PENDAHULUAN
Senyawa metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia yang tidak akan pernah
habis, sebagai sumber inovasi dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru ataupun
untuk menujang berbagai kepentingan industri. Hal ini terkait dengan keberadaannya di alam
yang tidak terbatas jumlahnya. Dari 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi seperti dikemukan
di atas 54 % diantaranya terdapat di hutan-hutan tropika dan Indonesia dengan hutan tropikanya
yang mengandung lebih dari 30.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi sangat berpotensial untuk
diteliti dan dikembangkan oleh para peneliti Indonesia.
Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan manusia. Sejak zaman dahulu,
masyarakat Indonesia telah mengenal tanaman yang mempunyai khasiat obat atau
menyembuhkan berbagai macam penyakit. Saat ini, para peneliti semakin berkembang untuk
mengeksplorasi bahan alami yang mempunyai aktivitas biologis yang positif bagi manusia.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dikembangkan, senyawa-senyawa yang memiliki
potensi sebagai antioksidan umumnya merupakan senyawa flavonoid, fenolat, dan alkaloid.
Senyawa yang paling mudah ditemukan adalah flavonoid karena senyawa ini adalah
kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan
zat warna merah, ungu, biru, dan sebagai zat berwarna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-
tumbuhan. Perkembangan pengetahuan menunjukkan bahwa flavonoid termasuk salah satu
kelompok senyawa aromatik yang termasuk polifenol dan mengandung antioksidan. Oleh
karena jumlahnya yang melimpah di alam, manusia lebih banyak memanfaatkan senyawa ini
dibandingkan dengan senyawa lainnya sebagai antioksidan.
Penelitian bahan alam biasanya dimulai dari ekstraksi, isolasi dengan metode
kromatografi sehingga diperoleh senyawa murni, identifikasi unsur dari senyawa murni yang
diperoleh dengan metode spektroskopi, dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi baik dari
senyawa murni ataupun ekstrak kasar. Setelah diketahui struktur molekulnya biasanya
dilanjutkan dengan modifikasi struktur untuk mendapatkan senyawa dengan aktivitas dan
kestabilan yang diinginka
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang ditemukan di alam.
Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning
yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid merupakan pigmen tumbuhan dengan
warna kuning, kuning jeruk, dan merah dapat ditemukan pada buah, sayuran, kacang, biji,
batang, bunga, herba, rempah-rempah, serta produk pangan dan obat dari tumbuhan seperti
minyak zaitun, teh, cokelat, anggur merah, dan obat herbal. Flavonoid juga dikenal sebagai
vitamin P dan citrin, dan merupakan pigmen yang diproduksi oleh sejumlah tanaman sebagai
warna pada bunga yang dihasilkan. Bagian tanaman yang bertugas untuk memproduksi
flavonoid adalah bagian akar yang dibantu oleh rhizobia, bakteri tanah yang bertugas untuk
menjaga dan memperbaiki kandungan nitrogen dalam tanah.
Senyawa ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa, bau, serta kualitas nutrisi
makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa flavonoid tertentu. Keberadaan
flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia menunjukkan proses evolusi yang terjadi
sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan, senyawa flavonoid berperan dalam pertahanan
diri terhadap hama, penyakit, herbivori, kompetisi, interaksi dengan mikrobia, dormansi biji,
pelindung terhadap radiasi sinar UV, molekul sinyal pada berbagai jalur transduksi, serta
molekul sinyal pada polinasi dan fertilitas jantan.
Senyawa flavonoid untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh seorang Amerika
bernama Gyorgy (1936). Secara tidak sengaja Gyorgy memberikan ekstrak vitamin C (asam
askorbat) kepada seorang dokter untuk mengobati penderita pendarahan kapiler subkutaneus
dan ternyata dapat disembuhkan. Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh bahwa senyawa
flavonoid yang diekstrak dari Capsicum anunuum serta Citrus limon juga dapat
menyembuhkan pendarahan kapiler subkutan. Mekanisme aktivitas senyawa tersebut dapat
dipandang sebagai fungsi “alat komunikasi‟ (molecular messenger) dalam proses interaksi
antar sel, yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap proses metabolisme sel atau mahluk
hidup yang bersangkutan, baik bersifat negatif (menghambat) maupun bersifat positif
(menstimulasi).
Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang tersebar luas dalam
berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi. Komponen tersebut pada umumnya terdapat
dalam keadaan terikat atau terkonjugasi dengan senyawa gula. Lebih dari 4000 jenis flavonoid
telah diidentifikasi dan beberapa di antaranya berperan dalam pewarnaan bunga, buah,dan daun
(de Groot & Rauen, 1998). Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula
terikat) terdapat dalam berbagai bentuk struktur.
Ada juga senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur
biosintesa ini yaitu senyawa-senyawa flanonoida. Tidak ada benda yang begitu menyolok
seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan
buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antodianin memberikan
warna merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna
hijau. Secara biologis flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan
tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat
menolak sejenis ulat tertentu.
Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi
keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna
kuning atau jingga, antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua warna
yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis flavonoida memainkan
peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida
mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu.
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenolik terbesar yang ditemukan di alam dan
berasal dari tumbuhan tingkat tinggi. Flavonoid mempunyai kerangka dasar dengan 15 atom
karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada satu rantai propan (C3) sehingga
membentuk suatu susunan (C6-C3-C6) dengan struktur 1,3-diarilpropan. Senyawa-senyawa
flavonoid terdiri dari beberapa jenis, bergantung pada tingkat oksidasi rantai propan dari sistem
1,3-diarilpropan [Achmad, 1985]. Agar mudah, cincin diberi tanda A, B, dan C,atom karbon
dinomori menurut sistem penomoran yang menggunakan angka biasa untuk cincin A dan C,
serta angka “beraksen” untuk cincin B.
Flavonoid adalah senyawa yang tersusun dari 15 atom karbon dan terdiri dari
2 cincin benzen yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat membentuk cincin ketiga.
Flavonoid dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Flavonoid yang memiliki cincin ketiga berupa gugus piran. Flavonoid ini disebut flavan
atau fenilbenzopiran. Turunan flavan banyak digunakan sebagai astringen (turunan
tanin).
2. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus piron. Flavonoid ini disebut
flavon atau fenilbenzopiron. Turunan flavon adalah jenis flavonoid yang paling banyak
memiliki aktivitas farmakologi.
3. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus
pirilium. Flavonoid ini disebut flavilium atau antosian. Turunan pirilium biasa
digunakan sebagai pewarna alami
Kerangka dasar karbon pada flavonoid merupakan kombinasi antara jalur sikhimat dan
jalur asetat-malonat yang merupakan dua jalur utama biosintesis cincin aromatik. Cincin A dari
struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida (jalur asetat-malonat), yaitu kondensasi tiga unit
asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propan berasal dari
jalur fenilpropanoid (jalur sikhimat) [Achmad, 1985].
Modifikasi flavonoid lebih lanjut, dapat mungkin terjadi pada berbagai tahap dan
menghasilkan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi gugus hidroksil atau
inti flavonoid, isoprenilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, metilenasi gugus orto-
dihidroksil, dimerisasi (pembentukan biflavonoid), pembentukan bisulfat, dan yang terpenting
adalah glikosilasi gugus hidroksil(pembentukan flavonoid O-glikosida) atau inti flavonoid
(pembentukanflavonoid C-glikosida) (Markham, 1988).
Markham (1988) menyatakan bahwa flavonoid pertama yang dihasilkan pada alur
biosintesis flavonoid ialah khalkon, dan semua turunan flavon diturunkan darinya melalui
berbagai alur. Semua golonganflavonoid saling berkaitan, karena berasal dari alur biosintesis
yangsama. Cincin A terbentuk karena kondensasi ekor-kepala dari tiga unit asam asetat-
malonat atau berasal dari jalur poliketida. Cincin B serta satuan tiga atom karbon dari rantai
propan yang merupakan kerangka dasar C6 – C3 berasal dari jalurasam sikimat (Manitto,
1981).
