Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Penyakit menular adalah penyakit yang dapat di tularkan (berpindah- pindah dari orang yang satu
ke orang yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung maupun perantara). Penyakit
menular ini ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah.
Penularan penyakit disebabkan proses infeksi oleh kuman.

Infeksi nosokomial atau Healthcare associated infections (HAIs) adalah infeksi yang didapat dari
pekerjaan, infeksi nosokomial merupakan masalah yang sangat serius. Untuk pencegahan dan
pengendalian penularan infeksi maka kewaspadaaan isolasi sangat diperlukan dalam kegiatan
pelayanan kepada pasien dirumah sakit .Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau
mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter dan Perry, 2005).

Rumah sakit Umum Banten merupakan tempat pelayanan pasien dengan berbagai macam
penyakit diantaranya penyakit karena infeksi, dari mulai yang ringan sampai yang terberat, dengan
begitu hal ini dapat menyebabkan resiko penyebaran infeksi dari satu pasien ke pasien lainnya,
begitupun dengan petugas kesehatan yang sering terpapar dengan agen infeksi. Penularan infeksi
dapat melalui beberapa cara diantaranya melalui darah dan cairan tubuh seperti halnya : penyakit
HIV/AIDS dan Hepatitis B dan kasus kasus yang sekarang menjadi sorotan yaitu dipteri , flu
burung, SARS, dan lainnya yang tatalaksana perawatannya mengharuskan di rawat di ruang rawat
khusus / isolasi .

Tenaga medis yang bekerja di fasilitas kesehatan sangat beresiko terpapar infeksi yang secara
potensial membahayakan jiwanya, karena Tenaga Medis dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien dapat kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah pasien dan dapat menjadi
tempat dimana agen infeksius dapat hidup dan berkembang biak yang kemudian menularkan
infeksi dari pasien satu ke pasien yang lainnya, kewaspadaan isolasi menjadi hal yang penting
dalam pelaksanaan kerja sehari hari petugas kesehatan salah satunya dengan meningkatkan
kewaspadaan standar salah satu yang penting adalah cuci tangan dan penggunaan APD yang baik.

Kewaspadaan isolasi yang tak kalah pentingnya adalan kewaspadaan yang berbasis tranmisi
dimana cara penularan secara kontak , droplet dan airbone memerlukan standar khusus dalam
pelayanan dan ruangan isolasi yang di lengkapi hepafilter dan standar ruangan isolasi laiinya.

Menurut penelitian apabila tenaga medis terkena infeksi akibat kecelakaan maka resikonya 1%
mengidap hepatitis fulminan, 4% hepatitis kronis (aktif), 5% menjadi pembawa virus
(Syamsuhidajat & Wim de Jong, 1997). Tahun 1997 CDC (Center For Desease Control)
melaporkan ada 52 kasus petugas kesehatan lain HIV akibat kecelakaan di tempat kerja, sedangkan
114 orang petugas kesehatan lain di duga terinfeksi ditempat kerja. ICN (2005) melaporkan bahwa
estimasi sekitar 19-35% semua kematian pegawai kesehatan pemerintah di Afrika disebabkan oleh
HIV/AIDS. Sedangkan di Indonesia data ini belum terlaporkan. Namun dari kejadian tersebut,
resiko perawat mempunyai andil yang paling besar untuk tertular akibat terpapar cairan dan
tertusuk jarum, sehingga berkembang upaya untuk mencegah terinfeksi dari paparan HIV
(Nurmartono, 2006).

Meningkatnya angka kejadian infeksi di rumah sakit, baik terhadap petugas kesehatan atau pasien
yang dirawat di rumah sakit, mengharuskan diwujudkannya suatu langkah pencegahan sehingga
angka infeksi di rumah sakit dapat menurun. Salah satu upaya adalah dengan menyediakan fasilitas
ruang isolasi yang bertujuan untuk merawat pasien dengan penyakit infeksi yang dianggap
berbahaya disuatu ruangan tersendiri, terpisah dari pasien lain, dan memiliki aturan khusus dalam
prosedur pelayanannya.

