Diajukan Oleh
Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya
Kepada kita semus sehingga kami dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul
“Uji Resistensi Larvasida Sintetik Dengan Perbandingan Dosis Pada Larva Culex Sp Di
Kecamatan Baito, Kab. Konawe Selatan, Provinsi Sulawsi Tenggara”. Laporan proposal
skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengerjakan skripsi pada Program
Penulis menyadari proposal skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan.
Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga
bisa dikembangkan lebih lanjut. Demikian, semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi
I
DAFTAR ISI
Table of Contents
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..ii
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODE PENELITIAN
II
C. Desain Penelitian................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
untuk hidup sehat. Salah satunya adalah pengendalian vektor. Hal ini sesuai dengan
upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau rangkaian kegiatan yang dilakukan
pemerintah dan/atau masyarakat. Sampai saat ini penyakit pada hewan khususnya
Pada tahun 2017 tercatat 12.677 kasus filariasis di 3 provinsi. Pada saat yang
sama, pada tahun 2018, jumlah kasus heartworm menurun 10.681, karena jumlah
kematian dan perubahan diagnosis setelah konfirmasi kasus klinis kronis yang
2017 adalah Papua (307 kasus), disusul Nusa Tenggara Timur (286 kasus), Papua
Barat (12 kasus), Jawa Barat (907 kasus), Aceh (591 kasus), Kalimantan Timur ( 52
) dan Jawa Tengah (505). Selain itu, 129 kasus penyakit cacing hati kronis dilaporkan
di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2017 (Infodatin, 2018). Salah satu strategi
pemerintah untuk mencapai hal tersebut adalah melalui Mass Preventive Drug
1
Nyamuk merupakan salah satu vektor penyakit yang disebabkan oleh parasit
atau virus terutama di daerah tropis dan subtropis. Genus nyamuk yang paling umum
adalah Aedes, Anopheles dan Culex (Wijayanti, dkk. 2015). Penyakit tular nyamuk
semakin meningkat ketika terjadi perubahan iklim seperti peralihan dari musim
nyamuk, tetapi juga dapat dikendalikan dengan perlakuan biologis dan kimiawi
sintetis, obat nyamuk bakar, listrik dan aerosol sintetis untuk mengganggu siklus
karena hanya membunuh nyamuk dewasa. Selama jentik nyamuk masih hidup,
mereka melanjutkan siklus hidup nyamuk dan kemudian dapat menginfeksi kembali.
hidup lainnya.
bertahan hidup dengan dosis insektisida yang biasanya akan membunuh spesies
vektor. Nyamuk yang sudah resisten akan kebal atau tidak akan mati walaupun
sering dihadapi oleh penanggung jawab program pengendalian penyakit tular vektor
2
nyamuk yang tidak mati akibat paparan pestisida, nyamuk yang sudah resisten juga
vektor dalam populasi (Kemenkes RI, 2012). dalam skripsi oleh Nisa Khoirullisani,
2018).
kelompok alga organik dengan nama dagang Abate 1SG, nama kimianya
dan kelarutan pada 26OC sebesar 30 gr/L. Secara kimia dan secara ilmiah, temephos
adalah non-larvisida organik sistemik dalam bentuk emulsi, bubuk (wettable powder)
dan bentuk granular yang dapat digunakan di kamar mandi domestik atau tangki air.
Senyawa murni berupa padatan kristal putih dengan titik leleh 3030,5°C, produk
berupa cairan kental berwarna coklat, tidak larut dalam air pada suhu 20°C (kurang
dari 1 ppm).
masyarakat untuk mengurangi habitat larva. Dosis temephos menurut WHO adalah
0,02 mg / l. Abate atau temephos dapat menyebabkan resistensi obat jika tidak
digunakan dalam dosis yang tepat. Salah satu faktor utama yang berperan terhadap
3
target mutasi. Penggunaan Abbot sebagai larvasida juga memiliki kelemahan: jika
masyarakat dan lingkungan. Gugus organofosfor ini, bila dosisnya dinaikkan, akan
sangat beracun dan bagi kita, jika kontak langsung dengan temefos seperti tertelan,
masyarakat untuk mengurangi habitat larva. Dosis temephos Temephos bekerja pada
saraf karena akumulasi asetilkolin dalam jaringan. Fungsi enzim kolinestease adalah
menghidrolisis asetilkolin menjadi kolin dan cuka, sehingga bila enzim tersebut
dihambat maka tidak terjadi hidrolisis asetilkolin, kontraksi otot dalam waktu lama
akan terjadi spasme, membuat larva tidak dapat . menyerap oksigen dan membunuh
Pada penelitian ini digunakan larva instar III. Pemilihan larva instar III karena
larva difase tersebut telah memiliki organ tubuh larva yang sudah lengkap terbentuk
dan relatif stabil terhadap pengaruh lingkungan. Selain itu, larva instar III merupakan
larva yang sedang giat-giatnya aktif mencari makanan sebelum masa dorman yaitu
instar IV saat akan menjadi pupa. Pemberian insektisida pada saat larva mencapai
instar III, dengan tujuan larvasida tersebut langsung dapat terserap oleh larva
larvasida abate untuk pengendalian populasi larva nyamuk Culex sp. instar III perlu
4
dikaji manfaatnya karena relatif aman terhadap kesehatan manusia maupun
lingkungan hidup.
