengukur
perkembangan persalinan aman, IMD dan ASI eksklusif di tiap puskesmas. Instrumen
ini akan digunakan dalam kegiatan monitoring dan evaluasi rutin dan sistematis setelah
proses uji coba selesai. Hasil monitoring di tingkat puskesmas tersebut akan dibahas di
tingkat kabupaten dan digunakan untuk menentukan langkah selanjutnya untuk
meningkatkan cakupan persalinan aman,IMD dan ASI eksklusif.
Gerakan Bapak Peduli ASI dimonitor secara mandiri oleh para anggota Bapak Peduli
ASI. Mereka biasanya mendiskusikan dan menyelesaikan masalah yang mereka
temukan dalam gerakan ini dalam kelompok. Namun, jika masalah tersebut perlu
ditindaklanjuti lembaga lain, maka mereka akan menghubungi tenaga kesehatan,
fasilitas kesehatan, dan/atau dinas kesehatan untuk mendapatkan masukan.
Halaman 49
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Hingga saat ini belum ada tantangan penting yang ditemukan karena semua pihak
memiliki komitmen untuk melaksanakan kerjasama lintas sektor ini. Namun, mutasi
jabatan di puskesmas dan KUA perlu mempertimbangkan keberlanjutan kerjasama ini.
Para pejabat baru di kedua instansi tersebut perlu memahami dan melanjutkan program
edukasi persalinan aman, IMD dan ASI eksklusif yang terintegrasi dengan suscatin.
Tantangan awal kebijakan ini adalah keengganan bidan praktik di sekitar Puskesmas
Beji untuk memutuskan kontrak dengan distributor susu formula karena ada insentif dari
distributor. Tetapi, setelah pihak puskesmas sering melakukan kunjungan dan
sosialisasi peraturan bupati tentang persalinan aman, IMD dan ASI eksklusif kepada
bidan praktek, mereka lebih sadar dan sekarang sekitar 80% bidan praktek
memutuskan kontrak dengan distributor susu formula.
Kendala lain yang cukup besar adalah sulitnya meyakinkan masyarakat bahwa ASI
penting untuk bayi usia 0-6 bulan. Masih ada sebagian ibu menyusui yang memberikan
susu formula karena pengaruh tetangga, orang tua, pihak keluarga, dan lingkungan.
Tantangan ini banyak ditemukan pada ibu dengan produksi ASI rendah karena bayi
mereka terus menangis. Persoalan ini diatasi melalui berbagai kampanye intensif
tentang IMD dan ASI eksklusif yang dilakukan oleh bidan.
Halaman 50
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Secara umum, banyak ibu menyusui selama beberapa minggu setelah bersalin, tetapi
tidak menyelesaikan ASI eksklusif dan beralih ke susu formula karena ibu harus mulai
bekerja dan tidak memungkinkan untuk menyusui, tidak ada dukungan keluarga atau
pengaruh iklan dan masyarakat.
Oleh karena itu berbagai kampanye ASI yang terintegrasi seperti yang dilakukan
pemerintah Kabupaten Probolinggo dapat memberikan rasa optimisme untuk dapat
mencapai keberhasilan dalam Persalinan Aman, IMD dan Pemberian ASI Ekslusif.
Halaman 51
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
dan mengajak lebih banyak laki-laki untuk mendukung para istri memberikan ASI
eksklusif untuk bayinya.
Edukasi kesehatan ibu dan anak yang terintegrasi mulai mengubah pola pikir dan
perilaku pasangan baru untuk melakukan IMD dan ASI eksklusif. Setelah melihat
dampak ini, KUA Bener Meriah berkomitmen melanjutkan program ini karena pasangan
baru perlu memahami manfaat ASI untuk bayi.
Program ini mudah direplikasi di daerah lain di seluruh Indonesia karena hampir semua
daerah sudah menawarkan kursus kepada calon pengantin, dan informasi IMD dan ASI
eksklusif bisa diberikan pada saat yang sama.
Untuk melakukan program ini, fasilitator suscatin perlu mendapat pelatihan tentang IMD
dan ASI eksklusif sehingga merekamampu menjelaskan isu ini dengan baik baik
kepada calon pengantin. Selain itu, penjelasan tentang IMD dan ASI eksklusif
sebaiknya disesuaikan dengan agama calon pengantin agar lebih mudah diterima.
Halaman 52
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Kesadaran dan komitmen staff Puskesmas Beji dan dinas kesehatan untuk
meningkatkan cakupan IMD dan ASI eksklusif memperkecil kemungkinan adanya
promosi dan penjualan susu formula di wilayah kerja puskesmas.
Halaman 53
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Kelompok peduli ASI yang beranggota laki-laki penting untuk menunjukkan kepada
masyarakat bahwa pemberian ASI bukan hanya tanggungjawab ibu. Kelompok Bapak
Peduli ASI bisa sangat mempengaruhi keadaan dan kepercayaan setempat di daerah
yang terdampak akibat promosi dan pengiklanan susu formula – yang juga berlangsung
hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kelompok seperti Bapak Peduli ASI bisa dibentuk
di mana saja dan di beberapa tingkat, seperti desa, kecamatan, dan kabupaten/kota.
Halaman 54
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Keterlibatan bapak-bapak penting dalam pemberian ASI, yang sampai sekarang masih
dianggap sebagai persoalan ibu-ibu saja.
Bapak Peduli ASI sudah diakui oleh Dinas Kesehatan sebagai gerakan yang penting
untuk peningkatan pemberian ASI ekslusif kepada bayi, dan mereka sangat berharap
untuk melanjutkan kerjasama dengan pemerintah ke depan.
Halaman 55
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
pelarangan susu formula tidak berpengaruh kalau tidak ada bidan yang siap
mengikuti penghentian penjualan sufor dan siap melakukan kunjungan ibu-ibu di
rumahnya untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya ASI. Tanpa
komitmen tinggi, tidak akan ada dampak kepada perilaku dan kepercayaan.
- Pengumpulan data kesehatan masih perlu diperbaiki. Salah satu persoalan
yang muncul di hampir tiap daerah adalah masalah data terkait IMD dan ASI
Eksklusif. Kebanyakan daerah belum mengumpulkan dan mencatat data IMD
dan ASI Eksklusif, sehingga penilaian terhadap dampak dan keberhasilan
program sulit diukur. Direkomendasikan dinas kesehatan kabupaten/kota
menambahkan kolom IMD dan kolom ASI Eksklusif di dalam PWS KIA, dan
meminta Puskesmas untuk mencatat jumlah IMD dilakukan dan cakupan
ASI Eksklusif.
Halaman 56
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Informasi kontak
Kerjasama KUA dan Puskemas: Kab. Bener Meriah, Provinsi Aceh
Ibu Risnawati, Amd.Keb
Kepala Puskesmas Kecamatan Bukit
Jl. Mesjid Babussalam, Simpang Tiga Redelong, Kab. Bener Meriah
Halaman 57
Meningkatkan Kualitas Ante Natal Care Menggunakan Kartu
Kontrol dan SOP
Seperti di daerah lain di Indonesia, layanan kesehatan untuk ibu hamil di Puskesmas
Sungai Raya Kepulauan belum terstandar sehingga kualitas layanan di fasilitas
kesehatan di wilayah puskesmas ini sangat beragam. Untuk mengatasi tantangan ini,
Halaman 58
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Bentuk inovasi
Pelayanan publik termasuk pelayanan kesehatan harus
dapat dipertanggunggugatkan (dijamin akuntabilitasnya)
oleh pemberi dan penerima layanan. Salah satu bentuk
pelayanan publik yang akuntabel adalah pelayanan yang
berdasarkan prosedur operasional standar (SOP).
Halaman 59
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
kesehatan, dan ditetapkan sebagai standar nasional bahkan standar internasional, dan
wajib dilaksanakan.
Kualitas pelayanan kesehatan dapat dinilai berdasarkan input, proses dan ouput.
Fasilitas kesehatan mewah dan alat kesehatan canggih merupakan faktor input yang
sering diasosiasikan dengan kualitas layanan yang baik oleh pengguna layanan
terutama masyarakat kelompok menengah ke atas. Sedangkan, SOP merupakan aspek
kualitas dari sisi proses di mana seluruh pelayanan dilakukan sesuai dengan standar
yang bisa dipertanggungjawabkan. Sedangkan output pelayanan dapat diukur dari
tingkat kepuasan pengguna layanan, tingkat kesembuhan, dan rendahnya kematian
ibu.
Selain itu, SOP disusun dengan mengacu pada standar pelayanan kesehatan sesuai
amanat UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik bahwa “Penyelenggara
berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan memperhatikan
kemampuan penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan” (pasal 20
ayat 1). UU tersebut juga mengamanatkan penyusunan Standar Pelayanan Publik
Halaman 60
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
(SPP) ini dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat seperti tersurat dalam
pasal 20 ayat (2), dengan tidak diskriminatif, terkait langsung dengan pelayanan,
memiliki kompetensi dan mengutamakan musyawarah, dan memperhatikan
keberagaman.
Selain itu, SOP dan standar pelayanan dapat membantu fasilitas kesehatan
mengidentifikasi kesenjangan antara layanan yang ideal dan situasi yang sebenarnya.
Informasi ini diberikan kepada instansi yang menetapkan prosedur tersebut sebagai
masukan untuk memperbaiki kinerja layanan dan organisasi.
Berbagai manfaat Standar Layanan dan SOP yang digunakan dalam organisasi
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sebagai alat standarisasi cara atau tindakan sehingga kapanpun kegiatan tersebut
dilaksanakan dan oleh siapapun, akan memperoleh hasil yang sama
2. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian
3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas
4. Memberikan informasi mengenai beban tugas yang dipikul oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya.
5. Sebagai instrumen yang dapat melindungi pegawai dari kemungkinan tuntutan
hukum karena tuduhan penyimpangan
6. Membantu pegawai menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung pada intervensi
manajemen,
sehingga akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari
7. Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugas
8. Menjamin konsistensi pelayanan kepada masyarakat, baik dari sisi mutu, waktu dan
prosedur
9. Memberikan informasi mengenai kualifikasi kompetensi yang harus dikuasai oleh
pegawai dalam melaksanakan tugasnya
10. Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas.
Halaman 61
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
SOP ANC dan kartu kontrol juga dilaksanakan di dua puskesmas mitra Kinerja lain di
Kabupaten Bengkayang, yaitu Puskesmas Seluas dan Puskesmas Bengkayang dengan
baik. Banyak contoh SOP dan standar layanan ANC bisa ditemukan di internet, di buku
dan dokumen lain yang disediakan oleh Kementerian Kesehatan. Misalnya, Puskesmas
Sungai Raya menggunakan contoh alur pelayanan antenatal terpadu dari Buku
Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu 2012 sebagai dasar untuk alur layanan KIA
mereka. Buku seperti ini sangat membantu dalam proses penyusunan SOP ANC, dan
disediakan gratis.
Halaman 62
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Gambar 2. Staff puskesmas mitra USAID Kinerja memetakan SOP dan capaian standar
pelayanan kesehatan di puskesmas mereka.
1. Pemetaan SOP dan standar layanan yang sudah ada di tingkat puskesmas
dan dinas kesehatan. Kepala Puskesmas Sungai Raya Kepulauan dan stafnya
mengumpulkan semua SOP dan standar layanan yang pernah dilaksanakan di
puskesmas, puskesmas pembantu, polindes, poskesdes, dan posyandu.
Kemudian, jenis SOP dan standar layanan diidentifikasi, dan dievaluasi apakah
SOP/ tersebut sudah sesuai standar yang direkomendasikan oleh dinas
kesehatan atau Kementerian Kesehatan.
2. Pemetaan SOP dan standar layanan yang seharusnya ada. Kepala
Puskesmas Sungai Raya dan staffnya serta perwakilan masyarakat yang
tergabung dalam forum multi-stakeholder (MSF) mendiskusikan kualitas layanan
kesehatan yang telah ada di puskesmas, standar pelayanan dan SOP.
Kemudian, mereka mengidentifikasi program dan kegiatan yang belum memiliki
SOP dan standar layanan, salah satunya adalah SOP ANC. Meskipun
puskesmas telah memiliki prosedur ANC sesuai dengan rekomendasi
Halaman 63
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 64
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Layanan ANC, Alur Rujukan Gawat Darurat Obstetri dan Neonatal, dan Waktu
Tunggu Pelayanan ANC dipasang di pintu Ruang KIA; Protab Antenatal Care
dari Kemenkes dipasang di dalam Ruang KIA; dan sebuah daftar tarif dibuat
untuk setiap jenis pelayanan tersedia di Puskesmas Sungai Raya dan diadakan
standing banner di ruang tunggu. Langkah-langkah ini memberikan kesempatan
paling besar kepada ibu hamil dan keluarganya untuk membaca dan memahami
pelayanan ANC yang seharusnya diberikan di Puskesmas tersebut.
7. Penetapan, sosialisasi dan pemasangan SOP di seluruh wilayah
pembinaan Puskesmas. Setelah SOP ANC diujicoba dan ditetapkan, prosedur
tersebut disosialisasikan dan dipasang di Puskesmas Sungai Raya Kepulauan
dan semua fasilitas puskesmas pembantu, polindes, poskesdes dan posyandu di
wilayah puskesmas. Hal ini dilakukan agar kualitas pelayanan kesehatan ibu
dan anak sama di semua fasilitas kesehatan.
Selain informasi tentang prosedur ANC, daftar tarif dan alur rujukan juga
dipasang di semua fasiltas kesehatan agar ibu hamil dan keluarganya lebih
memahami biaya pelayanan dan prosedur rujukan jika ibu mengalami persoalan
medis.
8. Sosialisasi SOP rutin. Kepala puskesmas perlu mensosialisaikan SOP ANC
kepada staff puskesmas dan para staff meneruskannya kepada masyarakat.
Sosialisasi ini perlu dilakukan secara rutin para staff kesehatan terkait dapat
terus mengingat proses dan langkah prosedur.
9. Penyusunan dan pelaksanaan kartu kontrol ANC untuk monitoring
pelaksanaan SOP. Tujuan utama pembuatan kartu kontrol ini adalah untuk
memonitor pelaksanaan SOP ANC. Puskesmas Sungai Raya Kepulauan adalah
puskesmas pertama yang menyusun dan melaksanakan kartu kontrol ANC ini.
Setiap ibu hamil yang diperiksa diberikan sebuah kartu kontrol yang berisi kolom
14 jenis pelayanan KIA yang seharusnya mereka terima. Tiap kotak di kolom
tersebut harus diberikan centang jika pelayanan tertentu diberikan kepada ibu
hamil. Misal, jika ibu hamil diberikan tablet zat besi, kotak di samping pelayanan
pemberian zat besi harus dicentang.
Halaman 65
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Gambar 3. Contoh kartu kontrol yang diunakan di salah satu puskesmas mitra USAID Kinerja.
Halaman 66
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
pelayanan KIA dengan kualitas yang sama di seluruh fasilitas kesehatan di wilayah ini
karena semua tenaga dan fasilitas kesehatan ini sudah memiliki SOP sudah jelas dan
tidak meragukan. Hasil ini luar biasa, karena pelayanan KIA di daerah lain sering
berbeda dari satu fasilitas ke satu fasilitas lain. Selain itu keluhan pasien tentang biaya
dan waktu tunggu sudah berkurang karena mereka dapat membacanya di alur
pelayanan yang terpasang di fasilitas kesehatan.
SOP ANC juga berpengaruh terhadap cakupan pelayanan KIA. Setelah standar dan
alur pelayanan KIA dipasang di fasilitas kesehatan, lebih banyak ibu hamil yang
memeriksakan kehamilan dan bersalin di fasilitas kesehatan karena mereka sekarang
lebih percaya kepada tenaga kesehatan. Para ibu hamil juga lebih memahami
pelayanan apa mereka harus diberikan pada saat pemeriksaan karena informasinya
sudah dipasang di Ruang KIA. Berikut adalah cakupan ibu yang memeriksakan
kehamilan dan bersalin dengan tenaga kesehatan dan di fasilitas kesehatan tahun
2012 dan 2013:
Cakupan pelayanan KIA untuk Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, KabupatenBengkayang, 2012-
2013
Persalinan Persalin Persalinan Persalinan Inisiasi ASI Kematian
ditolong an di fasilitas di rumah Menyusu Eksklusif Bayi
tenaga ditolong kesehatan Dini
kesehatan dukun
2012 338 29 224 143 208 77 14
2013 418 24 340 102 451 87 8
Dampak lain program SOP ANC adalah peningkatan cakupan inisiasi menyusui dini
(IMD). SOP ini mewajibkan semua bidan melakukan temu wicara dengan para ibu hamil
ketika untuk membicarakan masalah tentang KIA termasuk IMD dan ASI eksklusif.
Sejak temu wicara dilaksanakan, lebih banyak ibu paska-salin sadar dan melakukan
IMD dan ASI eksklusif. Melihat capaian ini,Puskesmas Sungai Raya Kepulauan
Halaman 67
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
memutuskan untuk membuat SOP IMD agar kualitas program IMD dapat terjaga
dengan baik.
Kartu kontrol juga meningkatkan rasa percaya diri para bidan, terutama bidan yang baru
lulus atau kurang berpengalaman, untuk memberikan pelayanan tertentu kepada ibu
hamil dan menjelaskannya kepada pasien saat diperiksa.
Kepatuhan bidan di wilayah Puskesmas Sungai Raya terhadap SOP dan standar
layanan ANC juga diawasi oleh Kepala Puskesmas. Beliau bertanggungjawab untuk
Halaman 68
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
memastikan semua stafnya memahami dan mengikuti SOP dan standar agar mutu
pelayanan KIA di seluruh fasilitas kesehatan di wilayah puskesmas terjamin.
Transparansi juga menjadi salah satu tantangan yang ditemukan di puskesmas. SOP
non medis yang telah disusun sering disimpan dalam laci meja dan tidak pernah
dipasang di tembok. Oleh karena itu, staff puskesmas perlu memahami bahwa
keterbukaan dan transparansi informasi akan meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap tenaga kesehatan. Pemahaman ini perlu dibangun sejak proses penyusunan
SOP.
Halaman 69
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 70
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
SOP ANC, standar layanan, dan alat monitoring seperti kartu kontrol ANC sangat
membantu upaya pencapaian tujuan kesehatan nasional. Pelaksanaan prosedur ini
dapat mendukung pemerataan dan meningkatkan transparansi pelayanan kesehatan.
Masyarakat terutama para ibu menjadi lebih percaya kepada tenaga kesehatan untuk
memeriksa kehamilan dan meminta bantuannya untuk bersalin. Untuk itu, dinas
Halaman 71
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Informasi kontak
Mahlil Ruby
Health Specialist, KINERJA-USAID
email: mruby@kinerja.or.id / drmahlil@hotmail.com
Halaman 72
Kantong Persalinan: Inovasi Sistem Informasi Ibu Hamil dan
Bersalin
3. Kantung persalinan belum rutin. Kantung persalinan belum dikelola secara rutin
karena bidan tidak ada waktu dan kepala puskesmas tidak terlalu memperhatikan.
Di wilayah mitra USAID Kinerja, sebagian besar puskesmas mempunyai kantung
Halaman 73
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
persalinan yang kurang berfungsi dan hanya menjadi hiasan dinding ruang KIA.
Dari hasil temuan Kinerja, ada banyak kantung persalinan yang tidak diisi. Meskipun
ada beberapa kantung persalinan yang tidak diisi, datanya tidak lengkap atau tidak
mencakup semua desa di wilayah pembinaan puskesmas. Jika ada yang diisi
lengkap, informasi tersebut tidak dimanfaatkan.
Bentuk inovasi
Setiap ibu hamil harus diperlakukan sebagai ibu yang selalu berpotensi berisiko dalam
kehamilan, persalinan dan nifas. Kepatuhan seorang ibu hamil dalam memeriksakan
kehamilannya sangat diperlukan agar setiap keluhan dapat ditangani sedini mungkin
sehingga risiko tinggi dapat diatasi dengan baik dan dengan risiko seminimal mungkin.