B. Tujuan Umum :

Sebagai pedoman bagi Manajemen Rumah Sakit untuk dapat melaksanakan Isolasi pada pasien
dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

C. Tujuan Khusus

1.Sebagai pedoman pelaksanaan Isolasi pada pasien yang merupakan salah satu upaya rumah
sakit dalam mencegah infeksi nasokomial.

2.Mencegah terjadinya infeksi pada petugas kesehatan.

3.Mencegah terjadinya Infeksi pada pasien rawat inap atau pasien dengan penurunan daya tahan
tubuh.

D. Landasan Hukum

1. Undang-undang RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Undang-undang RI No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

3. SK.Menkes RI No. 270 Menkes / SK /III / 2007 tentang Pedoman Manajerial PPI DI Rumah
Sakit dan Fas Yankes Lainnya.

4. SK Menkes No.382 /Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman PPI di RS dan Fas. Yankes


Lainnya.

5. SK.Menkes No.129/ Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal RS.

6. SK.Menkes 1165.A./Menkes/SK/ X/2004 tentang KARS.

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Definisi
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/ penyebaran kuman pathogen dari sumber
infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain.

Sesuai dengan rekomendasi WHO dan CDC tentang kewaspadaan isolasi untuk pasien dengan
penyakit infeksi airborne yang berbahaya seperti H5N1, kewaspadaan yang perlu dilakukan
meliputi:

I. Kewaspadaan Standar
Komponen kewaspadaan standar
1. Kebersihan tangan
2. Alat Pelindung Diri
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemroses peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan
7. Penempatan pasien
8. Etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek untuk lumbal fungsi

II. Kewaspadaan Berbasis transmisi


Kewaspadaan berbasis transmisi dibutuhkan untuk memutus rantai penularan infeksi
melalui transmisi mikroba penyebab infeksi. Jenis kewaspadaan berbasis transmisi adalah
melalui udara, percikan, kontak langsung dan tidak langsung.

1. Transmisi kontak
Kewaspadaan ini mengurangi risiko penularan organisme dari pasien terinfeksi atau
terkolonisasi baik langsung ataupun tidak langsung. Transmisi kontak paling sering
menimbulkan infeksi nosokomial, transmisi kontak dapat secara langsung ataupun tidak
langsung.

1) Kontak langsung dapat melalui permukaan kulit yang terbuka/abrasi orang ataupun
petugas yang rentan dengan kulit pasien yang terinfeksi ataupun terkolonisasi.
Contoh kegiatan: perawat membalikan tubuh pasien, memandikan, mengganti
verband pasien , petugas tanpa menggunakan sarung tangan merawat oral pasien
HSV atau scabies.
2) Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan dengan
benda yang terkontaminasi mikroba infeksius dilingkungan, instrumen yang
terkontaminasi atau benda lain yang terkontaminasi yang digunakan secara
bersamaan, peralatan tersebut belum dicuci setelah dipakai oleh pasien lain. Hindari
mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan
pasien misalnya: pegangan pintu, tombol lampu, telepon.

2. Transmisi droplet (percikan)


Kewaspadaan ini mengurangi resiko penularan nosokomial pathogen melalui butir-butir
percikan dengan ukuran >5μm. droplet yang besar terlalu berat untuk melayang diudara
dan akan jatuh dalam jarak 1 m dari sumber. Transmisi droplet melibatkan kontak
konjungtiva atau mucus membrane hidung orang yang rentan dengan droplet besar yang
mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap atau carrier yang dikeluarkan saat
batuk, bersin, muntah, bicara dan selama prosedur suction.
1) Transmisi droplet langsung karena droplet langsung mencapai membrane mucus
inhalasi.
2) Droplet tidak bertahan diudara sehingga tidak perlu pengamanan khusus udara atau
ventilasi.

3. Transmisi udara (Airborne Precautions)


Kewaspadaan ini di rancang untuk mengurangi penularan nosokomial dari partikel
<5μm dapat berada diudara beberapa jam dan dapat menyebar luas. Mikroorganisme
dapat menyebar melalui udara. Kewaspadaan melalui udara perlu dianjurkan pada
pasien-pasien yang tersangka penyakit-penyakit seperti : TBC, cacar air, campak dan
penderita HIV yang mempunyai gejala berkeringat malam hari, batuk, demam.

