MANGGARAI TIMUR
PROPOSAL SKRIPSI
SEBAGAI SYARAT MEMPEROLEH GELAR
SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
OLEH :
AFRADIANA KURNIAWATI JUPIR
NIM 25000121183364
FAKULTAS KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS
DIPONEGORO SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 8
1. Tujuan Umum 8
2. Tujuan khusus 8
D. Manfaat Penelitian 8
1. Bagi Instansi terkait 8
2. Bagi Masyarakat 8
3. Bagi Peneliti Lain 9
4. Bagi Pembaca 9
E. Ruang Lingkup penelitian 9
1. Lingkup Keilmuan 9
2. Lingkup Masalah 9
3. Lingkup Sasaran 10
4. Lingkup Lokasi 10
5. Lingkup Waktu 10
6. Keaslian Penelitian 10
BAB II TINJAUAN TEORI 11
A. Tuberkulosis 11
1. Pengertian 11
2. Gejala 11
3. Penyebab 12
B. Rumah 13
1. Pengertian 13
2. Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal 13
A. Latar Belakang
5
kecil di Mediterania timur (8,3 %) amerika (3,0 %) dan eropa 2,3 %. 30
negara dengan kasus TB penyumbang tertinggi menyumbang 86 % dari
semua kasus di seluruh dunia, dan delapan dari negara tersebut adalah :
India 26 %, China 8,5 %, Indonesia 8,4 %,Filipina 6,0 %Nigeria 4,6 %,
Bangladesh 3,6 % dan Afrika selatan 3,3 %.(1)
Tujuan “End TB” dari Organisasi Kesehatan Dunia adalah untuk
menurunkan insiden global tuberkulosis (TB) menjadi 10 per 100.000
(populasi) pada tahun 2035. Namun, dengan diagnosis dan pengobatan
saat ini, tanpa adanya vaksin baru yang sangat efektif, hal itu akan menjadi
sangat sulit untuk mencapai tujuan ini karena tingkat rata-rata penurunan
kejadian TB hanya 1,5% per tahun secara global. Pergeseran fokus global
ke COVID-19 mengalihkan sumber daya dan membahayakan upaya
pengendalian TB global.1 Para ahli memperingatkan bahwa penguncian
COVID-19, dengan orang-orang yang berkerumun di rumah atau panti
jompo, dapat meningkatkan risiko penularan TB dalam ruangan. Selain
itu, layanan TB dapat kurang dimanfaatkan jika COVID-19 terus
membebani sistem perawatan medis, dengan persepsi bahaya infeksi
terkait pelayanan kesehatan. Di era co-circulation TB dan COVID-19,
solusi inovatif untuk mencapai tujuan “End TB” sangat dibutuhkan. (2)
Saat ini, sebagian besar ahli umumnya percaya bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi kejadian TB terutama meliputi aspek-aspek berikut
(1) faktor strain MTB, seperti mutasi gen strain MTB dan munculnya
MTB yang resisten terhadap obat; (2) faktor pejamu, termasuk genetik,
riwayat kontak dekat, infeksi ganda (seperti infeksi ganda TB dan
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)) dan malnutrisi; (3)
faktor lingkungan, seperti lingkungan alam (suhu, tekanan dan curah
hujan) dan lingkungan sosial (migrasi dan perpindahan penduduk, kondisi
sosial ekonomi, alokasi sumber daya kesehatan, dll) . namun dalam
beberapa tahun terakhir, beberapa ahli telah menyarankan bahwa polusi
udara dapat meningkatkan kejadian Tb, mereka percaya bahwa polutan
udara tertentu seperti partikulat 2,5 (PM 2,5) dan partikulat 10 (PM10),
6
So2,NO2,CO dan O3 membuat orang lebih rentan terhadap infeksi TB.
Selain itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa polutan udara
meningkatkan resiko kematian dari pasien TB.(3)
Mycobacterium tuberculosis bersifat tahan di udara. Di
lingkungan dalam ruangan, aerosol infeksius terakumulasi secara progresif
kecuali ada sirkulasi dan ventilasi udara segar yang tepat. Sebagian besar
pedoman pengendalian pencegahan TB merekomendasikan ventilasi yang
memadai, namun bukti konklusif masih kurang. Dengan ancaman
pemanasan global, kebijakan untuk menghemat konsumsi energi (untuk
mengurangi emisi karbon) telah menyebabkan rendahnya ventilasi dalam
ruangan di daerah perkotaan, dan secara tidak sengaja meningkatkan risiko
penularan TB. Studi ini menemukan bahwa peningkatan ventilasi, diukur
dengan tingkat CO2, apabila Co2 tinggi maka ventilasinya tidak memenuhi
syarat. pemantauan tingkat CO2 di gedung-gedung publik , maka ventilasi
dalam ruangan menjadi lebih baik dan akan mencegah sebagian besar
wabah TB terjadi. (2)
Pada penelitian di Wulumuqi perspektif epidemi TB dan menurut
hasil pemantauan, paling sering terjadi pada musim semi. Dari sudut
pandang penularan penyakit,orang akan mengurangi aktivitas di luar
ruangan dan berkumpul di dalam ruangan Ketika suhu di luar ruangan
rendah. Lingkungan ramai dalam ruangan meningkatkan resiko infeksi
Mycobacterium Tuberculosis .(4)
Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal. Rumah layak huni mendukung terciptanya rumah
yang sehat. Menurut BPS yang dipublikasikan melalui Indikator
Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2020, definisi rumah layak huni
memenuhi 4 (empat) kriteria yaitu: 1. Kecukupan luas tempat tinggal
(sufficient living space) minimal 7,2 m2 per kapita, 2. Memiliki akses air
minum layak, 3. Memiliki akses sanitasi layak, 4. Ketahanan bangunan
(durable housing) yaitu atap terluas berupa beton, genteng, seng dan
kayu/sirap; dinding terluas berupa tembok, plesteran anyaman
7
bambu/kawat, anyaman bambu dan batang kayu; lantai terluas berupa
marmer/granit, keramik, parket/vinyl/karpet, ubin/tegel/teraso, kayu/papan
dan semen/bata merah.
Secara nasional persentase rumah tangga yang menempati rumah
layak huni sebesar 59,54%. Provinsi dengan persentase tertinggi rumah
tangga yang menempati rumah layak huni yaitu DI Yogyakarta (86,19%),
Bali (77,05%) dan Kalimantan Timur (70,80%). Sedangkan provinsi
dengan persentase terendah adalah Papua (28,56%), Kepulauan Bangka
Belitung (30,64%), dan DKI Jakarta (33,18%). Rumah tangga kumuh
(kategori rumah tidak layak huni) merupakan rumah yang tidak memenuhi
persyaratan keselamatan, bangunan, dan kecukupan minimum luas
bangunan serta memenuhi syarat bagi kesehatan penghuninya. Seperti
halnya indikator rumah layak huni, indikator penilaian rumah kumuh
merupakan indikator komposit. Indikator pembentuk rumah tangga kumuh
sama dengan indikator pembentukan rumah layak huni. persentase rumah
tangga kumuh menurut provinsi secara nasional pada tahun 2020 sebesar
10,04%. Terdapat 12 provinsi yang persentase rumah tangga kumuh lebih
tinggi dari angka nasional. Provinsi dengan persentase rumah tangga
kumuh terendah yaitu DI Yogyakarta (1,54%), Kalimantan Utara (3,37%),
dan Bali (3,87%). Sedangkan provinsi dengan rumah tangga kumuh
tertinggi yaitu Papua (40,27%), Nusa Tenggara Timur (31,18%), dan DKI
Jakarta (22,07%).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan pasal 1 ayat 1, Kesehatan adalah keadaan sejahtera
fisik, mental, spiritual, dan sosial yang utuh yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sanitasi lingkungan
yang buruk dapat menjadi salah satu cara penularan penyakit. Terjadinya
penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh interaksi antara manusia
dengan lingkungan, terutama bagi masyarakat yang banyak menghabiskan
waktu di rumah. Jika sanitasi lingkungan rumah tidak terjaga dengan baik,
berpotensi menimbulkan penyakit. Beberapa penyakit berbasis lingkungan
8
antara lain Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), diare, malaria,
Demam Berdarah Dengue (DBD), Tuberkulosis (TB), helminthiasis, dan
penyakit kulit. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang
erat kaitannya dengan lingkungan tempat tinggal.