Salah satu upaya mendukung persalinan aman adalah mengenali tanda bahaya
kehamilan sedini mungkin. Dalam hal ini, bidan memiliki peran penting untuk
meningkatkan pengetahuan ibu hamil untuk dapat mendeteksi dini tanda bahaya
kehamilan. Deteksi dini ini dapat dilakukan dengan cara memeriksakan kehamilan
secara teratur.
Indikator yang menyatakan kunjungan ibu hamil telah memenuhi standar jumlah
kunjungan adalah cakupan K4. Cakupan K4 merupakan kontak ibu hamil dengan
tenaga kesehatan paling sedikit 4 kali di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Efektifitas pelayanan antenatal tidak hanya diukur berdasarkan keberhasilan cakupan
K4 saja, tetapi juga diperlukan keteraturan dalam melakukan kunjungan, agar informasi
yang penting bagi ibu hamil dapat tersampaikan. Salah satu metode yang dapat
digunakan untuk memonitor hal tersebut adalah pembuatan kantung persalinan.
Kantung persalinan merupakan suatu alat monitoring program persalinan aman oleh
Puskesmas yang berisi ringkasan singkat informasi kondisi ibu hamil dan kartu tersebut
disimpan dalam kantung sesuai dengan taksiran waktu persalinan. Dengan demikian,
ibu hamil akan punya informasi yang lengkap berkaitan dengan kehamilannya dari
waktu ke waktu, terutama tentang tanda bahaya kehamilan yang dapat mengancam
keselamatan ibu dan janin. Keberadaan kantung persalinan ini dapat mengurangi dan
Halaman 74
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
mencegah terjadinya komplikasi yang terjadi pada ibu menjelang dan saat persalinan
karena ibu hamil dan bidan dapat melakukan tindakan dan menyusun rencana
persalinan yang aman sesuai dengan kondisi ibu.
Halaman 75
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
fasilitas kesehatan lain di wilayah pembinaannya harus ditulis di sebuah kartu dan
dimasukkan ke dalam kantung persalinan sesuai dengan taksiran persalinanya.
Kantung persalinan tidak hanya
berisi data ibu hamil yang
mengunjungi puskesmas tetapi
juga ibu yang periksa di pustu
dan poskesdes/polindes. Bidan
desa wajib memberikan
informasi tentang ibu hamil di
desanya kepada bidan
koordinator diPuskesmas induk
setiap bulan agar puskesmas
juga mengetahui apakah ada
ibu berisiko tinggi di desa Gambar 2 Contoh Kantung Persalinan 1
tersebut dan kapan taksiran
persalinannya. Salinan data dari tiap ibu hamil harus disimpan di kantung persalinan
puskesmas induk agar bidan di puskesmas siap menerima rujukan persalinan dari
bidan desa jika ada komplikasi.
Halaman 76
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
tersebut: merah untuk risiko tinggi, kuning untuk risiko sedang dan hijau akan risiko
rendah.
1. Memetakan alat pemantau ibu hamil yang ada. Puskesmas yang ingin
membuat atau memperbaiki kantung persalinan perlu mengidentifikasi alat
pemantau ibu hamil yang sudah ada di puskesmas, seperti buku kohort, kalendar
persalinan, atau alat lain. Kemudian, identifikasi tujuan setiap alat tersebut -
apakah alat tersebut digunakan untuk mengumpulkan data PWS KIA, atau untuk
mempersiapkan puskesmas ketika menolong persalinan. Proses pemetaan ini
juga harus menilai penggunaan alat pemantau ibu hamil untuk mengetahui
apakah alat tersebut digunakan dan membantu bidan puskesmas serta
mengidentifikasi hambatan yang menyebabkan alat tersebut tidak digunakan.
3. Membuat peta ibu hamil. Peta merupakan peta wilayah kerja puskesmas.
Puskesmas menggunakan peta ini untuk mengetahui lokasi fasilitas kesehatan di
wilayahnya dan memantau lokasi ibu hamil. Peta bumil dibuat secara bersama
dari styrofoam, dan diperbarui ketika ada ibu hamil baru.
Halaman 77
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
ibu hamil di desanya. Oleh karena itu, bidan desa perlu membuat dua kartu
persalinan untuk setiap ibu hamil.
Semua kartu diberikan kepada bidan koordinator paling lambat dalam waktu satu
bulan setelah kartu tersebut dibuat. Kemudian, bidan koordinator atau bidan lain
di Puskesmas bertanggungjawab untuk menambahkan kartu tersebut ke dalam
kantung persalinan di puskesmas. Kemudian, informasi ibu hamil tersebut
dibahas bersama para bidan, staff puskesmas lain, dinas kesehatan dan anggota
masyarakat dalam lokakarya mini yang dilaksanakan setiap bulan. Lokakarya ini
akanlebih bermanfaat jika melibatkan anggota MSF dan kepala desa/camat agar
mereka mengetahui ibu hamil yang berisiko tinggi di desa/kecamatan mereka
serta lokasinya.
6. Menambah kantung inisiasi menyusu dini (IMD), ASI eksklusif, dan bawah
garis merah (BGM). Puskesmas mitra USAID Kinerja di Kalimantan Barat
melakukan inovasi untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi. Selain
menggunakan kantung persalinan, puskesmas juga membuat kantung IMD,
kantung ASI eksklusif dan kantung BGM yang dipasang di samping kantung
kantung persalinan. Ketiga kantung tambahan ini membantu para bidan
memantau cakupan IMD, ASI eksklusif serta status gizi dan kesehatan bayi.
Halaman 78
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 79
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
melakukan tugas mereka karena mereka tidak mengetahui setiap ibu hamil dan taksiran
persalinannya. Ibu sering bersalin di puskesmas karena fasilitas pustu dan polindes
dianggap kurang lengkap. Namun, staff puskesmas tidak dapat memperkirakan waktu
taksiran persalinan karena tidak ada data ibu hamil yang cepat diinformasikan ke
puskesmas. Sedangkan menulusuri data ibu hamil di buku kohort dan PWS KIA
memerlukan waktu banyak.
Sejak bekerjasama dengan USAID Kinerja melalui mitra organisasinya, PKBI Kalbar,
tenaga kesehatan di Puskesmas Singkawang Selatan lebih memahami manfaat
kantung persalinan. Sekarang, Puskesmas Singkawang Selatan dan fasilitas kesehatan
di wilayahnya telah memiliki kantung persalinan yang berisi informasi tentang semua
ibu hamil di wilayah ini. Selain itu, tenaga kesehatan lebih dapat menyiapkan dirinya
sejak dini untuk menolong persalinan, terutama kehamilan berisiko tinggi, karena sudah
mengetahui tentang kondisi ibu sebelum ibu datang ke puskesmas untuk bersalin.
Halaman 80
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Secara informal, bidan koordinator memonitor kantung persalinan setiap minggu. Beliau
bertanggungjawab untuk memastikan data semua ibu hamil sudah dimasukkan ke
dalam kantung persalinan sesuai dengan tingkat risiko kehamilan ibu. Bidan koordinator
dapat memeriksa kelengkapan data ini dengan membanding nama ibu hamil di kantung
persalinan dengan buku kohort. Bidan koordinator juga harus mengkaji ulang status
risiko ibu hamil dan memastikan statusnya sesuai dengan kondisi ibu tersebut,
termasuk warna kartu ibu dalam kantung. Jika bidan koordinator menemukan masalah,
beliau perlu memperbaikinya serta menyampaikannya kepada para bidan agar mereka
dapat mengisi kartu dengan benar. Selain bidan koordinator, bidan lain juga dapat
memeriksa kantung persalinan dan memastikan semua datanya benar.
Evaluasi secara formal dilakukan oleh dinas kesehatan melalui kunjungan rutin ke
puskesmas. Kunjungan ini bertujuan untuk memonitor pekerjaan dan cakupan
puskesmas, termasuk sistem data dan alat pemantau kesehatan seperti kantung
persalinan. Dinas Kesehatan memeriksa pemanfaatan kantung persalinan dan
memberikan masukan serta rekomendasi jika ditemukan tantangan. Dinas kesehatan
dapat memonitor beberapa hal sebagai berikut:
Halaman 81
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
- Apakah kantung persalinan diperbarui setiap ada ibu hamil yang periksa K1?
- Apakah kartu ibu yang sudah bersalin telah dikeluarkan dari kantung persalinan?
- Apakah bidan desa mengirim informasi ibu hamil ke bidan koordinator setiap
bulan?
- Apakah bidan koordinator mengkaji ulang setiap minggu?
- Apakah data ibu hamillengkap? (nama, umur, alamat, hari pertama haid terakhir
(HPHT), taksiran persalinan, risiko)
- Apakah semua bidan memahami fungsi kantung persalinan?
Salah satu puskesmas mitra USAID Kinerja yang berhasil melakukan monitoring
dengan baik adalah Puskesmas Singkawang Selatan. Monitoring dan evaluasi di
puskesmas ini dilakukan secara formal dan informal serta dibahas setiap bulan saat
arisan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) ranting wilayah. Pada saat arisan tersebut, semua
bidan di kecamatan Puskesmas Singkawang Selatan membahas penaksiran
persalinan, ibu hamil berisiko tinggi dan pemanfaatan kantung persalinan di wilayah
mereka.
Untuk mengubah perilaku ini perlu upaya besar karena bidan sudah lama bekerja
tanpa kantung persalinan. Hal ini terjadi karena banyak bidan tidak dapat membedakan
fungsi buku kohort dan kantung persalinan. Buku kohort digunakan untuk
mengunmpulkan data. Sedangkan kantung persalinan digunakan untuk memantau ibu
hamil dan mempersiapkan pertolongan persalinan.
Halaman 82
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Selain itu, kantung persalinan di beberapa puskesmas belum mencakup semua desa di
wilayahnya karena kurangnya sosialisasi tentang kebutuhan dan manfaat kantung
persalinan kepada bidan desa Tantangan ini dapat diatasi dengan komunikasi yang
lebih baik.
Forum ini biasanya hanya membahas isu yang dianggap lebih penting, seperti jaminan
kesehatan nasional (JKN). Pertemuan seperti ini perlu dimanfaatkan untuk
mendiskusikan lebih banyak isu karena kesehatan masyarakat merupakan
tanggungjawab bersama.
Halaman 83
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
mendukung persalinan aman. Melalui kerjasama ini, para bidan diharapkan dapat terus
memanfaatkan kantung persalinan.
Tantangan lain yang sering muncul adalah mekanisme berbagi informasi ibu hamil dari
pustu, poskesdes, polindes dan posyandu tidak berjalan baik. Akibatnya, kantung
persalinan di puskesmas hanya berisi data ibu hamil yang mengunjungi puskesmas dan
tidak ada informasi tentang ibu hamil yang mengunjungi fasilitas kesehatan lain di
wilayah puskesmas. Oleh karena itu, jalur pemberian dan pengambilan informasi ibu
hamil perlu diperbaiki. Upaya perbaikan tersebut dapat dilakukan melalui pembuatan
dan pelaksanaan SOP Kantung Persalinan serta memperjelas kewajiban dan
tanggungjawab bidan koordinator, bidan puskesmas, dan bidan desa. Semua bidan
perlu mendapat pelatihan tentang kantung persalinan.
Halaman 84
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
selama lebih dari tiga tahun, mulai terlihat perubahan dalam pemanfaatan kantung
persalinan di puskesmas dan fasilitas kesehatan laun. Jika puskesmas memperbarui
dan memanfaatkan informasi ibu hamil yang disediakan dalam kantung persalinan, para
bidan dapat mempersiapkan pertolongan persalinan sejak dini. Para bidan juga lebih
memahami kondisi kesehatan ibu di wilayah binaannya, dan mampu menyusun
rencana dan kegiatan yang lebih tepat. Hal ini berarti bidan bisa bekerja dengan lebih
efisien dan efektif, karena waktunya tidak terbuang-buang.
Selain itu, perlu ada penanggungjawab yang bertugas memeriksa kantung persalinan
setiap minggu dan memastikan data lengkap semua ibu hamil dan risikonya ada di
dalam kantung. Bidan koordinator atau bidan lain dapat menjadi penanggungjawab
program ini. Jika bidan tersebut menemukan masalah, mereka harus segera
menindaklajutinya, seperti membahas tantangan tersebut di lokakarya mini, melakukan
pelatihan ulang, atau memberikan teguran dan sanksi.
Halaman 85
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Informasi kontak
Mahlil Ruby
Health Specialist, USAID Kinerja
email: drmahlil@hotmail.com
Halaman 86
Pengelolaan Pengaduan: Sarana Meningkatkan Kualitas
Pelayanan dan Manajemen Puskesmas
Halaman 87
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Kondisi seperti yang diuraikan di atas terjadi hampir di sebagian besar puskesmas di
seluruh Indonesia. Dari sisi lain, masyarakat tidak terbiasa melakukan pengaduan
tentang pelayanan puskesmas. Selain itu, pengaduan masih sering dianggap sebagai
kritik bagi puskesmas sehingga mereka enggan menyediakan mekanisme pengaduan.
Halaman 88
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Bentuk inovasi
Halaman 89
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 90
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
strategi, alat dan cara baru untuk mengatasi persoalan dan memperbaiki pelayanan
yang diberikan kepada pasien.
Puskesmas Nanga Pinoh melayani sekitar 10-15 ibu hamil setiap hari, dan lebih dari
1,000 ibu bersalin ditolong tenaga kesehatan terlatih di wilayah kerja puskesmas ini
setiap tahun. Beberapa inovasi di Puskesmas Nanga Pinoh adalah pojok laktasi untuk
ibu yang membawa bayinya, kantong imunisasi bayi, dan inisiasi menyusu dini (IMD)
oleh setiap ibu yang bersalin.
Kepala Puskesmas dan stafnya sangat terbuka untuk menerima saran dan pengaduan
dari masyarakat – beliau percaya bahwa pendapat pasien bisa memperbaiki pelayanan
dan manajemen karena muncul dari posisi mereka sebagai pengguna layanan.
Pengalaman dan anggapan pengguna layanan pasti berbeda dengan pandangan yang
dimiliki pemberi layanan, dan Kepala Puskesmas Nanga Pinoh menghargai dua-
duanya.
Halaman 91
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 92
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Namun, setelah mengikuti lokakarya, pelatihan, dan mentoring dari USAID Kinerja,
Kepala dan staff ketiga puskesmas tersebut mulai memahami manfaat saran
masyarakat. Setelah mendapatkan pendampingan dari USAID Kinerja, Puskesmas
Rawak, yang sebelumnya tidak mempunyai kotak saran, sudah membuat dan
memasang sebuah kotak saran untuk pertama kalinya. Selain itu, semua Puskesmas
juga sudah melengkapi kotak sarannya dengan alat tulis dan kertas saran agar
masyarakat lebih mudah mengajukan keluhan dan masukan.
Untuk memastikan kotak saran terus digunakan, ketiga puskesmas ini juga menyusun
dan menetapkan SOP Pengelolaan Pengaduan. Prosedur ini menjelaskan pengertian
dan tujuan pengeloaan pengaduan, serta meresmikan perangkat yang dibutuhkan,
pelaksana, dan langkah-langkah penanganan keluhan. SOP ini merupakan capaian
yang hebat, karena baru beberapa puskesmas di seluruh Indonesia sudah memiliki
proses pengelolaan pengaduan yang resmi seperti ini.
Halaman 93
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Puskesmas Batua membuka kotak saran dan membahas pengaduan satu sampai dua
kali per bulan, bergantung jumlah saran yang masuk. Pembahasan ini dilakukan secara
partisipatif dan dihadiri oleh kepala dan seluruh staff puskesmas, kader dan anggota
PKK. Selain itu, Puskesmas Batua juga meletakkan kotak saran di kantor lurah, kantor
camat, dan posyandu di seluruh wilayah pembinaan Puskesmas Batua agar
mendapatkan lebih banyak masukan yang membantu meningkatkan pelayanan
puskesmas.
Bagi Kepala Puskesmas Batua, pengaduan itu penting dan bermanfaat karena menjadi
acuan untuk meningkatkan kinerja staf. Beliau sangat mendorong pasien untuk
memberikan masukan dan pendapat, karena menginginkan Puskesmas tersebut
“tumbuh bersama keluhan”.
Halaman 94
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
baru perlu dibahas, termasuk kotak saran, SMS, telpon, email, dan pengaduan
langsung. Harus dipikirkan juga bagaimana mekanisme pengaduan ini akan
dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi dan pengetahuan masyarakat
– misalnya, apakah kotak saranakan diletakkan di Puskesmas, atau di tempat
lain, seperti Posyandu, Kantor Camat, pasar, atau tempat lain? Persoalan seperti
akses ke alat pendukung (HP, internet), dan kemampuan masyarakat setempat
untuk membaca dan menulis juga harus dibahas – misalnya, kalau sebagian
besar pasien adalah buta huruf, mungkin kotak saran kurang sesuai untuk
Puskesmas tersebut. Karenanya, adanya banyak hal yang perlu didiskusikan
sebelum mekanisme pengaduan ditentukan.
Halaman 95
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Sebagai catatan, proses pengelolaan pengaduan ini akan lebih efektif apabila
melibatkan forum para pihak (MSF) pada level dimana unit layanan tersebut berada.
Berdasarkan pengalaman Kinerja, keberadaan MSF di tingkat kecamatan dapat
mengoptimalkan penerapan mekanisme pengelolaan pengaduan di Puskesmas. MSF
memiliki peran penting dalam memastikan pengaduan yang disampaikan oleh
masyarakat pengguna layanan, direspon dan ditindaklanjuti oleh penyedia layanan.
MSF di tingkat kecamatan ini, biasanya juga terlibat sebagai tim dalam melakukan
perbaikan pelayanan di unit layanan,atau dalam bahasa PermenPAN 13/2009 disebut
sebagai Tim Pelaksana Peningkatan Kualitas Pelayanan. Mereka juga berperan
melakukan koordinasi dengan MSF di tingkat kabupaten/kota untuk mengawal
rekomendasi teknis yang disampaikan kepada Dinas Kesehatan atau pihak lain,
sebagai tindak lanjut dari upaya perbaikan di puskesmas.
Halaman 96
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Selain itu, masyarakat juga lebih memahami fungsi kotak saran sebagai alat pengaduan
dan tidak lagi menganggapnya sebagai kotak amal. Masyarakat juga merasa lebih
Halaman 97
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
senang karena harapan mereka mendapatkan pelayanan yang lebih baik sudah mulai
dipenuhi oleh puskesmas.
Isu-isu seperti ini memang sudah diketahui oleh Puskesmas, tapi dengan adanya
pengadua, terbukti bahwa pelayanan mereka kurang memadai, dan bukti ini bisa
menjadi dasar advokasi kepada Dinas Kesehatan untuk permohonon dukungan (dana,
alat, obat, barang, dll). Umumnya,
Ada beberapa contoh menarik hasil dari pengelolaan pengaduan di puskesmas mitra
Kinerja:
Halaman 98
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Salah satu contoh perubahan di Puskesmas Batua yang muncul dari keluhan
adalah tentang antrian panjang di loket. Keluhan ini dibahas secara bersama dan
terbuka, dan kemungkinan solusi dipikirkan oleh tenaga kesehatan, petugas,
PKK, dan MSF. Solusi yang dipilih adalah memisahkan loket menjadi dua – satu
loket untuk pasien umum, dan satu loket untuk anak balita. Metode ini sangat
mempercepat waktu tunggu di loket, karena ada sekitar 200 pasien per hari yang
membutuhkan pelayanan kesehatan di Puskesmas Batua ini.
Halaman 99
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Selain monitoring informal, evaluasi resmi juga dilaksanakan setiap tahun untuk menilai
sistem pengaduan puskesmas secara utuh, dan mencari dan mengatasi persoalan agar
sistemnya dijadikan lebih efisien. Evaluasi ini dilakukan oleh Kepala Puskesmas dan
staffnya serta perwakilan masyarakat (MSF).
Pada awal pendampingan Kinerja, Kepala Puskesmas dan tenaga kesehatan kurang
memahami bahwa partisipasi aktif masyarakat merupakan syarat pelayanan publik
yang baik. Para staff puskesmas tidak terbiasa menerima pengaduan masyarakat
sehingga mereka menganggap pengaduan sebagai kritik bukan sebagai bantuan untuk
memperbaiki pelayanan. Namun, setelah mengikuti beberapa lokakarya dan diskusi
tentang manfaat keterbukaan dan tata kelola yang melibatkan masyarakat, staff
puskesmas lebih terbuka menerima saran dan kritik.