Polifenol dan turunannya telah lama dikenal memiliki aktivitas antibakteri,
antimelanogenesis, antioksidan dan antimutagen. Sebagai antioksidan polifenol berperan
sebagai penangkap radikal bebas penyebab peroksidasi lipid yang dapat menimbulkan
kerusakan pada bahan makanan, selain itu senyawa antioksidan berfungsi mencegah kerusakan
sel dan DNA akibat adanya senyawa radikal bebas. Senyawa flavonoid yang merupakan salah
satu golongan dari polifenol sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dan masih
digunakan secara terbatas. Hal ini dikarenakan senyawa flavonoid tidak stabil terhadap
perubahan pengaruh oksidasi, cahaya, dan perubahan kimia, sehingga apabila teroksidasi
strukturnya akan berubah dan fungsinya sebagai bahan aktif akan menurun bahkan hilang dan
kelarutannya rendah. Kestabilan dan kelarutan dapat ditingkatkan dengan cara mengubah
senyawa flavonoid menjadi bentuk glikosida melalui reaksi kimia maupun enzimatik dengan
bantuan enzim transferase. Senyawa-senyawa flavanoid yang umumnya bersifat antioksidan
dan banyak yang telah digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan.
Bahkan, berdasarkan penelitian di Jepang, ditemukan molekul isoflavon di dalam tempe. Oleh
karena molekul isoflavon bersifat antioksidan maka tempe merupakan sumber pangan yang
baik untuk menjaga kesehatan, selain kandungan gizinya tinggi.
B. Struktur Flavonoid:
Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata
flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoid yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan.
Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari
cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1.3-diarilpropana dihubungkan oleh
jembatan oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C).
Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari
rantai propana dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis
yang banyak ditemukan dialam sering sekali disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya
senyawa flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat alkoksilasi atau glikosilasi dari
struktur tersebut. Senyawa-senyawa isoflavonoid dan neoflavonoida hanya ditemukan dalam
beberapa jenis tumbuhan, terutama suku Leguminosae.
Pola biosintesis pertama kali disarankan oleh Birch, yaitu : pada tahap tahap pertama
biosintesa flavonoida suatu unit C6-C3 berkombinasi dengan tiga unit C2 menghasilkan unit
C6-C3-(C2+C2+C2).kerangka C15 yang dihasilkan dari kombinasi ini telah mengandung
gugus-gugus fungsi oksigen pada posisi-posisi yang diperlukan. Cincin A dari struktur
flavonoida berasal dari jalur poliketida, yaitu kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat,
sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propana berasal dari jalur fenilpropanoida
(jalur shikimat). Sehingga kerangka dasar karbon dari flavonoida dihasilkan dari kombinasi
antara dua jenis biosintes utamadari cincin aromatik yaitu jalur shikimat dan jalur asetat-
malonat. Sebagai akibat dari berbagai perubahan yang disebabkan oleh enzim, ketiga atom
karbon dari rantai propana dapat menghasilkan berbagai gugus fungsi seperti pada ikatan
rangkap, gugus hidroksi, gugus karbonil, dan sebagainya. Sebagai besar senyawa flavonoida
alam ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoid terikat pada sutatu gula.
Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatanmelalui
ikatan glikosida. Pada prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari
alkohol beradisi kepada gugus karbonil dari gula sama seperti adisi alkohol kepada aldehida
yang dikatalisa oleh asam menghasilkan suatu asetal.
Pada hidrolisa oleh asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponen-komponennya
menghasilkan gula dan alkohol yang sebanding dan alkohol yang dihasilkan ini disebut
aglokin. Residu gula dari glikosida flavonoida alam adalah glukosa, ramnosa, galaktosa dan
gentiobiosa sehingga glikosida tersebut masing-masing disebut glukosida, ramnosida,
galaktosida dan gentiobiosida. Flavonoida dapat ditemukan sebagai mono-, di- atau
triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh
gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut organik seperti eter, benzen,
kloroform dan aseton. Antioksidan alami terdapat dalam bagian daun, buah, akar, batang dan
biji dari tumbuh-tumbuhan obat. Bagian tersebut umumnya mengandung senyawa fenol dan
polifenol.
