Anda di halaman 1dari 23

A.

Anatomi Fisiologi

Menurut (Syaifuddin, 2009) anatomi fisiologi sistem pernafasan terdiri


dari :
1. Anatomi Sistem Pernafasan
a. Saluran nafas bagian atas :
1) Rongga hidung
Terbentuk dari tulang dan kartilago
Bagian hidung yang terbuka pada wajah disebut nostril nares
Setiap nostril membentuk rongga yang disebut vestibula
Bagian anterior vestibula : kulit & rambut (vibrissae) yg menyaring
benda asing & mencegah dari inhalasi
Bagian posterior : membran mukosa yg tersusun dr sel epitelial yg
menghasilkan mukus
2) Faring
Saluaran bersama resp. dan digesti
Terdapat mekanisme refleks untuk menutup trakea selama proses
menela
Faring terbagi 3 :
a) Nasofaring : terletak diatas palatum lunak
b) Orofaring : bagian faring yg tampak jika lidah ditekan; yg
menerima udara dari nasofaring dan makanan dari rongga
mulut
c) Laringofaring : bagian inferior dr faring yg berfs utk resp dan
digesti
3) Laring
Disebut juga kotak suara
Letak : vertebra cervikalis 4 dan 6
Bagian posterior dari laring : esofagus
Membatasi saluran nafas bagian atas dan bawah
Diatas laring terdapat epiglotis yang akan menutup pada proses
menelan
Mendapat suply darah dari arteri tiroid
Bagian internal terdiri dari lapisan otot
b. Saluran nafas bagian bawah :
1) Trakea
Panjang 12 cm dg cincin kartilago
Percabangan trakea : membentuk bronkus
2) Bronkus
Bronkus akan terus bercabang membentuk diameter yg semakin kecil :
bronkiolus
Diujung bronkiolus terkumpul alveoli
Dinding bronkiolus mengandung otot polos & dipersarafi oleh sistem saraf
otonom, peka terhadap hormon tertentu dan zat kimia tertentu
3) Alveoli
Kantung udara tipis, dapat mengembang dan berbentuk buah anggur yg
terdapat diujung percabangan sal. Pernapasan
Dinding alveolus terdiri dari lapisan sel alveolus Tipe I (membranuos
pneumocytes)
Epitel alveolus juga mengandung sel alveolus Tipe II yg mengeluarkan
surfaktan
Ruang interstitium antara kapiler dan alveolus membentuk sawar yg
sangat tipis (0.2 µm)
2. Fisiologi Sistem Pernafasan
Ventilasi, Difusi, Transfortasi, dan Regulasi :
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan salah satu proses pertukaran udara antara atmosfer
dengan alveoli. Proses ini terdiri dari inspirasi yaitu masuknya udara ke
paru-paru, dan ekspirasi yaitu keluarnya udara dari paru-paru.
b. Difusi
Difusi dalam respirasi yaitu salah satu proses pertukaran gas antara
darah pada kapiler paru dengan alveoli. Proses difusi ini terjadi karena
adanya perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan
rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
c. Transportasi
Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-
sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida
sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru.
d. Regulasi
Kebutuhan oksigen tubuh bersifat dinamis, berubah-ubah dipengaruhi
oleh berbagai faktor diantaranya adalah aktivitas

B. Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam
inidapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Brunner &
Suddarth, 2013)
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama
Mycobacteriumtuberculosis (Smeltzer, 2013).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang
menyerangparenkim paru atau bagian lain dari tubuh manusia.

C. Etiologi/Penyebab
Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru
oleh micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang
dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob.Sifat ini yang
menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit
tuberculosis.Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisik.Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet
nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2008).

D. Klasifikasi
Menurut (Depkes RI, 2008) klasifikasi tuberculosis di Indonesia
yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologist dan
mikrobiologis :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberculosis
3. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
a. TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda –
tanda lain positif)
b. TB paru tersangka yang tidak dapat diobati (sputum BTA negatif
dan tanda -tanda lain meragukan).

E. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala tuberculosis menurut (Perhimpunan Dokter
Penyakit Dalam, 2010) dapat bermacam-macam antara lain :
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk radang.Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak).Keadaan yang lanjut berupa batuk
darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat.
Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura,
sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang
ditemukan.
5. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun.Gejala malaise sering
ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang,
nyeri otot dan keringat malam.Gejala semakin lama semakin berat dan
hilang timbul secara tidak teratur.

