Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL

UPAYA MENGURANGI EFEK PAPARAN PESTISIDA PADA PETANI

OLEH

Kelompok 1 -Lintas Jalur

1. Afradiana Kurniawati Jupir : 25000121183364


2. Helena Manik Saban : 25000121183365

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas anugerah dan kemurahan Tuhan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tulisan tugas proposal tentang Studi Literatur: Upaya Mengurangi Efek
Paparan Pestisida Pada Petani. Selesai tugas ini tidak terlepas dari dukungan dan
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasi kepada:

1. Universitas Diponegoro Semarang yang telah memberikan ruang dan tempat


bagi penulis untuk terus mengasah, dan mengasuh pengetahuan penulis.
2. Segenap Civitas Akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro semarang yang memberikan kebijakan dan iklim akademis bagi
penulis.
3. Para Dosen dan Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro, atas perkualihan yang cerdas serta diskusi yang menggairahkan,
berbagai suntikan dan segala ide, gagasan yang ikut memperkaya tulisan ini.
4. Yang terhormat dr. Ari Udijono M.Kes, FIAS Dosen Mata Kuliah Penulisan
Ilmiah yang terus mendorong penulis untuk mencintai dan akrab dengan
berbagai literatur ilmiah.
5. Terimakasi Kepada pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Timur yang telah
mengijinkan penulis untuk melanjutkan jenjang pendidikan penulis di
Universitas Diponegoro Semarang.
6. Terimakasih penulis kepada keluarga besar atas segala dukunnganya untuk terus
menguatkan penulis dalam menyelesaikan karya tulisan ini.

Borong , 25 November 2021

Penulis.

ii
Halaman

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................ Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ............................................. Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ............................................................ Error! Bookmark not defined.

BAB I PENDAHULUAN ..................................... Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang .................................... Error! Bookmark not defined.

B. Perumusan Masalah .............................................................................. 2

C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 2

D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4

A.Pengertian Pestisida ............................................................................... 4

B. Jenis Pestisida berdasar organisme sasarannya .................................... 5

C. Jenis pestisida menurut unsur kimia penyusun bahan aktifnya ............ 5

D. Pestisida menurut asal dan proses pembuatan bahan aktifnya ............. 6

E. Pestisida berdasarkan cara kerjanya ..................................................... 9

F. Pemanfaatan Pestisida ....................... Error! Bookmark not defined.

G. Dampak pestisida ................................................................................ 11

iii
H.Uraian Hasil temuan dari peneliti lain . Error! Bookmark not defined.

BAB III METODE PENELITIAN.................................................................... 28

A. Desain Penelitian ................................................................................ 28

B. Populasi dan Sampel ........................................................................... 28

C. Sumber Data ....................................................................................... 29

D. Tehnik Pengumpulan Data ................................................................. 29

E. Analisis Data....................................... Error! Bookmark not defined.

BAB IV BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN ..... Error! Bookmark not defined.

A. Biaya ................................................... Error! Bookmark not defined.

B.Jadwal Kegiatan ................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan
manusia untuk menghasilkan bahan pangan,bahan baku industri atau sumber
energi,serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Usaha dibidang pertanian
khususnya holtikultura sangatlah beresiko tinggi, musim yang tidak menentu
serta tingginya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) ,memaksa
para petani selalu menggunakan pestisida secara terus-menerus. Aplikasi
penggunaan pestisida ini dalam jumlah, dosis, frekuensi yang cendrung
meningkat .(1)
Dampak negatif penggunaan pestisida bagi petani tidak menyurutkan
petani untuk mengurangi penggunaan pestisida. Adanya peningkatan
penggunaan pestisida dapat berdampak pada ketidakstabilan ekosistem, adanya
residu pada hasil panen dan bahan olahannya, pencemaran lingkungan dan
keracunan bahkan kematian pada manusia. Petani menggunakan pestisida untuk
membasmi hama tanaman dengan harapan hasil produk pertanian meningkat.
Penggunaan pestisida oleh petani semakin hari kian meningkat, namun tidak
diimbangi dengan peningkatan pemahaman petani dalam menggunakan
pestisida(2)
Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa residu pestisida dapat
masuk ke dalam perairan budidaya ikan, terlebih pada tempat yang dekat dengan
persawahan tanaman padi, dengan konsentrasi residu pestisida tertinggi terdapat
pada ikan, kemudian tanah dan terendah pada air. (3) , selain itu dalam
penelitian lain bahwa paparan pestisida pada petani dapat menimbulkan berbagai
gangguan Kesehatan seperti anemia, hipertensi,diabetes melitus, hipotiroid pada
Wanita, gangguan system reproduksi, gangguan kesuburan pria, gangguan
system syaraf,gangguan Kesehatan fisik berupa tremor, dan gangguan kesehatan
lainnya yang juga dipicu oleh paparan pestisida seperti iritasi kulit, pusing,

1
2

mual, batuk, sakit kepala dan kesulitan bernapas. Paparan pestisida yang dialami
oleh petani dapat melalui berbagai kegiatan petani seperti proses membawa
pestisida menuju lahan pertanian, proses pencampuran pestisida, proses
penyemprotan pestisida di lahan pertanian dan mencuci alat yang sudah
digunakan menyemprot, semua aktivitas ini berpotensi menimbulkan paparan
pada petani baik melalui kulit atau pun pernapasan(4).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bertujuan menganalisis
berbagai hasil penelitian tentang upaya mengurangi efek paparan pestisida pada
petani.

B. Perumusan Masalah
1) Dalam beberapa penelitian menunjukan terjadi gangguan Kesehatan pada
para petani akibat paparan pestisida yang digunakan sehari-hari dalam dunia
pertanian maka,peneliti ingin meneliti upaya mengurangi efek paparan
pestisida pada petani
2) Apakah upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi efek paparan
pestisida pada petani?
C. Tujuan
1) Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya mengurangi efek paparan
Pestisida pada Manusia
2) Tujuan Khusus
a) Mendeskripsikan cara masuk pestisida ke dalam tubuh manusia
b) Mendeskripsikan faktor penyebab paparan pestisida terhadap manusia
c) Mendeskripsikan dampak pestisida terhadap manusia
d) Mendeskripsikan Upaya mengurangi efek paparan pestisida pada
manusia

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
3

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan referensi


untuk penelitian selanjutnya di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro, khususnya berkaitan efek paparan pestisida pada petani
2. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini sebagai informasi kepada mahasiswa upaya mengurangi efek
paparan pestisida
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai sarana penerapan ilmu yang telah peneliti dapat selama
kuliah, serta menambah pengetahuan, kemampuan, keterampilan peneliti
dalam menganalisis dan menginterpretasikan masalah kesehatan yang ada di
masyarakat.
4. Bagi Petani
Penelitian ini sebagai acuan dalam penerapan penggunaan pestisida yang
baik serta upaya mengurangi efek paparan pestisida.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengetian Pestisida
a. Istilah pestisida berasal dari bahasa Inggris, yaitu pesticide. Secara harfiah
kata “pest” artinya hama atau pengganggu yang sebenarnya hanya merujuk
pada organisme hewan (serangga maupun mamalia). Sedangkan kata “cide”
berarti basmi atau bunuh. Jadi secara sempit pestisida berarti “pembasmi
hama”. Untuk lebih menyederhanakan, istilah pestisida lebih diperluas tidak
hanya pembasmi hama saja tetapi sebagai juga mencakup organisme
pengganggu baik pada tanaman, hewan, maupun pada bangunan. Organisme
pengganggu yang dimaksud tidak hanya hewan dan serangga tetapi juga
untuk mikroorganisme dari golongan fungi / cendawan maupun bakteri. (5)
b. Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 24/Permentan/SR.140/4/2011
yang dimaksud dengan Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain
serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
1) Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak
tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil- hasil pertanian;
2) Memberantas rerumputan;
3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;
4) Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman tidak termasuk pupuk;
5) Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan
piaraan dan ternak;
6) Memberantas atau mencegah hama-hama air;
7) Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik
dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alatalat pengangkutan;
dan/atau