9
laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan secara nasional maupun
pada setiap provinsi. Bahkan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara
kasus pada laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan perempuan. kasus
TB terbanyak ditemukan pada kelompok umur 45 – 54 tahun yaitu sebesar
17,3%, diikuti kelompok umur 25 – 34 tahun sebesar 16,8% dan 15 – 24
tahun 16,7%, bahkan TC (Treatment Coverage) kasus tuberkulosis pada
tahun 2020 sebesar 41,7% yang relatif menurun jika dibandingkan dengan
tiga tahun sebelumnya. TC pada tahun 2020 di Indonesia belum mencapai
target TC yang diharapkan yaitu 80%, dan masih jauh lebih rendah
dibandingkan dengan TC secara global yaitu 71% pada tahun 2019 , Case
Notification Rate (CNR) adalah jumlah semua kasus tuberkulosis yang
diobati dan dilaporkan di antara 100.000 penduduk yang ada di suatu
wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan
menggambarkan kecenderungan (tren) meningkat atau menurunnya
penemuan kasus dari tahun ke tahun di suatu wilayah. Gambar 6.4
menunjukkan angka notifikasi semua kasus tuberkulosis per 100.000
penduduk dari tahun 2010-2020 yang secara nasional memperlihatkan
kecenderungan peningkatan CNR sampai tahun 2018 dan menurun pada
tahun 2019 dan 2020. kasus TB menurut provinsi tahun 2020 bervariasi
antara 244 per 100.000 penduduk pada Provinsi Papua dan 65 per 100.000
penduduk pada Provinsi Bali. Angka keberhasilan pengobatan (Success
Rate) merupakan indikator yang digunakan untuk mengevaluasi
pengobatan tuberkulosis. Angka keberhasilan pengobatan yaitu jumlah
semua kasus tuberkulosis yang sembuh dan pengobatan lengkap di antara
semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan. Jika merujuk pada target
yang ditetapkan renstra Kementerian Kesehatan untuk indikator ini pada
tahun 2020 yaitu sebesar 90%, maka secara nasional angka keberhasilan
pengobatan tuberkulosis belum tercapai (82,7%). Provinsi yang mencapai
angka keberhasilan pengobatan semua kasus tuberkulosis minimal 90%
pada tahun 2020 sebanyak 10 provinsi, yaitu Lampung (96,7%), Sumatera
Selatan (94,5%), Sulawesi Barat (93,6%), Sulawesi Tengah (93,1%), Riau
10
(92,0%), Jambi (90,7%), Kalimantan Timur (90,5%), Kep. Bangka
Belitung (90,2%), Nusa Tenggara Barat (90,1%) dan Sumatera Utara
(90,0%).(7)
Data Profil UPTD Puskesmas Borong kecamatan Borong
Kabupaten Manggarai Tahun 2021 mencatat Angka penemuan kasus BTA
Positif sebanyak 34 kasus, dan 7 dari 34 kasus ini adalah pasien dari luar
wilayah kerja Puskesmas Borong, kasus TB berdasarkan hasil rontgen
sebanyak 2 kasus, dan kasus TB Ekstra Paru sebanyak 3, 1 diantaranya
berasal dari luar wilayah kerja dan berdasarkan wawancara awal dengan
pengelola TB Puskesmas Borong bahwa penemuan kasus TB positif ini
diperoleh dari hasil penjaringan serta usaha keras petugas Kesehatan
dalam membujuk masyarakat agar mau memeriksakan kesehatannya
apabila mengalami tanda dan gejala TB, melihat situasi ini peneliti ingin
mengkaji kondisi fisik lingkungan rumah pada penderita TB yang ada di
wilayah kerja UPTD puskesmas Borong.