pengamatan selama 24 jam, pada konsentrasi 0,0025 mg/l yaitu 69% kematian, pada
konsentrasi 0,0025 mg/l yaitu 89% kematian, pada konsentrasi 0,005 mg/l yaitu 98%
kematian, pada konsentrasi 0,02 mg/l yaitu 98% kematian, pada konsentrasi 0,04
Dari data yang diperolah dari Puskesmas Baito kab. Konawe Selatan, pada
wilayah kerja yaitu Kecamatan Baito, Kab. Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi
Pada Larva Culex Sp di Kecamatan Baito, Kab. Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi
Tenggara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “ Seberapa resistenkah larva nyamuk jenis Culex sp pada
Sulawesi Tenggara”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
5
Untuk mengetahui resistensi larva nyamuk Culex sp terhadap larvasida sintetik
(temephos) pada variasi dosis di Kecamatan Baito, Kab. Konawe Selatan, Provinsi
Sulawesi Tenggara.
2. Tujuan Khusus
C. Manfaat Penelitian
1. Sebagai data atau bahan informasi bagi peneliti selanjutnya dalam bidang
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat dalam
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengenalan Nyamuk
Diptera, famili Culicidae dengan jumlah berlimpah yang tersebar di seluruh dunia
dunia yang diklasifikasikan ke dalam dua subfamili dan 112 genus (Harbach,
2016:1). Indonesia memiliki 457 spesies nyamuk dari 18 genus yang tersebar di
seluruh daerah (Connor dan Sova, 1981:457). Beberapa spesies tertentu dari genus
ini menjadi vektor transmisi berbagai infeksi arbovirus dan genus Culex sp menjadi
berbeda, terutama nyamuk Culex sp suka menyukai air yang kotor seperti genangan
air, sampah toilet, selokan, sungai yang penuh sampah. Nyamuk Culex sp memiliki
musim sepanjang tahun. Hanya saja jumlahnya berkurang saat musim hujan karena
1. Taksonomi Culex sp
sebagai berikut:
1. Domain : Eukaryota
2. Kingdom : Animalia
7
3. Subkingdom : Bilateria
4. Filum : Arthropoda
5. Subfilum : Mandibulata
6. Kelas : Insecta
7. Subkelas : Dicondylia
8. Ordo : Diptera
9. Subordo : Nematocera
2. Morfologi
Culex sp adalah genus dari nyamuk yaitu sebagai vector penyakit yang
Morfologi nyamuk itu culex sp terdiri dari kaput, toraks, abdomen dan memiliki
3 pasang kaki dan 1 pasang antena, Satu pasang sayap dan halter menjadi ciri
khas nyamuk dalam ordo Diptera. Sisik pada sayap dan Proboscis. Proboscis
Walaupun aktifitas nyamuk culex dan Anopheles sama, yaitu lebih aktif
menghisap darah pada malam hari namun nyamuk culex sp secara morfologi
sangat berbeda dengan nyamuk Anopheles. Fisik Anopheles yaitu warna hitam
dengan bercak bercak putih , dan pada saat posisi menusuk akan membuat sudut,
8
nyamuk Anopheles jantan dan betina memiliki palpi yang hampir mirip dengan
berbentuk gada yang disebut club form sedangkan pada nyamuk betina ruas itu
mengecil. Bagian posterior abdomen terlihat agak lancip. Hal tersebut juga
terjadi pada nyamuk Aedes, bagian corpus berwarna coklat kehitaman serta
terdapat bercak putih di kaki atau tungkainya. Akan tetapi, perbedaan takan
terlihat pada saat menghisap, posisi nyamuk aedes tidak sejajar oleh
abdomennya, selain itu nyamuk aedes aktif dipagi hari. Pada genus Culex sp tidak
memiliki rambut pada spiracular maupun pada post spiracular. Ciri fisik lainnya
yaitu proboscis dan sayap yang berwarna gelap, selain itu, bentuk abdomen
betina nyamuk yang tidak tajam pada bagian ujungnya dan badannya yang penuh
