KEPEMIMPINAN MADANI
Ahmad Haris"
Abstract
Leadership in Islamic tradition can be referred back tothe leader-
ship model exercised by Prophet Mohamed (p.b.u.h). Through
the prototype of his Madinah City, he had successfully showed
the very positive aspects of Islamic ethies theoretically and prac-
tically which were the synergy of the truth transcendental
revelation and the immanent managerial ability. The leader-
ship model exercised by the Prophet is nothing more than a
“civil leadership” which is modern for times. Accordingly, this
leadership model is the best precedent for Indonesian leader-
ship, and for Jambi in particular which is embedded with
religious and cultural ethics.
1. Pendahuluan
Sebuah Kota Utama (al-Madinah al-Fadhilah) adalah kota yang
dipimpin oleh penguasa tertinggi yang “... benar-benar memiliki berbagai
imu dan setiap jenis pengetahuan... la mampu memahami dengan baik segala
‘yang harus dilakukannya, lamampumembimbing dengan balk sehinggs orang,
‘melakukan apa yang diperintahkannya. lamampumemanfeatkan orang. orang,
‘yang memiliki kemampuan. la mampu menentukan, mendefenisikan, dan
‘mengarabikan tindakan-tindakan ini ke arah kebshagiaan, Hal ini hanya terdapat
pada orang yang memniliki kecendrungan alami yang besar lagi unggul, bila
jiwanyabersatu dengan akal aktif ..Orang seperti ini adalah pangeran sejati,
‘menurutpara eluhur; dialah orag yang tentangnya dikatakan bahwajamenerima
wahyu.... Pemerintahan orang seperti ini merupakan pemerintahan tertinggi;
pemerintaban yang lainnya berkedudukan di bawahnya, dan berasal darinya.
‘Secara leksikal istilah kepemimpinan/pemimpin berbeda dengan istilah
‘madani, Namun keduanya scbenamya memiliki hubungan yang sangat dekat
dan mungkin tak dapat dipisahkan. Seperti dipahami, pemimpin dan
kepemimpinan adalah hal yang sangatinheren dalam kehidupan umat manusia,
sesuatn yang niscaya (sine qua non) dalam hidup dan kehidupan kita. Dalam
Innovatio, Vo 5, No. 10, Edisiul-Desember 2006 307Ahmad Haris
kkonteks Indonesia, wacana kepemimpinan senantiasa menjadi perdebatan
‘hangat terutamapasca bergulimya erareformasiDisisi lain, ditengah semangat
menuju Masyarakat Madani (civil society), perbincangan tentang
kepemimpinan ideal menemukan ati yang makin penting.
Dewasa ini, istlah Masyarakat Madani kian populer dan menjadi narasi
besar di kalangan cendekiawan, politikus, sosiolog maupun tokoh-tokoh
‘masyarakat, Kendatiterbilang tidak baru lagi, mengingat ia sudah sejak lama
diperkenalkan oleh Anwar Ibrahim —mantan deputi perdana menteri Malay-
sia—di forum Iimiah Festifal Istqlal tahun 1995, tetapi yang menjadikcan istilah
inj lebih menarik, adalah lantaran impian berikut harapan-harapan yang
tersimpan di dalamnya, Sebab di saat masyara-kat Indonesia sedang tersungut-
‘sungut di tengah himpitan muti-Krsis yang sepertinya belum kunjung reda, ia
seolah tampil menjadi icon dan obat mujarab (penacea) yang menjanjikan
perubahan besar menuju Indonesia baru yang lebih beradab. Maka,
sesungguhnya, “kepemimpinan” dan “(masyarakat) madani” merupakan dua
centitas yang sangat korelatf, ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat
dipisahkan.
‘Lantaran keterkaitannyaitulah s-tilah kepemimpinan sengajadikawinkan
‘dengan itilah madani yang secara korelatifmelahirkan isilah “kepemimpinan,
‘madani.” Sekedar menghindari pengertian yang sifatnya teoritis, kita dapat
-mengatakan bala kepemimpinen madani adalah sebuah model kepemimpinan
yang berlandaskan pada cita-cita Masyarakat Madani, yakni masyarakat yang
‘menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi egalitarianisme, keterbukaan, toleransi
ddan pluralisme, serta musyawarah. Kepempinan madaniinilah yang diharapkan
sebagai cita-cita ideal dan menjadi elan vital bagi perubahan negeri ke arah
‘yang lebih berperadaban (maju dan beradab).