4
5

8) Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat


menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu
dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.(5)
c. Pesisida adalah Zat, senyawa kimia (senyawa pengatur tumbuh dan
perangsang tumbuh), organisme renik, virus dan lain-lain yang digunakan
untuk melakukan perlindungan tanaman atau bagian tanaman (6)

2. Jenis-Jenis Pestisida Berdasar Organisme Sasarannya :


1) Insektisida : bahan untuk mengendalikan atau membunuh hama dari
golongan serangga secara umum.
2) Fungisida : bahan untuk mengendalikan, membunuh atau menghambat
pertumbuhan jamur atau fungi.
3) Bakterisida : bahan untuk mengendalikan, membunuh atau membatasi
perkembangan
4) Herbisida : bahan untuk mengendalikan, membunuh atau membatasi
pertumbuhan tanaman pengganggu atau gulma
5) Moluskisida : racun untuk mengendalikan atau membunuh hama
golongan siput
6) Nematisida : racun untuk mengendalikan nematoda atau cacing parasit
dalam tanah.
7) Algasida : bahan untuk mengendalikan alga.
8) Mossida : bahan untuk membasmi atau membatasi pertumbuhan lumut.
9) Rodentisida : racun untuk mengendalikan tikus dan binatang pengerat
lain.
10) Activator : yaitu senyawa kimia untuk mengaktifkan sistem kekebalan
pada tanaman, dan sebenarnya tidak termasuk dalam golongan pestisida,
tetapi lebih ditujukan untuk meningkatkan ketahanan alamiah tanaman
terhadap dampak serangan hama dan penyakit..(5)
3. Pestisida menurut unsur kimia penyusun bahan aktifnya :
1) Pestisida organik : Adalah pestisida yang dalam susunan kimia bahan
aktifnya terdapat gugus karbon ( C ). Mayoritas pestisida yang beredar
6

saat ini dari jenis organik seperti golongan organoklorin (yang sebagian
sudah dilarang atau dibatasi), organosulfur, organofosfat. Sebagian jenis
organik merupakan analog atau tiruan dari senyawa beracun yang
terdapat pada tanaman atau dari mikroorganisme. Sejauh ini banyak yang
menganggap pestisida organik adalah yang berasal dari tumbuhan atau
natural seperti ekstrak tanaman. Pestisida yang berasal dari tumbuhan
atau isolat racun mikroorganisme bisa saja digolongkan organik karena
memiliki gugus karbon dalam susunan kimianya. Akan tetapi pestisida
organik tidak semuanya berasal dari tumbuhan atau mikroorganisme.
2) Pestisida anorganik Adalah pestisida yang dalam susunan kimia bahan
aktifnya tidak terdapat gugus karbon. Pestisida generasi terdahulu
banyak yang jenis anorganik dan saat ini pemakaiannya dibatasi bahkan
dilarang oleh komisi pestisida karena daya racunnya yang sangat kuat
dan sulit terurai. Contoh yang populer adalah aldrin, senyawa-senyawa
arsenik, sianida (potassium sianida / potas), merkuri. Sedangkan yang
masih boleh dipergunakan hingga sekarang seperti beberapa fungisida
tembaga (tembaga oksida, tembaga hidroksida, tembaga oksi sulfat),
sulfur, asam fosfida, borate (insektisida), zinc fosfida (rodentisida) dan
ammonium sulfamat (herbisida).
4. Pestisida menurut asal dan proses pembuatan bahan aktifnya :
1) Pestisida alami (natural) : Adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal
dari alam Ada yang menyebut jenis ini dengan istilah pestisida organik
karena Adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari alam. Ada
yang menyebut jenis ini dengan istilah pestisida organik karena memang
ada bahan-bahan yang berasal dari organisme (mahluk hidup).
Jenis-jenisnya antara lain :
 Botanical, yang bahan aktifnya berasal dari tanaman misalnya
piretrin dari crysanthemum pirethrum, azadirachtin dan
nimbidin dari mimba, rotenon dari ektrak tuba, dan nikotin dari
ekstrak tembakau, ryanodin dari ryania speciosa. Ada lagi
limbah penggilingan jagung yang disebut gluten sebagai
7

herbisida. Beberapa keunggulan pestisida botanik diantaranya


lebih aman bagi pemakai, tidak mempunyai efek residu panjang,
ramah lingkungan, fitotoksisitas & batas lethal effect rendah
sehingga aman bagi tanaman, berspektrum luas. Sedangkan
kelemahannya antara lain dosis aplikasi relatif tinggi, knock
down effect-nya rendah sehingga hama sasaran tidak langsung
mati, tidak dapat disimpan dalam waktu lama setelah kemasan
dibuka, sumber bahan bakunya terbatas, kurang spesifik untuk
OPT tertentu.
 Isolat mikrobial, yang bahan aktifnya berasal dari metabolit
sekunder / sekresi mikroorganisme (bakteri, jamur, virus) yang
bersifat racun, contohnya delta endotoksin dari sekresi bakteri
Bacillus Thurigensis, streptomisin (bakterisida dan antibiotik)
dari streptomyces griseus. Beberapa tahun terakhir ada
abamectin, emamectin, ivermectin (avermektin) dari kapang
Streptomyces avermitilis, spinosad (spinosin) dari bakteri
Saccharopolyspora spinosa dan azoksistrobin (stribilurin) dari
fungi Strobilurus tenacellus. Keunggulan isolat mikrobial
diantaranya bersifat antibiotic sehingga daya bunuhnya lebih
kuat, mudah dimetabolismekan oleh sel-sel tanaman jika
sistemik, dapat mengatasi OPT yang telah resisten terhadap
pestisida lain. Sedangkan kelemahannya OPT sasaran lebih
mudah dan cepat resisten, harganya relatif lebih mahal.
 Pestisida biologis, yang merupakan mikroorganisme hidup
diantaranya bakteri, fungi, virus yang dapat menginfeksi
organisme pengganggu tanaman secara langsung mapupun
dengan mengeluarkan zat-zat toksik yang dapat membunuh atau
menekan perkembangan organisme pengganggu tanaman.
Berbeda dengan isolat microbial yang dibiakkan di pabrik untuk
dipanen senyawa-senyawa racunnya, biopestisida ini diinokulasi
dan dibiarkan berkembang biak di lahan untuk hidup secara
8