Halaman 100
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
masyarakat merasa kurang nyaman untuk mengajukan pengaduan atau saran karena
takut akan diberikan pelayanan yang buruk ataupun tidak dilayani jika puskesmas
mengetahui mereka membuat pengaduan. Tantangan ini dapat diatasi jika staff
puskesmas sering mengajak masyarakat untuk memberikan saran melalui mekanisme
pengaduan yang sudah tersedia. Pada akhirnya, pasien akan merasa berperan dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan dapat meminta hak kesehatan mereka
terpenuhi.
Halaman 101
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Tantangan ini dapat diatasi melalui SOP pengelolaan pengaduan dan/ atau alur
layanan. SOP ini mewajibkan puskesmas menindaklanjuti setiap pengaduan dengan
cara yang sama, tercatat dalam buku pengaduan dan dimonitor. Prosedur ini juga
dilengkapi tenggat waktu tindak lanjut masukan masyarakat. Berdasarkan pembelajaran
ini, mekanisme pengaduan harus dilengkapi dengan SOP dan alat pendukungnya.
Halaman 102
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Informasi kontak
Dr. Sien Setiawan
Kepala Puskesmas Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi
No. telp. : 0568 21043
Halaman 103
Meningkatkan Mutu Manajemen Pelayanan Kesehatan Ibu dan
Anak Melalui Janji Perbaikan Layanan: Hasil Pembelajaran dari
Puskesmas Sumberasih
Data yang ada di Puskesmas Sumberasih antara tahun 2005 – 2010 menunjukkan
bahwa setiap tahunnya masih ada kasus kematian ibu hamil, ibu bersalin, dan bayi.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemitraan bidan dan dukun selama ini belum
berjalan dengan baik, Standard Operating Procedure (SOP) manajemen pelayanan
puskesmas yang terkait dengan pelayanan ibu dan bayi di Puskesmas Sumberasih
belum disusun; survei pengaduan tidak pernah dilakukan dan belum direncanakan;
lama antrian pasien di loket bisa mencapai 30 menit; masih banyaknya susu formula
yang beredar di Puskesmas Sumberasih; belum adanya Tim Khusus yang bertugas
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan puskesmas selama jam
buka; serta belum adanya komitmen dari staf dan karyawan Puskesmas Sumberasih
dalam membangun kebersamaan tim untuk memberikan pelayanan terbaik.
Sangat jelas bahwa semua staf di Puskesmas Sumberasih dan fasilitas kesehatan di
wilayah pembinaannya bekerja keras untuk melayani pasiennya, termasuk sekitar 1000
ibu hamil tiap tahun. Namun, pada tahun 2012 seiring dengan dimulainya
pendampingan peningkatan Pelayanan KIA oleh Kinerja di Kabupaten Probolinggo
Halaman 104
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
disadari bahwa diakui mutu pelayanan tersebut perlu ditingkatkan agar ibu dan bayi
Kec. Sumberasih selamat dan sehat.
Bentuk inovasi
Gambar 1. Penandatanganan janji perbaikan layanan di salah satu puskesmas mitra USAID
Kinerja.
Halaman 105
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Melalui bantuan teknis USAID KINERJA yang diberikan melalui Lembaga Perlindungan
Anak (LPA), Puskesmas Sumberasih berupaya untuk meningkatkan alur pelayanan
yang lebih baik dalam proses layanan kesehatan bagi Ibu Hamil dan Bayi melalui
inisiatif perbaikan manajemen sebagaimana disebutkan diatas.
Inisiatif perbaikan manajemen dan perbaikan layanan yang dilakukan berdasarkan pada
hasil survei pengaduan dari masyarakat yang dilakukan melalui survei. Survei
pengaduan adalah sebuah metode untuk menghimpun berbagai keluhan, pengaduan,
atau komplain masyarakat selaku pengguna layanan atas kinerja pemberi layanan.
Halaman 106
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Pemberi pelayanan secara aktif menggali informasi dari masyarakat tentang hal-hal
yang masih menjadi keluhan masyarakat melalui wawancara terstruktur dengan
kuesioner. Kuesioner survei pengaduan disusun berdasarkan daftar pengaduan
masyarakat yang diperoleh dari lokakarya pengelolaan pengaduan. Kemudian
kuesioner ini digunakan dalam wawancara kepada masyarakat pengguna layanan
untuk menemukan besarnya pengaduan, kemudian dari jumlah pengaduan tersebut
disusun Indeks Pengaduan Masyarakat. Pelaksanaan survei pengaduan ini
sepenuhnya melibatkan multi-stakeholder forum (forum multi-pihak) tingkat Kecamatan
Sumberasih.
Janji Perbaikan Layanan merupakan salah satu upaya penting dalam peningkatan
pelayanan publik. Ini sesuai dengan amanat Undang Undang No. 25/2009 tentang
Pelayanan Publik dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.
13/2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi
Masyarakat. Janji Perbaikan Layanan Puskesmas merupakan suatu strategi untuk
memberikan jaminan kualitas layanan agar semakin responsif terhadap kebutuhan
masyarakat, serta semakin akuntabel dalam memberikan pelayanan baik kepada
pemerintah maupun masyarakat.
Halaman 107
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 108
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 109
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
di ruang tunggu Puskesmas agar semua pengguna layanan bisa melihat dan
membacanya.
9. Monitoring dan evaluasi Janji Perbaikan Layanan dan Rekomendasi Teknis oleh
MSF. Langkah ini dilakukan dengan maksud untuk memantau status atas
masing-masing janji dan rekomendasi perbaikan pelayanan publik dari
Puskesmas Sumberasih. MSF melakukan monitoring status janji dan
rekomendasi melalui kunjungan Puskesmas, di mana mereka mengecek apakah
tindakan perbaikan sudah dilakukan atau belum. Hasil monitoring ini
disampaikan kepada Kepala Puskesmas kalau ada janji yang belum terpenuhi,
dan kepada Dinas Kesehatan kalau ada rekomendasi yang belum terpenuhi.
10. Survei pengaduan dan janji perbaikan layanan dilakukan kembali. Puskesmas
Sumberasih sudah berencana melakukan survei pengaduan dan membuat janji
perbaikan layanan untuk kali kedua dan menjadikannya mekanisme regular yang
dilaksanakan secara rutin.
Halaman 110
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Di samping itu, ada beberapa kegiatan yang secara sasaran cukup efektif dan efisien
namun tidak harus disiapkan anggaran secara khusus. Kegiatan ini termasuk
pendekatan secara personal Kepala Puskesmas Sumberasih kepada dukun di wilayah
Puskesmas untuk menjalin kerjasama kemitraan dengan bidan. Hasilnya, dari tahun ke
tahun pendekatan personal Kepala Puskesmas ini telah meningkatkan angka kemitraan
bidan dan dukun di wilayah Puskesmas Sumberasih.
Kegiatan lain yang tidak memerlukan anggaran secara khusus adalah pengembangan
kapasitas untuk tim Puskesmas yang dilakukan secara langsung oleh Kepala
Puskesmas. Ini juga bermanfaat untuk membangun kebersamaan tim dalam
berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat.
Halaman 111
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Sejak program perbaikan manajemen dimulai pada tahun 2012, lebih banyak ibu hamil
dan keluarganya mencari pelayanan di Puskesmas Sumberasih. Ada peningkatan
yang cukup besar dalam jumlah ibu yang memeriksakan kehamilan di Puskesmas
Sumberasih dan fasilitas kesehatan di wilayah pembinaannya; ada juga peningkatan
persalinan ditolong tenaga kesehatan, seperti yang terangkum di tabel berikut.
Perbaikan manajemen ini juga berdampak pada meningkatnya kemitraan bidan dan
dukun; angka kemitraan bidan dan dukun meningkat dari tahun ke tahun, di mana pada
tahun 2011 sebanyak 128 dukun yang belum menjalin kemitraan dengan bidan; tahun
2012 ada 28 dukun; tahun 2013 ada 27 dukun; dan pada tahun 2014 hanya tinggal 8
dukun yang belum menjalin kemitraan dengan bidan.
Salah satu perbaikan manajemen yang banyak mendapatkan apresiasi dari masyarakat
pengguna layanan kesehatan Puskesmas adalah penggunanan registrasi fingerprint.
Inovasi ini muncul setelah banyak pasien (sejumlah 85 orang) mengeluh dalam survei
pengaduan tentang lama waktu menunggu di loket sampai 30 menit; masyarakat dan
Halaman 112
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
“Berdasarkan hasil survei ini, kami ketahui bahwa banyak pasien kami yang merasa
kurang puas karena harus lama menunggu. Meskipun kami telah menggunakan basis
data pasien secara elektronik, SIMPUSTRONIK, sejak tahun 2007, kami juga
menambahkan sistem pengenalan sidik jari dalam proses pendaftaran pasien akibat
adanya pengaduan dari masyarakat,” tutur Kepala Puskesmas Sumberasih, Pak
Hariawan Dwi Tamtomo.
c. Dampak lain
Sebuah jadwal kunjungan dokter selama hari libur sudah disusun oleh Kepala
Puskesmas Sumberasih sebagai jawaban kepada pengaduan terkait kebutuhan
masyarakat untuk dokter.
Pelayanan diberikan kepada ibu hamil saat diperiksa bidan sudah diratakan di seluruh
wilayah pembinaan Puskesmas Sumberasih. Bidan Puskesmas dan bidan desa
diingatkan tentang kewajiban untuk mengikuti prosedur dan standar SOP ANC.
Pengarahan tentang IMD dan ASI Eksklusif sekarang juga sudah diberikan setiap kali
Halaman 113
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
diperiksa dan pada kelas ibu hamil; sebuah SOP IMD disusun agar semua bidan wajib
melakukan IMD pada saat menolong persalinan, poster IMD dan ASI eksklusif pun
sudah dibuat dan dipasang di Puskesmas.
Dampak lain dari perbaikan manajemen ini adalah banyaknya prestasi yang telah diraih
oleh Puskesmas Sumberasih dan menjadi bukti keberhasilan upaya peningkatan
kualitas pelayanan. Prestasi yang telah diraih oleh Puskesmas Sumberasih antara lain
pada tahun 2012 menjadi Juara 1 Penilaian Kebersihan Puskesmas Rawat Inap dan
Juara 1 Penilaian Kinerja Tingkat Kabupaten Probolinggo. Pada tahun 2014, prestasi
Puskesmas Sumberasih lebih tinggi lagi, dengan meraih Juara II Puskesmas
Berprestasi Propinsi Jawa Timur, sebuah prestasi yang luar biasa.
Monitoring khusus dilakukan sekali setahun oleh anggota MSF bersama staf
Puskesmas. Seperti dibahas di bagian 1.3 diatas, MSF melakukan pembuktian status
atas setiap janji dan rekomendasi perbaikan pelayanan kesehatan. Monitoring ini
dilaksanakan pada saat kunjungan Puskesmas – MSF mewakili masyarakat dan
mengecek apakah tindakan perbaikan seperti dijanjikan sudah dilakukan atau belum.
Status janji (terpenuhi atau belum) dicatat dalam formulir monitoring Janji Perbaikan
Layanan, serta kegiatan yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk tindak lanjut
kalau dibutuhkan. Hasil monitoring ini disampaikan kepada Kepala Puskesmas kalau
ada janji yang belum terpenuhi, dan kepada Dinas Kesehatan kalau ada rekomendasi
yang belum terpenuhi.
Monitoring juga dilakukan secara berkala dengan melihat substansi dari pengaduan
masyarakat yang didapatkan dari mekanisme pengaduan seperti kotak saran,
kemudian dibahas dalam rapat khusus untuk mencari solusi atau penyelesaiannya.
Halaman 114
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Disamping itu, masyarakat yang menjadi responden takut kalau kritik yang mereka
sampaikan akan membawa dampak buruk kepada mereka apabila mereka ingin
mendapatkan layanan kesehatan di Puskesmas Sumberasih. Namun persepsi yang
sudah terlanjur berkembang di masyarakat tersebut mulai berubah pada saat
Puskesmas Sumberasih berhasil meyakinkan masyarakat bahwa Puskesmas
Sumberasih berkomitmen untuk terbuka dalam pengaduan masyarakat dan
berkomitmen tidak akan berpengaruh pada masyarakat yang menggunakan jasa
layanan kesehatan Puskesmas Sumberasih.
Halaman 115
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
pengaduan dari daerah lain juga membantu staf Puskesmas dan anggota MSF untuk
melakukannya dan menyusun sebuah Janji Perbaikan Layanan.
Halaman 116
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Jawa. Replikasi program janji perbaikan layanan sudah menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah di setiap wilayah mitra Kinerja, dan di sebagian besar daerah,
memang sudah direplikasikan. Lebih dari 100 Puskesmas sudah melakukan survei
pengaduan dan menyusun janji perbaikan layanan, dan lebih banyak lagi Puskesmas
lain yang juga menjadi tertarik kepada kegiatan tersebut. Inisiatif ini bisa direplikasikan
di mana saja.
Dinas teknis seperti Dinas Kesehatan telah mengalokasikan anggaran melalui kegiatan
tahunan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, sementara Multi-Stakeholder
Forum (MSF) melakukan kegiatan-kegiatan terkait dengan perbaikan manajemen
Puskesmas yang sesuai dengan kompetensi MSF dalam peningkatan keterlibatan
masyarakat. Beberapa hasil pembelajaran yang didapatkan dari pelaksanaan inisiatif
ini adalah sebagai berikut:
• Survei keluhan dan janji perbaikan layanan dapat menjadi jembatan dalam akses
keterbukaan dan merupakan masukan yang sebenarnya atau input real untuk
perbaikan manajemen dalam rangka peningkatkan pelayanan Puskesmas.
• Teknologi dapat mempercepat pelayanan dan menjadikannnya lebih efisien dan
efektif. Teknologi seperti registrasi fingerprint di loket Puskesmas sangat
diapresiasi oleh masyarakat karena lebih mudah digunakan dan tidak ada
persoalan jika mereka lupa membawa kartu identitas.
• Adanya Manager on Duty yang bertugas untuk mengawasi kegiatan Puskesmas
dan melaporkannya kepada Kepala Puskesmas adalah upaya yang cukup efektif
untuk menanggapi keluhan pasien dengan cepat dan tepat.
Halaman 117
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Informasi kontak
Muntajid Billah
Governance Advisor, USAID Kinerja
email: mbillah@kinerja.or.id
Halaman 118
Mencegah Pernikahan Anak Melalui Pendidikan Kesehatan
Reproduksi Bagi Remaja: Hasil Pembelajaran dari Kabupaten
Bondowoso
Selain itu, kematian ibu dan kehamilan remaja jauh lebih sering terjadi di Indonesia dari
pada di negara-negara lain di Asia Timur dan Pasifik. Diperkirakan 42,3 persen dari
setiap 1.000 kelahiran di Indonesia adalah oleh perempuan remaja.Tingginya angka
kehamilan remaja ini berkontribusi terhadap meningkatnya risiko kematian ibu. WHO
mencatat kematian ibu menjadi 8 persen di Indonesia pada tahun 2013, sementara
negara tetangga Indonesia yaitu Malaysia tercatat hanya 2 persen dan Singapura 0,5
persen.
Pemerintah Indonesia sejak lama telah memberikan perhatian khusus tentang kematian
ibu dan kehamilan remaja ini. Pada tahun 2014, Kementerian Kesehatan meluncurkan
rencana aksi nasional untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu yang
berfokus kepada peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, termasuk
remaja. Fokus ini dipilih karena tingkat kehamilan remaja masih terlalu tinggi akibat
praktik pernikahan anak yang masih dilakukan di beberapa daerah di Indonesia,
terutama di daerah pedesaan. Menurut studi SMERU "Prevalensi Pernikahan Anak dan
Faktor-faktor Penentunya diantara Wanita Muda di Indonesia" (2013), faktor ekonomi
merupakan pendorong utama pernikahan anak, diikuti oleh faktor sosial dan budaya.
Bondowoso, salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur, adalah salah satu daerah
dimana pernikahan anak masih sering dilakukan. Kabupaten ini memiliki persentase
pernikahan anak tertinggi se-provinsi Jawa Timur. Pada tahun 2011, persentase
Halaman 119
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
pernikahan anak di Bondowoso mencapai 50,9 persen. Praktik ini sering dilakukan oleh
keluarga miskin karena dianggap sebagai cara paling praktis untuk mengurangi beban
keluarga.
Pernikahan anak juga didukung oleh nilai-nilai budaya tradisional. Dalam budaya
Madura dan Jawa, apalagi di daerah pedesaan, orang tua akan khawatir dan merasa
malu jika anak perempuan mereka belum menikah saat berusia 15 tahun.
Selain itu nilai keagamaan juga berperan dalam praktik ini. Sebagian besar masyarakat
menganggap pernikahan merupakan cara terbaik untuk menghindari seks pra-nikah
yang dianggap sebagai dosa. Praktik ini diterapkan untuk semua kalangan termasuk
anak-anak. Hal ini diperburuk dengan rendahnya kualitas informasi kesehatan seksual
dan reproduksi bagi remaja di Bondowoso.
Halaman 120
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Bentuk inovasi
Untuk mengatasi tingginya angka kematian ibu dan bayi serta pernikahan anak,
pemerintah Kabupaten Bondowoso melakukan program pendidikan kesehatan
reproduksi sebagai bagian dari upaya kesehatan ibu dan anak. Sasaran program
tersebut adalah siswa, orang tua, dan masyarakat umum. Tujuannya terutama untuk
meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi remaja,
mencegah pernikahan anak, dan mengurangi jumlah kematian ibu dan bayi.
Halaman 121
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Setelah studi dilakukan, sebuah kelompok masyarakat dibentuk oleh beberapa anggota
masyarakat yang peduli terhadap isu kesehatan ibu dan anak (KIA). Kelompok yang
dikenal sebagai MSF (multi-stakeholder forum) ini melakukan advokasi kepada
pemerintah untuk memberikan perhatian lebih terhadap kesehatan ibu dan anak serta
reproduksi remaja. Berdasarkan advokasi MSF, Bupati Bondowoso menyusun
Peraturan Bupati baru tentang persalinan aman, inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI
eksklusif, serta isu pendidikan kesehatan reproduksi remaja. Bupati juga mengeluarkan
surat keputusan yang mengidentifikasi tokoh masyarakat perempuan maupun laki-laki,
termasuk istri Bupati sendiri, untuk berperan sebagai ‘duta kespro’ (kesehatan
reproduksi).
Istri Bupati juga menyandang peran penting bagi program ini dan diberi gelar ‘Bunda
Kespro’. Bunda Kespro ini sangat aktif dalam mempromosikan pendidikan kespro
remaja, dan telah berperan penting dalam kegiatan peningkatan pemahaman
masyarakat tentang kesehatan reproduksi remaja dan risiko pernikahan anak.
Tokoh agama – baik laki-laki dan perempuan – mempunyai peran penting untuk
mengurangi pernikahan anak di Bondowoso. Masyarakat Bondowoso sangat
menghormati para tokoh tersebut; masyarakat sering berkonsultasi dan berguru kepada
mereka. Oleh karena iu, Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso mulai bekerja
dengan tokoh agama dan memberikan mereka pelatihan dalam isu-isu kesehatan ibu
dan anak, agar pengetahuan mereka akurat dan dapat dipercaya. Para tokoh agama
kemudian sudah mampu memberikan informasi penting mengenai risiko fisik dan
mental pernikahan dini untuk remaja perempuan, dan menjadi pendukung kuat
terhadap upaya pemerintah.
Halaman 122
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
dengan tingginya jumlah siswa perempuan yang putus sekolah setelah menikah dan/
atau hamil. Para guru mulai memasukkan informasi kesehatan reproduksi remaja dalam
masa orientasi siswa (MOS) SMP dan SMA baru, dan pelajaran biologi. Saat ini, materi
kesehatan reproduski remaja sekarang sudah diberikan di semua SMP dan SMA di
seluruh Bondowoso. Para guru juga bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan
anggota PKK untuk berbagi pengetahuan kesehatan reproduksi dengan remaja dan
orangtuanya agar semua lebih sadar tentang risiko pernikahan usia anak.