dengan sisik-sisik. Kaput Culex sp biasanya bulat atau sferik dan memiliki 1
pasang mata dan 1 pasang antena yang terdiri dari 5 segmen dan juga 1
proboscis antena yang terdiri dari 15 segmen. Pada nyamuk jantan panjang
Culex sp memiliki ciri khas yaitu pada abdomen nyamuk betina dewasa saat
menggigit terletak sejajar dengan permukaan objek yang sedang digigit dengan
posisi kaki belakang sedikit terangkat. Genus Culex sp memiliki ciri khusus
dengan struktur skeletumnya yang tribolus, ujung abdomen yang tidak tajam dan
badannya yang dipenuhi sisik. Selain itu, struktur yang menjadi perbedaan
genus ini dan genus yang lainnya adalah struktur yang disebut pulvilus yang
Pada toraks nyamuk terdiri dari 3 bagian yaitu protoraks, mesotorak dan
9
metatoraks. Bagian metatoraks lebih kecil dan terdapat 1 pasang sayap yang
mengalami modifikasi menjadi halter. Abdomen terdiri dari segmen yang tidak
3. Siklus hidup
Nyamuk betina Culex sp. Mereka menghasilkan telur yang memiliki sifat
melekat satu sama lain atau dalam kelompok berbentuk rakit. Telur-telur
tersebut berbentuk seperti rakit yang duduk di atas permukaan air dan menempel
pada posisi di dinding vertikal di dalam penampung air. Nyamuk Culex sp betina
lebih menyukai tangki air yang sedikit tertutup untuk bertelur dibandingkan
dengan tangki air terbuka, karena tangki air yang sedikit tertutup lebih gelap di
bagian dalam. Telur menetas dalam 13 hari pada suhu 30°C, sedangkan telur
pada suhu 16°C membutuhkan waktu 7 hari untuk menetas. Telur bertahan hidup
tanpa air di tempat yang lembab. Telur dapat bertahan selama berbulan-bulan
10
inkubasi telur, Tahap II terjadi setelah 23 hari inkubasi telur, Tahap III terjadi
setelah 34 hari inkubasi telur, dan Tahap IV terjadi setelah 46 hari inkubasi telur.
Tahap pupa terjadi 6 sampai 7 hari setelah telur menetas. Tahap pupa
pada suhu di tempat penetasan, tetapi kepompong tidak akan berkembang pada
suhu yang sangat rendah di bawah 10 . Tahap dewasa terjadi antara 9 dan 10 hari
setelah telur menetas. Umur nyamuk Culex sp betina di alam pendek, sekitar 2
minggu, tetapi cukup waktu bagi nyamuk Culex sp betina untuk kawin, yang
biasanya terjadi pada senja hari dan kemudian mereka mencari darah untuk
pematangan telur.
a. Stadium Telur
permukaan air sehingga berbentuk rakit (raft). Warna telur yang baru diletakkan
adalah putih, kemudian berubah menjadi hitam setelah 1-2 jam. Telur nyamuk
11
Culex sp. berbentuk menyerupai peluru senapan. Setiap spesies nyamuk Culex
quinquefasciatus bertelur di air comberan yang kotor dan keruh, nyamuk Culex
sp annulirostris bertelur di air sawah, daerah pantai dan rawa berair payau,
dalam air tawar dan atau air payau. Dalam beberapa hari setelah kena air dalam
dua hingga tiga hari telur akan menetas menjadi jentik jentik atau larva.
b. Stadium larva
yang terjadi selama 6-8 hari. Instar ke-I terjadi selama 1-2 hari setelah menetas.
Terlihat duri-duri (spinae) pada thoraks belum jelas dan corong pernafasan pada
siphon belum jelas. Instar ke-II terjadi selama 2-3 hari, dengan ciri duri-duri
belum jelas, corong kaput mulai menghitam. Instar ke-III terjadi selama 3-4 hari.
Duri-duri thoraks mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat kehitaman
dan instar ke-IV terjadi selama 4-6 hari setelah telur menetas dengan kaput
faktor, diantaranya temperatur, bahan makanan, pemangsa dalam air dan lain
tujuh hari.