alami dan menghasilkan senyawa-senyawa racun untuk


membunuh organisme pengganggu, atau hidup dengan
menginfeksi organisme pengganggu tanaman sebagai inangnya
hingga inang tersebut mati. Contohnya dari golongan cendawan
diantaranya gliocladium yang menghasilkan senyawa gliovirin
untuk membasmi fungi patogen, trichoderma spp yang
menghasilkan enzim menghasilkan 1,3-β- glukanase yang
mendegradasi dinding sel miselium fungi patogen, metharizium
anisoplae yang menjangkiti serangga sebagai inang hingga
akhirnya mati. Dari golongan bakteri misalnya Bacillus
thuringiensis yang dapat mengontrol ulat plutella dan
helicoverpa, Corynebacterium untuk mengontrol xanthomonas
dan Pyricularia Oryzae pada tanaman padi. Sedangkan yang
berupa virus yaitu SpL-NPV (Spodoptera Litura – Nuclear
Polyhedrosis Viruses) untuk mengendalikan ulat spodoptera
litura. Keunggulan dari pestisida biologis diantaranya
dampaknya bisa meluas karena subyek yang sudah beradaptasi
dengan lingkungannya dapat terus berkembang biak dan
menular, ramah lingkungan, tidak meninggalkan residu pada
rantai makanan. Sedangkan kelemahannya antara lain perlu
waktu untuk berinkubasi dan sebelum berkembang biak sebelum
bekerja aktif, karena merupakan organisme hidup pestisida
biologis tidak dapat diaplikasikan bersama dengan pestisida
kimiawi lain, jika ekosistemnya tidak mendukung maka
perkembangbiakannya bisa terhambat.
2) Pestisida sintetik / analog : Merupakan hasil rekayasa kimia yang dibuat
di pabrik. Kebanyakan meniru struktur kimia senyawa yang terdapat
pada pestisida alami botanical misalnya syntethic pirethroid (golongan
piretroid) yang meniru susunan senyawa kimia piretrin pada
chrysanthemum piretrum, nicotinoid yang merupakan analog dari
senyawa nikotin pada tembakau, ryanoid yang merupakan analog dari
9

senyawa ryanodin pada tanaman ryania speciosa. Pestisida sintetik punya


keunggulan diantaranya daya racunnya lebih tinggi, sasarannya lebih
spesifik, dosis penggunaan relatif lebih rendah, mudah didapat di
pasaran, dan lebih tahan lama disimpan. Adapun kelemahannya antara
lain: terurai lebih lama sehingga menimbulkan residu pada hasil panen,
aplikasi yang terlalu intensif akan menimbulkan resistensi hama sasaran
dan merusak lingkungan, mematikan predator alami (musuh alami
hama), variasinya lebih banyak sehingga perlu pengetahuan untuk
memilih. (5)
5. Pestisida Berdasarkan cara kerjanya (Mode of action), yaitu menurut sifat
kimianya, pestisida dibagi menjadi empat 4 golongan besar, yaitu :
 Organoklorin merupakan insektisida sintetik yang paling tua yang sering
disebut hidrokarbon klor. Secara umum diketahui bahwa keracunan pada
serangga ditandai dengan terjadinya gangguan pada sistem saraf pusat
yang mengakibatkan terjadinya hiperaktivitas, gemetar, kemudian kejang
hingga akhirnya terjadi kerusakan pada saraf dan otot yang menimbulkan
kematian. Organoklorin bersifat stabil di lapangan, sehingga residunya
sangat sulit terurai.
 Organofosfat merupakan insektisida yang bekerja dengan menghambat
enzim asetilkolinesterase, sehingga terjadi penumpukan asetilkolin yang
berakibat pada terjadinya kekacauan pada sistem pengantar impuls saraf
ke sel-sel otot. Keadaan ini menyebabkan impuls tidak dapat diteruskan,
otot menjadi kejang, dan akhirnya terjadi kelumpuhan (paralisis) dan
akhirnya serangga mati.
 Karbamat merupakan insektisida yang berspektrum luas. Cara kerja
karbamat mematikan serangga sama dengan insektisida organofosfat
yaitu melalui penghambatan aktivitas enzim asetilkolinesterase pada
sistem saraf. Perbedaannya ialah pada karbamat penghambatan enzim
bersifat bolak-balik reversible yaitu penghambatan enzim bisa dipulihkan
lagi. Karbamat bersifat cepat terurai.
10

 Piretroid merupakan piretrum sintetis, yang mempunyai sifat stabil bila


terkena sinar matahari dan relatif murah serta efektif untuk
mengendalikan sebagain besar serangga hama. Piretroid mempunyai efek
sebagai racun kontak yang kuat, serta mempengaruhi sistem saraf
serangga pada peripheral (sekeliling) dan sentral (pusat). Peretroid
awalnya menstimulasi sel saraf untuk berproduksi secara berlebih dan
akhirnya menyebabkan paralisis dan kematian. (1)

6. Pemanfaatan Pestisida
Pestisida digunakan untuk mengendalikan keberadaan hama yang diyakini
membahayakan. Misal nyamuk yang dapat membawa berbagai penyakit
mematikan seperti virus Nil Barat, demam kuning, dan malaria. Pestisida juga
ditujukan kepada hewan yang mampu menyebabkan alergi seperti lebah, tawon,
semut, dan sebagainya. Insektisida pun digunakan di peternakan dalam
mencegah kehadiran serangga yang mampu menularkan penyakit dan menjadi
parasit. Pestisida pun digunakan dalam pengawetan makanan, seperti mencegah
tumbuhnya jamur pada bahan pertanian dan mencegah serta membunuh tikus
yang biasa memakan hasil pertanian yang disimpan. Herbisida juga digunakan
dalam transportasi seperti membunuh gulma di pinggir jalan dan trotoar.
Tumbuhan dan hewan invasif juga dapat ditanggulangi dan dicegah dengan
pestisida. Herbisida dan algasida telah digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan alga dan tumbuhan air di perairan. Hama seperti rayap dan jamur
dapat merusak struktur bangunan yang terbuat dari kayu. Pestisida dapat
menyelamatkan usaha pertanian dengan mencegah hilangnya hasil pertanian
akibat serangga dan hama lainnya. Di Amerika Serikat, diperkirakan setiap dolar
yang dikeluarkan untuk pestisida menyelamatkan empat dolar uang yang dapat
hilang karena hama. Studi lainnya menemukan bahwa tanpa penggunaan
pestisida, hasil pertanian dapat turun sekitar 10%. Studi lainnya yang dilakukan
pada tahun 1999 menemukan bahwa pelarangan pestisida di Amerika Serikat
dapat menyebabkan kenaikan harga pangan, hilangnya lapangan pekerjaan, dan
meningkatnya penderita kelaparan(7)
11

7. Dampak Pestisida

Disamping bermanfaat untuk meningkatkan hasil pertanian, pestisida


juga menghasilkan dampak buruk terhadap Kesehatan manusia dan lingkungan.
Lebih dari 98% insektisida dan 95% herbisida menjangkau tempat selain yang
seharusnya menjadi target, termasuk spesies non-target, perairan, udara,
makanan, dan sedimen Pestisida dapat menjangkau dan mengkontaminasi lahan
dan perairan ketika disemprot secara aerial, dibiarkan mengalir dari permukaan
ladang, atau dibiarkan menguap dari lokasi produksi dan penyimpanan.
Penggunaan pestisida berlebih justru akan menjadikan hama dan gulma resistan
terhadap pestisida.(8)

Penggunaan pestisida yang berlebih menimbulkan dampak negatif bagi


lingkungan, kesehatan, sosial dan ekonomi. Salah satu dampak penggunaan
pestisida yang berlebih ialah timbulnya resistensi OPT terhadap pestisida yang
memaksa petani harus mengeluarkan pengendalian lebih tinggi. Kondisi ini
secara ekonomi akan menimbulkan beban bagi masyarakat karena biaya
produksi semakin tinggi menyebabkan meningkatnya harga jual yang akan
membebani konsumen. Timbulnya masalah resistensi OPT terhadap pestisida
disebabkan oleh tindakan manusia dalam mengaplikasikan pestisida tanpa
dilandasi oleh pengetahuan yang memadai tentang pestisida. Petani akan
meningkatkan dosis dan frekuensi penyemprotan jika pestisida yang digunakan
tidak mampu membunuh OPT. Bila praktik tersebut tidak membuahkan hasil,
mereka akan menggunakan jenis pestisida baru yang harganya lebih mahal
dengan harapan pestisida tersebut lebih efektif dari jenis pestisida yang
digunakan sebelumnya. Beralihnya petani menggunakan pestisida baru tanpa
adanya perubahan mendasar dalam filosofi dan strategi pengendalian hama
dengan pestisida adalah solusi sementara, karena bukan tidak mungkin akan
menimbulkan masalah baru yang lebih parah, yaitu terjadinya resistensi hama
terhadap jenis pestisida yang baru tersebut.(1)

a) Persebaran di udara
12

Pestisida berkontribusi pada polusi udara ketika disemprotkan melalui


pesawat terbang. Pestisida dapat tersuspensi di udara sebagai partikulat yang
terbawa oleh angin ke area selain target dan mengkontaminasinya. Pestisida
yang diaplikasikan ke tanaman dapat menguap dan ditiup oleh angin
sehingga membahayakan ekosistem di luar kawasan pertanian. Kondisi
cuaca seperti temperatur dan kelembaban juga menjadi penentu kualitas
pengaplikasian pestisida karena seperti halnya fluida yang mudah menguap,
penguapan pestisida amat ditentukan oleh kondisi cuaca. Kelembaban yang
rendah dan temperatur yang tinggi mempermudah penguapan. Pestisida yang
menguap ini dapat terhirup oleh manusia dan hewan di sekitar. Selain itu,
tetesan pestisida yang tidak larut atau tidak dilarutkan oleh air dapat
bergerak sebagai debu sehingga dapat mempengaruhi kondisi cuaca dan
kualitas presipitasi. Penyemprotan pestisida dekat dengan tanah memiliki
risiko persebaran lebih rendah dibandingkan penyemprotan dari udara.(8)
b) Persebaran di perairan
Di Amerika Serikat, pestisida diketahui telah mencemari setiap aliran sungai
dan 90% sumur yang diuji oleh USGS. Residu pestisida juga telah
ditemukan di air hujan dan air tanah. Pemerintah Inggris juga telah
mempelajari bahwa konsentrasi pestisida di berbagai sungai dan air tanah
melebihi ambang batas keamanan untuk dijadikan air minum. Dampak
pestisida pada sistem perairan sering kali dipelajari menggunakan model
transportasi hidrologi untuk mempelajari pergerakan dan akhir dari
pergerakan zat kimia di aliran sungai. Pada awal tahun 1970-an, analisis
kuantitatif aliran pestisida dilakukan dengan tujuan untuk memprediksi
jumlah pestisida yang akan mencapai permukaan air . Terdapat empat jalur
utama bagi pestisida untuk mencapai perairan: terbang ke area di luar yang
disemprotkan, melalui perkolasi menuju ke dalam tanah, dibawa oleh aliran
air permukaan, atau ditumpahkan secara sengaja maupun tidak. Pestisida
juga bergerak di perairan bersama dengan erosi tanah. Faktor yang
mempengaruhi kemampuan pestisida dalam mengkontaminasi perairan
mencakup tingkat kelarutan, jarak pengaplikasian pestisida dari badan air,
13

cuaca, jenis tanah, keberadaan tanaman di sekitar, dan metode yang


digunakan dalam mengaplikasikannya.(8)

c) Persebaran di tanah
Berbagai senyawa kimia yang digunakan sebagai pestisida merupakan bahan
pencemar tanah yang persisten, yang dapat bertahan selama beberapa
dekade. Penggunaan pestisida mengurangi keragaman hayati secara umum
di tanah. Tanah yang tidak disemprot pestisida diketahui memiliki kualitas
yang lebih baik,[ dan mengandung kadar organik yang lebih tinggi sehingga
meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air. Hal ini diketahui
memiliki dampak positif terhadap hasil pertanian di musim kering. Telah
diketahui bahwa pertanian organik menghasilkan 20-40% lebih banyak
dibandingkan pertanian konvensional ketika musim kering berlangsung.
Kadar organik yang rendah juga meningkatkan kemungkinan pestisida
meninggalkan lahan dan menuju perairan, karena bahan organik tanah
mampu mengikat pestisida. Bahan organik tanah juga bisa mempercepat
proses pelapukan bahan kimia pestisida. Tingkat degradasi dan pengikatan
merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat persistensi pestisida di tanah.
Tergantung pada sifat kimiawi pestisida, proses tersebut mengendalikan
14

perpindahan pestisida dari tanah ke air secara langsung, yang lalu berpindah
ke tempat lainnya termasuk udara dan bahan pangan. Pengikatan
mempengaruhi bioakumulasi pestisida yang tingkat aktivitasnya bergantung
pada kadar organik tanah. Asam organik yang lemah diketahui memiliki
kemampuan pengikatan oleh tanah yang rendah karena tingkat keasaman dan
strukturnya. Bahan kimia yang telah terikat oleh partikel tanah juga telah
diketahui memiliki dampak yang rendah bagi mikrorganisme, dan bahan
organik tanah mempercepat pengikatan tersebut. Mekanisme penyimpanan
dan pelapukan pestisida di tanah masih belum diketahui banyak, namun
lamanya waktu singgah (residence time) di tanah sebanding dengan
peningkatan resistensi degradasi pestisida.(8)
d) Manusia dan pertaniannya
Dalam penerapannya, tidak semua pestisida sampai ke sasaran. Kurang dari
20% pestisida sampai ke tumbuhan. Selebihnya lepas begitu saja. Akumulasi
dari pestisida dapat mencemari lahan pertanian dan apabila masuk dalam
rantai makanan, dapat menimbulkan macam-macam penyakit, misalnya
kanker, mutasi, bayi lahir cacat, dan CAIDS. Pestisida yang paling merusak
adalah pestisida sintesis, yaitu golongan organoklorin. Tingkat kerusakan
yang dihasilkan lebih tinggi ketimbang senyawa lain, mengingat jenis ini
peka akan sinar matahari dan tidak mudah terurai. Di Indonesia, kasus
pencemaran karena pestisida telah menimbulkan kerugian. Di Lembang dan
Pangalengan, tanah disekitar pertanian kebun wortel, tomat, kubis dan
buncis tercemar oleh organoklorin. Sungai Cimanuk juga tercemar akibat
hasil- hasil pertanian yang tercemar pestisida. Menurut data WHO yang
dipublikasikan pada tahun 1990, dampak dan risiko penggunaan pestisida
kimia selama ini 25 juta kasus dan meningkat pada tiap tahunnya. Data lain
dari ILO pada tahun 1996 menunjukkan 14% pekerja di pertanian terkena
bahaya pestisida dan 10%-nya terkena bahaya yang fatal. Fenomena seperti
ini juga terjadi di sentra pertanian Indonesia seperti Brebes dan Tegal.
Penelitian FAO pada tahun '92 menunjukkan, ada 19 gejala keracunan yang
disebabkan pestisida pada petani cabe dan bawang. Di perkebunan Luwu,
15

Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa 80-100% petani yang memeriksakan


dirinya ke rumah sakit mengindikasikan keracunan pestisida. (8)

e) Kehidupan Akuatik
Ikan dan biota akuatik lainnya dapat mengalami efek buruk dari perairan
yang terkontaminasi pestisida. Aliran permukaan yang membawa pestisida
hingga sungai membawa dampak yang mematikan bagi kehidupan di
perairan, dan dapat membunuh ikan dalam jumlah besar. Penerapan
herbisida di perairan dapat membunuh ikan ketika tanaman yang mati
membusuk dan proses pembusukan tersebut mengambil banyak oksigen di
dalam air, sehingga membuat ikan kesulitan bernafas. Beberapa herbisida
mengandung tembaga sulfit yang beracun bagi ikan dan hewan air lainnya.
Penerapan herbisida pada perairan dapat mematikan tanaman air yang
menjadi makanan dan penunjang habitat ikan, menyebabkan berkurangnya
populasi ikan. Pestisida dapat terakumulasi di perairan dalam jangka panjang
dan mampu membunuh zooplankton, sumber makanan utama ikan kecil.
Beberapa ikan memakan serangga; kematian serangga akibat pestisida dapat
menyebabkan ikan kesulitan mendapatkan makanan. (8)
16

f) Dampak Pestisida terhadap Kesehatan


Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui 3 (Tiga Cara) yaitu :
Inhalation (Pernapasan)
Masuknya pestisida ke dalam pernapasan dikarenakan terhirupnya
zat kimia berupa uap, debu atau asap yang terbawa udara dan terhirup
17

saluran pernapasan. Penyebabnya sebagai contoh yaitu :Teknik


penyemprotan pestisida yang dilakukan dengan tidak tepat
(dilakukan tidak memperhatikan arah angin)
Skin Absorbtion (Penyerapan Kulit)
Masuknya pestisida melalui skin absoption (penyerapan kulit) juga
merupakan hal yang umum terjadi. Pestisida dibuat untuk dapat
menembus kulit serangga/gulma, dan hal ini juga dapat terjadi pada
manusia apabila terkena zat ini. Kondisi lingkungan kerja yang panas
lebih meningkatkan risiko karena panas mengakibatkan poripori kulit
lebih melebar/ terbuka sehingga zat kimia dalam pestisida mudah
masuk ke dalam kulit.
Ingestion (Pencernaan)
Sedangkan ingestion atau masuknya pestisida lewat pencernaan dapat
terjadi karena praktek hygiene yang buruk serta kekuranghati-hatian
dalam bekerja. Hal ini terjadi misalnya karena hal-hal berikut: 1.
Tidak membersihkan tubuh dengan baik setelah bekerja (terutama
tangan), kemudian memakan makanan sehingga zat yang tertinggal
di dalam tangan atau anggota badan lain dapat menempel ke
makanan dan tertelan. 2. Meniup nozzle yang tersumbat dengan
meletakkannya diantara bibir dan meniupnya sehingga cairan/ tetesan
zat bisa masuk ke dalam mulut. 3. Pestisida dimasukkan ke dalam
wadah minuman (botol dan sejenisnya) namun tidak diberi label/
tanda, sehingga orang lain mengira bahwa itu adalah minuman.
18

Masuknya pestisida ke dalam tubuh dapat menyebabkan dampak


serius bagi kesehatan manusia baik pada orang yang kontak dengan
pestisida maupun orang yang berada pada lingkungan di mana
pestisida sedang digunakan atau tempat di mana residu pestisida
masih dapat terukur.
Dampak yang ditimbulkan pestisida dapat berupa akut maupun
kronis, sebagai berikut ; a. Dampak Akut Dampak akut merupakan
dampak yang muncul secara langsung atau satu-dua hari setelah
terpapar pestisida. Dampak akut terbagi menjadi dua jenis, yaitu
dampak akut lokal dan dampak akut sistemik. • Dampak akut lokal
terjadi ketika dampak yang dirasakan hanya meliputi bagian tubuh
yang terkena kontak langsung dengan pestisida (biasanya berupa
iritasi di kulit, mata, hidung, tenggorokan, dll)(9)
g) Dampak yang ditimbulkan pestisida dapat berupa akut maupun kronis,
sebagai berikut ;
Dampak Akut Dampak akut merupakan dampak yang muncul secara
langsung atau satu-dua hari setelah terpapar pestisida. Dampak akut
terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
o dampak akut lokal dan dampak akut sistemik.
Dampak akut lokal terjadi ketika dampak yang dirasakan
hanya meliputi bagian tubuh yang terkena kontak langsung
19

dengan pestisida (biasanya berupa iritasi di kulit, mata,


hidung, tenggorokan, dll)(9)

o Dampak akut sistemik terjadi apabila pestisida masuk ke


dalam tubuh dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh (aliran
darah membawa zat-zat pestisida kepada organ-organ tubuh
seperti jantung, paruparu, hati, lambung, otot, usus, otak dan
syaraf). (9)
Tanda-tanda keracunan Akut Pestisida
20

Beberapa tanda dan gejala keracunan pestisida yang


diakibatkan inhibisi kolinesterase, tergantung pada tingkat
keparahan keracunan, adalah sebagai berikut: - Keracunan
ringan; letih, lemah, limbung, mual, pandangan kabur -
Keracunan sedang; nyeri kepala, berkeringat, berair mata,
mengeluarkan air liur, muntah, pandangan kabur, kedutan otot;
- Keracunan berat; kejang perut, buang air, diare, tremor
(kejang) otot, berjalan sempoyongan, penyempitan pupil mata,
hipotensi (tekanan darah yang rendah), denyut jantung lambat,
gangguan pernapasan.(9)
Dampak Kronis Dampak kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada
kesehatan membutuhkan waktu untuk berkembang sehingga dapat
muncul setelah berbulan-bulan dan bertahun-tahun setelah terpapar
pestisida. Dampak terhadap organ tubuh telah diteliti dan diketahui
berpengaruh terhadap terjadinya suatu penyakit diantaranya:
• gangguan fungsi pernapasan misalnya bronchitis,
• gangguan pada sistem imun (kekebalan tubuh),
• gangguan terhadap sistem endokrin.
• Pestisida juga diketahui memiliki hubungan kuat dengan terjadinya
penyakit alzeimer, parkinson, gangguan ginjal dan hati, gangguan
sistem saraf pusat dan tepi, kanker, serta penyakit-penyakit
lainnya.(9)
21