B. Perumusan Masalah
11
Apakah ada Hubungan antara Kondisi Lingkungan Fisik Rumah dengan
kejadian penyakit TB Paru di wilayah kerja UPTD Puskesmas Borong?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan khusus
D. Manfaat Penelitian
12
2. Bagi Masyarakat
4. Bagi Pembaca
1. Lingkup Keilmuan
13
2. Lingkup Masalah
3. Lingkup Sasaran
4. Lingkup Lokasi
5. Lingkup Waktu
6. Keaslian Penelitian
14
BAB II
TINJAUAN
TEORI
A. Tuberkulosis
1. Pengertian
Tuberkulosis yang selanjutnya disebut TBC adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh mycobacterium htberan losds, yang dapat menyerang paru dan
organ lainnya. (8)
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa
spesies Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M.
bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam
(BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium
tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal
sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang
bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC. (9)
2. Gejala
Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif,
batuk sering kali bukan merupakan gejala TBC yang khas, sehingga gejala
batuk tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih . (9)
Dari kelompok
yang bukan pengidap HIV namun kemudian terinfeksi Tuberkulosis, 5-
10% diantaranya menunjukkan perkembangan penyakit aktif selama masa
hidup mereka. Sebaliknya, dari kelompok yang terinfeksi HIV dan juga
terinfeksi Tuberkulosis, ada 30% yang menunjukkan perkembangan
penyakit aktif. Tuberkulosis dapat menginfeksi bagian tubuh mana saja,
15
tapi paling sering menginfeksi paru-paru (dikenal sebagai Tuberkulosis
paru). Bila Tuberkulosis berkembang di luar paru paru, maka disebut TB
ekstra paru. TB ekstra paru juga bisa timbul bersamaan dengan TB paru.
Tanda dan gejala umumnya antara lain demam, menggigil, berkeringat di
malam hari, hilangnya nafsu makan, berat badan turun, dan lesu. Dapat
pula terjadi jari tabuh yang signifikan.(10)
3. Penyebab
16
pada sampel dahak peneliti dapat mengidentifikasi MTB melalui
mikroskop (dengan pencahayaan) biasa. (Dahak juga disebut "sputum").
MTB mempertahankan warna meskipun sudah diberi perlakukan larutan
asam, sehingga dapat digolongkan sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
B. Rumah
1. Pengertian
Menurut Kemenkes RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 Rumah adalah
salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal
atau hunian yang digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan
makhluk hidup lainnya, serta tempat pengembangan kehidupan keluarga.
Oleh karena itu keberadaan rumah yang sehat, aman, serasi dan teratur
sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan
baik.
17
Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air, dan
mudah dibersihkan
3) Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan
4) Bubungan rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus
dilengkapi penangkal petir
5) Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang
tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur,
ruang mandi dan ruang bermain anak
6) Ruang dapur harus dilengkapi sarana pembuangan asap
a) Pencahayaan
Pencahayaan alam dan / atau buatan yang langsung maupun
tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal
intensitasnya 60 Lux, dan tidak menyilaukan
b) Kualitas udara
Kualitas udara dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai
berikut :
✔ Suhu udara nyaman berkisar 180- 300 C
✔ Kelembaban udara berkisar antara 40%-70 %
✔ Konsentrasi gas So2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam
✔ Pertukaran udara (Air Exchange Rate) 5 kaki kubik per
menit per penghuni
✔ Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/ 8 jam
✔ Konsentrasi gas Formaldehid tidak melebihi 120 Mg/m3
c) Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen
minimal 10 % dari luas lantai
d) Binatang penular penyakit
Tidak ada tikus bersarang di dalam rumah
e) Air
18
✔ Tersedianya sarana air bersih dengan kapasitas minimal
60 liter/hari/orang
✔ Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air
bersih dan / atau air minum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
f) Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman
g) Limbah
✔ Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari
sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari
permukaan tanah
✔ Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan
bau, pencemaran terhadap permukaan tanah serta air
tanah
h) Kepadatan Hunian Rumah tidur
Luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan lebih
dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak
dibawah umur 5 tahun.
1. Kualitas fisik
Terdiri dari parameter: partikulat (Particulate Matter/PM 2,5 dan PM10),
suhu udara, Pencahayaan, kelembaban, serta pengaturan dan pertukaran
udara (laju ventilasi);
2. Kualitas kimia
Terdiri dari parameter: Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2),
Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), Timbal (Plumbum=Pb),
asap rokok (Environmental Tobacco Smoke /ETS), Asbes, Formaldehid
(HCHO), Volatile Organic Compound (VOC)
19
3. Kualitas biologi
Terdiri dari parameter: bakteri dan jamur.