III. Peraturan untuk kewaspadaan Isolasi


1. Hati-hati terhadap semua darah, cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien
untuk meminimalisir resiko transmisi infeksi
2. Cuci tangan sebelum kontak di antara dua pasien
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksi (darah atau cairan tubuh)
4. Gunakan tehnik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari menyentuh
bahan infeksius
5. Pakai sarung tangan saat atau mungkin kontak dengan darah dan cairan tubuh serta
barang yang terkontaminasi.
6. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan di antara pasien
7. Tangani limbah feces, urine, sekresi pasien yang lain dalam lubang pembuangan yang
telah tersedia, bersihkan dan desinfeksi peralatan.
8. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur
9. Pastikan peralatan, barang fasilitas, linen sudah dibersihkan dengan benar antar pasien

BAB III
TATA LAKSANA
A. Syarat Kamar lsolasi
1. Lingkungan harus tenang dan terpisah dari ruang perawatan lain.
2. Sirkulasi udara harus baik, perputaran udara kurang lebih 12 x permenit, dilengkapi hefa
filter dan alat lainnya.
3. Penerangan harus cukup baik dan terang, serta mendapat sinar matahari langsung yang
cukup.
4. Tersedianya WC dan kamar mandi bagi petugas dan pasien tersendiri
5. Kebersihan lingkungan harus dijaga dan di bersihkan 2 x sehari
6. Tempat sampah harus tertutup dan bersih bebas dari serangga
7. Tempat alat tenun kotor harus tertutup dan disimpan di tempat terpisah
8. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai disinfektan.

Ruang Perawatan isolasi ideal terdiri dari :

1. Ruang ganti umum


2. Ruang bersih dalam
3. Stasi perawat
4. Ruang rawat pasien
5. Ruang dekontaminasi
6. Kamar mandi petugas

B. Syarat Petugas Yang Bekeja Di Kamar Isolasi


1. Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi
2. Lepaskan alat pelindung diri sebelum keluar kamar isolasi
3. Berbicara seperlunya/ meminimalkan komunikasi dengan klien.
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
5. Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker, sarung tangan, dan sandal
khusus
6. Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi
7. Kuku harus pendek
8. Tidak memakai perhiasan
9. Pakaian rapi dan bersih
10. Mengetahui prinsip aseptic/ antiseptic
11. Kondisi fisik petugas harus sehat dan tidak dalam keadaan sakit.

C. Alat-alat
1. Alat-alat APD, alat habis pakai lainnya yang dibutuhkan cukup tersedia
2. Selalu dalam keadaan steril
3. Dari bahan yang mudah dibersihkan
4. Alat suntik bekas dibuang pada tempat tertutup safety box dan dimusnahkan
5. Alat yang tidak habis pakai dicuci dan disterilkan kembali di ruang CSSD
6. Alat tenun bekas dimasukkan dalam tempat tertutup

D. Kategori Isolasi
Kategori isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenesis dancara penularan / penyebaran kuman
terdiri dari isolasi ketat, isolasi kontak, isolasi saluran pernafasan, tindakan pencegahan enterik
dan tindakan pencegahan sekresi.Secara umum, kategori isolasi membutuhkan kamar terpisah,
sedangkan kategori tindakan pencegahan tidak memerlukan kamar terpisah.

1. Isolasi Ketat
Tujuan isolasi ketat adalah mencegah penyebaran semua penyakit yang sangat menular, balk
melalui kontak langsung maupun peredaran udara.Tehnik ini kontak langsung maupun peredaran
udara.Tehnik ini mengharuskan pasien berada di kamar tersendiri dan petugas yang berhubungan
dengan pasien harus memakai pakaian khusus, masker, dan sarung tangan Berta mematuhi aturan
pencegahan yang ketat. Alatalat yang terkontaminasi bahan infektsius dibuang atau dibungkus dan
diberi label sebelum dikirim untuk proses selanjutnya. Isolasi ketat diperlukan pada pasien dengan
penyakit antraks, cacar, difteri, pes, varicella dam herpes Zoster diseminata atau pada pasien
imunokompromis.

Prinsip kewaspadaan airborne harus diterapkan di setiap ruangperawatan isolasi ketat yaitu:
1. Ruang rawat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negative dibanding tekanan di koridor.
2. Pergantian sirkulasi udara 6-12 kali perjam
3. Udara harus dibuang keluar, atau diresirkulasi denganmenggunakan filter HEPA (High-
Efficiency Particulate Air)
Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri.Pasien tidak boleh membuang ludah atau
dahak di lantai -gunakan penampung dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable).

2. Isolasi Kontak
Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah ditularkan melalui kontak
langsung.Pasien perlu kamar tersendiri, masker perlu dipakai bila mendekati pasien, jubah dipakai
bila ada kemungkinan kotor, sarung tangan dipakai setiap menyentuh badan infeksius. Cuci tangan
sesudah melepas sarung tangan dan sebelum merawat pasien lain. Alat-alat yang terkontaminasi
bahan infeksius diperlakukan seperti pada isolasi ketat. Isolasi kontak diperlukan pada pasien bayi
baru lahir dengan konjungtivitis gonorhoea, pasien dengan endometritis, pneumonia atau infeksi
kulit oleh streptococcus grup A, herpes simpleks diseminata, infeksi oleh bakteri yang resisters
terhadap antibiotika, rabies, rubella.
3. Isolasi Saluran Pernafasan
Tujuannya untuk mencegah penyebaran pathogen dari saluran pernafasan dengan cara kontak
langsung dan peredaran udara. Cara ini mengharuskan pasien dalam kamar terpisah, memakai
masker dan dilakukan tindakan pencegahan khusus terhadap buangan nafas / sputum, misalnya
pada pasien pertusis, campak, tuberkulosa paru, infeksi H. influenza.

A.Tindakan Pencegahan Enterik


Tujuannya untuk mencegah infeksi oleh pathogen yang berjangkit karena kontak langsung atau
tidak langsung dengan tinja yang mengandung kuman penyakit menular. Pasien ini dapat bersama
dengan pasien lain dalam satu kamar, tetapi dicegah kontaminasi silang melalui mulut dan dubur.
Tindakan pencegahan enteric dilakukan pada pasien dengan diare infeksius atau gastroenteritis
yang disebabkan oleh kolera, salmonella, shigella, amuba, campy/obacter, Crytosporidium, Ecoli
pathogen.

B. Tindakan Pencegahan Sekresi


Tujuannya untuk mencegah penularan infeksi karena kontak langsung atau tidak langsung dengan
bahan purulen, sekresi atau drainase dari bagian badan yang terinfeksi.Pasien tidak perlu
ditempakan di kamar tersendiri.Petugas yang berhubuangan langsung harus memakai jubah,
masker, dan sarung tangan. Tangan harus segera dicuci setelah melepas sarung tangan atau
sebelum merawat pasien lain. Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan pada waktu
penggantian balutan.Tindakan pencegahan sekresi ini perlu untuk penyakit infeksi yang
mengeluarkan bahan purulen, drainasea atau sekresi yang infeksius.

4. Isolasi Protektif
Tujuannya untuk mencegah kontak antara pathogen yang berbahaya dengan orang yang daya
rentannya semakin besar, atau melindungi seseorang tertentu terhadap semua jenis pathogen, yang
biasanya dapat dilawannya.Pasien harus ditempatkan dalam lingkungan yang mempermudah
terlaksananya tindakan pencegahan yang perlu.Misalnya pada pasien yang sedang menjalani
pengobatan sitoststika atau imunosupresi.

E. Lama Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas laboratorium, yaitu :
1. sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)
2. sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum, khusus untuk luka atau
penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan bahan menular)
3. selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virusAdan B, leptospirosis)
4. sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif (misalnya pada sifilis,
konjungtivitis gonore pada neonatus).

F. Prosedur keluar Ruang Perawatan isolasi


1. Perlu disediakan ruang ganti khusus untuk melepaskan Alat Perlindungan Diri (APD).
2. Pakaian bedah / masker masih tetap dipakai.
3. Lepaskan pakaian bedah dan masker di ruang ganti pakaianumum, masukkan dalam kantung
binatu berlabel infeksius.
4. Mandi dan cuci rambut (keramas)
5. Sesudah mandi, kenakan pakaian biasa.
6. Pintu keluar dari Ruang Perawatan isolasi harus terpisah daripintu masuk.