TI, Model Pemimpin Madani
Dalam Republic, Plato pemzh mengemukakan bahwa suatu masyarakal yang
bik mest dipimpin oleh scorangfilsuf yang memerintah sesuai dengan prinsip-
prinsip rasional dan mampu menjelaskan prinsip-prinsip itu kepada orang
awam. Al-Parabi berpendapat baliwa Nabi Muhammad SAW, adalah seorang,
‘pemimpin yangpersis seperti dimaksudkan Plato. Betiau telah meneunakapkan
‘ebenaran universal dalam bentuk imiajinatf yang dapat dipahami orang awam,
308 Innovatio, Vo. 5 No. 10, Edis Juli-Desember 2006Kepemimpinan Madani
sehingga Islam secara ideal cocok dengan masyarakat yang dicita-citakan
Plato?
Kisah tentang pemimpinideal hampir senantiasa menghiasi galeri pemikiran
‘lasik masyarakat Indonesia. Pemimpin-pemimpin ideal seringkal diperihatkan
dalam epos-epos (wiracarita) kuno yangmeng-gambarkan sesosok penguasa
yang sangat mencintai rakyatnya. Sebuah negeri khayalan antah berantah
ibemama kerajaan Mandraka adalah contoh kisah yang paling menarik.
Kerajaan yang memiliki Raja yang bergelar Narasoma yang berarti seorang,
raja yang memperhatikan rakyatnya, Salya, orang bijak, Mandradhipa,
‘orang yang termasyhur dan berbagai asma kebesaran lainnya.
‘Raja Narasoma terkenal bukan saja karena ketangguban bala tentaranya,
nnamun juga karenasifatnya yang pandita, Ia memberi pakaian kepada yang
{elanjang, memberi makan kepada yang lapar, memberi tongkat kepada yang
berjalan di tempat yang licin dan berbagai kebaikan lainnya. Walhasil,
_masyarakat menjadi sangat mencintai rajanya lantaran jaminan asa aman dan
nyaman berikut kebanggaan yang mereka nikmati sepanjang masa*
Refleksi filosofis yang tergambar dalam pos klasik tentang kerajaan
Mandraka di atas adalah bahwa sebuah negara yang ideal sangat tergantung
‘pada pemimpinnya yang mampu menjamin ketentraman, keadilan dan yang,
‘erpenting sangat peka terhadap rakyatnya. Akan tetapi sifat-sifat semacam
ini amat jarang pada diri seorangrraja, lantaran sistem keturunan (monarchi-
heredetis) ak urung memicu lahimya perebutan atau pewarisan kekuasaan
secara sewenang-wenang. Hal ini pemah menimpa imperium Islam, yang,
seberapapun besarnya, mengalami keruntuhan lantaran kerakusan antar
kerabat dan saudara sera sifat keluarga mereka yang sering menghambur-
hamburkan uang negara untuk berfoya-foya.
Dalam tradisi Yunani para filsuf sering pula dianggap sebagai pemimpin
ideal. Para filsuf adalah kelompok minoritas dari masyarakat yang memiliki
kapabilitasintelektual yang luarbiasa. Sesuai namanya, yang berasal dari kata
philosopia yang berarti bijaksana, dan dengan kekuatan refleksinya, para
filsuf dipercaya mampu memegang tampuk kepemimpinan dan mampu
‘menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang ideal. Karena itulah Plato
mengatakan bahwa masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang dipimpin
oleh seorang filsuf
‘Walaupun demikian, para pemimpin yang hanya memiliki kecendrungan
filosofis (intelektual-oriented)seringkali mengalami kegagalan dalam menangani
Innovatio, Vol.9, No. 10, Edis! JullDesember 2006 309