1. Persyaratan Fisik
2. Persyaratan Kimia
3. Persyaratan Biologis
20
Parameter kontaminan biologi dalam rumah adalah parameter yang
mengindikasikan kondisi kualitas biologi udara dalam rumah seperti bakteri,
dan jamur.
Catatan :
▪ CFU= Colony Form Unit
▪ Bakteri patogen yang harus diperiksa : Legionella, Streptococcus aureus,
Clostridium dan bakteri patogen lain bila diperlukan.
1. Suhu
Suhu dalam ruang rumah yang terlalu rendah dapat menyebabkan
gangguan kesehatan hingga hipotermia, sedangkan suhu yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan dehidrasi sampai dengan heat stroke
Perubahan suhu udara dalam rumah dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain:
a. Penggunaan bahan bakar biomassa
b. Ventilasi yang tidak memenuhi syarat
c. Kepadatan hunian
d. Bahan dan struktur bangunan
e. Kondisi Geografis
f. Kondisi Topografi(11)
2. Pencahayaan
Pencahayan terdiri atas :
21
a) Pencahayaan Alami
Letak dan orientasi rumah harus dipertimbangkan terhadap arah
mata angin, dimana daerah servis (pelayanan) diletakan pada arah
timur – barat, daerah hunian diletakan pada arah utara selatan.
Hindari sisi bangunan yang paling luas untuk tidak menghadap barat.
Posisi rumah yang ideal adalah sesuai dengan orientasi peredaran
matahari, dan sesuai dengan arah angin, di mana distribusi matahari
harus merata, sepanjang jam penyinaran yaitu antara jam 8.00 –
16.00. Usahakan menempatkan ruang tidur pada posisi menghadap
matahari pagi, dan jendela sebaiknya tembus pandang agar sinar
matahari pagi dapat masuk ke dalam ruangan sampai dengan jam
10.00. Bila ruang berada pada posisi menghadap arah matahari sore,
sebaiknya di depan ruang ditanami pohon pelindung agar radiasi
panas dari cahaya matahari secara langsung dapat dihindari. Jadi
cahaya yang masuk ke dalam ruangan hanya cahaya langit saja (12)
b) Pencahayaan Buatan
Penggunaan kap lampu harus memungkinkan sudut cahaya 300 dari
langit-langit. Kebutuhan penerangan minimal ruangan adalah
sebagai berikut:
▪ Ruang tamu luas 9 m2 : 60 watt
▪ Ruang makan luas 6 m2 : 40 watt
▪ Kamar tidur luas 9 m2 : 40 watt
▪ Lampu tidur : 10 watt
▪ Dapur luas 4 m2 : 40 watt
▪ Kamar mandi/wc luas 3 m2 : 25 watt
22
(Lux) yang terlalu rendah akan berpengaruh terhadap proses
akomodasi mata yang terlalu tinggi, sehingga akan berakibat
terhadap kerusakan retina pada mata. Cahaya yang terlalu tinggi
akan mengakibatkan kenaikan suhu pada ruangan.(11)
3. Kelembaban
Kelembaban yang terlalu tinggi maupun rendah dapat menyebabkan
suburnya pertumbuhan mikroorganisme. Konstruksi rumah yang tidak baik
seperti atap yang bocor, lantai, dan dinding rumah yang tidak kedap air,
serta kurangnya pencahayaan baik buatan maupun alami (11)
4. Ventilasi
Ventilasi adalah bukaan yang dibuat pada bidang dinding, dan atau atap
rumah, dengan maksud agar dimungkinkan masuknya cahaya dan udara
alami yang dibutuhkan untuk kesehatan dan kenyamanan penghuni rumah,
melalui penggantian udara yang mengandung karbon (CO2) yang
dikeluarkan oleh manusia, dengan udara segar yang baru dan mengandung
oksigen (O2) untuk dihisap oleh manusia secara berkesinambungan.
Bukaan ventilasi paling baik adalah searah dengan tiupan angin. Pada
ruang luar tempat udara bersih dialirkan ke dalam bangunan harus
diupayakan dalam kondisi tidak tercemar oleh gangguan/polusi udara
seperti debu dan bau. Ventilasi berfungsi sebagai pengatur udara di dalam
ruang rumah. Lubang ventilasi minimal 1/9 luas lantai ruangan, yang
berfungsi untuk memasukan udara bersih yang mengandung oksigen (O2)
dari ruang luar dan mengeluarkan udara kotor yang mengandung karbon
(CO2) dari ruang dalam, untuk itu posisi ventilasi harus dibuat
bersilangan. Bentuk ventilasi bisa berupa pintu, jendela, dan lubang angin.