F. Patofisiologi
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan,
infeksi tuberculosis terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi.Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis biasanya
diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung
atau cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit (Price &
Wilson, 2012).
Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau
paru-paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan
reaksi peradangan, leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut dan
memfagosit namun tidak membunuh organisme tersebut.Setelah hari-hari
pertama masa leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akanmengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit
atau berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening
reginal. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi
oleh limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang
relatif padat dan seperti keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di
sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis menimbulkan respon berbeda,
jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk jaringan parut akhirnya
akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel (Price & Wilson,
2012).
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan
komplet ghon dengan mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cairan lepas ke
dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan
dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses
ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil dapat
terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus (Price & Wilson, 2012).
Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan
meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan
bronkus rongga.Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan
bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas.Keadaan
ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif (Price &
Wilson, 2012).
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo
hematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi apabila
fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk
ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price & Wilson,
2012).
G. Pathway

(Price & Wilson, 2012)


H. Komplikasi
Menurut (Muttaqin, 2008) komplikasi dari TB Paru antara lain :
1. Meningitis
2. Spondilitis
3. Pleuritis
4. Bronkopneumoni
5. Atelektasi

I. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam, 2010) penatalaksanaan
medis TB Paru meliputi :
1. Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang
bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok –
kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa
– siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi
bakteri yang masih sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis
kepada masyarakat.
2. Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi (agen
antituberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi
garis depan digunakan adalah Isoniasid (INH), Rifampisin (RIF),
Streptomisin (SM), Etambutol (EMB), dan Pirazinamid (PZA).
Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat,
amikasin, dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer,
2013).

J. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan keperawatan TB Paru
meliputi :
1. Pengkajian
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas pendek
karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari, menggigil atau
berkeringat
Tanda : takikardia, takipnea/dyspnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri
dan sesak (tahap lanjut)
b. Integritas EGO
Gejala : adanya faktor stress lama, masalah keuangan rumah,
perasaan tidak berdaya.tidak ada harapan. Populasi buaya/etnik,
missal orang ameria asli atau imigran dari asia tenggara/benua lain.
Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas
ketakutan, mudah terangsang
c. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan. Tidak dapat mencerna penurunan
berat badan.
Tanda: tugor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang
lemak subkutan
d. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah
e. Pernafasan
Gejala : Batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat
tuberculosis terpanjang pada individu terinfeksi
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru pleura) pengembangan pernafasan tidak simetri
(effuse pleura) perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural
atau penebalan pleural bunyi nafas menurun/tidak ada secara
bilateral atau unilateral efusi pleural/pneumotorak) bunyi nafas tubuler
dan bisikan pectoral diatas lesi luas, krekels tercabut diatas aspek
paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekes posttussic)
Karakteristik Sputum : hijau, puluren, muloid kuning atau bercak darah
deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik)
f. Keamanan
Gejala : adanya kondisi penekanan imun. Contoh:AIDS,kanker.Tes
111V positif
Tanda : demam rendah atau sedikit panas akut
g. Interaksi sosial
Gejala : perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular,
perubahan bisa dalam tanggungjawab/perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran
2. Riwayat Keperawatan
a. Identitas klien
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Riwayat psikososial
f. Pola fungsi kesehatan
3. Pemeriksaan fisik
a. Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
b. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
c. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
e. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
f. Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
g. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
h. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genetalia
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini
berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB
biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru –
paru atau pada segmen superior lobus bawah.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah
Adanya kurang darah, ada sel – sel darah putting yang
meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada
proses aktif.
2) Sputum
Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang
terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil
pada pagi hari.
3) Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah
mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan
yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein
Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek
(1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas
dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau
5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika
diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap
meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama
48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret kental atau sekret
darah
2. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan membran alveoler-kapiler
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
4. Nyeri akut b.d nyeri dada pleuritis
5. Hipertermi b.d proses inflamasi
6. Resiko syok hipovolemik dengan faktor resiko infeksi

L. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas  Respiratory Status: Airway  Airway Suction
tidak efektif b.d Patency 1. Pastikan kebutuhan oral /
akumulasi sekret Setelah dilakukan tindakan tracheal suctioning
kental atau sekret keperawatan selama 1x30 2. Auskultasi suara nafas
darah menit diharapkan masalah sebelum dan sesudah
Batasan Karakteristik : dapat teratasi dengan kriteria suctioning.
 Dispneu hasil : 3. Informasikan pada klien dan
 Penurunan suara 1. Mendemonstrasikan batuk keluarga tentang suctioning
nafas efektif dan suara nafas 4. Minta klien nafas dalam
 Orthopneu yang bersih, tidak ada sebelum suction dilakukan.
 Cyanosis sianosis dan dyspneu 5. Berikan O2 dengan

 Kelainan suara (mampu mengeluarkan menggunakan nasal untuk

nafas (rales, sputum, mampu bernafas memfasilitasi suksion

wheezing) dengan mudah, tidak ada nasotrakeal

 Kesulitan pursed lips) 6. Gunakan alat yang steril

berbicara 2. Menunjukkan jalan nafas sitiap melakukan tindakan

 Batuk, tidak yang paten (klien tidak 7. Anjurkan pasien untuk

efekotif atau tidak merasa tercekik, irama istirahat dan napas dalam

ada nafas, frekuensi setelah kateter dikeluarkan


pernafasan dalam rentang dari nasotrakeal
 Mata melebar
normal, tidak ada suara 8. Monitor status oksigen
 Produksi sputum
nafas abnormal) pasien
 Gelisah
3. Mampu 9. Ajarkan keluarga bagaimana
 Perubahan
mengidentifikasikan dan cara melakukan suksion
frekuensi dan
mencegah factor yang 10. Hentikan suksion dan
irama nafas
dapat menghambat jalan berikan oksigen apabila
nafas pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.
 Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
6. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila
perlu
10. Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status
O2
2 Gangguan  Respiratory Status:  Airway Management
pertukaran gas b.d Ventilation 1. Buka jalan nafas, guanakan
kerusakan membran Setelah dilakukan tindakan teknik chin lift atau jaw thrust
alveolar-kapiler keperawatan selama 1x30 bila perlu
Batasan Karakteristik : menit diharapkan masalah 2. Posisikan pasien untuk
 Penurunan CO2 dapat teratasi dengan kriteria memaksimalkan ventilasi
 Takikardi hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya
 Hiperkapnia 1. Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas
 Keletihan peningkatan ventilasi dan buatan
 Somnolen oksigenasi yang adekuat 4. Pasang mayo bila perlu
 Iritabilitas 2. Memelihara kebersihan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
 Hypoxia paru paru dan bebas dari perlu
 Kebingungan tanda tanda distress 6. Keluarkan sekret dengan

 Dyspnoe pernafasan batuk atau suction

 Nasal faring 3. Mendemonstrasikan batuk 7. Auskultasi suara nafas, catat

 AGD Normal efektif dan suara nafas adanya suara tambahan


yang bersih, tidak ada 8. Lakukan suction pada mayo
 Sianosis
sianosis dan dyspneu 9. Berikan bronkodilator bial
 Warna kulit
(mampu mengeluarkan perlu
abnormal (pucat,
sputum, mampu bernafas 10. Berikan pelembab udara
kehitaman)
dengan mudah, tidak ada 11. Atur intake untuk cairan
 Hipoksemia
pursed lips) mengoptimalkan
 Hiperkarbia
4. Tanda tanda vital dalam keseimbangan.
 Sakit kepala ketika
rentang normal 12. Monitor respirasi dan status
bangun
O2
 Frekuensi dan
kedalaman nafas
 Respiratory Monitoring
abnormal
1. Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan usaha
respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostals
3. Monitor suara nafas, seperti
dengkur
4. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
9. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
3 Ketidakseimbangan  Nutritional Status: Food  Nutrition Management
nutrisi kurang dari and Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan tindakan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
Batasan Karakteristik : keperawatan selama 1x8 jam untuk menentukan jumlah
 Berat badan 20 % diharapkan masalah dapat kalori dan nutrisi yang
atau lebih di teratasi dengan kriteria hasil : dibutuhkan pasien.
bawah ideal 1. Adanya peningkatan berat 3. Anjurkan pasien untuk
 Dilaporkan adanya badan sesuai dengan meningkatkan intake Fe
intake makanan tujuan 4. Anjurkan pasien untuk
yang kurang dari 2. Berat badan ideal sesuai meningkatkan protein dan
RDA dengan tinggi badan vitamin C
(Recomended 3. Mampu mengidentifikasi 5. Berikan substansi gula
Daily Allowance) kebutuhan nutrisi 6. Yakinkan diet yang dimakan
 Membran mukosa 4. Tidak ada tanda tanda mengandung tinggi serat
dan konjungtiva malnutrisi untuk mencegah konstipasi
pucat 5. Tidak terjadi penurunan 7. Berikan makanan yang
 Kelemahan otot berat badan yang berarti terpilih ( sudah
yang digunakan dikonsultasikan dengan ahli
untuk gizi)
menelan/menguny 8. Ajarkan pasien bagaimana
ah membuat catatan makanan