Selain itu, para remaja juga berinisiatif membentuk Komunitas Langit Biru dan pendidik
sebaya. Mereka bekerjasama dengan LSM Kampung Halaman untuk meningkatkan
kesadaran para remaja tentang kesehatan reproduksi melalui media. Kegiatan ini
sangat didukung oleh dinas kesehatan karena remaja lebih cenderung untuk
mendengarkan rekan-rekan mereka. Ini adalah pertama kalinya remaja dilibatkan oleh
program pemerintah di Bondowoso. Kelompok ini melakukan kegiatan penyadaran
publik dan mengadakan pertemuan tiap dua minggu. Sementara itu, program pendidik
sebaya muda diawali di empat kecamatan, dan sekarang berjalan di 25 daerah. Jumlah
remaja yang sudah menjadi pendidik sebaya telah meningkat dari 24 sampai 279
orang.
Halaman 123
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian PKBI ini dan advokasi dari MSF, Bupati Bondowoso
menandatangani Peraturan Bupati no.41 tahun 2012 tentang Persalinan Aman, Inisiasi
Menyusu Dini dan ASI Eksklusif. Peraturan ini bertujuan untuk memastikan ibu bersalin
dengan aman. Peraturan ini juga mencakup kesehatan reproduksi untuk remaja. Selain
itu, Pemerintah Kabupaten Bondowoso menunjuk istri bupati sebagai bunda kespro dan
istri kepala desa/ kelurahan dan camat menjadi duta kespro. Salah satu tugas mereka
adalah mendukung pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja di wilayah mereka.
Untuk mendukung program ini, pemerintah kabupaten Bondowoso mengeluarkan Surat
Keputusan 188.45/450.A/430.6.2/2012 dan No.188.45/1698/430.6.2/2013.
Setiap pihak yang terlibat dalam program ini melakukan kegiatan yang sesuai dengan
peran masing-masing. Misal, dinas kesehatan dan LSM mitra melakukan pelatihan
kesehatan reproduksi remaja untuk siswa, guru, tenaga kesehatan, dan tokoh agama.
Selain itum lomba ‘kuliah tujuh menit’ dengan topik kesehatan reproduksi diadakan dan
dihadiri oleh 50 tokoh agama. Keterlibatan para ulama tidak hanya berhenti pada lomba
Halaman 124
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
khotbah, mereka juga aktif menyampaikan pesan tentang kesehatan reproduksi kepada
masyarakat melalui ceramah mereka. Para guru juga diajari tentang cara memasukkan
materi kesehatan reproduksi remaja sebagai bagian dari mata pelajaran mereka.
Salah satu hal yang unik dari program ini adalah bahwa pendidikan kesehatan
reproduksi remaja dimasukkan dalam masa orientasi siswa (MOS) bagi siswa baru di
tingkat SMP dan SMA. Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowoso bekerja sama dengan
LSM lokal untuk melakukan kegiatan pendidikan ad-hoc, sementara anggota dari
Persatuan Guru Peduli Kespro sering mengunjungi tiap kecamatan untuk
mempromosikan isu-isu kespro remaja kepada pejabat lokal dan orang tua.
Respon remaja terhadap pelatihan ini sangat positif. Untuk setiap sesi latihan, hanya 50
kursi tersedia, namun lebih dari 300 siswa-siswi mendaftar. Setelah mengikuti pelatihan
ini, para remaja mampu membuat film pendek tentang kesehatan reproduksi dan
diunggah di media sosial. Salah satunya adalah film pendek ‘Tak Mau Seperti Ibu’ yang
diunggah di Youtube. Video ini bercerita tentang pengalaman seorang ibu yang
menikah ketika berusia 12 tahun. Pembuat film ini mendorong para perempuan tetap
bersekolah dan menunda pernikahan mereka.
Duta kesehatan reproduksi melibatkan para remaja untuk menjangkau para pemuda.
Para duta ini berperan sebagai pendidik sebaya dan membentuk kelompok monitoring
dan evaluasi. Tujuan kelompok ini adalah untuk mengetahui apakah ada keluarga
setempat yang mungkin berniat untuk menikahkan anak perempuan mereka; jika
Halaman 125
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
ditemukan, keluarga tersebut diberikan informasi tentang risikonya pernikahan dini dan
manfaatnya kalau pernikahan ditunda, dan didorong untuk memberpolehkan anak
perempuannya lanjutkan pendidikannya.
Sosialisasi tidak hanya dilakukan secara off-air, tetapi juga dilakukan melalui siaran
radio lokal. Stasiun ini secara rutin menyediakan waktu untuk topik kesehatan
reproduksi remaja dan pencegahan pernikahan anak yang disiarkan mengikuti waktu
senggang remaja, yaitu hari Sabtu. Banyak pendengar juga mengajukan pertanyaan
tentang masalah-masalah kespro yang dihadapi oleh remaja.
Halaman 126
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Selain dana di atas, dua media lokal juga memberikan bantuana. Radio Pasopati
menyiarkan talkshow kespro remaja selama satu jam sampai enam kali (senilai Rp
2,100,000), dan Radar Jember, sebuah Koran lokal, menerbitkan berita tentang kespro
(bernilai Rp 15,600,000).
Gambar 3. Pelatihan dan peningkatan kesadaran tentang isu kesehatan reproduksi remaja sangat
diperlukan untuk menurunkan angka pernikahan usia anak di Kabupaten Bondowoso
Ada beberapa hasil penting yang dihasilkan dari program kesehatan reproduksi remaja
di Kabupaten Bondowoso:
a. Peraturan Bupati tentang persalinan aman, inisasi menyusui dini dan ASI
eksklusif yang mencakup kesehatan reproduksi remaja merupakan salah satu
Halaman 127
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 128
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Hasil program terkait perempuan, pernikahan anak, dan kesehatan, adalah sebagai
berikut:
Halaman 129
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
sesuai dan optimal bagi ibu. IPM di Bondowoso sudah meningkat dari 63,81
pada 2011, dan menjadi 64,98 pada tahun 2012, kemudian menjadi 65,42 pada
tahun 2013.
f. Kepercayaan tradisional yang menganggap kesehatan reproduksi adalah tabu
sudah mulai dikikis. Selain itu, stigma terkait perempuan yang belum menikah
ketika berusia 15 tahun sudah mulai dihilangkan. Ini merupakan hasil yang
sangat luar biasa karena para ulama dan para tokoh masyarakat terlibat luas
dalam kampanye anti-pernikahan anak.
Monitoring dan evaluasi juga dilakukan oleh masing-masing pihak secara sendiri-
sendiri, baik oleh pemerintah maupun LSM. Misalnya, data kesehatan terkait jumlah
pernikahan dan angka kematian ibu dan bayi dikumpulkan oleh bidan desa dan bidan
koordinator di puskesmas dan disampaikan kepada dinas kesehatan, sedangkan data
Halaman 130
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
anak putus sekolah dikumpulkan oleh sekolah dan disampaikan kepada dinas
pendidikan. Hasil tersebut kemudian dianalisis secara bersama-sama dengan beberapa
pihak saat pertemuan koordinasi.
Kegiatan monitoring kesehata reproduksi remaja juga dilakukan kelompok remaja, guru,
tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Kegiatan ini memang kurang resmi tapi tetap
berdampak kepada penurunan angka pernikahan dini di Bondowoso.
Pernikahan usia anak dianggap oleh masyarakat Bondowoso sebagai solusi paling
tepat untuk menghindari seks pra-nikah antara remaja. Namun, karena membahas isu-
isu seperti kesehatan reproduksi remaja dianggap tabu, orang tua jarang memberikan
cukup informasi kepada anaknya. Orang tua lebih suka kalau dapat menikahkan anak
perempuan sebelum dia tertarik berhubungan dengan laki-laki. Pernikahan anak juga
dianggap sebagai jalan keluar kemiskinan karena dengan demikian jumlah anggota
keluarga yang bergantung kepada orang tua akan menurun.
Halaman 131
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Perubahan perilaku dan nilai budaya selalu membutuhkan waktu yang panjang dan
upaya yang kuat oleh semua pihak. Apa lagi di daerah seperti Kabupaten Bondowoso,
di mana tingkat pendidikan masih rendah (rata-rata hanya 5.94 tahun bersekolah) dan
tingkat pengembangan ekonomi belum begitu tinggi.
Tantangan ini diatasi melalui keterlibatan aktif semua pihak masyarakat baik
Pemerintah dan LSM dalam upaya mempromosikan kespro remaja dan bertujuan
menghilangkan pernikahan anak. Upaya-upaya ini dilakukan melalui kegiatan
pendidikan dan kampanye bersasaran remaja, orang tua, dan masyarakat umum.
Tokoh agama dan masyarakat, termasuk istri Bupati, istri kepala desa, dan istri kepala
camat, bekerja bersama tenaga kesehatan dan guru untuk memberikan pendidikan
kespro remaja di tingkat sekolah. Kegiatan ini merupakan sesi dalam masa orientasi
siswa (MOS) dan pemberian pendidikan kespro dalam subyek sekolah, serta roadshow,
khotbah, pelatihan training of trainers, dan peningkatan kesadaran orang tua.
Yang tidak bisa diabaikan adalah peran remaja dalam mengatasi tantangan budaya.
Para remaja Kab. Bondowoso berperan sebagai pendidik sebaya untuk meningkatkan
kepahaman remaja lain tentang kesehatan reproduksi, melalui , media sosial, talkshow
radio, video YouTube, dan percakapan dalam pergaulan sehari-hari.
Halaman 132
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Sebagai Bunda Kespro, isteri Bupati akan melanjutkan kegiatan promosi kespro dan
penurunan pernikahan dini. Peran remaja sebagai duta kespro juga akan berlanjut,
serta kontribusi relawan dari kelompok perempuan, guru, tokoh agama, dan tokoh
masyarakat lain.
Program training of trainers yang sudah dilakukan menghasilkan ratusan guru dan
tenaga kesehatan yang mampu melakukan promosi penundaan pernikahan dan
peningkatan kesadaran kesehatan reproduksi. Hasil seperti ini akan membantu
program menyebar secara mandiri pada tahun-tahun mendatang.
Pendidikan kespro remaja sudah dimasukkan dalam masa orientasi siswa (MOS) untuk
semua siswa-siswi yang baru masuk SMP dan SMA di seluruh Bondowoso. Program
MOS serta pemberian informasi kespro dalam subyek sekolah ini akan tetap
dilanjutkan.
Program pendidikan sebaya berfokus kepada remaja akan berlanjut, dan akan
melibatkan remaja yang pernah berhasil menunda pernikahan sampai mereka sudah
menjadi dewasa. Program ini juga mempromosikan dampak negatif pernikahan dini,
seperti menyebabkan anak perempuan putus sekolah, tingginya perceraian maupun
menyebabkan terjadinya kematian ibu dan bayi.
Jurnalis warga sudah mulai menggunakan pengetahuan baru mereka untuk menulis
dan membuat video tentang pernikahan usia dini dan kespro remaja. Penerbitan dan
penyiaran media mereka akan memastikan liputan media tetap mendorong pemerintah
Kab. Bondowoso untuk menghilangkan pernikahan dini. Peningkatan kesadaran melalui
seni dan media sosial juga dilakukan tanpa berhenti.
Dari perspektif budaya, tabu terkait kesehatan reproduksi dalam masyarakat konservatif
sudah mulai dipecahkan dan dihilangkan. Tokoh agama pun sudah terlibat dan
berperan aktif dalam promosi dan pembahasan kespro remaja dalam pengajaran dan
khotbah mereka.
Halaman 133
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Inisiatif ini bisa direplikasi di seluruh Indonesia, asalkan ada komitment dan
kepemimpinan kuat dari kepala daerah, pemerintah daerah, dinas setempat, dan tokoh
masyarakat. Pemerintah Kab. Bondowoso sangat bangga tentang keberhasilan
program mereka, dan Bupati sudah sering diajak menghadiri dan berbagi pengalaman
di cukup banyak acara. Daerah lain, seperti Kab. Sambas di Kalimantan Barat dan Kab.
Bulukumba di Sulawesi Selatan, sudah berminat untuk mereplikasikan program kespro
remaja Bondowoso.
Harus diakui bahwa program ini tidak merupakan seri regulasi dari atas (yaitu dari
pemerintah) tapi adalah inisiatif akar rumput yang melibatkan semua bagian dari
komunitas, seperti LSM, relawan, guru-guru, petugas kesehatan, tokoh agama, tokoh
masyarakat, dan remaja. Hal ini dipercaya akan membuat program lebih berkelanjutan.
Kemitraan antara tokoh agama, tokoh masyarakat, dan media dibutuhkan untuk
meningkatkan kesadaran tentang kespro remaja dan pernikahan dini, dan untuk
membentuk forum untuk remaja agar mereka bisa membahas isu-isu kespro di antara
mereka sendiri.
Pembelajaran yang paling penting dari program ini adalah pengaruh dan dampak
keterlibatan remaja dalam perubahan mindset dan sikap masyarakat terkait pernikahan
usia anak dan kesehatan reproduksi. Para remaja harus dilibatkan secara aktif dalam
Halaman 134
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Dari inisiatif Bondowoso ini, terbukti bahwa perilaku dan kepercayaan budaya terkait isu
kontroversial seperti kespro remaja dapat diubah. Namun, perubahan mindset ini
membutuhkan waktu panjang dan komitmen yang kuat, dan tidak bisa semata di dari
atas (yaitu oleh pemerintah). Seperti terlihat di Bondowoso, masyarakat setempat harus
terlibat secara aktif dan ikhlas dalam program terkait masa depan mereka.
Pernikahan anak juga bisa ditemukan di kalangan sekolah swasta dan pesantren.
Sebuah program atau kemitraan antara pemerintah dan sekolah-sekolah ini perlu
diadakan agar siswa-siswi sekolah swasta dan pesantren pun dapat menerima
informasi kesehatan reproduksi yang benar dan lengkap.
Selain itu, perlu juga kemitraan antara Dinas Kesehatan dan Kantor Urusan Agama
agar informasi kesehatan reproduksi bisa dimasukkan dalam kursus calon pengantin
untuk pasangan muda. Kursus calon pengantin ini sudah wajib diikuti, tapi belum
memberikan pemahaman kesehatan reproduksi yang sangat penting untuk perempuan
yang belum selesai berkembang dan bertumbuh. Pasangan muda yang ingin menikah
perlu didorong oleh KUA untuk menunda pernikahan mereka, atau paling minim untuk
menunda kehamilan sampai baik isteri maupun suami sudah siap secara fisik dan
psikologis.
Halaman 135
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
lebih banyak daerah, pernikahan anak bisa diturunkan atau bahkan dihilangkan
segera.
Informasi kontak
Dr. Titik Erna Erawati
Kepala bidang kesehatan keluarga, Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso
email: titikernaerawati@yahoo.com
Halaman 136
Magang Bidan Desa di Rumah Sakit Umum Daerah Luwu
Selain itu, faktor budaya seperti kebiasaan melahirkan di rumah dan kurangnya
kepercayaan masyarakat kepada para bidan menjadi salah satu penyebab kematian ibu
dan bayi. Sekitar 10 persen ibu hamil di kabupaten ini memilih bersalin dengan
pertolongan dukun. Persentase ini lebih tinggi di kecamatan yang berada di wilayah
pegunungan, yaitu 20 hingga 30 persen. Pada tahun 2012, 15 ibu dan 49 bayi
meninggal di daerah ini. Sebagian besar ibu tersebut meninggal karena pendarahan
dan tekanan darah tinggi. Kejadian tersebut umumnya dipengaruhi oleh latar kehidupan
sosial budaya masyarakat yang masih mempercayai dan meyakini mitos-mitos seputar
kehamilan dan persalinan, sehingga masyarakat lebih memilih dukun untuk mendapat
perawatan kehamilan dan praktik persalinan.
Di Luwu, dukun memiliki peran sosial yang penting. Mereka dianggap sebagai ‘sanro’
yang akan menentukan kebahagiaan dan kesejahteraan anak sejak dikandung, pada
saat dilahirkan, sampai saat anak-anak tersebut tumbuh kembang dan membangun
sebuah keluarga. Kepercayaan ini bermakna bahwa dukun beranak (sanro) akan selalu
hadir dan memberikan perhatian kepada anak yang dilahirkan hingga anak
berumahtangga. Dalam konteks ini, jika anak sakit, maka sanro harus melakukan
perannya untuk mengobati dan merawat si anak hingga sembuh.
Selain faktor geografis dan budaya, fasilitas kesehatan juga kurang dapat memberikan
pelayanan yang memadai. Di kabupaten Luwu, terdapat 21 Puskesmas; tujuh
diantaranya merupakan Puskesmas Rawat Inap, dan enam merupakan Puskesmas
Halaman 137
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
PONED (Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar). Tidak ada Rumah Sakit
PONEK (Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif) di Luwu. Masih
rendahnya tenaga kesehatan yang bekerja sesuai standar kelayakan profesi baik
pelayanan ANC maupun persalinan.
Bentuk inovasi
Kabupaten Luwu merupakan salah satu dampingan USAID Kinerja di Sulawesi Selatan.
Selama bekerjasama dengan program ini, Kabupaten Luwu telah membuat beberapa
inovasi perbaikan pelayanan persalinan aman. Salah satunya adalah program magang
Bidan Desa di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Batara Guru di Belopa, ibu kota
Kabupaten Luwu dengan pembiayaan dari APBD 2013. Program magang ini bertujuan
meningkatkan kompetensi bidan desa.
Halaman 138
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 139
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Praktik magang ini merupakan inovasi yang pertama kali diterapkan di Kabupaten
Luwu. Inisiatif dan inovatif pemerintah daerah ini juga merefleksikan penerapan yang
baik tentang prinsip otonomi daerah bidang kesehatan, di mana diharapkan
berkembangnya kreativitas-kreativitas lokal dalam menangani permasalahan lokal
dengan menggunakan sumber daya sendiri.
Program magang ini diharapkan dapat lebih meningkatkan kompetensi bidan di desa
karena proses belajar dan latihan dilakukan saat jam pelayanan rumah sakit.
Menggunakan metode ini, bidan desa langsung dapat mengamati tindakan pelayanan
kebidanan yang ada di rumah sakit dan mempraktekkannya sendiri di bawah
pengawasan dari bidan senior dan dokter kandungan yang bekerja di rumah sakit itu.
Praktik magang ini dapat juga meningkatkan kepercayaan diri para bidan, sehingga
mereka lebih mampu untuk mengambil inisiatif saat menghadapi masalah di desa. Para
bidan desa mengikuti magang di RSUD Batara Guru Belopa selama dua minggu. Bidan
yang magang ditargetkan melakukan pertolongan langsung persalinan, sehingga
kompetensinya benar-benar teruji.
Inovasi yang melibatkan lintas instansi ini cukup efisien karena mereka dapat
menggunakan sumber dayanya masing-masing secara optimal. Kerjasama lintas
instansi ini mendorong pemerintah kabupaten melakukan pembiayaan program bidan
magang menggunakan APBD Luwu Utara tahun 2013 yang dituangkan dalam RKA dan
DPA bidang bina kesehatan masyarakat dinas kesehatan.Proses perencanaan dan
penganggaran seperti ini menunjukkan adanya pola perencanaan yang bersifat dari
bawah ke atas dan partisipatif karena kegiatan magang bidan desa berawal dari
masalah lapangan yang aktual dan mendesak untuk direspon segera. Perencanaan
dan penganggaran ini menunjukkan bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu sudah
Halaman 140
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Hal inovatif yang menarik lainnya adalah partisipasi organisasi profesi IBI dan
perangkat desa. IBI Cabang Luwu berperan untuk memberikan masukan kepada dinas
kesehatan terkait masalah kurangnya kompetensi bidan desa saat ini sehingga program
magang akan lebih efektif. Selain itu, perangkat desa lainnya berpartisipasi dengan
cara berbagi pengalaman mereka berinteraksi dengan bidan dan menyampaikan
informasi tentang program magang bidan sebagai salah satu cara meningkatkan
kapasitas mereka. Para perangkat desa tersebut diharapkan mampu membantu
masyarakat lebih percaya kepada bidan desa.
