Anatomi Fisiologi
B. Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam
inidapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Brunner &
Suddarth, 2013)
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama
Mycobacteriumtuberculosis (Smeltzer, 2013).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang
menyerangparenkim paru atau bagian lain dari tubuh manusia.
C. Etiologi/Penyebab
Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru
oleh micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang
dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob.Sifat ini yang
menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit
tuberculosis.Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisik.Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet
nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2008).
D. Klasifikasi
Menurut (Depkes RI, 2008) klasifikasi tuberculosis di Indonesia
yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologist dan
mikrobiologis :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberculosis
3. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
a. TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda –
tanda lain positif)
b. TB paru tersangka yang tidak dapat diobati (sputum BTA negatif
dan tanda -tanda lain meragukan).
F. Patofisiologi
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan,
infeksi tuberculosis terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi.Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis biasanya
diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung
atau cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit (Price &
Wilson, 2012).
Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau
paru-paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan
reaksi peradangan, leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut dan
memfagosit namun tidak membunuh organisme tersebut.Setelah hari-hari
pertama masa leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akanmengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit
atau berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening
reginal. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi
oleh limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang
relatif padat dan seperti keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di
sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis menimbulkan respon berbeda,
jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk jaringan parut akhirnya
akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel (Price & Wilson,
2012).
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan
komplet ghon dengan mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cairan lepas ke
dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan
dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses
ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil dapat
terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus (Price & Wilson, 2012).
Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan
meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan
bronkus rongga.Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan
bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas.Keadaan
ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif (Price &
Wilson, 2012).
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo
hematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi apabila
fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk
ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price & Wilson,
2012).
G. Pathway
I. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam, 2010) penatalaksanaan
medis TB Paru meliputi :
1. Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang
bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok –
kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa
– siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi
bakteri yang masih sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis
kepada masyarakat.
2. Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi (agen
antituberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi
garis depan digunakan adalah Isoniasid (INH), Rifampisin (RIF),
Streptomisin (SM), Etambutol (EMB), dan Pirazinamid (PZA).
Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat,
amikasin, dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer,
2013).
J. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan keperawatan TB Paru
meliputi :
1. Pengkajian
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas pendek
karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari, menggigil atau
berkeringat
Tanda : takikardia, takipnea/dyspnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri
dan sesak (tahap lanjut)
b. Integritas EGO
Gejala : adanya faktor stress lama, masalah keuangan rumah,
perasaan tidak berdaya.tidak ada harapan. Populasi buaya/etnik,
missal orang ameria asli atau imigran dari asia tenggara/benua lain.
Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas
ketakutan, mudah terangsang
c. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan. Tidak dapat mencerna penurunan
berat badan.
Tanda: tugor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang
lemak subkutan
d. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah
e. Pernafasan
Gejala : Batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat
tuberculosis terpanjang pada individu terinfeksi
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru pleura) pengembangan pernafasan tidak simetri
(effuse pleura) perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural
atau penebalan pleural bunyi nafas menurun/tidak ada secara
bilateral atau unilateral efusi pleural/pneumotorak) bunyi nafas tubuler
dan bisikan pectoral diatas lesi luas, krekels tercabut diatas aspek
paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekes posttussic)
Karakteristik Sputum : hijau, puluren, muloid kuning atau bercak darah
deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik)
f. Keamanan
Gejala : adanya kondisi penekanan imun. Contoh:AIDS,kanker.Tes
111V positif
Tanda : demam rendah atau sedikit panas akut
g. Interaksi sosial
Gejala : perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular,
perubahan bisa dalam tanggungjawab/perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran
2. Riwayat Keperawatan
a. Identitas klien
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Riwayat psikososial
f. Pola fungsi kesehatan
3. Pemeriksaan fisik
a. Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
b. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
c. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
e. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
f. Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
g. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
h. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genetalia
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini
berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB
biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru –
paru atau pada segmen superior lobus bawah.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah
Adanya kurang darah, ada sel – sel darah putting yang
meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada
proses aktif.
2) Sputum
Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang
terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil
pada pagi hari.
3) Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah
mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan
yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein
Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek
(1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas
dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau
5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika
diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap
meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama
48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret kental atau sekret
darah
2. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan membran alveoler-kapiler
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
4. Nyeri akut b.d nyeri dada pleuritis
5. Hipertermi b.d proses inflamasi
6. Resiko syok hipovolemik dengan faktor resiko infeksi
L. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas Respiratory Status: Airway Airway Suction
tidak efektif b.d Patency 1. Pastikan kebutuhan oral /
akumulasi sekret Setelah dilakukan tindakan tracheal suctioning
kental atau sekret keperawatan selama 1x30 2. Auskultasi suara nafas
darah menit diharapkan masalah sebelum dan sesudah
Batasan Karakteristik : dapat teratasi dengan kriteria suctioning.
Dispneu hasil : 3. Informasikan pada klien dan
Penurunan suara 1. Mendemonstrasikan batuk keluarga tentang suctioning
nafas efektif dan suara nafas 4. Minta klien nafas dalam
Orthopneu yang bersih, tidak ada sebelum suction dilakukan.
Cyanosis sianosis dan dyspneu 5. Berikan O2 dengan
efekotif atau tidak merasa tercekik, irama istirahat dan napas dalam
makan makan
7. Monitor kulit kering dan
Kram pada
perubahan pigmentasi
abdomen
8. Monitor turgor kulit
Tonus otot jelek
9. Monitor kekeringan, rambut
Nyeri abdominal
kusam, dan mudah patah
dengan atau tanpa
10. Monitor mual dan muntah
patologi
11. Monitor kadar albumin, total
Kurang berminat
protein, Hb, dan kadar Ht
terhadap makanan
12. Monitor makanan kesukaan
Pembuluh darah
13. Monitor pertumbuhan dan
kapiler mulai rapuh
perkembangan
Diare dan atau
14. Monitor pucat, kemerahan,
steatorrhea
dan kekeringan jaringan
Kehilangan rambut konjungtiva
yang cukup 15. Monitor kalori dan intake
banyak (rontok) nuntrisi
Suara usus 16. Catat adanya edema,
hiperakti hiperemik, hipertonik papila
Kurangnya lidah dan cavitas oral.
informasi, 17. Catat jika lidah berwarna
misinformasi magenta, scarlet
4 Nyeri akut b.d nyeri Pain Control Pain Management
dada pleuritis Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri
Batasan Karakteristik : keperawatan selama 1x20 secara komprehensif
Laporan secara menit diharapkan masalah termasuk lokasi,
verbal atau non dapat teratasi dengan kriteria karakteristik, durasi,
verbal hasil : frekuensi, kualitas dan faktor
Fakta dari 1. Mampu mengontrol nyeri presipitasi
observasi (tahu penyebab nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal
Posisi antalgic mampu menggunakan dari ketidaknyamanan
untuk menghindari tehnik nonfarmakologi 3. Gunakan teknik komunikasi
nyeri untuk mengurangi nyeri, terapeutik untuk mengetahui
Gerakan mencari bantuan) pengalaman nyeri pasien
melindungi 2. Melaporkan bahwa nyeri 4. Kaji kultur yang
sulit atau gerakan 4. Menyatakan rasa nyaman kontrol nyeri masa lampau
Temperature Regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2
jam
2. Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency
yang diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Vol 2. Jakarta: EGC
Herdman, T.Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Joanne, dkk. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition.
Amerika: Mosby
Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth
Edition. Amerika: Mosby
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Smeltzer, Susan C. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 12. Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika