Oleh
DESI HARIUTAMI
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2019
FAKULTAS BIOLOGI NASIONALUNIVERSITAS
Desi Hariutami
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx. xxxxxxxxxxx xxx xxxxxxx xxxxxxxx xxx
xxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxx xxxxxxxx xxxxxxxx xxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx (200 – 250 kata).
Skripsi ini dajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA SAINS DALAM BIDANG BIOLOGI
Oleh
DESI HARIUTAMI
163112620120145
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2019
Judul Skripsi : KUALITAS KIMIA DAN MIKROBIOLOGI MAKANAN JAJANAN
DI SEKOLAH DASAR WLIAYAH KRAMAT JATI
JAKARTA TIMUR
MENYETUJUI
Dekan
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Kualitas Kimia Dan
Mikrobiologi Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Kramat Jati Jakarta
Timur”.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Fakultas Biologi Universitas Nasional konsentrasi Biomedik. Penulis
menyadari bahwa dalam proses penulisan proposal skripsi ini banyak mengalami kendala,
namun berkat bantuan, bimbingan, dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga
kendala-kendala yang dihadapi dapat diatasi.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Ibu Dra. Yulneriwarni, M.Si selaku pembimbing pertama yang telah meluangkan
waktunya memberi arahan kepada penulis dalam menyusun dan menyelesaikan proposal
skripsi ini.
2. Bapak Drs. Ikna Suyatna Jalip, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah membantu
dan memberi masukan kepada penulis dalam penyusunan proposal skripsi ini.
3. Bapak Drs.Imran S.L. Tobing, M.Si selaku Dekan Fakultas Biologi Universitas
Nasional.
4. Ibu Dra. Sri Handayani, M.Si selaku pembimbing akademik angkatan 2016/2017.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Biologi konsentrasi studi Biologi Medik yang telah
memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan proposal skripsi ini.
6. Keluarga dan kerabat penulis yang banyak memberikan bantuan moril, material, arahan,
yang senantiasa mendoakan keberhasilan dan keselamatan selama menempuh
pendidikan.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
penyelesaian penulisan proposal skripsi ini.
iii
8. Rekan-rekan Biomedik yang telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Pihak-pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam
proses penyelesaian proposal skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis memohon ke hadirat Allah SWT, dengan segala keterbatasan yang penulis
miliki semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya penulis
sendiri dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi di akhir studi.
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR GAMBAR
Naskah
Lampiran
vi
DAFTAR TABEL
Naskah
Lampiran
vii
BAB I PENDAHULUAN
1
Penyuluhan Keamanan Pangan – BPOM RI dari Balai Besar/Balai POM di seluruh
Indonesia pada tahun 2008-2010 menunjukkan bahwa 17,26% - 25,15% kasus terjadi di
lingkungan sekolah dengan kelompok tertinggi siswa sekolah dasar (SD). (BPOM, 2011).
Produksi yang higienis dan penyimpanan pada suhu rendah (50c) akan
memperpanjang masa simpan makanan. Namun hal tersebut kerap tidak diaplikasikan,
sehingga sering dijumpai penyalahgunaan bahan kimia berbahaya seperti penambahan
boraks dan formalin untuk memperpanjang masa simpan, serta menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan produsen
mengenai keamanan pangan terutama dalam proses pembuatannya. Selain kurangnya
pengetahuan, penyalahgunaan boraks dan formalin pada makanan ditambah lagi karena
boraks dan formalin mempunyai harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan
harga pengawet yang khusus digunakan untuk makanan (JIP, 2006).
Cemaran kimia merupakan bahan kimia yang tidak diperbolehkan untuk digunakan
dalam pangan. Cemaran kimia masuk kedalam pangan secara sengaja maupun tidak
sengaja dan dapat menimbulkan bahaya. (BPOM, 2015).
Banyak bahan makanan yang mudah rusak dan mengingat keuntungan produsen
semakin menipis, maka dewasa ini orang cenderung menggunakannya dalam industri
rumah tangga sebagai bahan pengawet makanan seperti pada pembuatan baso tusuk,
cilok, siomay. Namun disisi lain bahan pengawet tersebut apabila masuk ke dalam tubuh
dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan (Cahyadi, 2008). Boraks apabila
terdapat dalam makanan, maka dalam waktu lama walau hanya sedikit akan terjadi
akumulasi (penumpukan) pada otak, hati, lemak, dan ginjal. Sedangkan bahaya formalin
jika telah masuk ke dalam tubuh akan mengakibatkan rasa terbakar pada hidung dan
tenggorokan, sukar bernafas, nafas pendek, sakit kepala, dan kanker paru-paru (Anonim,
2007).
Hasil pengawasan pangan jajanan anak sekolah tahun 2005 yang dilakukan oleh 18
Balai Besar/Balai POM, yang diperiksa/diuji, memenuhi syarat sebanyak 517 sampel
(60.04%), dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 344 sampel (39.96%), terdiri dari
boraks sebanyak 34 sampel, serta formalin sebanyak 7 sampel, (BPOM, 2006).
Berdasarkan Pusat Data Informasi dan Kementerian Kesehatan RI (2015), terjadi
peningkatan makanan jajanan di lingkungan sekolah yang mengandung bahan kimia
2
berbahaya yaitu dari 56% naik menjadi 66% pada tahun 2011, dan menjadi 76% pada
tahun 2013. Hasil penelitian lain yang dilakukan BPOM Aceh pada tahun 2012 ditemukan
sebanyak 2,76% makanan jajanan yang dijual di lingkungan sekolah yang yang
mengandung bahan pengawet (boraks dan formalin) (BPOM, 2012).
Cemaran biologi yang terdapat dipangan dapat berupa bakteri, kapang, kamir,
parasit virus dan ganggang. Pertumbuhan mikroba ini bisa menjadi menyebabkan pangan
menjadi busuk sehingga tidak layak untuk dimakan dan menyebabkan keraacunan pada
manusia bahkan kematian.
Escherichia coli salah satu bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi, pada
umumnya adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan menunjukan bahwa air atau
makanan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia. Jadi adanya bakteri tersebut
pada air atau makanan menunjukkan bahwa dalam satu atau lebih tahap pengolahan air
atau makanan tersebut pernah mengalami kontak dengan kotoran yang berasal dari usus
manusia dan oleh karenanya mungkin mengandung bakteri patogen lainya yang
berbahaya yakni, Salmonella,Shigella, serta Vibrio.
Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif yang habitat alaminya di saluran usus
manusia dan hewan. Koloninya berbentuk bundar, cembung dan halus dengan tepi yang
nyata. Di dalam usus, pada umumnya E. coli tidak menyebabkan penyakit dan bahkan
dapat membantu fungsi usus secara normal. E.coli menjadi patogen hanya bila berada
diluar usus atau di tempat lain, dimana flora normal jarang terdapat. Tempat yang sering
terinfeksi oleh bakteri ini adalah saluran kemih, saluran empedu dan tempat-tempat lain
di rongga perut. Escherichia coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan
terjadinya diare.
Staphylococcus aureus mengkontaminasi makanan yang berasal dari tangan dan
hidung manusia. Kontaminasi juga dapat terjadi melalui respirasi atau pernafasan
manusia karena pada suatu penelitian menunjukkan bahwa 40-50% manusia adalah
pembawa. Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif berbentuk bulat, biasanya
tersusun dalam rangkaian tidak beraturan seperti anggur. Bakteri ini tidak bergerak, tidak
membentuk spora dan tumbuh paling cepat, pada suhu 370C. Koloninya berwarna abu-
abu sampai kuning emas. Staphylococcus aureus adalah genus Staphyloccus yang
menjadi patogen utama bagi manusia. Selain itu, Sehingga benda – benda di sekitar
3
manusia pun akan tercemar juga dengan bakteri ini dan terakumulasi seiring dengan
kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhannya (Jawetz, 1996).
Hasil pengawasan pangan jajanan anak sekolah tahun 2005 yang dilakukan oleh 18
Balai Besar/Balai POM, yang diperiksa/diuji, memenuhi syarat sebanyak 517 sampel
(60.04%), dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 344 sampel (ALT 60 sampel, MPN
Coliform 48 sampel, Jajanan mengandung E. coli sebanyak 32 sampel, dan jajanan
mengandung Staphylococcus aureus sebanyak 12 sampel (BPOM, 2006).
Baso tusuk, cilok, siomay merupakan jajanan yang digemari anak usia sekolah
dasar, kandungan jajanan tersebut lebih banyak air karena telah mengalami proses
perebusan dan biasanya lebih cepat rusak, dalam kondisi tidak ada penambahan bahan
pengawet. Baso tusuk, cilok, siomay, umumnya memiliki umur simpan yang relatif
pendek, yaitu berkisar 24 jam karena distribusi dan penjajakannya dilakukan pada suhu
ruang. Pendeknya umur simpan makanan disebabkan oleh kondisi iklim tropis seperti
Indonesia, kecenderungan terjadinya pencemaran pangan oleh mikroorganisme menjadi
sangat tinggi hal ini mendukung pertumbuhan mikroba (JIP,2006).
Belum adanya data yang diketahui tentang kualitas kimia dan mikrobiologi makanan
jajanan di sekolah dasar wilayah Kramat Jati Jakarta Timur, maka berdasarkan latar belakang
yang diuraikan diatas, maka peneliti melakukan penelitian pada kualitas kimia dan
mikrobiologi makanan jajanan di sekolah dasar wilayah Kramat Jati Jakarta Timur.
Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui adanya formalin dan boraks serta Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus pada cilok, siomay, dan baso tusuk di wilayah kramat jati
2. Untuk mengetahui hubungan kandungan formalin dan boraks terhadap Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus pada cilok, siomay, dan baso tusuk di wilayah kramat jati
Hipotesis
1. Adanya bakteri pada makanan jajanan di sekolah dasar kecamatan kramat jati
2. Adanya bahan pengawet pada makanan jajanan di sekolah dasar kecamatan kramat jati
3. Adanya hubungan antara pengawet dengan bakteri pada makanan jajanan di sekolah dasar
kecamatan kramat jati
4
BAB II METODE PENELITIAN
B. Instrumen Penelitian
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laminar air flow, tabung reaksi,
rak tabung, mikropipet, autoclav, ose, timbangan analitik, label, sarung tangan,
masker, vorteks, cawan petri, inkubator, bunsen, lumpang steril, oven, hotplate
stirer, labu ukur, pipet ukur, spatula, korek api, kertas saring, corong, gelas piala,
pengaduk kaca, statif dan klem.
2. Bahan
a. Bahan Uji
Bahan Uji Penelitian ini adalah makanan jajanan yang dijual di sekolah
dasar se kecamatan Jakarta Timur yang prosesnya tidak di goreng.
Pengambilan bahan uji (Sampel) dilakukan dengan cara membuat
daftar penjual jajanan baso tusuk, somay, dan cilok pada sekolah dasar negeri
wilayah kecamatan kramat jati, kemudian dilakukan observasi dan tanya
jawab kuesioner kepada penjual jajanan yang diambil sampel jajanan nya.
Sampel sebanyak 80 gr dibawa pada hari itu dibawa sesegera mungkin
ke laboratorium mikrobiologi Fakultas kesehatan Universitas MH Thamrin
dengan menggunakan cool box untuk menjaga kulitas makanan.
b. Media Kultur
Media kultur yang akan digunakan adalah media agar MSA untuk mengkultur
bakteri S. aureus, media VRBA untuk bakteri E. coli.
6
c. Bahan Pereaksi
Pereaksi yang di butuhkan untuk Pemeriksaan Formalin adalah Fuksin Basa,
air panas, Na-bisulfit (meta), HCL Pekat, Karbon Aktif, dan Larutan Schiff.
Pereaksi yang di butuhkan untuk Pemeriksaan Boraks adalah HCL Pekat,
NH4OH Pekat, Air Kapur, Ca(OH)2.
C. Definisi Operasional Variabel
7
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang baso tusuk, cilok dan
somay di sekolah dasar negeri wilayah kecamatan kramat jati, terdapat 50 sekolah
dasar.
2. Sampel penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah baso tusuk, cilok dan somay yang berada di
sekolah dasar negeri wilayah kecamatan kramat jati. Sekolah dasar yang
mempunyai ketiga makanan jajanan tersebut yang akan dijadikan sampel.
Untuk menentukan besar pengulangan, maka akan digunakan rumus federer:
(𝑛 − 1)(𝑘 − 1) ≥ 15
(𝑛 − 1)(3 − 1) ≥ 15
(2𝑛 − 2) ≥ 15
2𝑛 ≥ 17
𝑛 ≥ 8,5
Keterangan:
n = banyaknya pengulangan ( sekolah yang menjadi sampel )
k = jumlah kelompok perlakuan
Berdasarkan rumus diatas, maka banyak pengulangan yang harus dilakukan
lebih dari 8,5 kali, sehingga pengulangan akan dibulatkan menjadi 9
pengulangan. Pengulangan pada penelitian ini akan dilakukan mengacu pada
besarnya angka n yang telah dihitung.
E. Cara Kerja
1. Sterilisasi alat
Seluruh peralatan yang akan digunakan selama penelitian harus dibersihkan
dengan cara dicuci kemudian dikeringkan lalu dibungkus dengan kertas.
Kemudian dilakukan sterilisasi di dalam autoklaf selama 30 menit dengan
mengatur tekanan 1 atm pada suhu 121℃. Alat-alat yang digunakan ditunggu
sehingga mencapai suhu kamar dan kering.
8
pekat dan encerkan campuran tadi sampai 200 ml dengan akuadestilata.
Biarkan 15-20 menit, bila warna larutan tidak menghilang tambahkan sedikit
karbon aktif, aduk dan pisahkan larutan dengan cara penyaringan.
b. Pembuatan Kertas Tumerik
Ditambahkan 100 ml alkohol 80 persen kedalam 1,5-2,0 g tepung
kunyit (turmerik) dalam labu erlenmeyer 250 ml. Kocok selama 5 menit dan
saring. Rendam beberapa kertas saring berukuran 6 x 1 cm ke dalam filtrat
selama 1 jam. Angkat dan keringkan di dalam oven kemudian disimpan di
dalam wadah tertutup dan berwarna untuk mencegah dari cahaya.
c. Pembuatan Media Violet Red Bile Glucose Agar (VRBA)
Timbang 7,7 gr Violet Red Bile Glucose Agar (38,5 gr/L) kemudian
dilarutkan dalam 200 ml aquadest. Panaskan hingga mendidih, sterilkan
selama 15 menit di autoklaf dengan tekanan udara 1 atm suhu 121℃. Setelah
diautoklaf, didinginkan hingga suhu 60℃ kemudian dituangkan kedalam
cawan petri dan didinginkan hingga agar beku.
d. Pembuatan Media Manitol Salt Agar (MSA)
Timbang 21,6 gr Manitol Salt Agar (108 gr/L) kemudian dilarutkan
dalam 200 ml aquadest. Panaskan hingga mendidih, sterilkan selama 15 menit
di autoklaf dengan tekanan udara 1 atm suhu 121℃. Setelah diautoklaf,
didinginkan hingga suhu 60℃ kemudian dituangkan kedalam cawan petri dan
didinginkan hingga agar beku.
9
4) Dikocok beberapa saat dan tunggu sekitar 5 menit, kemudian tambahkan
0,5 ml HCL Pekat dan catat warnanya kembali segera setelah penambahan
asam dan setelah 5-10 menit.
5) Reaksi dinyatakan positif bila warna ungu yang terbentuk tidak hilang
kembali setelah penambahan asam.
b. Analisis Kualitatif Boraks Metode Uji Nyala Api
Persiapan sampel, pempek di abukan di dalam krus porselen kemudian,abu pempek
sebagian diletakan di atas tempat yang tahan api (cawan porselen), kemudian di tetesi
2-4 tetes metanol dan 4-5 tetes asam sulfat pekat dan dibakar. Diamati yang terjadi
jika nyala api berwarna hijau berarti boraks positif, tetapi jika nyala api berwarna
10
4. Pemeriksaan Hitung Jumlah Kuman Pada Makanan Jajanan
a. Hitung Jumlah Escherichia coli
1) Bersihkan meja kerja dari debu, kemudian sterilkan dengan alkohol
70%.
2) Siapkan 5 buah tabung reaksi steril, kemudian isikan masing–masing
dengan 9 ml aquades steril dengan menggunakan pipet ukur 10 ml yang
11
11) Hitunglah jumlah koloni yang tumbuh, diseluruh zona agar dengan
menggunakan koloni counter atau mata meter, yang masuk perhitungan
adalah jumlah koloni dengan kisaran 30 – 300.
b. Hitung Jumlah Staphylococcus aureus
1) Bersihkan meja kerja dari debu, kemudian sterilkan dengan alkohol
70%.
2) Siapkan 5 buah tabung reaksi steril, kemudian isikan masing–masing
dengan 9 ml aquades steril dengan menggunakan pipet ukur 10 ml yang
juga steril, kemudia beri label 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5 .
3) Blender yang akan dipakai disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol
96%, setelah itu bilas dengan medium transport (pepton)
4) Timbang 25 gram sampel secara aspetik menggunakan cawan petri
steril, letakan lampu spirtus di sekitar neraca.
5) Masukkan 25 gram sampel ke dalam blender, ditambah dengan 200 ml
medium transport, homogenisasi.
6) Tuangkan lagi kedalam erlenmeyer secara aspetik, suspense ini sebanding
dengan pengenceran 1: 10
7) Ambil sampel sebanyak 1 ml dengan pipet ukur 1 ml yang telah steril dan
masukkan ke dalam tabung pertama, sedot sepul sebanyak lebih kurang 5
kali, kemudian pindahkan dari tabung ini sebanyak 1 ml ke dalam tabung
kedua, dan 1 ml ke dalam cawan petri 1a dan 1 ml ke dalam cawan petri
1b.
8) Ambil 1 pipet ukur 1 ml steril yang baru dan lakukan sedot sepul pada
tabung kedua, kemudia pindahkan 1 ml kedalam tabung ketiga, 1 ml
kedalam cawan petri 2a dan 1 ml ke dalam cawan petri 2b. Demikian
seterusnya hingga tabung kelima dan cawan petri ke 5a dan 5b. Dan beri
label petri sesuai dengan label pengenceran.
9) Siapkan 2 buah cawan petri untuk blanko, pada blanko aquadest masukan
1 ml aquadest yang digunakan untuk pengenceran, sedangkan untuk
blanko agar hanya berisi agar saja.
12
10) Siapkan MSA yang telah cair dan tuangkan lebih kurang 20 ml kedalam
12 buah cawan petri tadi secara aseptis, tunggu hingga agar
5. Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan
Rancangan Acak Kelompok (RAK). Analisis data yang digunakan adalah uji Chi
Square dengan bantuan program SPSS 23 untuk melihat ada tidaknya hubungan
antara kimia dan mikrobiologi. Untuk mengetahui hubungan dengan derajat
kepercayaan sebesar 95% (α=0,05). Dari hasil uji statistik akan diperoleh nilai p
a. P < 0,05 maka hasil perhitungan statistik adalah bermakna, yaitu ada
hubungan yang bermakna antara kimia dan mikrobiologi.
b. P > 0,05 maka hasil perhitungan statistik adalah tidah bermakna, yaitu
tidak ada hubungan yang bermakna antara kimia dan mikrobiologi.
13
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin dan Boraks Pada Cilok, Siomay, dan
Baso Tusuk di Sekolah Dasar di Kecamatan Kramat Jati
Kimia
Formalin Boraks
Jenis Jajanan
Positif Negatif Positif Negatif
n (%) n (%) n (%) n (%)
Cilok 0 (0 %) 9 (100 %) 4 (44,44 %) 5 (55,56 %)
Siomay 0 (0 %) 9 (100 %) 5 (55,56 %) 4 (44,44 %)
Baso Tusuk 0 (0 %) 9 (100 %) 7 (77,78%) 2 (22,22 %)
Jumlah Total 0 (0 %) 27 (100 %) 16 (59,26 %) 11 (40,74 %)
Berdasarkan Tabel 1 hasil pemeriksaan Formalin 0 (0%) positif dan 9 (100%)
negatif tidak mengandung formalin pada sampel cilok, siomay dan baso tusuk.
Sedangkan dari pemeriksaan boraks didapat hasil sebanyak 4 (44,44%)sampel yang
positif mengandung boraks dan 5 (55,56%) sampel yang negatif mengandung boraks
pada cilok, 5 (55,56%) sampel yang positif mengandung boraks dan 4 (44,44%)
sampel yang negatif mengandung boraks pada siomay dan 7 (77,78%) sampel yang
positif mengandung boraks dan 2 (22,22%) sampel yang negatif mengandung boraks
pada baso tusuk
Dari hasil pemeriksaan menunjukan bahwa seluruh sempel tersebut tidak
mengandung formalin. Yang artinya bahwa pedagang makanan jajanan tidak
menggunakan formalin sebagai pengawet karena prosedur pembelian formalin yang
sulit formalin juga tidak boleh ada pada makanan jajanan sekolah dasar. Selain itu
formalin juga bisa dihasilkan dari konfersi etanol jika dimasukan kedalam cilok,
siomay dan baso tusuk yang mengolah makanannya melalui pengkukusan dan
perebusan formalin akan hilang akibat dari proses tersebut.
14
Penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM,2004), pada beberapa makanan di seluruh kota besar di Indonesia berupa mi
basah, bakso, makanan ringan, kerupuk, mi kering dan makanan lainnya ditemukan
positif mengandung boraks. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan boraks telah
menyebar di seluruh Indonesia, untuk sebaiknya Dinas Kesehatan memberikan
penyuluhan kepada masyarakat tentang dampak penggunaan boraks terhadap
kesehatan agar masyarakat lebih hati-hati dalam memilih dan menggunakan bahan
tambahan pangan.
Meskipun cilok, siomay, dan baso tusuk yang dikonsumsi sudah melalui
proses pemasakan tidak berarti bahwa boraks yang ditambahkan pada waktu
pembuatan menjadi hilang, melainkan hanya kadarnya yang berkurang (mujamil,
1997).
Walaupun boraks memiliki dampak yang sangat berbahaya bagi tubuh, tetap
saja masyarakat menggunakan boraks sebagai Bahan Tambahan Pangan. Masih
banyak masyarakat indonesia kurang mampu untuk membeli makanan yang bermutu
tinggi dan memenuhi persyaratan. Hal ini disebabkan karena tingkat ekonomi
masyarakat yang rendah dan juga pengetahuan yang kurang sehingga kondisi inilah
yang menyebabkan pedagang makanan memproduksi makanan dengan harga yang
murah dengan menggunakan bahan-bahan yang berbahaya. Selain itu juga karena
boraks lebih mudah didapatkan di pasaran dengan harga yang relatif lebih murah
dibandingkan dengan bahan pengawet lain yang aman. Kurannya kepedulian
pedagang terhadap keselamatan masyarakat menyebabkan banyaknya penyakit yang
timbul akibat mengkonsumsi makanan yang tidak memenuhi persyaratan.
15
B. Hasil Kualitas Mikrobiologi Makanan Jajanan
Hasil Pemeriksaan mikrobiologi pada sempel di sekolah dasar di kecamatan kramat
jati, jakarta timur dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Kesehatan Universitas
MH Thamrin dan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3 Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi Pada Cilok, Siomay, dan Baso Tusuk di
Sekolah Dasar di Kecamatan Kramat Jati
Biologi
E.coli S.aureus
Jenis Jajanan
Positif Negatif Positif Negatif
n (%) n (%) n (%) n (%)
Cilok 1 (11,11 %) 8 (88,89 %) 3 ( 33,33 %) 6 (66,67 %)
Siomay 3 ( 33,33 %) 6 (66,67 %) 4 (44,44 %) 5 (55,56 %)
Baso Tusuk 0 ( 0 %) 9 ( 100 %) 1 (11,11 %) 8 (88,89 %)
Jumlah Total 4 (14,81 %) 23 (85,18 %) 8 (29,63%) 19 (70,37 %
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada 9 sampel cilok, 9 sampel
siomay dan 9 sampel baso tusuk yang dibeli di sekolah dasar kecamatan krramat jati
jakarta timur dan diperiksa Hitung Jumlah Kuman Escherecia coli dan
Staphylococcus aureus. Pada hitung jumlah kuman Escherecia coli didapatkan hasil
1(11,11%) sampel positif dan 8 (88,89%) sampel negatif pada cilok, 3(33,33%)
sampel positif dan 6 (66,67%) sampel negatif pada siomay dan 0 (0%) sampel positif
dan 9 (100%) sampel negatif pada baso tusuk.
Sedangkan pada hitung jumlah kuman Staphylococcus aureus didapatkan
hasil 3(33,33%) sampel positif dan 6 (66,67%) sampel negatif pada cilok, 4(44,44%)
sampel positif dan 5(55,56%) sampel negatif pada siomay dan 1(11,11%) sampel
positif dan 8 (88,89%) sampel negatif pada baso tusuk.
Menurut (food service sanitation, 1985) dalam WHO tahun 2006
menerangkan dalam peranan makanan dalam penularan patogen melalui jalur fekal
oral, didapatkan tinja sebagai sumber utama adanya bakteri E.coli yang kemudian
dapat ditransmisi melalui jari tangan, lalat lingkungan tanah, serta air menuju
makanan, yang kemudian menuju penjamu baru. Peranan transmisi dari penyakit
bawaan makanan dari sumber sampai ke manusia didapatkan tambahan dimana proses
kemungkinan terjadinya kontaminasi bakteri ke makanan melalui tahapan pengolahan
16
makanan, mulai dari persiapan bahan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan
makanan, serta penyajian makanan.
Dalam proses pengolahan makanan, serta penyajian makanan, kontak bakteri
Staphylococcus aureus. Secara tidak langsung, kontaminasi bakteri ini dapat terjadi
ketika aktivitas pengolahan bahan pangan dilakukan langsung dengan tangan, tanpa
penggunaan alat sanitasi seperti sarung tangan atau larutan antibakteri, serta penyebab
terjadinya keracunan makanan adalah karena makan yang dimasak kurang matang.
(food service sanitation, 1985 & Jawet,2005 ).
17
Hal ini disebabkan boraks dapat menekan laju pertumbuhan Escherecia coli dimana
Escherecia coli mencemari makanan mulai dari bahan baku sampai dengan proses
pemaskan. Jadi terdapat waktu kontak antara boraks dengan Escherecia coli.
Staphylococcus aureus akan mencemari makanan melewati kontak tangan penjamah
makanan yang terdapat Staphylococcus aureus. Hal ini ditemukan pada observasi
ketika penjamah makanan kontak pada saat penyajian makanan. Tidak ada waktu
kontak boraks dengan Staphylococcus aureus sehingga boraks tidak berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan Staphylococcus aureus.
18
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Tidak terdapat formalin pada sempel
2. Boraks sebanyak 4 (44,44%)sampel yang positif dan 5 (55,56%) sampel yang
negatif pada cilok, 5 (55,56%) sampel yang positif dan 4 (44,44%) sampel
yang negatif pada siomay dan 7 (77,78%) sampel yang positif dan 2 (22,22%)
sampel yang negatif pada baso tusuk
3. Hasil HJK Escherecia coli 1(11,11%) sampel positif dan 8 (88,89%) sampel
negatif pada cilok, 3(33,33%) sampel positif dan 6 (66,67%) sampel negatif
pada siomay dan 0 (0%) sampel positif dan 9 (100%) sampel negatif pada baso
tusuk.
4. Hasil HJK Staphylococcus aureus didapatkan 3(33,33%) sampel positif dan 6
(66,67%) sampel negatif pada cilok, 4(44,44%) sampel positif dan 5(55,56%)
sampel negatif pada siomay dan 1(11,11%) sampel positif dan 8 (88,89%)
sampel negatif pada baso tusuk.
5. Ada pengaruh pemberian boraks pada pertumbuhan Escherecia coli.
6. Tidak ada pengaruh pengawet boraks pada pertumbuhan Staphylococcus
aureus
B. Saran
1. pada pedagang diberikan pengetahuan agar tidak menambahkan bahan kimia ,
serta pengolahan makanan jajanan sesuai dengan hygienitas dan sanitasi
pengolahan makanan
19
DAFTAR PUSTAKA
Djarismawati, et., al (2004). Pengetahuan dan perilaku penjamah tentang sanitasi pengolahan
makanan pada instalasi gizi rumah sakit di Jakarta. http://www.readbag.com/media-
litbang-depkes-go-id-data-sanitasi
Hariyadi & Dewanti, (2013). HACCP Pendekatan Sistematik Pengendalian Keamanan
Pangan. Jakarta. Penerbit: Dian Rakyat
Jejaring Intelijen Pangan (JIP) BPOM RI. 24 Januari 2006. Laporan Workshop : Keamanan
pangan Mie Basah, mencari jalan keluar dari masalah Formalin dan Boraks
Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.: Bumi
Aksara
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2015. Pedoman Gerakan Nasional Peduli Obat dan
Pangan Aman untuk Dewasa. Badan POM, Jakarta.
http://www.pom.go.id/files/2017/6_KeamananPangan.pdf
Badan POM RI, Upaya Badan POM dalam Upaya Menghadapi Tantangan Keamanan
Pangan Jajanan Anak Sekolah, Jakarta, 2011
Badan POM, RAN Gerakan Menuju PJAS yang Aman, bermutu dan Bergizi, Jakarta, 2011
20
21
Lampiran I Gambar Lampiran
22
Lampiran II Tabel Lampiran
23
Lampiran III
24