(13)
Pertukaran udara yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan
suburnya pertumbuhan mikroorganisme, yang mengakibatkan gangguan
terhadap kesehatan manusia. (11)
Bakteri mikobakterium Tuberkulosis ini
sangat tahan di udara. Dengan melakukan pengukuran kadar CO2 dalam
23
ruangan dapat mengetahui bahwa ventilasi tersebut memenuhi standar atau
tidak. ventilasi yang baik itu dapat dilihat dari ambang batas kadar CO 2
dalam ruangan, jika CO2 tinggi maka ventilasinya tidak memenuhi syarat.
(2)
ventilasi alami yang dibuat dengan membuka jendela dan pintu
memberikan pertukaran udara yang tinggi(14) peningkatan jumlah ventilasi
tidak saja sebagai pencegahan penularan TB namun dapat menurunkan
penyakit pernapasan. (15)
5. Kepadatan Hunian
Luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan lebih dari 2 orang
tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun. (11)
E. KERANGKA TEORI
24
BAB III
METODE PENELITIAN
a. Kerangka Konsep
Keterangan :
b. Hipotesis
25
4. Ada pengaruh antara Ventilasi dengan kejadian Tb Paru.
5. Ada pengaruh antara Padat hunian dengan kejadian Tb Paru.
1) Populasi
2) Sampel
26
Teknik-teknik tertentu, sehingga sampel tersebut sedapat mungkin
mewakili populasinya.
27
Definisi operasional dalam penelitian ini meliputi Kejadian TB Paru,
Suhu, Pencahayaan, kelembaban, ventilasi dan Padat Hunian, Umur,
Jenis Kelamin, Pendidikan, Merokok ,Status Gizi,Faktor Ekonomi,
Jenis lantai, Pengetahuan, Perilaku, Polusi Udara dalam Ruangan
Skala dan
No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur
Satuan
A. Variabel Terikat
B. Variabel Bebas
28
Suhu Angka yang menunjukan
hasil pengukuran temperatur Hygro Skala:
udara dalam ruangan Thermometer Nominal
Kriteria:
1 = ≤ 60 Lux Satuan:
2 = ≥ 60 Lux 0
C
Laju Ventilasi Angka hasil perhitungan Anemometer Skala:
laju pertukaran udara
melalui ventilasi Nominal
Kriteria:
1 = 0,15 – 0,25 Satuan:
2 = > 0,25 m/detik
g. Prosedur Penelitian
29
Data sekunder berupa data pendukung selama penelitian yang diperoleh
dari instansi yang berkaitan dengan penelitian yaitu UPTD Puskesmas
Borong
i. Instrumen Penelitian
Alat ukur atau instrumen merupakan alat yang digunakan oleh peneliti
untuk melakukan pengukuran terhadap variabel-variabel penelitian agar
didapatkan data yang obyektif. Instrumen yang digunakan peneliti untuk
memperoleh data yaitu sebagai berikut:
1. Kuesioner
Kuesioner berisi pertanyaan yang akan diajukan kepada responden untuk
mendapatkan data-data yang disesuaikan dengan variabel yang diteliti.
Kuesioner digunakan melalui proses wawancara kemudian pewawancara
atau peneliti mencatat dan mencocokan jawaban responden dengan
jawaban pada kuesioner.
2. Lux meter
Adalah alat yang digunakan untuk mengukur pencahayaan pada rumah
responden
3. Hygro Thermometer
Adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban pada
rumah responden
4. Anemometer
Adalah alat yang digunakan untuk mengukur laju pertukaran udara di
ventilasi pada rumah responden
5. Meter
Adalah alat yang digunakan untuk mengukur luas lantai kamar pada rumah
responden
30
j. Teknik pengumpulan Data
1. Pengolahan Data
2. Analisis Data
l. Jadwal Penelitian
31
DAFTAR PUSTAKA
33