1. Gagasan awal
Rasionalisasi gagasan yang disertai keinginan kuat kalangan bidan senior untuk
membantu dalam peningkatan keterampilan bagi bidan desa mendapat respon dari
kepala bidang bina kesehatan masyarakat untuk selanjutnya dikonsultasikan
kepada kepala dinas kesehatan. Kemudian, kepala dinas meminta untuk
melakukan penjajakan lokasi magang yang awalnya tempat magang hanya
ditujukan di puskesmas. Namun karena pertimbangan fasilitas yang kurang
memadai, sehingga tempat magang diarahkan pada Rumah Sakit Umum Daerah
Batara Guru Belopa.
Halaman 141
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Di tingkat RSUD Batara Guru Belopa, potensi banyak digali tentang kesiapan pihak
rumah sakit untuk memberikan pelatihan/magang bagi bidan desa dengan
mempertimbangkan ketersediaan tenaga bidan senior yang dapat berperan sebagai
pelatih dan pengawas selama periode magang. Selain itu, peluang pembiayaan
yang dapat dialokasikan oleh rumah sakit selaku SKPD tersendiri dalam organisasi
Pemerintahan Kabupaten Luwu juga dijajaki.
Hasil penjajakan dua institusi ini kemudian melahirkan kesimpulan bahwa secara
institusional proses magang bisa diwujudkan sepanjang institusi-institusi ini
menyepakati norma bersama sebagai aspek hukum dan pedoman teknis dalam
bentuk MoU.
Halaman 142
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
4. Penyusunan MoU
Naskah MoU ditulis oleh bidang bina kesehatan masyarakat dibantu oleh staff
USAID Kinerja dan IBI. IBI lebih banyak memberikan masukan teknis tentang fokus
materi magang bagi bidan desa, yaitu aspek teknis kebidanan seperti perawatan
ibu hamil, proses persalinan, perawatan masa nifas, perawatan bayi baru lahir,
inisiasi menyusu dini (IMD), dan penanganan komplikasi penyakit yang dialami oleh
ibu hamil. Selain itu, IBI juga meminta bidan desa mempelajari pencatatan dan
pelaporan rekam medik agar mereka mengetahui pentingnya data dalam
pengambilan keputusan.
Halaman 143
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Akhirnya pada tanggal 3 April 2013, MoU ditandatangani oleh institusi pelaksana,
yakni Kepala Dinas Kesehatan Kab. Luwu dan Kepala RSUD Batara Guru Belopa
serta Bupati Kabupaten Luwu. Penandatanganan dilakukan di Kantor Kemenag
bersamaan dengan penandatanganan Perbaikan Janji Layanan Kesehatan. MoU ini
kemudian menjadi aspek hukum dasar pelaksanaan magang bidan desa di RSUD
Batara Guru Belopa.
Selama bidan desa melakukan magang di RSUD Batara Guru Belopa, mereka
dibimbing oleh bidan senior (koordinator bidan tingkat kabupaten dan Bidan
Koordinator tingkat puskesmas) dan dua orang dokter kandungan dalam
memahami dan mempraktekkan tindakan-tindakan pelayanan kebidanan. Bidan
pembimbing magang membagi dua tahapan pembimbingan, yakni pada minggu
pertama, para bidan desa hanya diminta untuk melakukan observasi-observasi
tindakan sambil mengembangkan proses diskusi interaktif. Pada minggu kedua,
mereka sudah diberi kesempatan untuk melakukan tindakan pelayanan di bawah
pengawasan ketat dari bidan pembimbing.
Halaman 144
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
anggaran yang digunakan pada kegiatan pemagangan ini sebanyak 150 juta Rupiah.
Jumlah anggaran ini ditujukan untuk membiayai kegiatan orientasi awal, manajemen
kegiatan, honor pembimbing, honor pengawasan, dan pertemuan-pertemuan evaluasi
pelatihan. Tentu saja besaran dana kegiatan sangat ditentukan oleh durasi
pelaksanaan magang dan jumlah peserta yang akan diikutkan. Belajar dari praktek
magang di Kabupaten Luwu ini didapatkan informasi bahwa dana sebesar 150 juta itu
diperuntukkan pada sasaran sebanyak 200 bidan desa dengan durasi waktu magang
masing-masing selama dua minggu.
Jika memperhatikan seluruh proses kegiatan yang dimulai dari tahap sosialisasi ide
sampai tahapan pelaksanaan magang, sebenarnya masih banyak unit pembiayaan
yang belum mendapatkan alokasi dana. Kondisi tersebut dipahami mengingat program
ini masih dalam taraf uji coba yang memerlukan perbaikan dimasa yang akan datang.
Proses perencanaan dan penganggaran pada tahun berikutnya tentu memperhitungkan
keseluruhan proses yang dibutuhkan.
Halaman 145
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
magang yang secara efektif mampu meningkatkan keterampilan bidan (soft skill
maupun hard skill) dalam memberikan pelayanan di masyarakat desa.
Para bidan desa saat ini, sudah memahami dengan baik mekanisme kerja sistem
kesehatan rumah sakit hubungannya dengan pelayanan kesehatan puskesmas, pustu
dan polindes. Pengetahuan ini memberikan perubahan dasar bagi kalangan bidan
dalam melaksanakan sistem rujukan yang dalam beberapa kasus, keterlambatan
rujukan dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan bidan, di samping faktor-faktor lain
yang berperan.
Terkait sikap, kegiatan magang ini menciptakan perubahan kepercayaan diri sehingga
munculmotivasi di kalangan bidan desa. Terdapat motivasi yang kuat untuk melakukan
pendampingan intensif di desa khususnya terhadap keluarga-keluarga yang memiliki
ibu hamil. Sebelum dilakukan magang ditemukan bahwa bidan desa hanya
melaksanakan kegiatan-kegiatan rutin sesuai dengan instruksi kerja, bahkan biasa
terjadi bidan tidak berada di desa dengan berbagai alasan. Dampak langsung
Halaman 146
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
perubahan sikap pelayanan bidan adalah meningkatnya kinerja bidan yang dibuktikan
dengan intensitas keberadaan di desa dan tingkat perhatian yang diberikan kepada
setiap ibu hamil semakin tinggi.
Hasil kegiatan yang tak kalah pentingnya adalah perubahan tindakan praktis pelayanan,
yakni meningkatnya keterampilan bidan desa dalam melakukan pemeriksaan
kehamilan, menolong persalinan, menggunakan alat-alat kesehatan untuk menangani
komplikasi seperti cara pemasangan infus, cara penggunaan inkubator bayi, cara
pemotongan tali pusar, cara perawatan bayi baru lahir, cara memandikan bayi, cara
penanganan masa nifas, dan aspek teknis kebidanan lainnya. Bidan desa sudah
memiliki inisiatif dan kreativitas sebagai dampak positif dari motivasi tinggi yang sudah
mereka miliki, sehingga tidak lagi pasif menunggu inisiasi dan dorongan dari bidan
puskesmas. Situasi seperti ini sangat kondusif dalam meningkatkan status dan derajat
kesehatan masyarakat di desa.
Halaman 147
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
sebelum, selama, dan setelah program berlangsung, supervisi lapangan di rumah sakit
saat program berlangsung, dan observasi lapangan di desa-desa.
Model monitoring lainnya yang dilakukan adalah supervisi lapangan yang dilakukan
oleh Koordinator Bidan Kabupaten bersama dengan Ketua IBI Cabang Luwu untuk
memantau secara langsung proses pembelajaran bidan magang di RSUD Batara Guru
Halaman 148
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Evaluasi yang dilakukan hanya fokus pada evaluasi proses dengan memastikan semua
indikator-indikator proses yang sudah ditetapkan seperti jumlah bidan yang mengikuti
magang, jumlah pertemuan koordinasi, jumlah jam pembelajaran, dan jumlah bidan
pembimbing. Informasi tentang capaian indikator-indikator ini melalui wawancara
dengan bidan magang dan bidan pembimbing.
Sedangkan evaluasi efektivitas hasil untuk mengetahui perubahan perilaku bidan desa
dan dampak dari perubahan perilaku itu, belum dilaksanakan secara sistematis
sebagaimana kaidah evaluasi yang tepat. Pihak Dinas Kesehatan belum
mengembangkan variabel kunci, indikator, dan target dalam mengukur efektivitas hasil.
Hal ini sangatlah dimengerti mengingat kegiatan ini masih berproses terus guna
mendapatkan model pengelolaan yang sempurna. Artinya, Dinas Kesehatan Kab. Luwu
sudah memiliki perencanaan-perencanaan tertentu dalam rangka peningkatan kualitas
pemagangan bidan desa di RSUD pada masa yang akan datang.
Halaman 149
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Tantangan yang cukup penting adalah dimensi politik kebijakan yang akan
mempengaruhi dukungan penganggaran. Lazimnya, pergantian birokrasi akan
menimbulkan pergantian kebijakan. Tidak dipungkiri dalam konteks ini, program yang
berbasis MoU dapat saja tidak diindahkan manakala kedua institusi inti pelaksana MoU
mengalami mutasi kepemimpinan.
Halaman 150
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Tantangan praktis yang ditemukan adalah penjabaran materi magang selama dua
minggu belum dituangkan kurikulum khusus, sehingga ada kemungkinan penerapan
magang berikutnya tidak terproses secara standar.
Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, bahwa kegiatan ini dikembangkan dalam
bentuk MoU yang memiliki aspek hukum, oleh karena ditandatangani oleh para
pembuat kebijakan. Hal ini mencerminkan adanya komitmen kepemimpinan daerah
yang kuat dalam menangani persoalan-persoalan berkaitan dengan kematian ibu dan
bayi. Dukungan pemerintah daerah sangat menentukan pengadaan dan pemanfaatan
sumber daya yang dibutuhkan pada kegiatan tertentu, sehingga kegiatan tersebut dapat
terlaksana dengan baik.
Halaman 151
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
dipertahankan oleh Dinas Kesehatan dan RSUD guna menyiasati dukungan pemerintah
daerah adalah kegiatan ini selalu dimasukkan dalam perencanaan dan penganggaran
SKPD (renja).
Sementara peluang replikasi kegiatan bagi daerah lainnya sangatlah terbuka lebar dan
dapat diterapkan dengan mudah. Alasan yang mendasari kemudahan replikasi adalah
proses kegiatannya relatif sederhana, tidak rumit, dan tidak menuntut pengambilan
keputusan dari banyak pihak. Sederhana, karena hanya memerlukan dua tahapan
penting yakni kesepakatan antara institusi dan pengawasan pelaksanaan magang.
Tidak rumit, karena proses pelatihan atau pembelajaran berlangsung tanpa
mengganggu pelayanan yang ada di rumah sakit termasuk pelayanan bidan desa di
wilayah kerjanya. Pengambilan keputusan dari orang terbatas karena memang hanya
melibatkan Dinas Kesehatan dan RSUD.
Selain hal tersebut, peluang replikasi lainnya diperbesar oleh tuntutan kebutuhan
pembiayaan dengan pola minimal. Hampir dipastikan semua kabupaten/kota di Provinsi
Sulawesi Selatan dapat membiayai dari sumber APBD kabupaten/kota. Alokasi
perencanaan dan penganggaran kegiatan ini tidak terlalu sulit bagi SKPD, oleh karena
isu kesehatan ibu dan anak sudah menjadi salah satu tujuan Millenium Development
Goals yang sering dijadikan sebagai arahan kebijakan dalam penyusunan RPJMD.
Halaman 152
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 153
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Program magang bidan desa dalam bentuk latihan dalam pelayanan nyata di
rumah sakit telah meningkatkan keterampilan di kalangan bidan desa lebih
efektif dan efisien dibandingkan dengan metode pelatihan APN selama ini.
Keahlian lunak yang diperoleh berupa motivasi, kerjasama, kepemimpinan, dan
manajemen kasus sangat berdampak terhadap keterampilan utamanya dalam
memberikan pelayanan teknis kebidanan.
Tentu saja kegiatan ini masih menyisakan ruang yang banyak untuk
penyempurnaannya. Berdasarkan hasil observasi dan catatan-catatan
pertemuan monitoring dan evaluasi diusulkan beberapa poin rekomendasi,
diantaranya:
1. Durasi waktu magang perlu ditambah menjadi tiga bulan dengan target
pembelajaran: tiga minggu di ruang pemeriksaan kehamilan dan pengenalan
risiko, enam minggu di ruang bersalin, dan satu bulan di perawatan bayi baru
lahir dan nifas.
2. Pengawasan intensif di lapangan dari dinas kesehatan dalam
mempertahankan perilaku professional bidan desa.
3. Dinas kesehatan melakukan kolaborasi dengan IBI dalam pembinaan
berkelanjutan dan peningkatan kemampuan tenaga kebidanan.
4. Pertemuan regular antara dinas kesehatan dan RSUD dalam
memonitoring efektivitas pelaksanaan magang.
5. Penyusunan kurikulum magang yang sistematis sehingga proses magang
dapat terstandardisasi dan hasil-hasil belajar dapat diukur secara benar dan
nyata.
6. Peningkatan mutu monitoring dan evaluasi dengan membuat model dan
standar untuk pengukuran efektivitas luaran.
7. Bagi pemerintah daerah yang memiliki kemampuan finansial terbatas,
model pembiayaan seperti yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kab. Luwu
ini dapat menjadi pembelajaran untuk dipraktekkan.
Halaman 154
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Informasi kontak
Fatimah Fitri
Koordinator Bidan Tingkat Kabupaten Luwu
Dinas Kesehatan Luwu
Jalan Topoka no. 41 Belopa
Email/ no. telp : fatimaluwu@gmail.com / (0471) 21145
Halaman 155
Kemitraan strategis bidan dan dukun di Kabupaten Kubu Raya:
Replikasi Program USAID Kinerja
Data BPS tahun 2012 mencatat, di Kabupaten Kubu Raya, dari 11.381 kelahiran hidup,
hanya 9.017 yang ditolong oleh tenaga kesehatan. Jumlah persalinan yang tidak
ditolong tenaga kesehatan diyakini jauh lebih besar dari yang berhasil dicatatkan
karena jumlah dukun bayi aktif yang tersebar di Kabupaten Kubu Raya mencapai
hampir 700 orang. Ditambah lagi adanya ‘ekspansi’ dukun bayi dari Kota Pontianak
(tetangga) yang sudah tidak bisa lagi beroperasi di wilayah Kota Pontianak. Selain itu,
banyak perempuan hamil tidak mampu membayar jasa kesehatan modern, sehingga
mereka lebih memilih ke dukun.
Kabupaten ini sebenarnya telah melaksanakan kemitraan bidan dan dukun. Namun,
jumlah dukun yang bermitra dengan bidan masing kurang dari separuh dan banyak
dukun masih menolong persalinan. Selain itu, tenaga kesehatan juga berpendapat
bahwa kemitraan ini masih terjadi di atas kertas saja, dan belum dilaksanakan secara
penuh. Hal inilah yang memicu Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya untuk
memperbaiki program kemitraan bidan dan dukun. Program tersebut diharapkan dapat
menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
Halaman 156
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Bentuk inovasi
Gambar 1. Publikasi bidan dan dukun yang bermitra di salah satu puskesmas di Kubu Raya.
Dokumen ini membantu masyarakat ikut serta memonitor pelaksanaan program kemitraan bidan
dan dukun.
Untuk mengatasi tingginya angka kematian ibu dan bayi di Kabupaten Kubu Raya,
dinas kesehatan memperbaiki program kemitraan bidan dan dukunnya dengan
mengadopsi program tata kelola pelayanan kesehatan USAID Kinerja. Mereka
menerapkan prinsip tata kelola pelayanan publik yang baik dalam program tersebut.
Prinsip ini mencakup partisipasi publik, transparansi dan akuntabilitas.
Salah satu terobosan terpenting dalam program ini adalah keterlibatan kepala desa,
dukun, dan bidan dalam mengevaluasi program kemitraan yang telah ada dan
menentukan langkah perbaikan yang perlu dilakukan. Kepala desa, tokoh masyarakat,
staff puskesmas, bidan dan dukun melakukan pertemuan rutin dengan dinas kesehatan
untuk mengevaluasi kegiatan terkait kesehatan ibu dan anak, apalagi kemitraan bidan
dan dukun. Salah satu hasil rekomendasi pertemuan pertama adalah perlunya
Halaman 157
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Salah satu janji politik Bupati terpilih adalah memberdayakan profesi yang mentradisi,
misal dukun bayi. Hal ini menjadi ‘pintu masuk’ yang strategis bagi penguatan dan
bahkan dapat merevitalisasi kemitraan bidan dan dukun bayi yang sudah ada
sebelumnya. Menggunakan momentum tersebut, Dinas Kesehatan Kubu Raya
mengadvokasi pemerintah untuk menyusun dan menerbitkan Peraturan Bupati no. 37
Tahun 2014 yang khusus mendukung kemitraan bidan dan dukun. Peraturan ini juga
memuat prinsip-prinsip tata kelola yang baik, hak dan kewajiban para pihak termasuk
insentif bagi dukun bayi yang bermitra, serta mekanisme monitoring dan evaluasi.
Selain itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya memberikan insentif bulanan
sebesar Rp. 300.000 kepada dukun yang telah bermitra dengan bidan desa setempat
dan tidak melakukan pertolongan persalinan. Mereka juga mendapat insentif tambahan
sebesar Rp. 50.000 ketika merujuk ibu bersalin di fasilitas kesehatan. Langkah ini
dilakukan agar dukun tetap memiliki penghasilan dan mendorong dukun merujuk ibu
bersalin di fasilitas kesehatan. Selain insentif dari dinas kesehatan, kepala puskesmas
percontohan juga mendorong pemangku kepentingan setempat untuk berkontribusi,
misal desa menyediakan insentif menggunakan alokasi dana desa (ADD).
Untuk memberikan dukungan yang lebih luas terhadap kemitraan ini, bidan dan dukun
menandatangani MoU yang menjelaskan tugas bidan dan dukun; bidan menolong
secara medis sedangkan dukun memberikan dukungan moral dan spiritual kepada ibu,
seperti memberikan doa-doa dan memijat ibu. Proses penandatanganan ini secara
simbolis dipimpin oleh Wakil Bupati dan disaksikan oleh kepala desa, camat, kepala
pukesmas, bidan koordinator, lintas SKPD dan tokoh agama serta tokoh msyarakat.
Adanya acara penandatanganan MoU yang disaksikan tokoh masyarakat juga sangat
memberikan dukungan moral yang kuat bagi para bidan dan dukun, dan mendorong
mereka untuk tetap berikutserta dalam kemtiraannya.
Halaman 158
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Selain itu, dinas kesehatan juga melakukan serangkaian pertemuan internal dan
dengan tokoh masyarakat untuk membahas isu kesehatan ibu dan anak. Salah satu
rekomendasi pertemuan tersebut adalah peraturan pendukung kemitraan bidan dan
dukun sangat diperlukan untuk menjamin pelaksanaan program ini. Dinas kesehatan
kemudian melakukan advokasi kepada pemerintah kabupaten untuk menerbitkan
peraturan. Maka, pada tanggal 22 Desember 2014, Peraturan Bupati no. 37 Tahun
2014 tentang Kemitraan Bidan dengan Dukun Bayi di Kabupaten Kubu Raya
diterbitkan. Selain mengatur isu teknis, peraturan ini juga memuat prinsip tata kelola
dan mendorong semua pihak yang terkait untuk berkontribusi sesuai dengan perannya.
Halaman 159
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Untuk melaksanakan kemitraan ini, bidan dan perwakilan dukun menandatangani MoU
yang disaksikan oleh camat, tokoh masyarakat, kepala puskesmas dan dinas
kesehatan. Upacara penandatanganan yang melibatkan pemimpin masyarakat
bertujuan untuk memberikan dukungan moral yang kuat bagi para bidan dan dukun
yang bermitra. Selain itu, para tokoh masyarakat juga diharapkan dapat ikut memonitor
pelaksanaan program ini.
Dinas kesehatan memberikan insentif bulanan sebesar Rp. 300.000 bagi dukun yang
tidak membantu persalinan dari APBD 2015, dan Rp. 50.000 ketika merujuk ibu bersalin
ke fasilitas kesehatan menggunakan ADD atau bantuan PNPM Generasi Sehat Cerdas
2015.