Beberapa contoh flavonoid:
Flavonoid (terutama glikosida) mudah mengalami degradasi enzimatik ketika dikoleksi
dalam bentuk segar. Oleh karena itu disarankan koleksi yang dikeringkan atau dibekukan.
Ekstraksi menggunakan solven yang sesuai dengan tipe flavonoid yg dikehendaki. Polaritas
menjadi pertimbangan utama. Flavonoid kurang polar (seperti isoflavones, flavanones,
flavones termetilasi, dan flavonol) terekstraksi dengan chloroform, dichloromethane, diethyl
ether, atau ethyl acetate, sedangkan flavonoid glycosides dan aglikon yang lebih polar
terekstraksi dengan alcohols atau campuran alcohol air. Glikosida meningkatkan kelarutan ke
air dan alkohol-air.
C. Klasifikasi Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling beragam dan tersebar luas.
Sekitar 5-10% metabolit sekunder tumbuhan adalah flavonoid, dengan struktur kimia dan peran
biologi yang sangat beragam Senyawa ini dibentuk dari jalur shikimate dan fenilpropanoid,
dengan beberapa alternatif biosintesis. Flavonoid banyak terdapat dalam tumbuhan hijau
(kecuali alga), khususnya tumbuhan berpembuluh. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua
bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah buni dan
biji. Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuh-tumbuhan diubah
menjadi flavonoid. Flavonoid merupakan turunan fenol yang memiliki struktur dasar
fenilbenzopiron (tokoferol), dicirikan oleh kerangka 15 karbon (C6-C3-C6) yang terdiri dari
satu cincin teroksigenasi dan dua cincin aromatis. Substitusi gugus kimia pada flavonoid
umumnya berupa hidroksilasi, metoksilasi, metilasi dan glikosilasi.
Klasifikasi flavonoid sangat beragam, di antaranya ada yang mengklasifikasikan
flavonoid menjadi flavon, flavonon, isoflavon, flavanol, flavanon, antosianin, dan kalkon.
Lebih dari 6467 senyawa flavonoid telah diidentifikasi dan jumlahnya terus meningkat.
Kebanyakan flavonoid berbentuk monomer, tetapi terdapat pula bentuk dimer (biflavonoid),
trimer, tetramer, dan polimer. Istilah flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang
berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam
tumbuhan.
Masing-masing jenis senyawa flavonoida mempunyai struktur dasar tertentu.
Flavonoida mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling yaitu posisi 2,4,6. cincin B
flavonoid mempunyai satu gugus fungsi oksigen pada posisi para atau dua pada posisi para dan
meta atau tiga pada posisi satu di para dan dua di meta. Cincin A selalu mempunyai gugus
hidroksil yang letaknya sedemikian rupa sehingga memberikan kemungkinan untuk terbentuk
cincin heterosikllis dalam senyawa trisiklis. Beberapa senyawa flavonoida adalah sebagai
berikut :
Cincin A – COCH2CH2 – Cincin B —————————– Hidrokalkon
Cincin A – COCH2CHOH – Cincin B ————————– Flavanon, kalkon
Cincin A – COCH2CO – Cincin B —————————— Flavon
Cincin A – CH2COCO – Cincin B —————————— Antosianin
Cincin A – COCOCH2 – Cincin B ——————————- Auron
b) Flavonol
Flavonol lazim sebagai konstituen tanaman yang tinggi, dan terdapat dalam berbagai
bentuk terhidroksilasi. Flavonol alami yang paling sederhana adalah galangin, 3,5,7 –tri-
hidroksiflavon; sedangkan yang paling rumit, hibissetin adalah 3,5,7,8,3’,4’,5’
heptahidroksiflavon. Bentuk khusus hidroksilasi (C6(A)-C3-C6(B), dalam mana C6 (A) adalah
turunan phloroglusional, dan cincin B adalah 4-atau 3,4-dihidroksi, diperoleh dalam 2 flavonol
yang paling lazim yaitu kaempferol dan quirsetin. Hidroksiflavonol, seperti halnya hidroksi
flavon, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai glikosida. Flavonol kebanyakan terdapat
sebagai 3-glikosida. Meskipun flavon, flavonol, dan flavanon pada umumnya terdistribusi
melalui tanaman tinggi tetapi tidak terdapat hubungan khemotakson yang jelas. Genus
Melicope mengandung melisimpleksin dan ternatin, dan genus citrus mengandung nobiletin,
tangeretin dan 3’,4’,5,6,7-pentametoksiflavon.