8. Uraian Hasil temuan dari peneliti lain


1. Petani melon di desa Curut hampir setiap hari terpajan pestisida, hal ini
terjadi karena setelah 4 hari tanaman melon ditanam, petani mulai
menyemprotkan pestisida. Satu hari ratarata petani menghabiskan
waktunya 8 jam yang terbagi dalam dua tahap atau bahkan 3 tahap yaitu
pada pagi hari dari jam 07.00- 11.00 WIB dilanjutkan dari pukul 13.00-
17.00 WIB bila melon sudah mulai berbuah petani bekerja hingga larut
malam karena tanaman diserang oleh tikus sekitar pukul 19.00-22.00
Wib. Petani melon terpajan pestisida dapat melalui inhalasi hal ini terjadi
karena setiap kali menghirup udara di lahan pertanian tanpa disadari
petani menghirup pestisida yang telah mereka semprotankan pada
tanaman. Disamping itu, pajanan pestisida dapat melalui proses
pencernaan, petani membawa bekal makanan ke lahan pertanian tanpa
menggunakan penutup makanan. Bekal makan siang yang dibawa dari
rumah hanya dimasukkan dalam tas/keranjang. Kebiasaan petani di desa
Curut pada waktu siang hari, makan dan minum di lahan pertanian
sehingga pestisida dapat masuk melalui proses pencernaan. Pajanan
pestisida dapat masuk dalam makanan, hal ini perlu dilakukan
pemantauan terus menerus (Zhou et al., 2012). Petani pada saat
melakukan pencampuran dan penyemprotan tidak menggunakan alat
pelindung diri yang standar, mereka langsung menyentuh pestisida
dengan konsentrat tinggi sehingga pajanan pestisida dapat juga melalui
dermal. Sebagian besar petani tidak merasakan tubuhnya terkena pajanan
pestisida hanya bagian tangan yang mereka rasakan, bila berdasarkan
hasil observasi bagian punggung petani terkena resapan pestisida pada
waktu mengggendong tangki penyemprot saat melakukan penyemprotan
.Perasaan tidak merasakan pajanan pestisida pada tubuh petani akan
berbahaya bila berlangsung terus menerus, karena keracunan kronis
banyak yang dialami oleh petani. (10)
2. Hubungan Pajanan Pestisida dengan Gangguan Keseimbangan Tubuh
pada Petani Hortikultura di Kecamatan Ngablak Magelang tahun 2017
22

Lama kerja adalah lama seseorang petani bekerja setiap harinya dalam
setiap jam dan beberapa hari dalam seminggu dalam satuan hari,sehingga
semakin lama jam kerja petani dalam sehari maka akan semakin banyak
pula jumlah pestisida yang diterima oleh tubuh petani tersebut, dan akan
terakumulasi dalam beberapa hari kerja selama seminggu maka akan
semakin terakumulasi dalam kurun waktu yang semakin lama.36 WHO
mensyaratkan lama bekerja di tempat kerja yang berisiko keracunan
pestisida, yaitu 5 jam per hari atau 30 jam per minggu. Hasil uji chi-
square didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,015, hal ini menujukkan
bahwa ada hubungan antara lama kerja penyemprotan per hari dengan
gangguan keseimbangan tubuh petani hortikultura di Desa Sumberejo
Kecamatan Ngablak Magelang dikarenakan p < 0,05. Hasil RP = 2,676
dengan 95% CI: 1,207-5,930). Maka dari hasil tersebut dapat dikatakan
bahwa petani yang lama kerjanya > 5 jam per hari mempunyai peluang
berisiko lebih dari 2,6 kali untuk mengalami gangguan keseimbangan
dibandingkan dengan petani yang masa kerjanya . (11)
3. Penelitian ini menunjukkan pencampuran dengan jumlah penggunaan
pestisida yang baik adalah 80% dan yang tidak baik 20%. Pencampuran
pestisida dalam satu aplikasi, meliputi jenis herbisida, insektisida,
fungsida dan pelekat. Setiap satu aplikasi petani bawang merah
mencampur pestisida yang berfungsi untuk membunuh telur ulat, ulat
dan sekaligus penyubur daun. Alasan pencampuran ini adalah karena jika
hanya satu jenis pestisida menurut petani tidak akan mampu membunuh
hama yang menyerang tumbuhan bawang merah seperti ulat, rayap dan
grandong (telur ulat). Pencampuran juga membuat petani tidak bekerja
dua kali dalam penyemprotan sehingga ketika menyemprot dengan
tujuan untuk membunuh hama juga menyuburkan tanaman bawang
merah. Daun bawang merah yang lebat menandakan umbi bawang merah
akan berukuran besar. Jika umbi bawang merah besar maka hasil panen
akan meningkat. Pencampuran pestisida mulai dari 2–8 macam merk
pestisida. Merk pestisida sudah terdaftar di Kementerian Pertanian yang
23

mempunyai bahan aktif sesuai aturan pemerintah sehingga bahan aktif


pestisida tersebut lebih cepat hilang di tanah. Merk pestisida tersebut
masuk ke dalam golongan karbamat, organopospat, dan piretroid.
Golongan tersebut adalah golongan pestisida yang mempunyai waktu
paruh 1- 28 hari sehingga dapat hilang dengan cepat di dalam tanah. 2.
Dosis Pestisida Penelitian ini menunjukkan petani bawang merah yang
menggunakan dosis pestisida tidak sesuai aturan 87,3% sedangkan yang
menggunakan pestisida sesuai dengan dosis aturan adalah 12,7%. Petani
biasanya menggunakan 2 -3 kali lipat dari dosis yang tertera didalam
kemasan, hal ini dikarenakan semakin banyak dosis yang digunakan
maka lebih efektif membunuh hama tanaman bawang merah.
Penggunaan dosis pestisida pada petani bawang merah adalah 2-3 kali
lipat dari dosis aturan, penggunaan pestisida masih di larutkan dengan air
sebagai bahan pelarut. Ukuran tangki semprot adalah 15 liter sehingga
pestisida sudah dalam formulasi konsentrasi yang berkurang. Contoh
penggunaan Dursban 200 EC konsentrasinya adalah 200 ml/l klorpirifos,
jika dosis yang dianjurkan 20 ml satu kali penggunaan, maka pestisida
tersebut sudah mengalami pencairan sehingga konsentrasi pestisida dapat
berkurang ketika disemprotkan pada tanaman bawang merah. Hal ini
menyebabkan kecilnya konsentrasi pestisida yang mengenai tanah.
Karena itu pestisida mudah hilang dari tanah. 3. Jenis Pestisida
Penelitian ini menunjukkan 50,9% petani menggunakan jenis pestisida
yang baik dan 49,1% menggunakan jenis pestisida yang tidak baik. Jenis
pestisida yang baik adalah pestisida yang terdaftar di Kementerian
Pertanian. Jenis pestisida yang digunakan petani sebagian besar adalah
golongan organopospat, karbamat dan piretroid yang mempunyai waktu
paruh 1-28 hari. Pestisida dapat hilang lebih cepat dalam tanah karena
hilangnya setengah konsentrasi pestisida lebih cepat. 4. Cara
Penyemprotan Penelitian ini menunjukkan sebanyak 58,2% petani
bawang merah melakukan cara penyemprotan dengan tidak baik yaitu
tidak sesuai dengan arah angin dan atau tidak di waktu efektif.
24

