Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
dengan gejala seperti flu, diikuti dengan ruam merah atau keunguan yang
menyebar dan lecet, akhirnya menyebabkan lapisan atas kulit mati dan
mengelupas.
eritema, vesikel, bula, purpura pada kulit pada muara rongga tubuh yang
mempunyai selaput lendir serta mukosa kelopak mata. Penyebab pasti dari
SSJ saat ini belum diketahui namun ditemukan beberapa hal yang memicu
sindroma pada SSJ adalah reaksi hipersensitif terhadap zat yang memicunya.
Angka kejadian SSJ sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta
SSJ dan NET dapat terjadi pada berbagai usia, tetapi lebih sering terjadi pada
usia di atas 40 tahun, walaupun pada beberapa kasus ditemukan pada anak-
anak usia 3 bulan. Perbandingan perempuan lebih banyak daripada laki-laki
dengan perbandingan 2 : 1.
Johnson (SJS).
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
berupa nekrosis dan pelepasan dari lapisan epidermis yang luas dan mayoritas
2008). Penyebab dari SSJ dan NET ini belum diketahui dengan pasti, namun
beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab antara lain alergi obat,
infeksi, dan idiopatik. Beberapa obat yang dianggap sebagai penyebab alergi
sistemin dengan karakteristik yang mengenai kulit, mata, dan selaput lender
infeksi HIV, penyakit jaringan ikat dan kanker merupakan faktor penyakit.
menyatakan selama periode tersebut terjadi 2646 kasus reaksi samping obat.
Dari 2646 kasus tersebut, sebanyak 35,6% atau 942 kasus berupa erupsi kulit.
kulit atau sebesar 81 kasus. Insidensi SSJ dan NET semakin meningkat
karena salah satu penyebabnya adalah alergi obat dan dewasa ini semua obat
dapat diperoleh secara bebas (Lee, 2013). Menurut WHO, sekitar 2% dari
rumah sakit bahkan dapat mengakibatkan kematian, SSJ dan NET adalah
SSJ luasnya kerusakan epidermal kurang dari 10%, SSJ overlap NET
epidermal lebih dari 30%. SSJ dan NET membutuhkan pertolongan kegawat
daruratan cepat dan tepat.1,2,3 Data insidensi kasus SSJ dan NET yakni 2,6-
SJS dan NET disebabkan oleh obat.2 Selain obat, SSJ dan NET dapat
lingkungan, dan radiasi. Angka kematian SSJ dan NET cukup tinggi, dari
data yang ada, angka kematian pada kasus SSJ sekitar 1-5% dan pada kasus
NET 25-35%.
2.3 Etiologi
Hampir semua kasus SJS disebabkan oleh reaksi toksik terhadap obat,
terutama antibiotik (mis. obat sulfa dan penisilin), antikejang (mis. fenitoin)
dan obat antinyeri, termasuk yang dijual tanpa resep (mis. ibuprofen). Terkait
HIV, penyebab SJS yang paling umum adalah nevirapine (hingga 1,5%
menyebabkan reaksi gawat pada kulit, reaksi ini tidak terkait dengan SJS.
carbamazepin).
penggunaan kokain.
6) Walaupun SJS dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi
2.4 Klasifikasi
1) Derajat 1 : erosi mukosa SJS dan pelepasan epidermis kurang dari 10%.
2.5 Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan
IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen antibodi yang
endapan IgM, IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam
sirkulasi. Antigen penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang
beredar. Hapten atau karier tersebut dapat berupa faktor penyebab (misalnya
virus, partikel obat atau metabolitnya) atau produk yang timbul akibat
aktivitas faktor penyebab tersebut (struktur sel atau jaringan sel yang rusak
Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta mediator
lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas
Kerusakan jaringan
Kerusakan integritas
jaringan
- Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
- Deficit perawatan diri
2.5 Diagnosis
bagian epidermis, Kemudian dari anamnesis didapat 3 gejala utama SJS yaitu
dengan sariawan di mulut dan nyeri saat berkemih, dan keterlibatan mata
diagnosis mengarah ke SJS. Selain itu pada umumnya tubuh tampak sakit
berat, suhu tubuh meningkat, flu nyeri telan, sakit kepala, mialgia, kesadaran
2.5 Tatalaksana
1. Rawat inap
Rawat inap bertujuan agar dokter dapat memantau dan mengontrol setiap
2. Preparat Kortikosteroid
intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5mg sehari. Masa kritis biasanya
dapat segera diatasi dalam 2-3 hari, dan apabila keadaan umum membaik
dan tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama mengalami involusi,
maka dosis segera diturunkan 5mg secara cepat setiap hari. Setelah dosis
3. Antibiotik
dosis 2 x 80 mg.
tidak dapat menelan makanan atau minuman akibat adanya lesi oral dan
waktu 2-3 hari, maka penderita dapat diberikan transfuse darah sebanyak
5. KCl
6. Adenocorticotropichormon (ACTH)
7. Agen Hemostatik
8. Diet
9. Vitamin
2.5 Prognosis
stenosis vagina.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
kelainan pada kulit, selaput lendir orifisium dan mata atau dengan kata lain,
reaksi yang melibatkan kulit & mukosa (selaput lendir) yang berat &
mengancam jiwa ditandai dengan pelepasan epidermis, bintil berisi air &
Penyakit ini menyerang selaput lendir, meliputi selaput bening mata, bibir
bidang dalam & rongga mulut, genital & anus. Gejala awalnya berupa demam,
kesukaran diwaktu menelan, pegal-pegal atau nyeri di tubuh, sakit kepala, &
sesak napas, dan ada tanda kemerahan atau ruam merah kepada kulit,
munculnya bintil berisi air (seperti cacar) yang terasa sakit bahkan sampai
infeksi virus, bakteri dan jamur, atau alergi obat-obat tertentu, umumnya yakni
elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral pada penderita dengan
berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dan sediaan lesi kulit dan
darah.
DAFTAR PUSTAKA
treatment.
6) Siregar RS. Sindrom Stevens Johnson. Saripati Penyakit Kulit 2nd edition.
(14:06).