Untuk memastikan program ini berjalan baik, dinas kesehatan bekerjasama dengan
camat, kepala desa dan tokoh masyarakat melakukan monitoring dan evaluasi.
Monitoring yang melibatkan lintas sektor ini rencananya akan dilakukan setiap tiga
bulan sekali. Selain itu, dinas kesehatan juga melakukan kunjungan ke ketiga
puskesmas percontohan untuk melakukan monitoring informal.
Dinas kesehatan berencana menambah alokasi dana untuk insentif dukun karena
program ini akan melibatkan lebih banyak dukun pada tahun 2016.
Halaman 160
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
1) Peraturan Bupati Kubu Raya nomor 37 Tahun 2014 tentang Kemitraan Bidan
dengan Dukun Bayi di Kabupaten Kubu Raya. Peraturan ini menjadi satu-satunya
payung hukum program kesehatan ibu dan anak.
2) MoU telah ditandatangani oleh bidan dan
perwakilan dukun di tiga puskesmas
percontohan. MoU ini bertujuan
memformalkan komitmen para bidan dan
dukun untuk bermitra, dan mencatat
kewajiban, tugas dan hak kedua pihak
tersebut.
3) Transparansi pelayanan kesehatan di
puskesmas percontohan telah meningkat.
Gambar 2. Poster kemitraan bidan
Puskesmas telah memasang nama dan
dan dukun di pos kesehatan desa di
foto bidan dan dukun yang bermitra di Sei Belidak
wilayahnya, sehingga masyarakat dapat
mengakses informasi tersebut dengan mudah dan ikut memonitor pelaksanaan
kemitraan bidan dan dukun.
Halaman 161
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Mengingat program ini baru berjalan beberapa bulan, monitoring dan evaluasi baru
dilakukan satu kali saja pada bulan Juni, dan masih bersifat uji coba. Rekomendasi dari
peserta monev tersebut telah dikumpulkan dan akan tetap digunakan sebagai masukan
untuk perbaikan program. Salah satu hasil evaluasi tersebut adalah program perlu
membuat persetujuan untuk semua dukun di wilayah pembinaan puskesmas, bukan
hanya perwakilan saja. Persetujuan ini akan ditandatangani oleh semua dukun yang
ingin bermitra dan dilampirkan pada MoU asli.
Selain itu, dinas kesehatan juga melakukan evaluasi ketika berkunjung ke puskesmas
percontohan.
Halaman 162
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Juni 2015, sampai semua dukun bayi di wilayah tersebut telah memahami tugas,
kewajiban dan hak mereka.
Selain itu, masih banyak ibu memilih bersalin dengan dukun karena tidak mampu
membayar jasa medis puskesmas dan tidak mempunyai asuransi BPJS. Oleh karena
itu, peraturan bupati tentang kemitraan bidan dan dukun telah mengatur bahwa
pemerintah akan menanggung iuran BPJS ibu hamil yang berasal dari keluarga kurang
mampu, hingga 1000 ibu hamil dan 1000 bayi.
Peraturan bupati tentang kemitraan bidan dan dukun juga menjamin bahwa program ini
akan berlanjut.
Selain insentif dari dinas kesehatan, kepala puskesmas percontohan juga mendorong
pemangku kepentingan setempat untuk berkontribusi, misal desa menyediakan insentif
menggunakan dana alokasi desa.
Halaman 163
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 164
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
8. Peraturan Bupati mensyaratkan tim pelaksana kemitraan bidan dan dukun yang
dapat melaksanakan dan memonitor pelaksanaan program ini di tingkat
kabupaten hingga desa. Meskipun saat ini sudah ada perwakilan masyarakat
yang terlibat dalam monitoring dan evaluasi, mereka belum melakukan tugas
tersebut secara optimal. Untuk itu, dinas kesehatan perlu membentuk tim
pelaksana atau mengoptimalkan peran tim yang telah ada untuk melakukan
sosialiasi, serta monitoring dan evaluasi kemitraan bidan dan dukun.
Informasi kontak
Dr. Berly Hamdani (Kepala Dinas Kesehatan Kubu Raya)
Ni Ketut Surtini (Kepala Bidang Kesehatan Keluarga)
Kantor Dinas Kesehatan Kubu Raya
Komplek Perkantoran Kabupaten Kubu Raya, Jl. Adisucipto Kubu Raya.
email: niketutsurtini@yahoo.co.id
Chandra Nurhasz
Konsultan USAID Kinerja
email: c.nurhasz@gmail.com
Halaman 165
Penanganan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan
di Kota Jayapura Dengan Melibatkan Masyarakat
Sementara itu, hasil kajian cepat yang dilakukan LSPPA-KINERJA pada tiga
puskesmas di tiga distrik di Kota Jayapura menemukan kasus-kasus KtPA sepanjang
tahun 2013 sebagai berikut:
Puskesmas Kasus
Tanjung Ria Tujuh kasus KDRT yang tercatat dan sebagian besar pemicunya
adalah miras.
Koya Barat Puskesmas Koya Barat tidak memiliki catatan khusus, tetapi
informasi dari staff puskesmas bahwa setiap bulannya pasti ada
kasus KDRT, setidaknya sebulan sekali.
1 Notulensi Workshop Penyusunan Rencana Kegiatan Bersama Multi Stakeholder Forum Kota Jayapura, 30
Januari 2014
Halaman 166
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Hubungan puskesmas dan BPPKB Kota Jayapura tidak selaras. “Ibarat dua garis lurus
yang jalan nggak pernah ketemu,” ujar Ibu Ifanny Elizabeth Korwa, Kepala Puskesmas
Abepantai, ketika menggambarkan hubungan antara Puskesmas dan BPPKB Kota
Jayapura. Menurutnya, dulu yang ada hanyalah sosialisasi dan tidak ada alur rujukan
sampai di Puskesmas. Kerjasama lintas sektor untuk penanganan kasus kekerasan
terhadap perempuan dan anak tidak berjalan. Hal serupa juga ditegaskan oleh dr.
Yuspita yang sehari-hari bertugas di bagian layanan kesehatan dinas kesehatan kota
Jayapura. Beliau mengatakan bahwa dahulu tidak ada sistem rujukan.
Halaman 167
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Tetapi, saat itu ia tidak melakukan tindakan khusus untuk menangani pasien korban
KDRT. Ia hanya melayaninya sebagai pasien umum saja. “Selesai obati, sudah pulang.
Nggak ada lagi penanganan-penanganan lainnya”, ujar Suster Alce. Bidan Syiska yang
bertugas di Puskesmas Koya Barat juga mengungkapkan hal yang sama. Ia
mengatakan, “Kita sebagai petugas kesehatan, batasnya hanya mengobati saja,
menerapi fisik, merawat luka.” Seperti Suster Alce, ia pun menengarai sebenarnya
kasus kekerasan itu banyak dan bahkan sudah terjadi berulang-ulang, tetapi tidak
terdokumentasi dengan baik.
Di sisi lain, Ibu Betty Anthoneta Puy, Kepala BPPKB Kota Jayapura menuturkan dahulu
penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak hampir sebagian besar
dilakukan oleh BPPKB meskipun ada SK Walikota untuk tim P2TP2A. Tetapi, SK
Walikota yang dahulu masih mencantumkan nama instansi; sehingga ketika terjadi
mutasi, maka tim dari BPPKB harus melakukan penguatan kembali pada petugas yang
baru. Akibatnya, penguatan-penguatan yang sudah dilakukan menjadi terputus dan hal
ini juga mempengaruhi pendanaan bagi korban kekerasan.
Selain itu, meskipun P2TP2A Kota Jayapura telah berdiri sejak 4 November 2008 tetapi
penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dilakukan tanpa panduan
tertulis. Ibu Yokbeth Hamadi, salah satu anggota tim harian P2TP2A, mengakui bahwa
dahulu mereka hanya bekerja saja. Mereke mengetahui harus merujuk ke mana, tetapi
tidak ada panduan tertulis; dan sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu Fanny,
sapaan akrab untuk Kepala Puskesmas Abepantai, BPPKB kota Jayapura tidak pernah
melakukan rujukan ke layanan kesehatan seperti Puskesmas. Mereka biasanya hanya
merujuk ke kepolisian saja.
Selain kelemahan di sisi penyedia pelayanan, banyak perempuan tidak sadar bahwa
dirinya melakukan beban ganda. Kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak
menjadi hal penting di masyarakat dan pelayanan untuk korban kekerasan juga tidak
dikenal. “Saya baru sadar kalo perempuan kerja banyak sekali. Jadi sadar saya pu
kerja paling banyak eh,” tutur Mama Grace, anggota MSF Tanjung Ria yang bermukim
Halaman 168
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Bentuk inovasi
Gambar 1. Salah satu staff LSPPA, organisasi mitra pelaksana USAID Kinerja melakukan sosialisi
tentang penanganan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Selain melakukan sosialiasi, staff
LSPPA juga memberikan ketrampilan bagi para korban.
Halaman 169
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
tersebut banyak upaya yang telah dilakukan; dan upaya-upaya ini telah menghasilkan
perubahan-perubahan yang signifikan.
Halaman 170
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
bagian layanan
kesehatan
Penguatan kapasitas Pelatihan konseling dasar Puskesmas; RS; unit PPA
teknis untuk Kepolisian; masyarakat;
penanganan P2TP2A; Badan
perempuan dan anak Perencanaan dan
korban kekerasan Pembangunan Daerah
Peningkatan kapasitas (Bappeda); organisasi
ini terutama dilakukan non pemerintah yang
untuk meningkatkan bergerak di isyu
kepekaan/sensitifitas perempuan dan anak
dalam mengenali dan serta layanan publik;
menangani kasus
kekerasan terhadap
perempuan dan anak
korban kekerasan.
Halaman 171
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
unggul
Diseminasi informasi - Pembuatan brosur dan P2TP2A
Diseminasi informasi ini poster tentang SOP
dilakukan untuk Penanganan KtPA
menyebarluaskan berbasis Standar
layanan bagi Pelayanan Minimal
perempuan dan anak (SPM)
korban kekerasan yang - Acara bincang-bincang
telah ada. Target di media elektronik (TV
groupnya adalah dan radio)
masyarakat luas.
Halaman 172
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
seperti Bappeda
Bidang Sosial dan Kunjungan Puskesmas:
Budaya, BPPKB, Tenaga kesehatan yang
P2TP2A, Kepolisian, telah dilatih, Kepala
Dinkes, Puskesmas Puskesmas
dan Masyarakat.
Sementara
pemantauan kasus di
tingkat Puskesmas
dilakukan tiap bulan.
Pelibatan masyarakat - MSF dan perwakilan
(MSF dan kelompok kelompok survivor
survivor) dalam diundang dalam
proses penyusunan penyusunan SOP
kebijakan (RAD, SOP) P2TP2A dan juga
dan dalam penyusunan RAD
penanganan kasus
Ada pelatihan
penanganan kasus KtPA
untuk MSF sehingga
mereka dapat
mengidentifikasi dan
membantu korban di
sekitar mereka.
MSF diberi informasi
tentang penggunaan sms
get away untuk
melaporkan kasus KtPA
Halaman 173
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
LSPPA juga mendampingi BPPKB dalam menyusun Rancangan Aksi Daerah (RAD)
tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. BPPKB merupakan leading actor
Halaman 174
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
dalam menyusun Rancangan Aksi Daerah tentang KtPA. Dalam menyusun RAD ini pun
sudah ada petunjuk dari KPPPA. Proses penyusunan RAD ini memakan waktu yang
agak lama karena harus melibatkan banyak SKPD dan lembaga terkait. Dalam
penyusunan ini MSF maupun anggota support group juga dilibatkan agar dapat
memberikan masukan sesuai dengan kondisi riil korban.
Pelibatan masyarakat, baik yang tergabung dalam MSF maupun anggota support group
juga amat penting supaya korban mengetahui bahwa ada layanan bagi korban
kekerasan, dan selanjutnya juga berani untuk datang ke Puskesmas maupun P2TP2A.
2 Kegiatan penyusunan RAD diawali dengan mengindentifikasi isu strategis melalui analisis SWOT.
Halaman 175
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 176
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Berikut adalah data kasus yang masuk ke puskesmas percontohan dan P2TP2A juga
menunjukkan peningkatan tahun 2014 – Maret 2015:
Halaman 177
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Ibu Yokbeth Hamadi dari tim P2TP2A Kota Jayapura: “Dengan adanya KINERJA-
LSPPA, pekerjaan sekarang jadi lebih jelas.”
P2TP2A yang terletak di gedung serba guna, lantai 2 sayap kanan kantor pemerintah
kota Jayapura ini sehari-hari dikelola oleh enam orang staf dari BPPKB, yaitu: a) Ibu
Bertha Mansawan; b) Ibu Yakomina Krey; c) Ibu Maria Nere; d) Ibu Yokbeth Hamadi; e)
Ibu Rabiah Naumarury; f) Ibu Welmince Ramela. Dalam struktur P2TP2A, keenam
orang yang disebut sebagai tim harian ini berada di bawah bidang layanan dan
pengaduan. P2TP2A Kota Jayapura sendiri telah berdiri sejak 4 November 2008. Akan
tetapi, sejak berdiri hingga sebelum intervensi program dari KINERJA-LSPPA,
penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dilakukan tanpa panduan
tertulis. Tim mengakui bahwa selama itu mereka hanya bekerja saja. Mereka
mengetahui harus merujuk ke mana, tetapi tidak ada panduan tertulis. Selain itu, dulu
mereka hanya merujuk ke kepolisian saja, tidak pernah ke layanan kesehatan seperti
Puskesmas. SK Walikota tentang tim P2TP2A juga hanya didasarkan pada instansi,
bukan langsung pada individu; sehingga ketika terjadi mutasi, maka tim kesulitan untuk
merujuk.
Sekarang, segala sesuatunya sudah berubah menjadi lebih baik dan jelas. SK Walikota
sudah mencantumkan nama individu, laporan kekerasan bisa didapat dari Puskesmas,
dan yang terpenting adalah adanya SOP yang di dalamnya memuat tentang alur
layanan. Dalam hal penyusunan SOP, referensi dari wilayah lain sangat membantu saat
proses penyusunan. Dokumen SOP inilah yang membuat kerja-kerja penanganan
Halaman 178
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi lebih jelas dan rujukan menjadi lebih
luas.
Ibu Bertha menuturkan, “Karena sudah ada SK dan sudah ada alurnya, sekarang
kerjasamanya sudah baik. Dulu hanya dengan kepolisian saja. Sekarang [juga] dengan
Puskesmas.” Respon positif juga diungkapkan oleh Ibu Yokbeth. Ia mengatakan,
“[Adanya KINERJA-LSPPA] Mempermudah kita. Ada referensi untuk kita bagaimana
cara untuk penanganan kekerasan. Jadi ada tulisan begitu, ada uraian. Dengan
adanya Kinerja-LSPPA, sekarang jadi lebih jelas.”
Ibu Betty Anthoneta Puy, Kepala BPPKB kota Jayapura: “Dengan SOP semakin
mudah kita kerja.”
Ibu Betty Anthoneta Puy, Kepala BPPKB Kota Jayapura menuturkan, dulu penanganan
kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak hampir sebagian besar dilakukan oleh
BPPKB meskipun ada SK Walikota untuk tim P2TP2A. Akan tetapi, SK Walikota yang
dahulu masih mencantumkan nama instansi; sehingga ketika terjadi mutasi, maka tim
dari BPPKB harus melakukan penguatan kembali pada petugas yang baru. Akibatnya,
penguatan-penguatan yang sudah dilakukan menjadi terputus dan hal ini
mempengaruhi pendanaan bagi korban kekerasan. Selain itu, sebelum adanya
intervensi dari KINERJA-LSPPA, tidak ada SOP untuk penanganan kekerasan terhadap
perempuan dan anak karena penyusunannya terkendala oleh waktu.
Halaman 179
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Suster Alce dari Puskesmas Tanjung Ria: “...kita akhirnya punya pengetahuan
bagaimana untuk konseling anak, bagaimana untuk set up lingkungannya...”
Halaman 180
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Gambar 2. Staff puskesmas mitra USAID Kinerja melakukan. SOP membantu penanganan kasus
kekerasan yang lebih baik.
Suster Alce, salah seorang suster yang bertugas di Puskesmas Tanjung Ria yang
menjadi salah satu Puskesmas percontohan untuk penanganan kasus kekerasan
terhadap perempuan dan anak menceritakan dulu sebenarnya banyak kasus yang ia
tengarai sebagai kasus KDRT. Akan tetapi, ia saat itu tidak melakukan tindakan khusus
untuk menangani pasien korban KDRT. Ia hanya melayaninya sebagai pasien umum
saja. “Selesai obati, sudah pulang. Nggak ada lagi penanganan-penanganan lainnya.”
Suster Alce juga mengungkapkan dulu ia tidak mengetahui bahwa ada SOP dari
Kementerian Kesehatan untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Setelah adanya pertemuan-pertemuan koordinasi untuk penyusunan SOP penanganan
kekerasan terhadap perempuan dan anak, barulah ia mengetahui informasi dari Dinkes
tentang hal tersebut. Lalu, dengan adanya SOP, telah ada kasus yang diproses hingga
ke kepolisian (Polsek). “Kita kan punya tim. Dari walikota itu kan ada SK. Jadi sama
Polwan yang [ditunjuk di SK] itu langsung dihandle. Kita juga sudah kunjungan rumah
dengan P2TP2A. Sebelum dengan Kinerja ini, kita belum kunjungan. Baru setelah ada
Kinerja ini, kita dengan PP [melakukan kunjungan rumah].”
Halaman 181
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Selanjutnya, dengan adanya ruang khusus untuk korban kekerasan yang terletak di
lantai 2 Puskesmas ini, baik petugas maupun korban menjadi lebih nyaman karena
lantai 2 relatif sepi dari kegiatan Puskesmas. “Korban merasa lebih nyaman.
Ruangannya kan sendiri. Terus setting ruangannya juga bagus. Tidak terlalu tertutup.
Kan ada jendela. Jadi kita berbicara, mereka tidak merasa takut untuk menceritakan.
Tidak merasa takut untuk berbicara tentang persoalan yang terjadi,” ungkap Suster
Alce. Sejak difungsikan pada bulan Juli 2014, telah terdapat enam kasus kekerasan
terhadap perempuan dan anak perempuan. Salah satunya adalah kasus percobaan
perkosaan terhadap anak perempuan yang telah ditangani. “[Awalnya] Dia tidak berani
cerita. Ternyata setelah digali informasi, sudah sempat dilucuti pakaiannya untuk diajak
bersetubuh. Tapi tidak jadi, terus dipukul,” Suster Alce mengisahkan.
Bidan Syiska dari Puskesmas Koya Barat: “Konseling itu paling penting. Kalau
kita obati saja, itu tidak berarti.”
Bidan Syiska dari Puskesmas Koya Barat mengakui bahwa sebelum mendapatkan
pelatihan dari LSPPA, ia belum paham isu kekerasan. Saat itu ia hanya mengobati luka
pasien saja, tanpa mengetahui konseling. “Kita sebagai petugas kesehatan, batasnya
hanya mengobati saja, menterapi fisik. Merawat luka.” Ia menengarai sebenarnya kasus
kekerasan itu banyak dan bahkan sudah terjadi berulang-ulang, tetapi tidak terdokumen
dengan baik.
Halaman 182
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Namun, setelah adanya pelatihan dari LSPPA, ia menjadi tahu cara melakukan
konseling yang menurutnya sangat penting karena ia langsung berhadapan dengan
korban. Ia mengatakan, “...menangani kasus kekerasan... itu perlu ketrampilan khusus
untuk menggali seperti apa dan cara mengkonseling mereka itu beda-beda.” Bermain
peran (role play) yang menjadi bagian dari aktivitas dalam pelatihan, menurutnya,
sangat membantunya dalam melakukan konseling. “Role play itu membantu sekali.
Role play yang bikin semakin mantap. Mimik-mimiknya kita harus seperti ini.” Selain itu,
intervensi yang telah dilakukan oleh KINERJA-LSPPA membuatnya mengetahui
tentang adanya sistem rujukan; sehingga ia menjadi tahu batas-batas apa yang perlu
dilakukan oleh petugas kesehatan dan apa yang bisa dirujuk. Dokumentasi kasus
kekerasan pun sekarang menjadi lebih baik; dan hal ini memermudah koordinasi
dengan Dinkes.