Sedangkan 41,8% melakukan cara penyemprotan dengan baik yaitu yang


sesuai dengan arah angin dan atau di waktu efektif. Penyemprotan yang
tidak sesuai dengan arah angin menyebabkan pestisida ikut terbawa
angin sehingga pestisida tidak mengenai tanah secara tepat. Hal ini
menyebabkan sedikitnya pestisida yang mengenai tanah. Penyemprotan
di waktu yang tidak efektif seperti di siang hari jam 12.00 – 14.00 akan
menyebabkan pestisida mengalami penguapan sehingga konsentrasi
pestisida dalam tanah dapat berkurang. 5. Frekuensi Penyemprotan
Frekuensi penyemprotan yang dilakukan petani bawang merah di Desa
Wanasari secara tidak baik 60% yaitu penyemprotan yang dilakukan
secara rutin dengan jumlah 3-5 kali penyemprotan dalam satu minggu.
Sedangkan yang melakukan penyemprotan dengan frekuensi baik 40%
yaitu yang melakukan kegiatan penyemprotan ketika hama menyerang
dengan jumlah 1-2 kali dalam satu minggu. Penyemprotan 3-4 kali dalam
satu minggu berarti sistem penggunaan pestisida satu hari disemprot dan
satu hari tidak disemprot, sedangkan waktu paruh pestisida untuk
golongan organophospat adalah 1-28 hari, hal ini akan meningkatkan
hilangnya residu pestisida di dalam tanah akan lebih cepat. (12)
4. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan metode studi
kepustakaan (literature review), maka dapat disimpulkan bahwa paparan
pestisida pada petani dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan
seperti anemia, hipertensi, diabetes mellitus, hipotiroid pada wanita,
gangguan sistem reproduksi, gangguan kesuburan pria, gangguan sistem
saraf, gangguan kesehatan fisik berupa tremor dan gangguan kesehatan
lainnya yang juga dipicu oleh paparan pestisida seperti iritasi kulit,
pusing, mual, batuk, sakit kepala dan kesulitan bernapas. (4)
5. Dari penelitian ini , Sebagian besar responden (67,5%) berumur dewasa
(> 20 tahun), jenis kelamin terbanyak laki-laki yaitu 82,5%, sebagian
besar mereka mempunyaipendidikan dasar(92,5%), masa kerja > 5 tahun
sebanyak 90% dan status gizi terbanyak adalah normal sebanyak 77,5%.
2. Sebagian besar responden memakai APD secara lengkap yaitu 70%,
25

lama menyemprot dalam sehari sebagian besar dalam kategoro tidak


lama yaitu sejumlah 95%, sebanyak 55%mempunyai frekuensi
penyemprotan jarang, praktek pengelolaan pestisida sebagian besar baik
sejumlah 52,5%. 3. Kadar kholinesterasedarah sebagian besar dalam
keadaan normal(> 75%), begitu juga sebagian besar (57,5%) kadar
haemoglobinedalam keadaan normal. 4. Karakteristik jenis kelamin
mempunyai hubungan dengan kejadian anemia. 5. Tidak ada hubungan
antara kelengkapan dalam penggunaan APD dengan kejadian anemia
pada petani. 6. Hasil analisis multivariat menunukkan ada hubungan
paparan pestisida dengan kejadian anemia.(13)
6. Dari penelitian ini juga cara kerja aman yang dilakukan petani dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar petani masih buruk dalam hal
penggunaan APD, higiene tangan, dan higiene pakaian setelah bekerja
menggunakan pestisida. Pengetahuan petani tentang pengelolaan
pestisida yang aman bagi kesehatan masih perlu ditingkatkan dan
didorong untuk membiasakan perilaku yang baik. (14)
7. Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1) Residu pestisida yang terdapat dalam air terdiri atas golongan:
organoklorin dan karbamat; sedangkan dalam tanah dan daging
ikan organoklorin, organofosfat piretroid dan karbamat
2) Masuknya pestisida ke dalam lingkungan budidaya perikanan
antara lain diakibatkan oleh aktivitas pertanian, terutama
budidaya tanaman padi di lahan sawah yang terdapat di
sepanjang daerah aliran sungai.
3) Jenis dan konsentrasi residu pestisida yang tertinggi terdapat
pada ikan, kemudian di dalam tanah, dan yang paling rendah
dalam air.
4) Konsentrasi pencemaran pestisida pada lahan budidaya
perikanan di wilayah Sukabumi, Jawa Barat masih di bawah
nilai BMR
26

8. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka simpulan dalam penelitian ini


dapat dirumuskan sebagai berikut. Perilaku petani bawang merah dalam
bercocok tanam bawang merah di Desa Klampok Kecamatan Wanasari
Kabupaten Brebes tergolong kriteria baik. Hasil statistik menunjukkan
rata-rata skor sebesar 69,76. Penggunaan pestisida oleh petani bawang
merah Desa Klampok Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes tergolong
baik. Hasil statistik menunjukkan skor rata-rata 63,47. Perilaku petani
bawang merah dan penggunaan pestisida berpengaruh signifikan
terhadap dampak bagi lingkungan hidup. Artinya semakin baik perilaku
dan penggunaan pestisida maka akan semakin baik dampak lingkungan
hidup yang diberikan(2)
9. Berdasarkan hasil penelitian, seperti pada data diketahui bahwa nilai p ≤
0,05 yang berarti ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat. Hal tersebut berlaku untuk setiap variabel, baik cara
penyimpanana, cara pencampuran, dan cara pencucian alat semprot.
Nilai p dari ketiganya secara berurutan yaitu 0,016, 0,010, dan 0,026
yang berarti terdapat hubungan antara cara penyimpanan pestisida
dengan tingkat keracunan, terdapat hubungan antara cara pencampuran
pestisida dengan tingkat keracunan, serta terdapat hubungan antara cara
pencucian alat semprot dengan tingkat keracunan pestisida. Nilai OR
terbesar dimiliki oleh cara pencampuran pestisida dengan artian, apabila
responden melakukan cara pencampuran pestisida tidak sesuai dengan
pedoman maka memiliki risiko sebesar 30 kali mengalami keracunan
pestisida dibandingkan dengan responden yang melakukan pencampuran
pestisida sesuai dengan pedoman. Selain itu, semua nilai CI (95%) setiap
variabel lebih dari angka 1 yang memiliki arti bahwa setiap variabel
merupakan faktor penyebab terjadinya keracunan pestisida. Selain itu,
ketiga variabel tersebut memiliki kekuatan hubungan yang cukup kuat
27

dengan melihat nilai koefisien kontingensinya terletak pada rentan 0,40-


0,599. (15)
10. Tingkat pengetahuan petani di Desa Curut masih kurang baik karena
masih banyak pengetahuan petani yang menganggap boleh mencampur
beberapa macam pestisida tanpa membaca bahan aktif dan label yang
terdapat dikemasan. Pencampuran pestisida yang dilakukan berdasarkan
pengalaman sesama petani. Pencampuran pestisida dilakukan dekat
dengan sumber air, penuangan dekat dengan tubuh. Penyemprotan tidak
memperhatikan arah angin serta tidak mencuci peralatan pertanian
setelah digunakan. Pengetahuan yang dipahami biasanya akan diterapkan
dilahan pertanian. Perilaku yang kurang tepat dalam penggunaan
pestisida akan berdampak pada kesehatan dan pencemaran lingkungan.
Sebaiknya perlu dilakukan peningkatan pengetahuan petani dalam
menggunakan pestisida. Dengan harapan, pengetahuan yang dimiliki
petani tentang pestisida tepat dan benar yang nantinya akan berperilaku
tepat dan benar juga dalam menggunakan pestisida di lahan pertanian
sehingga pencemaran pada lingkungan dan kesehatan petani akan
menjadi lebih baik. (16)

Dari hasil-hasil penelitian diatas, penulis ingin meneliti tentang upaya mengurangi
paparan pestisida pada petani.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Metode penelitian yag digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan
( Library Research), dengan sumber data yang digunakan adalah data sekunder
yang diperoleh dari database Technology Index (SINTA), Google Scholar dengan
rentan waktu 2017-2021 (5 tahun). Kata kunci yang digunakan : pestisida, petani,
gangguan Kesehatan, APD. terhadap sejumlah artikel yang sesuai dengan tema
penelitian. Peneliti menggunakan beberapa literatur yang diperoleh dari hasil
pencarian melalui database yang telah ditentukan. Sebanyak 20 artikel diperoleh
dengan memasukkan kata kunci untuk mempermudah proses pencarian artikel.
Proses selanjutnya yaitu dilakukan skrinning terhadap artikel yang diperoleh.
Sehingga diperoleh sebanyak 15 artikel memenuhi kriteria yaitu sesuai dengan tema
penelitian. Selanjutnya, dilakukan skrinning kembali untuk memperoleh artikel yang
sesuai dengan kriteria inklusi. Hasil skrinning yaitu sebanyak 10 artikel yang dapat
dianalisis berdasarkan kesesuaian kriteria inklusi dan assesment kelayakan,
sementara 10 artikel diantaranya tidak dapat dianalisis karena tidak memenuhi
kesesuaian dengan kriteria inklusi.