 Luka, inflamasi harian.

pada rongga mulut 9. Monitor jumlah nutrisi dan


 Mudah merasa kandungan kalori
kenyang, sesaat 10. Berikan informasi tentang
setelah kebutuhan nutrisi
mengunyah 11. Kaji kemampuan pasien
makanan untuk mendapatkan nutrisi
 Dilaporkan atau yang dibutuhkan
fakta adanya
kekurangan  Nutrition Monitoring
makanan 1. BB pasien dalam batas
 Dilaporkan adanya normal
perubahan sensasi 2. Monitor adanya penurunan
rasa berat badan
 Perasaan 3. Monitor tipe dan jumlah
ketidakmampuan aktivitas yang biasa
untuk mengunyah dilakukan
makanan 4. Monitor interaksi anak atau

 Miskonsepsi orangtua selama makan

 Kehilangan BB 5. Monitor lingkungan selama

dengan makanan makan

cukup 6. Jadwalkan pengobatan dan

 Keengganan untuk tindakan tidak selama jam

makan makan
7. Monitor kulit kering dan
 Kram pada
perubahan pigmentasi
abdomen
8. Monitor turgor kulit
 Tonus otot jelek
9. Monitor kekeringan, rambut
 Nyeri abdominal
kusam, dan mudah patah
dengan atau tanpa
10. Monitor mual dan muntah
patologi
11. Monitor kadar albumin, total
 Kurang berminat
protein, Hb, dan kadar Ht
terhadap makanan
12. Monitor makanan kesukaan
 Pembuluh darah
13. Monitor pertumbuhan dan
kapiler mulai rapuh
perkembangan
 Diare dan atau
14. Monitor pucat, kemerahan,
steatorrhea
dan kekeringan jaringan
 Kehilangan rambut konjungtiva
yang cukup 15. Monitor kalori dan intake
banyak (rontok) nuntrisi
 Suara usus 16. Catat adanya edema,
hiperakti hiperemik, hipertonik papila
 Kurangnya lidah dan cavitas oral.
informasi, 17. Catat jika lidah berwarna
misinformasi magenta, scarlet
4 Nyeri akut b.d nyeri  Pain Control  Pain Management
dada pleuritis Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri
Batasan Karakteristik : keperawatan selama 1x20 secara komprehensif
 Laporan secara menit diharapkan masalah termasuk lokasi,
verbal atau non dapat teratasi dengan kriteria karakteristik, durasi,
verbal hasil : frekuensi, kualitas dan faktor
 Fakta dari 1. Mampu mengontrol nyeri presipitasi
observasi (tahu penyebab nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal
 Posisi antalgic mampu menggunakan dari ketidaknyamanan
untuk menghindari tehnik nonfarmakologi 3. Gunakan teknik komunikasi
nyeri untuk mengurangi nyeri, terapeutik untuk mengetahui
 Gerakan mencari bantuan) pengalaman nyeri pasien
melindungi 2. Melaporkan bahwa nyeri 4. Kaji kultur yang