Dari segala upaya penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, baginya
yang terpenting adalah pasien mengetahui bahwa para petugas kesehatan peduli
dengan masalah yang mereka hadapi; sehingga mereka tidak merasa terkucil. Oleh
karena itulah ia beranggapan bahwa, “Konseling itu paling penting. Kalau kita obati
saja, itu tidak berarti.”
Ifanny Elizabeth Korwa, Kepala Puskesmas Abepantai: “Alur menjadi lebih jelas.”
“Ibarat dua garis lurus yang jalan nggak pernah ketemu,” begitu Ibu Ifanny Elizabeth
Korwa menggambarkan hubungan antara Puskesmas dan BPPKB sebelum adanya
intervensi dari KINERJA-LSPPA. Dulu yang ada hanyalah sosialisasi, dan tidak ada alur
rujukan sampai di Puskesmas. Kerjasama lintas sektor untuk penanganan kasus
kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak berjalan. “Dulu dong bingung kalau
saya dapa pukul dari laki, trus saya mau lari ke mana eh.” Setelah adanya
pendampingan dari LSPPA, barulah ada kerjasama antar instansi terkait; sehingga
tenaga kesehatan di tingkat Puskesmas dapat menginformasikannya pada pasien yang
mengalami KDRT.
Halaman 183
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Dengan adanya kejelasan alur ini, Ibu Fanny, panggilan akrab dari Kepala Puskesmas
Abepantai ini, merencanakan akan mengintegrasikan penanganan kekerasan terhadap
perempuan dan anak di ibu hamil. Rencananya, dari delapan pertemyan kelas ibu hamil
yang akan dibuka kembali tanggal 24 Oktober 2014 ini, akan ada satu pertemuan yang
membahas tentang penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak; sehingga
bila terjadi kasus kekerasan, pasien tidak menjadi bingung. Puskesmas memiliki tim
yang dapat menanganinya. Selain itu, tahun 2015, rencananya akan dibuka kelas
untuk remaja; dan di dalam kelas itu akan diintegrasikan materi-materi tentang
penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini semua dapat dilakukan
karena KINERJA-LSPPA telah melakukan pendampingan untuk SOP penanganan
kekerasan perempuan dan anak. “Dong buatkan alur menjadi lebih jelas,” demikian
tutur Ibu Fanny.
dr. Yuspita dari Dinkes Kota Jayapura: “Penanganan kekerasan menjadi lebih
fokus.”
Dokter yang sehari-hari bekerja di Dinkes
Kota Jayapura bagian pelayanan
kesehatan ini mengungkapkan bahwa dulu
ia tidak mengetahui bila Puskesmas perlu
dilibatkan dalam penanganan kekerasan
terhadap perempuan dan anak. Ia juga
Halaman 184
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
dr. Yuspita mengungkapkan pula bahwa pendampingan yang dilakukan LSPPA sangat
bagus. Ia mengatakan bahwa setelah ada kegiatan pertemuan-pertemuan akhirnya
koordinasi berjalan dengan baik. Ia pun mengatakan, “Penanganan kekerasan menjadi
lebih fokus. Bila ada indikasi kekerasan, langsung ditangani secara khusus.”
Sementara itu, dari hasil wawancara dengan penerima manfaat yaitu para pemangku
kepentingan di tingkat masyarakat (dalam hal ini adalah anggota multi-stakeholder
forum (MSF), masyarakat merasakan adanya perubahan-perubahan signifikan sebagai
berikut:
Halaman 185
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Mama Yanti, anggota MSF Abepantai: “...begini kita bisa bantu ekonomi to... ”
Dari keaktifannya terlibat dalam kegiatan-kegiatan kampung, Mama Yanti menemukan
bahwa kekerasan dapat terjadi karena adanya keterbatasan ekonomi. “...anak ke
sekolah, dia butuh biaya lalu orang tua tidak ada, kita bisa ribut.” Untuk itulah ia
menganggap kegiatan pelatihan abon ikan dan pentolan bakso yang dilakukan oleh
LSPPA sangat bermanfaat. Selain bahwa para penyintas mendapatkan ketrampilan
baru, ia juga melihat bahwa hasilnya bisa dipasarkan sehingga hal tersebut berpotensi
menambah pemasukan.
Mama Yanti yang sehari-hari bekerja sebagai tukang sapu di Dinas Kebersihan kota
Jayapura ini menuturkan bahwa, “Untuk transportasi ke sekolah kan, kita butuh 20 ribu.
Halaman 186
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Itu dari Nafri sampai SMA 1. Itu kan butuh biaya... dengan adanya jual-jualan begitu,
bermanfaat. Trus kita beli sayur, beli minyak. Dengan begini kita bisa bantu ekonomi to,
karena kekerasan bisa terjadi karena kekurangan ekonomi.”
Mama Mien, anggota MSF Abepantai: “Perempuan yang ada masalah, bisa bantu
dirinya sendiri.”
Mama Mien yang bernama lengkap Mien Fingkreuw mengakui bahwa dulu ia tidak
mengenal adanya layanan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Setelah adanya
kegiatan-kegiatan yang diorganisasi oleh LSPPA, ia baru mengetahui segala macam
hal tentang penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sebagai seorang
pendeta yang posisinya sangat strategis di masyarakat, ia mengakui bahwa
pengetahuan baru tentang penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak ini
sangatlah bermanfaat. “Ketika kita sudah terlibat langsung itu oh ternyata begini. Juga
kita bisa paham [soal hukum] walaupun kita bukan orang hukum atau pemerintahan.”
Ia pun mengapresiasi kemitraan yang telah dibangun bersama sejak program berjalan.
Kita bisa membangun hubungan kemitraan. Itu sebuah hal yang luar biasa bagi saya,”
demikian tuturnya.
Menurut Mama Mien, LSPPA mampu menggali potensi-potensi yang ada dalam
penyintas. Ia mengungkapkan, “Mereka yang tadinya tidak berani untuk bicara, mereka
dikasih lihat, kalau begini Ibu dorang ada yang melindungi.” Lalu, meskipun dalam
pandangannya program yang ada berjalan relatif baru, tetapi sudah banyak hal yang
dilakukan sehingga para perempuan, terutama penyintas mendapatkan manfaat dari
program. “Perempuan yang ada masalah, bisa bantu dirinya sendiri,” begitu tuturnya.
Halaman 187
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Mama Grace, anggota MSF Tanjung Ria: “... saya bisa jadi tempat aman.”
Sebelum adanya intervensi dari KINERJA-LSPPA, Mama Grace mengakui ia tidak
mengetahui mengenai layanan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ia bahkan
juga tidak memahami mengenai adanya ketidakadilan yang menimpa perempuan. Ia
baru memahami persoalan itu setelah LSPPA melakukan serangkaian kegiatan
pemutaran film di Kampung Kayu Batu. Ia mengingat salah satu film yang menceritakan
tentang seorang perempuan yang dari pagi hingga malam terus beraktivitas baik di
rumah maupun di luar rumah; sementara suaminya dan anak laki-lakinya tidak banyak
membantu pekerjaan rumah tangga. Di sisi lain perempuan itu juga mendapatkan upah
yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang didapatkan suaminya 4. Ia mengatakan,
“Saya baru sadar kalo perempuan kerja banyak sekali. Jadi sadar saya pu kerja paling
banyak eh.”
Mama Grace juga menuturkan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh LSPPA
membuatnya menjadi mengetahui informasi mengenai P2TP2A. “Kalau macam ada
kekerasan, bisa pi laporan ke sana. Baru tahu setelah ada sosialisasi. Ternyata ada
dinas tertentu, ada lembaga tertentu di kota to yang dia dampingi orang-orang yang
mengalami kekerasan.” Ia juga mengungkapkan bahwa sebagai anggota MSF ia kerap
dihubungi untuk dimintai bantuan menangani kasus kekerasan. “Ada yang berulang-
ulang to. Ada yang ibu rumah tangga. Ada yang masih pacar-pacar. Dia dipukul
pacarnya. Pas saya sedang di Tanjung Ria, ada telpon. Temannya yang lapor.
Kayaknya saya bisa jadi tempat aman juga.”
Halaman 188
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Sedangkan evaluasi dilakukan di akhir program melalui sebuah diskusi yang melibatkan seluruh
pihak terkait. Kegiatan ini bertujuan mengumpulkan hasil pembelajaran pelaksanaan program,
yang kemudian dibukukan oleh LSPPA.
Setelah program USAID Kinerja berakhir, monitoring dan evaluasi program pencegahan dan
penanganan KtPA akan tetap dilakukan secara rutin oleh BPPKB dengan melibatkan SKPD/
terkait (dinas kesehatan, dinas sosial, kepolisian, dan P2TP2A).
Selain itu monitoring dan evaluasi dapat menjadi program pemerintah Kota Jayapura karena
mereka telah membuat RAD untuk KtPA. Kegiatan monitoring dan evaluasi juga dapat
digunakan untuk mengumpulkan data kasus memperkuat jejaring pelayanan KtPA.
Halaman 189
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
a. Pertemuan awal di bulan Januari 2014 yang sebenarnya lebih ditujukan untuk
membangun komitmen dan kesepakatan bersama dalam penanganan KtPA
ternyata juga berdampak tidak langsung pada pembangunan pemahaman
mengenai arti pentingnya sistem rujukan.
Pertemuan koordinasi lintas sektoral ini, yang juga melibatkan masyarakat untuk
membangun pemahaman tentang arti penting sistem rujukan penting untuk
Halaman 190
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 191
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Informasi kontak
Halaman 192
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Berta Mansawan
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan P2TP2A Kota Jayapura
Kantor Walikota Jayapura Lt. 2
Jalan Balai Kota No. 1, Entrop
Telp. (0967) 524401
Syiska Wangloan
Puskesmas Koya Barat
Jl. Koya Barat, Distrik Muara Tami
Halaman 193
Puskesmas Bubakan Tingkatkan Mutu Manajemen dan
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Melalui Mekanisme
Pengaduan: Replikasi Program USAID Kinerja
Selain itu, secara umum Puskesmas Bubakan juga mempunyai prioritas masalah yang
perlu dipecahkan, seperti tingginya angka kematian ibu dan bayi (AKI dan AKB),
cakupan komplikasi kebidanan yang tinggi, deteksi dini ibu hamil berisiko tinggi yang
kurang maksimal, serta isu terkait kesehatan lingkungan.
Halaman 194
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Bentuk inovasi
Sebagai aksi nyata untuk meningkatkan mutu pelayanannya, Puskesmas Bubakan
melakukan serangkaian program yang tertuang dalam Manajemen Layanan
Puskesmas untuk Peningkatan Pelayanan Terpadu Kesehatan Ibu dan Anak
dalam Rangka MDG’s 2015 dengan menitikberatkan peningkatan manajemen melalui :
a. Survei Pengaduan:
Pelaksanaan survei pengaduan yang menjadi jembatan dalam akses keterbukaan dan
merupakan masukan yang sebenarnya untuk meningkatkan pelayanan puskesmas.
Halaman 195
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
pemangku kepentingan, dan dicetak dalam bentuk standing banner untuk diletakkan di
ruang tunggu Puskesmas agar semua pasien bisa membacanya.
Janji Perbaikan Layanan merupakan salah satu upaya penting dalam peningkatan
pelayanan publik. Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang No. 25/2009 tentang
Pelayanan Publik dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.
13/2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi
Masyarakat.
c. Curhat Dong:
Curhat dong adalah inovasi penggalian keluhan dari masyarakat dengan cara membuat
kartu pengaduan yang berisi keluhan atau kekecewaan, ditempelkan di depan masing-
masing ruang pelayanan, dengan tujuan untuk memudahkan pelanggan memberikan
keluhan kepada Puskesmas.
Kartu pengaduan ini juga diharapkan dapat menggali pengaduan dari masyarakat
karena karakter masyarakat yang masih sungkan, takut, dan malas menulis
pengaduannya kepada Puskesmas.
Gambar 1. Ajakan bagi masyarakat untuk Selain itu, puskesmas juga menyediakan
melakukan pengaduan di Puskesmas Bubakan
ditempel di setiap ruang pelayanan alat tulis dan kotak pengaduan untuk
Halaman 196
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Untuk memonitor pelayanan yang tidak sesuai standar serta menangani keluhan
pasien, Kepala Puskesmas Bubakan telah membentuk Tim Khusus yang bertugas
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan puskesmas selama jam
buka atau disebut Manager On Duty (MOD).
Halaman 197
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
berada di wilayah kecamatan Tulakan sehingga MSF yang terbentuk adalah MSF
Kecamatan Tulakan dan beranggotakan tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh
agama. Salah satu kegiatan awal yang dilakukan oleh MSF adalah mengadakan
survei pengaduan publik terhadap pasien-pasien puskesmas;
6. Lokakarya pengelolaan pengaduan dan penyusunan kuesioner. Puskesmas
Bubakan mengadakan sebuah lokakarya untuk
mengidentifikasi secara bersama adanya pengaduan
masyarakat atas pelaksanaan tugas dan fungsi
penyelenggara pelayanan publik kesehatan. Hasil akhir
dari langkah ini adalah adanya daftar pengaduan yang
disepakati antara pemberi dan pengguna layanan.
Daftar pengaduan selanjutnya dijadikan bahan untuk
menyusun kuesioner yang akan digunakan dalam
Halaman 198
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
diselesaikan secara internal disusun dalam sebuah dokumen, yang disebut Janji
Perbaikan Layanan. Sedangkan, solusi pengaduan yang perlu bantuan ekstenal
disusun dalam sebuah rekomendasi teknis yang disampaikan secara resmi kepada
Kepala Dinas Kesehatan untuk ditindaklanjuti. Kedua dokumen ini ditandatangani
oleh Kepala Puskesmas Bubakan dalam acara publik disaksikan oleh Dinas
Kesehatan, Bappeda, MSF, dan masyarakat. Kemudian, untuk mendukung
transparensi (keterbukaan), Janji Perbaikan Layanan dicetak dalam bentuk standing
banner dan diadakan di ruang tunggu Puskesmas agar semua pengguna layanan
bisa melihat dan membacanya;
11. Tindakan perbaikan pelayanan untuk memenuhi Janji Perbaikan Layanan.
Berdasarkan janji tersusun dalam Janji Perbaikan Layanan, Puskesmas Bubakan
membuat rencana tindakan perbaikan pelayanan agar semua janji terpenuhi.
Tindakan perbaikan ini dilakukan selama satu tahun.
12. Monitoring dan evaluasi janji perbaikan layanan dan rekomendasi teknis oleh MSF.
Terkait dengan janji perbaikan layanan dan rekomendasi teknis, langkah ini
Halaman 199
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Selain itu, USAID Kinerja juga memberikan bantuan teknis berupa pelatihan dan
pendampingan kepada puskesmas dan MSF. Kegiatan peningkatan kapasitas juga
dilakukan oleh Kepala Puskesmas sebagai bagian dari tugasnya sehingga tidak perlu
alokasi anggaran khusus. Berbagai kegiatan ini telah mampu membangun
kebersamaan dan komitmen tim puskesmas untuk memberikan pelayanan terbaik bagi
masyarakat.
Halaman 200
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 201
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
persalinan, dan poster IMD dan ASI eksklusif sudah dibuat dan dipasang di
Puskesmas.
d. Cakupan pelayanan kesehatan ibu dan anak meningkat. Dampak lain
penerapan mekanisme pengaduan di Puskesmas Babakan adalah lebih banyak
ibu hamil dan keluarganya yang mencari pelayanan di Puskesmas Bubakan dan
ibu bersalin dengan pertolongan tenaga kesehatan. Secara keseluruhan
kunjungan pasien di Puskesmas Bubakan meningkat dari 19.569 pasien pada
tahun 2013 menjadi menjadi 21.210 pasien pada tahun 2014, dan sampai bulan
April 2015 menjadi 9.731 pasien.
Hasil lain yang juga dicapai dalam cakupan pelayanan KIA terkait antenatal care
terpadu dengan 10T adalah sebagai berikut :
• Kunjungan poli KIA meningkat,
• ANC lebih berkualitas sehingga deteksi dini resiko tinggi lebih optimal,
• Komplikasi kebidanan dapat terdeteksi lebih awal sehingga sistem rujukan
lebih terencana ditunjukkan dengan jumlah kasus rujukan ke rumah sakit
meningkat,
• Ibu hamil dan keluarga menjadi lebih pinter karena setiap periksa
mendapatkan konseling dan penyuluhan,
• Ibu Hamil khususnya dan masyarakat umumnya semakin sadar
pentingnya pemeriksaan kehamilan yang berkualitas sehingga meminta
pemeriksaan kehamilan sesuai 10 T,
• Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepemahaman
dengan radio lokal untuk talkshow interaktif seminggu sekali.
Halaman 202
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Gambar 3. Banner ANT terpadu dengan 10 T di Puskesmas Bubakan bahwa SETIAP IBU HAMI
BERHAK MENDAPATKAN PELAYANAN 10T
Halaman 203
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
secara berkala. Monitoring ini bertujuan melihat substansi dari pengaduan masyarakat
yang didapatkan dari mekanisme pengaduan seperti kotak saran, kemudian dibahas
dalam rapat khusus untuk mencari solusi atau penyelesaiannya.
Monitoring dan evaluasi khusus dilakukan setiap tiga bulan sekali oleh anggota MSF
bersama staf Puskesmas. MSF melakukan pembuktian status atas setiap janji dan
rekomendasi perbaikan pelayanan kesehatan. Monitoring ini dilaksanakan pada saat
kunjungan Puskesmas – MSF mewakili masyarakat dan mengecek apakah tindakan
perbaikan seperti dijanjikan sudah dilakukan atau belum. Status janji (terpenuhi atau
belum) dicatat dalam formulir monitoring Janji Perbaikan Layanan, serta kegiatan yang
sudah dilakukan dan rekomendasi untuk tindak lanjut kalau dibutuhkan. Hasil
monitoring ini disampaikan kepada Kepala Puskesmas kalau ada janji yang belum
terpenuhi, dan kepada Dinas Kesehatan kalau ada rekomendasi yang belum terpenuhi.
Monitoring dan evaluasi juga dilakukan secara berkala dengan
Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan juga melakukan monitoring dan evaluasi tahunan
terhadap keberhasilan program perbaikan manajemen Puskesmas Bubakan untuk
Halaman 204
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
menilai keberhasilan perbaikan manajemen untuk menurunkan angka kematian ibu dan
bayi meningkatkan pemberian ASI Ekslusif, dan meningkatkan persalinan ditolong
tenaga kesehatan.
Akan tetapi hal ini dapat diatasi setelah Kepala Puskesmas dan seluruh staf
Puskesmas melakukan studi banding ke Puskesmas Sumberasih Kab Probolinggo
yang berdampak pada pemahaman serta membuka kesadaran baru staf terkait
perbaikan pelayanan puskesmas. Mereka memahami bahwa kritik dari masyarakat
justru akan memberikan dampak positif kepada puskesmas apabila puskesmas dapat
merespon dengan baik. Beliau menjelaskan bahwa kritik dan pengaduan sebenarnya
bisa membantu puskesmas pusuntuk memperbaiki kualitas layanan dan fasilitasnya,
karena mereka dapat lebih memahami kebutuhan dan keinginan masyarakat.
Selain itu, masyarakat pada awalnya takut bahwa kritik yang mereka sampaikan akan
membawa dampak buruk kepada mereka apabila mereka ingin mendapatkan layanan
kesehatan di Puskesmas Bubakan. Namun persepsi yang sudah terlanjur berkembang
di masyarakat tersebut mulai berubah pada saat Puskesmas Bubakan berhasil
meyakinkan masyarakat bahwa Puskesmas Bubakan berkomitmen untuk terbuka
dalam pengaduan masyarakat dan berkomitmen tidak akan berpengaruh pada
masyarakat yang menggunakan jasa layanan kesehatan Puskesmas Bubakan.
Halaman 205
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Pada saat ini program Curhat Dong sedang direplikasikan di jaringan puskesmas
pembantu dan poslindes di wilayah Puskesmas Babakan. Di samping itu Program
Hamil Pinter dengan 10 T ini yang dikembangkan di Puskesmas Bubakan pada saat ini
sedang direplikasikan di 3 Puskesmas lain di wilayah Kabupaten Pacitan dengan
pembiayaan dari APBD.