B. Populasi dan sampel


1. Populasi
Adapun populasi pada penelitian ini adalah semua literatur tentang pestisida
yang ada pada database .
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah 10 jurnal ilmiah yang diambil dari Tehnologi Index
(SINTA) dan google scholar dengan rentang waktu 5 tahun. Adapun cara
pengambilan dengan tehnik probability sampling metode random sampling.

28
29

Dengan prosedurnya adalah sebagai berikut :

Pemilihan Topik Eksplorasi Menentukan Mengumpulkan


Informasi focus Penelitian sumber data

Membuat Mengolah Membuat catatan Membaca


Laporan catatan penelitian Penelitian Sumber Data

C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari database
Technology Index (SINTA), Google Scholar dengan rentan waktu 2017-2021 (5
tahun). Kata kunci yang digunakan : pestisida, petani, gangguan Kesehatan, APD.
Sehingga diperoleh 10 artikel ilmiah yang dapat dianalisis.
D. Tehnik pengumpulan Data
1. Editing
Melakukan pemeriksaan kembali data yang diperoleh terutama dari segi
kelengkapan, kejelasan makna dan keselarasan makna antara satu dengan yang
lain
2. Organizing
Mengorganisir data sesuai kerangka yang diperlukan

3. Finding
Melakukan analisis lanjutan terhadap hasil pengorganisasian data dengan
menggunakan kaidah-kaidah, teori dan metode yang telah ditentukan sehingga
ditemukan kesimpulan yang merupakan hasil jawaban dari rumusan masalah
30

E. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan dua cara yaitu :

1) Secara deduktif
Yaitu pemikiran yang bertolak pada fakta-fakta yang umum kemudian ditarik
pada suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam penelitian ini akan dianalisa
pengaruh pestisida terhadap Kesehatan manusia kemudian menghubungkan
pengaruh pestisida dengan upaya mengurangi paparan pestisida
2) Secara Historis

Melakukan analisis kejadian-kejadian dimasa yang lalu untuk mengetahui


kenapa dan bagaimana suatu peristiwa itu telah terjadi., dalam peneliian ini
mendeskripsikan hubungan dampak pestisida dengan upaya mengurangi efek
paparan pestisida.
BAB IV

BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

1. Angaran Biaya
Kegiatan ini tidak membuthkan biaya, karena penelitian dilakukan dengan
metode literatur review (Studi kepustakaan)

2. Jadwal Kegiatan

Kegiatan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu dari bulan September
2021 s/d bulan November 2021, dengan tekniknya melalui editing, organising
dan finding.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Hudayya A. Pengelompokan Pestisida Berdasarkan Cara Kerjanya (Mode of


Action). In 2012. hal. 8–9.

2. Perilaku P, Bawang P, Pestisida P, Hidup L, Kecamatan K, Dhiaswari DR, et al.


Edu Geography. 2019;7(3).

3. Taufik I. Pencemaran Pestisida Pada Perairan Perikanan. Media Akuakultur.


2011;6(1):69–75.

4. Pratama DA, Setiani O, Darundiati YH. Studi Literatur : Pengaruh Paparan


Pestisida terhadap Gangguan Kesehatan Petani. J Ris Kesehat Poltekkes Depkes
Bandung. 2021;13(1):160–71.

5. Widodo. Mengenal jenis-jenis dan karakteristik pestisida.


Https://WwwBumikitaId [Internet]. 2019;6–8. Tersedia pada:
https://biodiversitywarriors.kehati.or.id/artikel/macam-pestisida-organik-untuk-
tanaman/?lang=en

6. Badan Standarisasi Nasional. Batas Maksimum Residu Pestisida pada Hasil


Pertanian. Sni [Internet]. 2008;7313(2008):70–9. Tersedia pada:
http://www.chilealimentosinodata.cl/uploads/rules/indonesia-batas-maksimum-
pestisida.pdf?v1.6

7. Stockholm BK, Persisten PO, Definisi S, Karbamat O, Piretroid O, Biopestisida


S, et al. Pestisida.

8. Wikipedia. Dampak Lingkungan dari Pestisid1. Tersedia pada:


https://id.wikipedia.org/wiki/Dampak_lingkungan_dari_pestisida

9. Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga Direktorat Jenderal Kesehatan


Masyarakat KKR. Pedoman Pestisida Aman dan Sehat di Tempat Kerja Sektor
Pertanian (Bagi Petugas Kesehatan) [Internet]. 2019. Tersedia pada:
https://www.researchgate.net/profile/Hanifa-
Denny/publication/332528454_Pedoman_Pestisida_Aman_dan_Sehat_di_Tempa

32
33

t_Kerja_Sektor_Pertanian/links/5cb9c499a6fdcc1d499ff0f7/Pedoman-Pestisida-
Aman-dan-Sehat-di-Tempat-Kerja-Sektor-Pertanian.pdf?origin=publicati

10. Dbd PS. dampak Pestisida. J Kesehat Masy. 2013;8(2):113–20.

11. Samosir K, Setiani O, Nurjazuli N. Hubungan Pajanan Pestisida dengan


Gangguan Keseimbangan Tubuh Petani Hortikultura di Kecamatan Ngablak
Kabupaten Magelang. J Kesehat Lingkung Indones. 2017;16(2):63.

12. Damayanti R, Hanani Y, Yunita NA. Hubungan Penggunaan Dan Penanganan


Pestisida Pada Petani Bawang Merah Terhadap Residu Pestisida Dalam Tanah Di
Lahan Pertanian Desa Wanasari Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes. J
Kesehat Masy. 2016;4(3):879–87.

13. Aisyah Kurniasih S, Setiani O, Achadi Nugraheni S, Pekalongan dr Onny Setiani


B, Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP Drdr Sri Achadi Nugraheni P,
Kesehatan Masyarakat UNDIP F. Faktor-faktor yang Terkait Paparan Pestisida
dan Hubungannya dengan Kejadian Anemia pada Petani Hortikultura di Desa
Gombong Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang Jawa Tengah Factors Related
to Pesticides Exposure and Anemia on Horticultural Farmers In Gombo.
2013;12(2).

14. Wijaya. JK Unila jurnal kedokteran universitas lampung. Univ Lampung. 2017;1.

15. Putri1 MS, Kasjono2 HS, Dwi Astuti3. HUBUNGAN CARA PENANGANAN
PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI
DI DUSUN BANJARREJO DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN
CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI. 2012;2(2):35–43.

16. Yuantari MGC, Widiarnako B, Sunoko HR. Tingkat Pengetahuan Petani dalam
Menggunakan Pestisida ( Studi Kasus di Desa Curut Kecamatan Penawangan
Kabupaten Grobogan ). Semin Nas Pengelolaan Sumberd Alam dan Lingkung
2013. 2013;142–8.
34

Anda mungkin juga menyukai