12
Gambar 2.3 Larva Culex sp
c. Stadium Pupa
Pupa berbentuk seperti satuan huruf “koma” yang pendek dan lebar,
merupakan stadium yang “non feeding”. Kaputnya menyatu dengan thorax yang
Seperti larva, pupa juga mendekati permukaan air untuk bernafas dengan
menggunakan breathing tube yang terdapat pada sisi dorsal thorak. Bila
perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah dua atau tiga hari, maka kulit
d. Nyamuk Dewasa
13
Ciri-ciri nyamuk Culex dewasa adalah berwarna hitam belang-belang
putih, kaput berwarna hitam dengan putih pada ujungnya. Pada bagian thorak
terdapat 2 garis putih berbentuk kurva. Palpus nyamuk betina lebih pendek dari
proboscis, sedangkan pada nyamuk jantan palpus dan proboscis sama panjang.
Pada sayap mempunyai bulu yang simetris dan tanpa costa. Sisik sayap
membentuk kelompok sisik berwarna putih dan kuning atau putih dan coklat
atau putih dan hitam. Ujung abdomen nyamuk culex selalu menumpul. Dalam
permukaan.
sp. pertumbuhan larva dipengaruhi faktor temperatur, nutrien, dan ada tidaknya
binatang predator. Adapun faktor lain yang mempengaruhi larva (Ifa Ahdiyah,
2015), yaitu:
1). Suhu
Dari hasil penelitian Iswanto dkk., (2004), bahwa suhu air mempengaruhi
lama hidup nyamuk pradewasa (larva). Larva Culex sp. dapat hidup sekitar 5-6
hari, pada suhu air 28,59 ± 0,84⁰C. Faktor suhu sangat mempengaruhi nyamuk
Culex sp. dimana suhu yang tinggi akan meningkatkan aktivitas nyamuk dan
perkembangannya bisa menjadi lebih cepat tetapi apabila suhu di atas 35⁰C akan
14
2). Derajat Keasaman (pH)
Selain temperature air, faktor derajat keasaman (pH) air kemungkinan juga
berpengaruh terhadap lamanya larva Culex sp. bertahan hidup. Kadar pH dalam
penelitian Iswanto dkk., (2004) berkisar antara 6,7-7,6 atau hampir sama dengan
Dari hasil penelitian Sugiyarto dkk. (2000), pengaruh lama perlakuan larva
uji terhadap kualitas air limbah mempengaruhi kehidupan larva. Pada kepadatan
rendah (lebih rendah dari kepadatan optimum), maka larva uji hidup normal,
f. Habitat
yang satu dengan lainnya saling terkait, yaitu tempat untuk berkembangbiak,
tempat untuk istirahat dan tempat untuk mencari darah. Nyamuk ini banyak
terdapat pada genangan air kotor (comberan, got, parit, dll). Nyamuk Culex sp
berkembang biak di air keruh dan lebih menyukai genangan air yang lama
daripada genangan air yang baru. Aktif menggigit pada malam hari. Tempat
yang gelap, sejuk dan lembab merupakan tempat yang disukai untuk beristirahat.
15
penyakit juga dapat sangat mengganggu dengan dengungan dan gigitannya,
biologis dari penyakit seperti Filiariasis , Japanese encephalitis dan , West Nile
disebabkan oleh cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening
permulaanya diperantarai oleh vector nyamuk yang salah satunya yaitu Culex
sp. Cacing tersebut hidup di saluran dan kelenjar getah bening dengan
manifestasi klinik akut berupa demam berulang, peradangan saluran dan saluran
kelenjar getah bening. Pada stadium lanjut dapat menimbulkan cacat menetap
5. Pengendalian
a. Kimia
pengendalian vektor penyakit karena bekerja dan memberikan efek toksik secara
langsung. Cara kerja insektisida dalam tubuh serangga dikenal istilah mode of
action dan cara masuk atau mode of entry. Mode of action adalah cara insektisida
16
serangga. Titik tangkap pada serangga biasanya berupa enzim atau protein.
Beberapa jenis insektisida dapat mempengaruhi lebih dari satu titik tangkap pada
disarankan atau terpapar terlalu lama akan menimbulkan berbagai efek samping
bagi manusia seperti mual, 16 muntah, sesak napas, dan tanda-tanda intoksikasi
b. Fisik
c. Biologis
katak, dan predator lain untuk membunuh telur, larva dan pupa nyamuk
d. Radiasi
17
infekunditas (tidak dapat menghasilkan telur), inaktivasi sperma, mutasi letal
jantan. Radiasi dapat mengurangi produksi telur yang disebabkan karena tidak
ketidakmampuan kawin, hal ini karena radiasi merusak sel-sel somatik saluran
genetalia interna sehingga tidak terjadi pembuahan sel telur. Irradiasi gamma
dari 50%, bahkan untuk dosis 110 Gy mampu menurunkan persentase penetasan
telur hingga 96 %.