 Tingkah laku berkurang dengan mempengaruhi respon nyeri

berhati-hati menggunakan 5. Evaluasi pengalaman nyeri

 Muka topeng manajemen nyeri masa lampau

 Gangguan tidur 3. Mampu mengenali nyeri 6. Evaluasi bersama pasien

(mata sayu, (skala, intensitas, dan tim kesehatan lain

tampak capek, frekuensi dan tanda nyeri) tentang ketidakefektifan

sulit atau gerakan 4. Menyatakan rasa nyaman kontrol nyeri masa lampau

kacau, setelah nyeri berkurang 7. Bantu pasien dan keluarga

menyeringai) 5. Tanda vital dalam rentang untuk mencari dan


normal menemukan dukungan
 Terfokus pada diri
8. Kontrol lingkungan yang
sendiri
dapat mempengaruhi nyeri
 Fokus menyempit
seperti suhu ruangan,
(penurunan
pencahayaan dan
persepsi waktu, kebisingan
kerusakan proses 9. Kurangi faktor presipitasi
berpikir, nyeri
penurunan 10. Pilih dan lakukan
interaksi dengan penanganan nyeri
orang dan (farmakologi, non
lingkungan) farmakologi dan inter
 Tingkah laku personal)
distraksi, contoh : 11. Kaji tipe dan sumber nyeri
jalan-jalan, untuk menentukan intervensi
menemui orang 12. Ajarkan tentang teknik non
lain dan/atau farmakologi
aktivitas, aktivitas 13. Berikan analgetik untuk
berulang-ulang) mengurangi nyeri
 Respon autonom 14. Evaluasi keefektifan kontrol
(seperti nyeri
diaphoresis, 15. Tingkatkan istirahat
perubahan 16. Kolaborasikan dengan
tekanan darah, dokter jika ada keluhan dan
perubahan nafas, tindakan nyeri tidak berhasil
nadi dan dilatasi 17. Monitor penerimaan pasien
pupil) tentang manajemen nyeri
 Perubahan
autonomic dalam  Analgesic Administration
tonus otot 1. Tentukan lokasi,
(mungkin dalam karakteristik, kualitas, dan
rentang dari lemah derajat nyeri sebelum
ke kaku) pemberian obat
 Tingkah laku 2. Cek instruksi dokter tentang
ekspresif (contoh : jenis obat, dosis, dan
gelisah, merintih, frekuensi
menangis, 3. Cek riwayat alergi
waspada, iritabel, 4. Pilih analgesik yang
nafas diperlukan atau kombinasi
panjang/berkeluh dari analgesik ketika
kesah) pemberian lebih dari satu
 Perubahan dalam 5. Tentukan pilihan analgesik
nafsu makan dan tergantung tipe dan beratnya
minum nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
5 Hipertermi b.d  Thermoregulation  Fever Treatment
proses inflamasi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu sesering
Batasan Karakteristik : keperawatan selama 1x60 mungkin
 Kenaikan suhu menit diharapkan masalah 2. Monitor IWL
tubuh diatas dapat teratasi dengan kriteria 3. Monitor warna dan suhu kulit
rentang normal hasil : 4. Monitor tekanan darah, nadi
 Serangan atau 1. Suhu tubuh dalam dan RR
konvulsi (kejang) rentang normal 5. Monitor penurunan tingkat
 Kulit kemerahan 2. Nadi dan RR dalam kesadaran
 Pertambahan RR rentang normal 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
 Takikardi 3. Tidak ada perubahan 7. Monitor intake dan output
 Saat disentuh warna kulit dan tidak ada 8. Berikan anti piretik
tangan terasa pusing, merasa nyaman 9. Berikan pengobatan untuk
hangat mengatasi penyebab demam
10. Selimuti pasien
11. Lakukan tapid sponge
12. Berikan cairan intravena
13. Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil

 Temperature Regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2
jam
2. Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency
yang diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu

 Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
6 Resiko syok  Syok Prevention  Syok Management
hipovolemik Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor fungsi neurologis
Faktor Resiko : keperawatan selama 1x8 jam 2. Monitor fungsi renal
 Hipoksemia menit diharapkan masalah 3. Monitor tekanan nadi
 Hipoksia tidak terjadi dengan kriteria 4. Monitor status cairan, input
 Hipotensi hasil : output
 Hipovolemia 1. TTV dalam batas normal 5. Catat gas darah arteri dan

 Infeksi 2. Irama jantung dalam oksigen dijaringan

 Sepsis batas yang diharapkan 6. Memonitor gejala gagal

 Sindrom respons 3. Frekuensi nafas dalam pernafasan

inflamasi sistemik batas yang diharapkan


4. Mata cekung tidak
ditemukan
5. Demam tidak ditemukan
6. Hematokrit dbn
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Vol 2. Jakarta: EGC
Herdman, T.Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Joanne, dkk. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition.
Amerika: Mosby
Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth
Edition. Amerika: Mosby
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Smeltzer, Susan C. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 12. Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai