Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

PEMILIHAN OBAT MAAG DAN PENGGUNAAN OBAT

ANTASIDA

OLEH
RISKI ANDANI

NIM : 1352010248

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


AKADEMI FARMASI SURABAYA
SURABAYA
2021

1
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

PEMILIHAN OBAT MAAG DAN PENGGUNAAN OBAT

ANTASIDA

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar


Ahli Madya Farmasi
Dalam Program Pendidikan D-III Farmasi
Akademi Farmasi Surabaya

OLEH
RISKI ANDANI

NIM : 1352010248

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


AKADEMI FARMASI SURABAYA
SURABAYA
2021
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan naskah proposal karya tulis ilmiah

ini tepat pada waktunya. Perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih dengan

tulus kepada setiap orang yang telah hadir selama perjalanan studi penulis,

membimbing, memberikan inspirasi, bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan

proposal karya tulis ilmiah ini.

Pertama, ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr. ABD. Syakur,

M.Pd. selaku Direktur Akademi Farasi Surabaya yang telah menerima dan

memberikan kesempatan untuk studi di lembaga yang beliau pimpin.

Kedua, ucapan terima kasih disampaikan kepada jajaran akademisi Ibu Tri

Puji Lestarai Sudarwati, M.Si. selaku Wakil Direktur Akademik, Bapak Prasetyo

Handrianto, M.Si. selaku Wakil Direktur Kemahasiswaan.

Ketiga, ucapan terima kasih disampaikan kepada Ketua Program Studi Ibu

Mercyska Suryandari, S.Farm, Apt. Beserta jajarannya.

Keempat, ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya disampaikan kepada

Bapak/Ibu selaku pembimbing I dst.

Surabaya, 3 Februari 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH ................................................ 2
KATA PENGANTAR............................................................................ 3
DAFTAR ISI .......................................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. 5
DAFTAR TABEL .................................................................................. 6
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................7
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 7
1.2 Rumusan Masalah................................................................... 9
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................... 9
1.3.1 Tujuan Umum.................................................................. 9
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................. 9
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 10
2.1 Tinjauan Pustaka....................................................................... 10
2.2 Kerangka Konseptual................................................................ 12
2.3 Hipotesis.................................................................................... 13
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 17
3.1 Rancangan Penelitian ................................................................ 17
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 17
3.3 Sampel, Besar Sampel, dan Cara Pengambilan Sampel.............. 17
3.4 Variabel Penelitian .................................................................... 17
3.5 Kerangka Operasional ............................................................... 18
3.6 Alat dan Bahan / Instrumen Penelitian....................................... 18
3.7 Definisi Operasional ................................................................. 18
3.8 Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 19
3.9 Teknik Pengolahan Data ........................................................... 20
3.10 Rancangan Hasil Penelitian ..................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 27

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 ............................................................................................ 13

5
DAFTAR TABEL

Tabel 3.8 ................................................................................................ 19

6
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Lambung merupakan organ yang vital bagi tubuh yang cukup rentan

cidera atau terluka. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja lambung

adalah asupan makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Keteledoran menjalani

pola hidup, diet ketat, faktor lingkungan dan stress juga dapat memunculkan

gangguan kesehatan lambung. Salah satunya adalah menyebabkan

meningkatnya asam pada lambung yang membuat dinding lambung lama

kelamaan tidak kuat menahan asam yang terjadi pada lambung dan timbul luka.

Meningkatnya asam lambung yang disertai perut terasa perih seperti diiris-iris

biasa dikenal dengan sebutan penyakit maag. Penyakit maag atau juga yang

biasa dikenal dengan sebutan gastritis merupakan suatu keadaan kesehatan

dimana terjadi pembengkakan, peradangan atau iritasi pada lapisan lambung.

Tidak hanya maag, ada beberapa penyakit lambung diantaranya penyakit

dispepsia, Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), infeksi lambung, dan

kanker lambung. Dispepsia itu sendiri adalah suatu kondisi medis yang ditandai

nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau yang biasanya timbul

setelah makan. GERD juga merupakan salah satu keluhan penyakit pada

lambung. Rasa sakit yang hampir sama dengan maag dan dispepsia, tetapi

GERD ini lebih berbahaya dibandingkan maag dan dispepsia. Tidak hanya itu,

jenis penyakit lambung lainnya adalah infeksi lambung dan kanker lambung.

Penyebab infeksi lambung sangat dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi

seperti junk food, karena banyak bakteri pada makanan tersebut. Sedangkan

kanker lambung adalah kanker yang berkembang di area lambung. Penyebab

7
utama kanker lambung adalah infeksi bakteri Helicobacter pylori. Penyebab

lainnya adalah merokok.

Gastritis atau maag banyak dijumpai di masyarakat, oleh sebab itu banyak

obat maag yang dijual secara bebas di pasaran. Penyebab gastritis dapat berasal dari

luar dan dari dalam tubuh, faktor dari dalam adalah keadaan emosi atau stres

sedangkan fator dari luar dapat berupa makanan pedas, iritan oleh alkohol dan obat.

Obat utama yang terlibat adalah nonsteroidal antiinflamatory drugs (NSAIDs)

terutama aspirin (Underwood, 1999).

Penggunaan obat golongan Non Steroid Anti Inflammatory Drug (NSAID)

sebagai obat penekan nyeri dapat memengaruhi terjadinya gastritis melalui dua

mekanisme yaitu mekanisme lokal dan sistemik. Pada mekanisme lokal gastritis

terjadi karena NSAID bersifat lipofilik dan asam sehingga mempermudah

penangkapan ion hidrogen masuk mukosa lambung dan menimbulkan kerusakan.

Pada mekanisme sistemik, gastritis terjadi karena kerusakan mukosa akibat produksi

prostaglandin yang menurun secara bermakna, dimana prostaglandin merupakan

substansi sitoproteksi yang amat penting bagi mukosa lambung. Hal ini dimungkinkan

karena pekerjaan yang harus diselesaikan dalam tenggang waktu dekat yang membuat

pola makan mereka menjadi tidak teratur dan tidak sehat. Hal ini membuat pegawai

swasta berisiko mengalami keluhan gejala gastritis. Stres atau mendapat tekanan bisa

berpotensi terkena gastritis karena stres memiliki efek negatif melalui mekanisme

neuroendokrin terhadap saluran pencernaan sehingga berisiko untuk mengalami

gastritis (Megha, Farooq, and Lopez, 2020).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah pola pemilihan obat maag pada konsumen yang datang

di apotek dan bagaimanakah pengetahuan terhadap penggunaan obat Antasida?

8
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemilihan obat maag

pada konsumen dan untuk mengetahui pengetahuan masyarakat terhadap

penggunaan obat antasida

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pemilihan obat maag pada

konsumen yang datang di apotek berdasarkan karakteristik konsumen, jenis obat

serta sumber informasinya dan untuk mengetahui profil pengetahuan terhadap

penggunaan obat antasida

1.4 Manfaat Penelitian

Dapat menambah wawasan dan informasi mengenai pemilihan obat

maag yang benar berdasarkan jenis obatnya dan sebagai alat bantu untuk

mengetahui penggunaan obat antasida

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani

yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti

inflamasi/peradangan. Maag adalah inflamasi dari mukosa lambung (Kapita

Selecta Kedokteran, Edisi Ketiga hal 492 dikutip dari Nuzulul Zulkarnain,

2011). Gejala atau tanda penyakit asam lambung maag yang biasanya dirasakan

adalah perut yang dirasa perih dan juga mulas karena akibat dari pola makan

yang kurang seusai jadwal. Sakit maag diakibatkan oleh kelebihan asam

lambung, sehingga dinding lambung lama-lama tidak kuat menahan asam

lambung tadi sehingga timbul rasa sakit yang sangat mengganggu sipenderita

(Abdullah, 2008). Jadi dapat disimpulkan bahwa maag merupakan sakit pada

lambung yang diakibatkan oleh kelebihan asam lambung yang lama kelamaan

jika tidak diatasi akan menyebabkan perdarahan pada mukosa lambung

(Abdullah, 2008). Penyakit asam lambung maag ini bisa menyebabkan

lambung menjadi meradang atau juga teriris sehingga menyebabkan rasa nyeri

pada ulu hati.

Pada waktu yang rutin makanan yang dikonsumsi akan dicerna oleh

asam yang diproduksi oleh lambung manusia. Meskipun tidak ada makan yang

bisa dihancurkan tetapi lambung ini akan terus bekerja untuk memproduksi

asam seperti waktu kita sedang istirahat tidur. Didalam proses pencernaan

makanan sangat memerlukan adanya asam lambung. Dalam hal ini tubuh

manusia tidaka akan bisa menyerap dengan sempurna dari semua nutrisi yang

telah dicerna tidak akan masuk ke dalam tubuh apabila asam lambung tidak

10
ada. Oleh karena itu asam lambung yang seimbang harus dimiliki oleh tubuh.

Namun masalah gangguan kesehatan juga akan terganggu apabila asam

lambung berlebih. Pada saat kita sedang makan maka tubuh akan memerlukan

asam lambung sehingga secara otomatis akan menambah produksi asam

lambung. Namun produksi asam lambung akan turun apabula tubuh kita tidak

memerlukannya. Tetapi yang perlu anda ketahui adalah lambung akan susah

untuk menyersuaikan diri apabila tidak rutinya agenda makan kita. Anda akan

merasakan mual dan perih didalam lambung karena pada dinding mukosa

lambung terjadi iritasi dan asam yang berlebihan dan selama terus-terusan

sehingga bisa berakibat pada gangguan asam lambung. Tak jarang penyakit

asam lambung ini tidak begitu diperhatikan oleh penderitanya. Parahnya

penyakit ini akan berkembang menjadi kanker apabila saluran tenggorokan

telah rusak karena kerongkongan ataupun tenggorokan ini asam lambungnya

telah meningkat.

Gambar 2.1 Tukak lambung yang diakibatkan asam pada

lambung berlebihan

Penyebab dari penyakit maag bisa terjadi karena penderita maag :

 Makan secara tidak teratur

 Terdapat mikroorganisme yang merugikan

11
 Mengkonsumsi obat-obatan tertentu

 Mengkonsumsi Alkohol

 Pola tidur yang tidak teratur dan stress

 Telat makan, Dsb

Adapun beberapa gejala dari penyakit maag (gastritis) antara lain:

1. Sakit ulu hati

2. Mual

3. Muntah

4. Nafsu makan berkurang

5. Mulut pahit

6. Sering bersendawa

2.2 Kerangka Konseptual

Kejadian penyakit gastritis meningkat sejak 5-6 tahun ini bisa

menyerang semua jenis kelamin karena pola makan yang buruk dan kebiasaan

mengkonsumsi alkohol dan merokok. Penyakit gastritis ini lebih menyerang

kepada usia remaja sampai dewasa sehingga butuh perawatan khusus karena

akan mengganggu masa tua, dibutuhkan pengetahuan untuk mengobati dan

lebih baik lagi untuk mencegah terjadinya penyakit ini sejak dini (Tati, 2011).

Di Indonesia angka kejadian gastritis cukup tinggi. Dari penelitian dan

pengamatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI angka kejadian

gastritis di beberapa kota di Indonesia ada yang tinggi mencapai 91,6% yaitu

di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar

46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh 31,7% dan

Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh pola makan yang kurang sehat

(Gustin, 2011).
12
Pengobatan sendiri menurut WHO merupakan aktivitas yang dilakukan

oleh seseorang atau masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan,

mengatasi penyakit dan memulihkan kesehatan. Tindakan ini dapat diawali

oleh individu atas inisiatif sendiri atau direkomendasikan oleh tenaga

kesehatan (Berardi et al., 2004).

Pengobatan sendiri dalam hal ini dibatasi hanya untuk obat-obat

modern, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas. Keuntungan pengobatan

sendiri menggunakan obat bebas dan obat bebas terbatas antara lain: aman bila

digunakan sesuai dengan aturan, efektif untuk menghilangkan keluhan (karena

80% keluhan sakit bersifat self-limiting), efisiensi biaya, efisiensi waktu, bisa

ikut berperan dalam mengambil keputusan terapi, dan meringankan beban

pemerintah dalam keterbatasan jumlah tenaga dan sarana kesehatan di

masyarakat (Holt dan Edwin, 1986).

2.3 Hipotesis

Sakit maag atau yang dalam istilah medis dikenal sebagai gastritis

adalah peningkatan produksi asam lambung sehingga terjadi iritasi lambung

(Muchid et al., 2006). Gastritis disebabkan oleh banyak faktor antara lain makan

pedas dan asam, alkohol dan stres (Tjay dan Raharja, 1993). Selain itu penyebab

yang paling utama adalah iritan kimia yaitu obat terutama aspirin, lebih dari 95%

aspirin berada dalam bentuk tak terionisasi dan larut dalam lemak yang dapat

berdifusi secara mudah melalui membran mukosa lipid. Dalam hal ini, aspirin

merusak persambungan kuat antar sel, sehingga menimbulkan pengelupasan sel

dan meningkatkan difusi balik ion hidrogen (Sodeman dan Sodeman, 1995).

Gastritis dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Gastritis akut

13
Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar merupakan penyakit

ringan dan sembuh sempurna. Salah satu bentuk gastritis akut yang

manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis

erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada

penyakit ini dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat

dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada

beberapa tempat menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut

(Anonim, 2001).

b. Gastritis kronik

Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada

lamina propria dan daerah intra epietal terutama terdiri atas sel-sel radang

kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Kehadiran granulosit neutrofil pada

daerah tersebut menandakan aktivitas inflamasi. Gatritis kronik biasanya

disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang paling sering menyebabkan gastritis

adalah Helicobacter pylori (Anonim, 2001). Bakteri ini merupakan bakteri

gram negatif yang menyerang sel permukaan, menyebabkan deskuamasi sel

yang dipercepat dan menimbulkan respon sel radang kronis pada mukosa

lambung. Helicobacter pylori ditemukan lebih dari 90% dari hasil biopsi

yang menunjukkan gastritis kronis (Underwood, 1999).

Antasida adalah zat pengikat asam (Anief, 1996) yang merupakan

basa lemah, digunakan untuk mengikat secara kimia dan menetralkan asam

lambung. Efeknya adalah peningkatan pH, yang menyebabkan

berkurangnya kerja pepsin. Obat ini mampu mengurangi rasa nyeri di

lambung dengan cepat. Efeknya bertahan 20-60 menit bila diminum pada

waktu perut kosong dan sampai 3 jam bila diminum 1 jam setelah makan.

14
Kandungan senyawa yang biasa terdapat pada antasid antara lain:

a. Senyawa magnesium dan aluminium

Dengan sifat netralisasi baik tanpa diserap usus merupakan pilihan

pertama. Karena garam magnesium bersifat pencahar, maka biasanya

dikombinasi dangan senyawa aluminium yang justru bersifat konstipasi.

b. Natrium bikarbonat dan kalsium bikarbonat

Bekerja kuat dan pesat tetapi dapat diserap usus dengan menimbulkan

alkalosis. Adanya alkali berlebihan di dalam darah dan jaringan

menimbulkan gejala mual, muntah, anoreksia, dan nyeri kepala. Semula

penggunaannya tidak dianjurkan karena terbentuknya banyak CO2 pada

reaksi dengan asam lambung, yang dikira justru mengakibatkan

hipersekresi asam lambung. Tetapi penelitian baru tidak membenarkan

perkiraan tersebut.

c. Bismut subsitrat

Dapat membentuk lapisan pelindung yang menutupi lambung, dan

bersifat bakteriostatis terhadap Helicobacter pylori dan kini banyak

digunakan pada terapi eradikasi tungkak lambung.

15
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Obat terapi gastritis yang banyak digunakan di kalangan mahasiswa

adalah antasida. Pengetahuan tentang antasida berpengaruh terhadap ketepatan

penggunaan obat antasida yang berdampak pada keberhasilan terapi.

Penelitian ini bersifat observasi melalui metode survei menggunakan

instrumen kuesioner, berdasarkan waktu cross sectional. Sejumlah 130 orang

sampel diambil dengan menggunakan teknik accidental sampling. Data

dianalisis dengan cara skoring jawaban pertanyaan kuesioner. Pengetahuan

yang baik tentang penggunaan obat akan meningkatkan keberhasilan terapi.

Upaya promosi kesehatan merupakan hal penting untuk meningkatkan

pengetahuan mahasiswa tentang penggunaan obat antasida yang benar.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Surabaya, Jawa Timur, Indonesia pada minggu kedua bulan September 2019.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional, berdasarkan waktu

pengambilan data tergolong kedalam penelitian cross sectional.

3.3 Sampel, Besar Sampel, dan Cara Pengambilan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Institut Teknologi

Sepuluh Nopember. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa Institut

Teknologi Sepuluh Nopember yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu

mahasiswa aktif Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang bersedia menjadi

responden penelitian, dibuktikan dengan menyetujui lembar informed consent.

16
Populasi mahasiswa yang besar dan tidak diketahui secara pasti

jumlahnya sehingga dilakukan perhitungan besar sampel minimal dengan

menggunakan Rumus Lemeshow sebagai berikut :

Sesuai rumus tersebut, jumlah sampel minimal adalah 96 orang.

Sebelum dilakukan penelitian, responden yang terlibat diberikan penjelasan

secara lisan dan tertulis tentang survei yang akan dilakukan. Penjelasan berupa

gambaran umum, tujuan, manfaat, hak, dan kewajiban responden. Informed

consent merupakan bukti tertulis bahwa responden bersedia menjadi sample

dari penelitian.

Metode untuk pengambilan data yang digunakan adalah non-random

dengan teknik accidental sampling. Besar sampel sejumlah 130 responden.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian berupa pengetahuan tentang penyakit maag dan

pengetahuan tentang obat antasida. Variabel mengenai pengetahuan tentang

penyakit maag terdiri dari beberapa indikator, yaitu pengertian tentang maag,

gejala penyakit maag, frekuensi mengalami maag, pola hidup responden, serta

cara mengatasi gejala maag. Sedangkan indikator pada variabel pengetahuan

tentang obat antasida adalah cara mendapatkan obat antasida, waktu

17
penggunaan, bentuk sediaan, cara penggunaan, dosis, efek samping, cara

penyimpanan obat, dan cara pembuangan obat.

3.5 Kerangka Operasional

Data diperoleh melalui kegiatan survei dengan instrumen berupa

kuesioner. Semua peneliti turun langsung ke lapangan untuk mendapatkan data.

Survei dilakukan dengan metode accidental sampling. Metode ini memudahkan

peneliti untuk meneliti populasi yang besar.

3.6 Alat dan Bahan / Instrumen Penelitian

Instrumen survei yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner

berisikan sekumpulan pertanyaan tertulis yang harus dijawab oleh responden.

Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang diberikan langsung kepada

responden. Teknik ini meminimalkan terjadi kehilangan data, mencegah

terjadinya ketidaklengkapan data yang diisi oleh responden, serta menghindari

data tidak valid karena responden dapat bertanya apabila kurang memahami

pertanyaan di kuesioner.

Kuesioner berisi 22 butir pertanyaan yang terdiri dari 18 butir

pertanyaan tentang pengetahuan responden terhadap obat antasida dengan

jawaban ya/tidak, dan terdapat 4 butir pertanyaan tentang perilaku responden.

Sebelumnya, responden harus mengisi identitas pribadi untuk memudahkan

pendataan

3.7 Definisi Operasional

Gastritis merupakan penyakit akibat proses inflamasi pada mukosa dan

submukosa lambung (Pasaribu, 2014). Menurut WHO, insiden gastritis sekitar

1,8-2,1 juta tiap tahun. Angka kejadian di Indonesia adalah 40,8% dengan

18
prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk (Depkes RI, 2011).

Gastritis menduduki peringkat 10 besar pasien rawat inap di rumah sakit

Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%) (Kementerian Kesehatan RI,

2012). Prevalensi gastritis di Indonesia sangat tinggi dengan prevalensi di Kota

Surabaya (31,2%), Denpasar (46%) dan di Propinsi Jawa Tengah (79,6%)

(Sulastri, Siregar dan Siagian, 2012).

3.8 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan sampel sejumlah 130 responden. Data

sosiodemografi dapat dilihat pada Tabel 1. Proporsi responden berjenis

kelamin perempuan lebih besar dari laki-laki yaitu sebesar 71%. Hal tersebut

sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa perempuan tiga kali lebih berisiko

terkena gangguan gastritis dibanding laki-laki karena laki-laki lebih toleran

untuk terhadap rasa sakit dan gejala gastritis (Anggita, 2012).

Tempat tinggal mayoritas responden adalah tempat kos dengan proporsi

sejumlah 67,7%. Kemungkinan penggunaan antasida lebih tinggi pada

responden yang bertempat tinggal di kos karena tidak ada pengawasan

langsung dari orang tua sehingga pola makan tidak teratur dan mengonsumsi

makanan yang kurang sehat. Variasi data demografi berdasarkan fakultas dan

tingkat semester diharapkan dapat mewakili seluruh mahasiswa Institut

Teknologi Sepuluh Nopember.

Responden merupakan mahasiswa usia produktif dengan mayoritas

berusia 18 tahun sebesar 46%. Pada usia produktif, tingkat kesibukan tinggi

dan faktor stres dari lingkungan juga tinggi. Sebagian besar asam diproduksi

ketika pH lambung merangsang pelepasan gastrointestinal menggunakan

pelepasan dan aktivasi berbagai enzim pencernaan. Sekresi ion hidrogen


19
dirangsang oleh tiga zat dominan, yaitu neurotransmitter asetilkolin (ACH),

gastrin, dan histamin. Disregulasi mekanisme sekresi ion hidrogen oleh zat

tersebut dapat menyebabkan terjadinya gastropati hemoragik atau erosif,

dikenal juga sebagai gastritis stres (Megha, Farooq, and Lopez, 2020).

Tingginya beban perkuliahan dan/atau organisasi serta pola makan yang tidak

teratur merupakan pemicu terjadinya gastritis pada mahasiswa.

3.9 Teknik Pengolahan Data

Profil pengetahuan tentang cara penggunaan, efek samping, cara

penyimpanan, dan cara pembuangan obat antasida ditunjukkan pada Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3, ditunjukkan sebanyak 85% responden (n=111) mengetahui

bahwa obat antasida cair harus dikocok dahulu sebelum diminum. Dari Tabel 3,

20
ditunjukkan bahwa sebanyak 29% responden (n=38) mengetahui bahwa obat

antasida tablet harus dikunyah dahulu sebelum ditelan. Sehingga terlihat bahwa

pengetahuan responden mengenai cara penggunaan obat antasida tablet kurang

baik. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), obat antasida seharusnya

dikunyah dahulu baru ditelan. Hal ini dapat disebabkan karena informasi cara

penggunaan obat antasida yang benar kurang disosialisasikan. Tabel 3 juga

menunjukkan bahwa terdapat 45 responden (34.61%) dari 130 responden yang

mengetahui bahan aktif antasida dapat menyebabkan diare atau bahkan susah

BAB. Efek samping yang timbul tergantung dari bahan aktif yang terkandung di

dalam antasida. Sediaan yang mengandung magnesium mungkin dapat

menyebabkan diare, sedangkan yang mengandung aluminium mungkin dapat

menyebabkan konstipasi (BPOM RI, 2015). Kurangnya pengetahuan responden

mengenai efek samping obat antasida mungkin disebabkan karena responden

tidak merasakan adanya efek samping yang timbul setelah minum obat antasida.

Selain itu, kurangnya pengetahuan responden juga dapat disebabkan oleh

responden yang tidak pernah mengalami sakit maag.

21
Berdasarkan Tabel 3, ditunjukkan bahwa sebesar 63 dari 130 responden

(48.46%) mengetahui bahwa obat antasida tidak dapat disimpan di dalam kulkas

atau lemari pendingin. Penyimpanan obat antasida seharusnya pada suhu kamar

dan terlindung cahaya matahari. Tabel 3 menunjukkan hanya terdapat 39,23%

22
(n=51) responden yang mengetahui cara pembuangan obat antasida yang benar,

yaitu obat antasida kadaluwarsa tidak dapat langsung dibuang dalam kemasan

aslinya. Antasida tablet perlu dihancurkan terlebih dahulu lalu membuang obat

dan kemasan secara terpisah.Sedangkan, antasida cair dibuang di saluran air

lalu kemasannya dihancurkan. Terdapat banyak responden yang tidak

mengetahui cara pembuangan obat antasida, karena kurangnya sosialisasi

tentang cara pembuangan obat antasida yang benar.

3.10 Rancangan Hasil Penelitian

Obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk

mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Anonim, 1992).

Obat dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:

a. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa

resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah

lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

Contoh: Parasetamol.

b. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi

masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan

tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas

adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.

Contoh: CTM.

c. Obat Keras dan Psikotropika

23
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep

dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam

lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam.

Contoh: asam mefenamat.

Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan

saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku.

Contoh: Diazepam, Phenobarbital.

d. Obat Narkotika

Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman

baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.

Contoh: Morfin, Petidin.

Profil perilaku responden terkait penggunaan antasida dan penyakit maag

dapat ditunjukkan pada Tabel 4. Berdasarkan data tersebut, 65,63% (n=84)

responden pernah mengalami sakit maag. Data lain yang dapat diperoleh adalah

frekuensi timbulnya gejala maag yakni mayoritas 1 kali dalam seminggu.

Banyaknya responden yang mengalami sakit maag dapat dimungkinkan adanya

kaitan dengan tempat tinggal responden, khususnya responden yang bertempat

tinggal di kos dan juga faktor usia dalam kategori produktif. Selain itu, cara

responden mendapatkan obat antasida bervariasi seperti di apotek, warung,

supermarket, atau dari orang lain. Seharusnya pembelian obat dilakukan di

24
apotek karena kualitas obat lebih terjamin seperti tempat penyimpanan obat yang

telah terstandar sesuai perundang-undangan serta mendapatkan informasi dari

apoteker. Berdasarkan Tabel 3, ditunjukkan bahwa sebesar 63 dari 130 responden

(48.46%) mengetahui bahwa obat antasida tidak dapat disimpan di dalam kulkas

atau lemari pendingin. Penyimpanan obat antasida seharusnya pada suhu kamar

dan terlindung cahaya matahari. Tabel 3 menunjukkan hanya terdapat 39,23%

(n=51) responden yang mengetahui cara pembuangan obat antasida yang benar,

yaitu obat antasida kadaluwarsa tidak dapat langsung dibuang dalam kemasan

aslinya. Antasida tablet perlu dihancurkan terlebih dahulu lalu membuang obat

dan kemasan secara terpisah. Sedangkan, antasida cair dibuang di saluran air lalu

kemasannya dihancurkan. Terdapat banyak responden yang tidak mengetahui

cara pembuangan obat antasida, karena kurangnya sosialisasi tentang cara

pembuangan obat antasida yang benar.

Profil perilaku responden terkait penggunaan antasida dan penyakit

maag dapat ditunjukkan pada Tabel 4. Berdasarkan data tersebut, 65,63%

(n=84) responden pernah mengalami sakit maag. Data lain yang dapat diperoleh

adalah frekuensi timbulnya gejala maag yakni mayoritas 1 kali dalam seminggu.

Banyaknya responden yang mengalami sakit maag dapat dimungkinkan adanya

kaitan dengan tempat tinggal responden, khususnya responden yang bertempat

tinggal di kos dan juga faktor usia dalam kategori produktif. Selain itu, cara

responden mendapatkan obat antasida bervariasi seperti di apotek, warung,

supermarket, atau dari orang lain. Seharusnya pembelian obat dilakukan di

apotek karena kualitas obat lebih terjamin seperti tempat penyimpanan obat

yang telah terstandar sesuai perundang-undangan serta mendapatkan informasi

25
dari apoteker. Jumlah responden yang menjawab bahwa pembelian obat yang

benar adalah di apotek sebesar 43,08% (n=56) sedangkan lainnya memilih lebih

dari satu jawaban atau memilih jawaban yang kurang tepat. Hal ini

menunjukkan perilaku mahasiswa ITS untuk membeli obat di tempat yang

benar masih tidak tepat. Penyebab perilaku tersebut kemungkinan karena

susahnya akses ke apotek. Selain itu, berdasarkan data pada Tabel 4 dapat

diketahui bahwa umumnya bahwa mahasiswa ITS sudah mengetahui tentang

bentuk sediaan obat antasida. Bentuk sediaan obat antasida yang paling umum.

26
DAFTAR PUSTAKA

Wahyu, D., Supono, & Hidayah, N. (2015). Pola Makan Sehari-Hari Penderita

Gastritis. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia (JIKI), 1(1), 17–24.

http://jurnal.poltekkes-malang.ac.id/berkas/15b9-17-24.pdf

Susetyo, E., Agustin, E. D., Hanuni, H., Chasanah, R. A., Dwi, E. Y., Alfa, Y., Leo,
L., Rizqulloh, Z. A., Meldaviati, G., Fardha, J., Febriansyah, F., Pratama, D., Susanto, M.,
Sholikah, F., & Pristianty, L. (n.d.). ANTASIDA. 7(2), 48–55.

27
28

Anda mungkin juga menyukai