G. Kriteria pindah rawat dari ruang isolasi ke ruang perawatan biasa :


1. Terbukti bukan kasus yang mengharuskan untuk dirawat di ruang isolasi.
2. Pasien telah dinyatakan tidak menular atau telah diperbolehkan untuk dirawat di ruang rawat
inap biasa oleh dokter.
3. Pertimbangan lain dari dokter.
Departemen Kesehatan RI
Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya. – Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Cetakan kedua, 2008
Airborne Infection Isolation Room ; TUBERCULOSIS INFECTION CONTROL: A
PRACTICAL MANUAL FOR PREVENTING TB; 2007
BAB IV
Profil Ruang Isolasi Rumah Sakit Umum Banten

A. Profil Ruangan
Rumah sakit Umum Banten sebagai salah satu rumah sakit yang memberikan
pelayanan untuk penyakit menular dan kasus re emerging deases lainnya
memerlukan ruang perawatan khusus atau Ruangan Isolasi . Ruangan Isolasi
Rumah Sakit Umum Banten terletak di area pelayanan lantai 3 yang terdiri dari
beberapa ruangan sebagai berikut :
1. Ruangan Perawatan 1 dan 2 dengan kapasitas tempat tidur 6 tempat tidur
dengan ukuran 4 x 7 meter persegi Tidak bersekat sehingga pasien yang di
rawat di ruang Isolasi harus berpenyakit yang sama , di mana sirkulasi
udara diatur dengan menggunakan air condisioner/AC , belum
menggunakan exhause fan dan HEFA filter sebagaimana yang telah di
persyaratkan sesuai standar ruang Isolasi.
2. Ruangan perawat /nurse station yang terhubung dengan ruang perawatan 1
pasien dengan ukuran ruangan 3x3 meter.
3. Ruangan penyimpanan APD yang terdiri dari : penutup kepala , google,
masker bedah dan N95, apron disposible, sarung tangan dan sepatu boot,
serta peralatan lainnya dengan ukuran ruangan 3 x 3 meter.
4. Kamar mandi pasien .
5. Ruang Istirahat dan sholat petugas.

A. Pola Ketenagaan
Jumlah personil Ruang Isolasi berjumlah 11 orang dengan uraian sebagai berikut :
1. Orang kepala ruangan , yaitu perawat senior.
2. 9 perawat pelaksana
3. 1 Orang dokter penanggung jawab ruangan.
B. Denah Ruang Isolasi
C. Alur Pasien penyakit menular
D. Kriteria Pasien yang masuk di Ruang Isolasi Rumah Sakit Umum Banten
1. Kasus Difteri
2. Tetanus
3. Kasus dengan wabah diare dan muntah
4. Varicela/ Cacar Air
5. Herves
6. Hepatitis A, dan B
7. Tuberkulosis ( Untuk pasien isolasi kasus TBC di rawat di ruang khusus TBC
Internist Lt 3 dengan ruang rawat laki berjumlah 7 Tempat tidur / kamar 322 dan
perempuan berjumlah 3 orang di kamar 326.
8. Meningitis
9. Infeksi Clostridium Dificle
10. MDRO
11. Penyakit yang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh ( HIV )
12. Pasien yang penyakitnya tidak diketahui penyebabnya.
13. Penyakit yang di derita setelah melakukan perjalanan dari daerah Endemis.
BAB V

PENUTUP

Pelaporan dan kesimpulan hasil kegiatan survey di ruang perawatan yang merawat pasien isolasi
dilaporkan ke Ketua Komite PPI RS dan diteruskan ke direktur, Kesimpulan yang telah diketahui
oleh direktur di informasikan ke tiap unit.

Demikian panduan Isolasi Rumah SakitUmum Banten dibuat, diharapkan dapat mampu
meningkatkan mutu pelayanannya,menjadi bagian dari pelayanan kesehatan rumah sakit dan
mampu memberikan kontribusinya secara maksimal

Mengetahui,

Ketua Komite PPI

Dr. Ika Yasma Yanti, SpPK


NIP. 19760626 200501 2 013

Anda mungkin juga menyukai