Halaman 206
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Dinas teknis telah mengalokasikan anggaran melalui kegiatan tahunan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya, dan MSF melakukan kegiatan-kegiatan terkait dengan
perbaikan manajemen Puskesmas yang sesuai dengan kompetensi MSF. Beberapa
hasil pembelajaran yang didapatkan dari pelaksanaan inisiatif ini adalah sebagai
berikut:
• telah disusun dan diberlakukannya Standar Operasional dan Prosedur (SOP)
manajemen pelayanan puskesmas yang terkait dengan Pelayanan Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) di Puskesmas Bubakan, yang merupakan penerapan dari
kartu kendali/kontrol,
• telah disusun dan diberlakukannya Standar Operasional dan Prosedur (SOP)
khusus manajemen pelayanan terkait bayi yaitu SOP: Balita Sakit dan Bayi Muda
(Bayi Baru Lahir sampai usia 2 bulan) bahkan sudah dilakukan monitoring
evaluasi oleh Multi Stakeholder Forum (MSF),
• publikasi seputar pelayanan Puskesmas kepada klien melalui kartu antrian yang
dirupakan dalam bentuk leaflet. Publikasi melalui cara ini dinilai cukup efektif dan
bermanfaat untuk memberikan informasi terkait pelayanan puskesmas serta
informasi lain tentang Kesehatan,
• telah dilaksanakannya survey pengaduan yang diharapkan dapat menjadi
jembatan dalam akses keterbukaan dan merupakan masukan yang sebenarnya
atau input real untuk perbaikan manajemen dalam rangka peningkatkan
pelayanan Puskesmas,
• Puskesmas Bubakan juga telah melarang adanya Susu Formula di Faskes dan
Bidan hal ini juga berdampak meningkatnya pemberian Air Susu Ibu (ASI).
• Manager on Duty yang bertugas untuk mengawasi kegiatan Puskesmas dan
melaporkannya kepada Kepala Puskesmas ternyata cukup efektif untuk secara
cepat dan tepat menanggapi keluhan pasien,
• peningkatan kapasitas tim puskesmas ternyata mampu membangun
kebersamaan dan komitmen seluruh Tim untuk memberikan pelayanan terbaik,
• puskesmas berhasil mengubah perilaku masyarakat dalam hal kepedulian
terhadap KIA,
Halaman 207
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 208
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Informasi kontak
dr. Rini Endrawati
Kepala UPT Puskesmas Bubakan – Kabupaten Pacitan
Jalan Raya Tulakan, Desa Tegalombo – Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan
email: drriniabkarniendra@ymail.com
Halaman 209
Kerjasama Masyarakat dan Puskesmas Tingkatkan Mutu
Manajemen dan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di
Puskesmas Yosowilangun
Meskipun termasuk salah satu puskesmas yang sibuk, masyarakat menganggap bahwa
pelayanan dan fasilitas di Puskesmas Yosowilangun tidak memuaskan. Lingkungan
kumuh dan kotor, pelayanan yang tidak ramah, antrian yang panjang dan petugas
sering terlambat merupakan empat masalah yang paling sering dikeluhkan oleh
masyarakat.
Selain itu, manajemen pelayanan kesehatan ibu dan anak di puskesmas ini belum
terstandar sesuai dengan standar prosedur operasional (SOP). Hal ini menyebabkan
kasus kematian ibu dan bayi masih terus terjadi pada tahun 2011 – 2014. Disamping
itu, penjualan dan promosi susu formula juga masih ditemukan di puskemas ini.
Namun, situasi ini berubah sejak surat kabar memberitakan buruknya kualitas
pelayanan kesehatan di Puskesmas Yosowilangun. Pada akhir Desember 2014, para
petugas puskesmas dan masyarakat yang tergabung dalam Komunitas Masyarakat
Peduli Kesehatan (KMPK) sepakat bekerjasama meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan di Puskesmas Yosowilangun. Sejak saat itu puskesmas melibatkan KMPK
untuk memberikan masukan terhadap perbaikan manajemen puskesmas, termasuk
Halaman 210
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Lumajang/wartajember.com - Dianggap kurang memperhatikan pada pasien yang rawat inap, Puskesmas Yosowilangun,
Kabupaten Lumajang, Kamis siang (26/12/13), menuai komplain dari keluarga pasien. Bagaimana tidak, hampir 24 jam sejak
kedatangan pasien rawat inap di puskesmas tersebut, pasien masih belum mendapat pemeriksaan atau diagnose dokter, atas
sakit yang dideritanya.
Seperti dituturkan oleh Jaenuri, warga Desa Kraton, Kecamatan Yosowilangun, Kabupaten Lumajang, dirinya akhirnya
membawa istrinya yang tiba-tiba panas badan tinggi disertai mual dan muntah-muntah, ke Puskesmas
Yosowilangun. “Khawatir dengan kondisi istri saya yang tiba-tiba panas badan tinggi, mual dan muntah-muntah, langsung
saya bawa ke sini (puskesmas, red),” kata Jaenuri, di Puskesmas Yosowilangun, Kamis siang, (26/12).
Tanpa menyebutkan sakit apa yang diderita istrinya, kata Jaenuri, petugas puskesmas menyarankan agar istrinya menjalani
rawat inap. “Dilihat dari kondisinya, istri bapak harus menjalani rawat inap di sini (puskesmas, red),” kata Jaenuri, menirukan
penyampaian petugas puskesmas pada waktu itu.
Jaenuri mengaku sudah berusaha bertanya sakit apa yang diderita istrinya. Berdalih itu kewenangan dokter, dan pemeriksaan
dokter, menurut petugas baru akan dilakukan besuknya.
Pada keesokan harinya (hari ini, red), hingga sekitar pukul 11.00 WIB, masih belum ada dokter yang memeriksa sakit istrinya.
Namun dikatakan oleh Jaenuri, selama itu istrinya sudah diberi suntikan dan diharus mengkonsumsi sejumlah obat oleh
petugas puskesmas.
“Kalau belum diketahui sakitnya, terus obat apa yang disuntikkan ke istri saya,” tanya Jaenuri dengan keluguannya sebagai
masyarakat awam yang tidak paham medis, karena memang tidak mendapat penjelasan detail dari petugas puskesmas.
Kegelisahan Jaenuri akhirnya membawanya pada komplain ke pihak puskesmas. Dari kondisi dan situasi yang berhasil
diketahui wartawan, komplain yang sama, yang terpicu dari permasalahan yang juga sama, dilakukan oleh seorang anggota
TNI yang sedang membesuk keponakannya rawat inap di puskesmas siang tadi. “Jadi sampai saat ini dan sesiang ini masih
belum mendapat pemeriksaan dokter?,” kata sang TNI sambil nyelonong keluar menuju kantor pelayanan puskesmas.
Sementara Jaenuri kembali ‘ngedumel’. “Apakah selama belum mendapat pemeriksaan dokter, biaya rawat inapnya
digratiskan?,” kembali Jaenuri bertanya.
Nonot, yang mengaku sebagai perawat di Puskesmas Yosowilangun mengatakan, diagnose dokter pada dua pasien tersebut
memang belum dilakukan. “dr Eta dan dr Rini belum datang Mas,” kata Nonot, ketika ditemui wartawan.
Mengapa sesiang ini, hingga pukul 11.00 WIB, baik dr Eta, dr Rini juga dr Cahyo selaku Kepala Puskesmas Yosowilangun juga
belum datang?. Spontan Nonot mengatakan jika dokter di Puskesmas Yosowilangun sedang liburan. Bukankah hari libur
terkait perayaan Natal itu sudah kemarin? Serta merta Nonot mengatakan jika dokter sedang cuti. “Kalau hari ini sedang
cutinya Mas,” terang Nonot kian membingungkan.
Sementara dr Buntaran, Kepala Dinkes Kabupaten Lumajang, dikonfirmasi melalui selulernya, terkait komplain keluarga
pasien atas lemahnya pelayanan Puskesmas Yosowilangun menjelaskan, memang dokter jaga tidak harus 24 jam berada di
puskesmas. Namun tidak berarti harus bareng-bareng tidak berada di puskesmas, (cuti, red).
Hal tersebut, akan menjadikan catatan tersendiri baginya, karena dalam waktu yang selama itu, pasien masih belum
mendapat pemeriksaan yang mengarah pada diagnose. Lebih jauh Buntaran menyarankan pada wartawan untuk konfirmasi
langsung kepada kepala puskesmas. “Langsung konfirmasi ke kepala puskesmas saja Mas. Saya akan melakukan tindakan
secara kedinasan,” terang Buntaran.
Namun, hingga berita ini di Online kan, beberapa kali dihubungi, nomor HP 08523654xxx milik dr Cahyo kepala Puskesmas
Yosowilangun selalu tidak diangkat. Bahkan, SMS wartawan pun tidak berbalas. (yn)
Halaman 211
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Gambar 1. Berita di salah satu media yang mengeluhkan bahwa Puskesmas Yosowilangun
LAMBAT dalam menangani pasien
Bentuk inovasi
KMPK merupakan forum masyarakat yang dibentuk sebagai wadah bagi masyarakat
untuk berpartisipasi dan bekerjasama dengan puskesmas meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatannya. Forum ini dibentuk untuk merespon ketidakpuasan
masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Yosowilangun.
Melalui bantuan teknis USAID Kinerja, KMPK melakukan penguatan kapasitas
anggotanya sehingga mereka dapat melakukan peran pengawasan manajemen dan
Halaman 212
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 213
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
11. Pertemuan awal antara tim USAID Kinerja dan Puskesmas Yosowilangun
dilakukan untuk membahas pentingnya kerjasama puskemas dan masyarakat
yang tergabung dalam forum multi-stakeholder (MSF) untuk menyediakan
pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pertemuan ini diharapkan mampu
meyakinkan puskesmas bahwa masyarakat mempunyai hak untuk terlibat
dalam mengawasi layanan kesehatan dan juga seharusnya dapat
menggunakan masukan mereka untuk meningkatkan kualitas layanannya.
12. Kepala Puskesmas Yosowilangun meyakinkan staff puskesmas tentang
manfaat pentingnya kemitraan dengan Multi Stakeholder Forum (MSF)
untuk perbaikan layanan kesehatan. Langkah ini dilakukan karena masih
ada staf yang kurang memahami dan menyetujui dengan rencana kemitraan
ini.
13. Pembekalan inisiasi pembentukan dan mentoring MSF. Program ini
berhasil membentuk Masyarakat Peduli Kesehatan (MPK) di tingkat
kabupaten dan Komunitas Masyarakat Peduli Kesehatan (KMPK).
14. Puskesmas membentuk KMPK yang bertugas untuk mengumpulkan dan
menganalisis pengaduan dari masyarakat yang beranggotakan tokoh
Halaman 214
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama. Salah satu kegiatan awal yang
dilakukan oleh forum lintas pemangku kepentingan ini adalah mengadakan
survei pengaduan publik terhadap pasien-pasien puskesmas. Komunitas
Masyarakat Peduli Kesehatan (KMPK) Kecamatan Yosowilangun sudah
disahkan oleh Bapak Camat Yosowilangun dengan Keputusan Nomor No.
188.4/12/427.910/2015 tertanggal Pebruari 2015.
Halaman 215
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 216
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
acara publik dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan, Bappeda, KMPK, dan
masyarakat. Kemudian, untuk mendukung transparansi (keterbukaan), Janji
Perbaikan Layanan dicetak dalam bentuk standing banner dan ditempatkan di
ruang tunggu Puskesmas Yosowilangun agar semua pengguna layanan dapat
melihat dan membacanya.
Halaman 217
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 218
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Gambar 4. Pelatihan CITRI DIRI yang diikuti oleh Kepala Puskesmas dan
seluruh Staf Puskesmas Yosowilangun
21. Pelatihan jurnalisme warga bagi anggota KMPK. Pelatihan ini bertujuan
meningkatkan ketrampilan anggota KMPK melakukan advokasi perbaikan
layanan publik menggunakan media.
22. Pendampingan Penguatan Komunitas Masyarakat Peduli Kesehatan (KMPK)
Kecamatan Yosowilangun telah mengikut pelatihan monitoring dan evaluasi
Janji Perbaikan Layanan. Pelatihan yang difasiliatasi oleh mitra lokal USAID
Kinerja, LPKP, berisi tentang pelaksanaan monitoring dan evaluasi,
pembahasan rekomendasi, dan pelatihan kelembagaan KMPK.
Halaman 219
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Selain kegiatan pengawasan, kegiatan pertemuan rutin dengan kader kesehatan dan
pertemuan dengan puskesmas untuk membahas pengaduan masyarakat tidak perlu
alokasi anggaran khusus. Namun demikian, komitmen tinggi dan kerja keras seluruh
pemangku kepentingan terkait tetap diperlukan untuk memastikan KMPK dapat
menjalankan fungsinya dengan baik.
Halaman 220
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 221
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 222
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
disusun agar semua bidan wajib melakukan IMD pada saat menolong
persalinan, dan poster IMD dan ASI eksklusif sudah dibuat dan dipasang di
Puskesmas.
g. Citra Puskesmas Yosowilangun meningkat. Walaupun diperlukan upaya yang
sangat keras dari Puskesmas Yosowilangun dengan dukungan dari Komunitas
Masyarakat Peduli Kesehatan (KMPK) Kecamatan Yosowilangun image
Puskesmas Yosowilangun di masyarakat wilayah Kecamatan Yosowilangun
sudah mulai membaik bahkan memberikan kesan perubahan yang luar biasa
dalam merespon setiap keluhan dari masyarakat pengguna layanan.
Halaman 223
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Berdasarkan hasil monitoring evaluasi terbaru yang dilakukan April 2015, Puskesmas
Yosowilangun telah memenuhi 75 % janji perbaikan pelayanan dari 19 keluhan
masyarakat.
Di samping itu Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang juga telah melakukan evaluasi
tahunan terhadap keberhasilan program perbaikan manajemen Puskesmas
Yosowilangun dengan dukungan kemitraaan dari KMPK untuk mengetahui apakah
perbaikan manajemen yang telah dilakukan dapat menurunkan AKI dan AKB,
meningkatkan pemberian ASI Ekslusif, dan meningkatkan persalinan ditolong tenaga
kesehatan dan juga dari sisi kepedulian masyarakat kepada Puskesmas Yosowilangun
dan dan yang tidak kalah pentingnya adalah mengembalikan image puskesmas di
masyarakat Kecamatan Yosowilangun.
Di samping itu, tantangan yang paling berat bagi KMPK adalah tantangan eksternal
yaitu memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang perlunya kesehatan dan
mengarahkan masyarakat untuk ke puskesmas dalam kebutuhan pelayanan kesehatan.
Halaman 224
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Sedangkan tantangan internal dalam diri KMPK hingga saat ini masih bisa diatasi,
karena KMPK sampai saat ini masih satu visi dan misi dalam menjalin kemitraan
dengan Puskesmas Yosowilangun. Kerjasama yang terjalin antar anggota KMPK
sangat erat bagaikan saudara walaupun masing-masing mempunyai latar belakang
yang berbeda.
Halaman 225
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
komitmen yang kuat bahwa perbaikan manajemen sebagaimana yang dilakukan oleh
Puskesmas Yosowilangun dapat terus dilaksanakan. Perbaikan dan penyempurnaan
mekanisme perbaikan manajemen puskesmas terkait perencanaan, pengalokasian
anggaran, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi akan selalu dibenahi lebih baik jikalau
masyarakat melalui Komunitas Masyarakat Peduli Kesehatan (KMPK) maupun staf
puskesmas terlibat secara aktif. Puskesmas Yosowilangun sudah menunjukkan
komitmen mereka untuk melanjutkan kerjasama dengan KMPK dan wakil masyarakat
lain.
Pada saat ini seluruh anggota KMPK Kecamatan Yosowilangun dan KMPK Kecamatan
Lumajang sepakat untuk mereplikasikan KMPK ke seluruh kecamatan se Kabupaten
Lumajang lainnya sebanyak 19 (sembilan belas) kecamatan yang terdiri dari
Kecamatan Sukodono, Senduro, Gucialit, Padang, Pasrujambe, Sumbersuko, Tempeh,
Pasirian, Candipuro, Pronojiwo, Tempursari, Tekung, Ranuyoso, Kunir,
Rowokangkung, Jatiroto, Kedungjajang, Randuagung, dan Klakah.
Komitmen terkait replikasi KMPK ini juga telah mendapat dukungan dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Lumajang dr. Triworo Setyowati melalui sambutannya dalam
pelatihan Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) beberapa waktu yang lalu yang akan
mereplikasikan Komunitas Masyarakat Peduli Kesehatan (KMPK) ke seluruh
kecamatan yang ada di Kabupaten Lumajang.
Halaman 226
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Selain itu, Puskesmas Yosowilangun dan KMPK Yosowilangun juga sudah berencana
melakukan survei pengaduan dan membuat janji perbaikan
layanan untuk kali kedua dan menjadikannya mekanisme
regular yang dilaksanakan secara rutin. “Saat ini pelayanan di
Puskesmas Yosowilangun
sudah jauh lebih baik dari
tiga bulan yang lalu pada
Hasil pembelajaran dan rekomendasi
saat saya berobat ke sini.”
Setelah enam bulan kemitraan KMPK dan Puskesmas
Yosowilangun dijalankan, program ini telah menghasilkan Pasien Puskesmas
Yosowilangun
beberapa pembelajaran:
a. Kemitraan KMPK dan puskesmas telah
mengembalikan kepercayaan masyarakat di wilayah Kecamatan Yosowilangun
yang sempat meragukan kredibilitas Puskesmas Yosowilangun karena
pemberitaan surat kabar yang kurang baik terhadap layanan kesehatan.
b. Kemitraan ini juga baik untuk tata kelola pemerintahan yang baik atau good
governance baik dari sisi penyedia layanan dan pengguna layanan. KMPK bisa
berperan menjadi jembatan dalam proses good governance. Kemitraan antara
KMPK dengan Puskesmas Yosowilangun yang berujung pada perbaikan
manajemen puskesmas menumbuhkan kesadaran bersama dari pemangku
kepentingan atas permasalahan kesehatan dan sinergitas untuk mencari solusi
pemecahan.
c. Komunitas Masyarakat Peduli Kesehatan (KMPK) berperan melakukan kegiatan-
kegiatan terkait dengan perbaikan manajemen puskesmas yang sesuai dengan
kompetensi KMPK sedangkan dinas teknis telah mengalokasikan anggaran
melalui kegiatan tahunan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
d. Survei pengaduan dapat menjadi jembatan dalam akses keterbukaan dan
merupakan masukan yang sebenarnya untuk perbaikan manajemen dalam
rangka peningkatkan pelayanan Puskesmas,
e. Tim khusus yang bertugas untuk mengawasi kegiatan puskesmas dan
melaporkannya kepada Kepala Puskesmas ternyata cukup efektif untuk secara
cepat dan tepat menanggapi keluhan pasien,
Halaman 227
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Halaman 228
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Informasi kontak
dr. Cahyo
Kepala Puskesmas Yosowilangun
Jalan Stadion No. 334 Yosowilangun – Lumajang
Halaman 229
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Sebagian besar program Kinerja dilaksanakan oleh organisasi lokal dan nasional yang
mendapatkan dana hibah dan pelatihan peningkatan kapasitas dari Kinerja.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka kematian ibu tertinggi Asia, 359
per 100,000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Untuk mengatasi tantangan ini, Kinerja
membantu pemerintah daerah dan puskesmas mitra untuk meningkatkan mutu
Halaman 230
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
pelaksanaan program persalinan aman yang telah ada, seperti kemitraan bidan dan
dukun, kantong persalinan dan standar layanan.
Manajemen Puskesmas
Halaman 231
Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan
Selain itu, Kinerja juga membantu daerah mitra untuk mendorong partisipasi publik
serta meningkatkan kebijakan dan alokasi anggaran kesehatan daerah untuk mencapai
standar pelayanan minimal.
Replikasi
Aceh : Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Bener Meriah, Kota Banda Aceh,
dan Simeuleue.
Halaman 232