di irradiasi adalah mutasi lethal dominan. Dalam hal ini inti sel telur atau inti
sperma mengalami kerusakan sebagai akibat radiasi sehingga terjadi mutasi gen.
maupun betina dan zigot yang terjadi juga tidak dihambat, namun embrio akan
seperti malaria, DBD dan filariasis yang disebut Teknik Serangga Mandul. TSM
menjadi salah satu alternatif pilihan cara yang dapat dipilih dan
18
dipertimbangkan, karena lebih aman, spesies spesifik, tidak menimbulkan
e. Lingkungan
pengubahan fisik yang permanen terhadap tanah, air dan tanaman yang bertujuan
manusia dan bersifat permanen. Kegiatan ini antara lain dapat berupa
hidup.
berkembanng dengan baik. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara merubah
kadar garam (salinity), pembersihan tanaman air atau lumut, dan penanaman
pohon bakau pada pantai tempat perindukan nyamuk sehingga tempat itu tidak
Temephos atau abate relatif aman dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan
pada manusia. Namun apabila digunakan pada dosis yang tidak sesuai maka akan
mengakibatkan overstimulasi sistem saraf sehingga akan terjadi pusing, mual dan
19
muntah. Pada pajanan yang tinggi dapat menimbulkan paralise nafas dan kematian.
1. Spesifikasi Temephos
berbahaya apabila ditemukan di dalam air selama dosis yang digunakan tidak
oleh WHO yaitu 0,02 mg/l atau pada kontainer yang biasanya menjadi tempat
nyamuk berkembang biak seperti bak mandi. Air dengan volume yang besar
seperti kolam renang dengan dosis 56 - 112 g/ha atau 5,6 – 11,5 mg/m2 (WHO,
2013). Temephos 1% hanya digunakan pada tempat air tergenang seperti bak
ditaburkan pada tempat-tempat air yang sulit dibersihkan. Larvasida jenis ini
dapat menimbulkan resisten terhadap larva apabila tidak menggunakan dosis yang
sesuai. (Lawrens, dkk, 2014). Temephos terbuat dari empat Ibs/gallon EC, 50%
ang dirancang untuk mengendalikan larva nyamuk pada vegetasi yang padat), 2 G
a. Bentuk Sand Granules Temephos dalam bentuk sand granules berbentuk pasir,
20
berwarna putih kecoklatan dan mengandung 1% bahan aktif abate (thiodi
21
3. Mekanisme resistensi
4. Mekanisme Biokimiawi
sehingga insektisida tidak mampu masuk dalam tubuh vektor. Secara alami
mencapai target.
6. Knockdown Time
jumlah serangga yang jatuh selama interval waktu yang dibutuhkan agar semua
serangga mati. Waktu yang dibutuhkan agar seluruh serangga mati disebut
22
KT100, sedangkan waktu yang dibutuhkan agar insektisida dapat menjatuhkan
setengah dari populasi disebut Median Knockdown Time (MKDT) atau KT50.
Menurut WHO (1998) yang dikutip dari Nur handayani tahun 2016, status
23
D. Kerangka Teori
Lingkungan
24
E. Kerangka Konsep
Larva Nyamuk
Culex sp.
1. Rentan
2. Toleran
Larvasida Sintetik 3. Resistensi
(Temephos)
- 0,0025 mg/l
- 0,005 mg/l
- 0,01 mg/l.
Kondisi Lingungan
Keterangan :
: Variabel independen
: Variabel dependen
25
F. Definisi Konseptual
Tabel 2.1
Defenisi Konseptual
Culex Sp
Resistensi.
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Gambaran Umum
1. Jenis Penelitian
post test only with control group design menggunakan larvasida sintetik
(temephos).
1. Lokasi Penelitian
Puskesmas Baito.
2. Waktu Penelitian
B. Desain Penelitian
Culex sp. terhadap larvasidsa sintetik (temephos) pada variasi dosis di Kecamatan Baito,
27
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Larva Waktu
0,0025 mg/l 0,005 mg/l 0,01mg/l 0mg(Control)
Nyamuk
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian
subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Data primer dari penelitian ini
diperoleh berdasarkan hasil suspectibility test apakah larva nyamuk jenis Culex
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai referensi baik
artikel – artikel, buku maupun literatur yang lain yang dianggap dapat
penelitian ini.
28
D. Instrumen Penelitian
1. Alat
4 wadah
Timbangan Analitik
Timba plastik
Senter
Alat tulis
2. Bahan
Air bersih
Handscoon
Kertas label
Pengolahan data dilakukan secara manual dengan bantuan alat hitung dan
29
DAFTAR PUSTAKA