c) Flavonon
d) Khalkon
Polihidroksi khalkon terdapat dalam sejumlah tanaman, namun terdistribusinya di alam
tidak lazim. Alasan pokok bahwa khalkon cepat mengalami isomerasi menjadi flavanon dalam
satuan keseimbangan. Bila khalkon 2,6-dihidroksilasi, isomer flavanon mngikat 5 gugus
hidroksil, dan stabilisasi mempengaruhi ikatan hydrogen 4-karbonil-5-hidroksil maka
menyebabkan keseimbangan khalkon-flavon condong ke arah flavanon. Hingga khalkon yang
terdapat di alam memiliki gugus 2,4-hidroksil atau gugus 2-hidroksil-6-glikosilasi.
Beberapa khalkon misalnya merein, koreopsin, stillopsin, lanseolin yang terdapat dalam
tanaman, terutama sebagai pigmen daun bunga berwarna kuning, kebanyakan terdapat dalam
tanaman Heliantheaetribe, Coreopsidinae subtribe, dan family Compositea.
f) Flavon
Flavon mudah dipecah oleh alkali menghasilkan diasil metan atau tergantung pada
kondisi reaksi, asam benzoate yang diturunkan dari cincin A. flavon stabil terhadap asam kuat
dan eternya mudah didealkilasi dengan penambahan HI atau HBr, atau dengan aluminium
klorida dalam pelarut inert. Namun demikian, selama demetilasi tata ulang sering teramati;
oleh pengaruh asam kuat dapat menyebabkan pembukaan cincin pada cara yang lain. Sebagai
contoh demetilasi 5,8-dimetoksiflavon dengan HBr dalam asam asetat menghasilkan 5,6
dihidroksiflavon . Dalam keadaan khusus pembukaan lanjut dapat terjadi.
Demetilasi gugus 5-metoksi dalam polimetoksiflavon segera terjadi pada kondisi yang
cocok, sehingga 5-hidroksi-polimetoksiflavon mudah dibuat.
2. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana.
Isoflavon terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6, secara alami disintesa oleh tumbuh-
tumbuhan dan senyawa asam amino aromatik fenilalanin atau tirosin. Biosintesa tersebut
berlangsung secara bertahap dan melalui sederetan senyawa antara yaitu asam sinnamat, asam
kumarat, calkon, flavon dan isoflavon. Berdasarkan biosintesa tersebut maka isoflvon
digolongkan sebagai senyawa metabolit sekunder. Isoflavon termasuk dalam kelompok
flavonoid (1,2-diarilpropan) dan merupakan kelompok yang terbesar dalam kelompok
tersebut. Meskipun isoflavon merupakan salah satu metabolit sekunder, tetapi ternyata pada
mikroba seperti bakteri, algae, jamur dan lumut tidak mengandung isoflavon, karena mikroba
tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk mensintesanya. Jenis senyawa isoflavon di alam
sangat bevariasi. Diantaranya telah berhasil diidentifikasi struktur kimianya dan diketahui
fungsi fisiologisnya, misalnya isoflavon, rotenoid dan kumestan, serta telah dapat
dimanfaatkan untuk obat-obatan.
b. Flavonoid C-Glikosida
Gugus gula terikat langsung pada inti benzen dengan suatu ikatan karbon-karbon yang
tahan asam. Lazim di temukan gula terikat pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid.
Jenis gula yang terlibat lebih sedikit dibandingkan dengan O-glikosida. Gula paling umum
adalah galaktosa, raminosa, silosa, arabinosa.
c. Flavonoid Sulfat
Senyawa flavonoid yang mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat pada OH
fenol atau gula, Secara teknis termasuk bisulfate karena terdapat sebagai garam yaitu flavon
O-SO3K. Banyak berupa glikosida bisulfat yang terikat pada OH fenol yang mana saja yang
masih bebas atau pada guIa. Umumnya hanya terdapat pada Angiospermae yang mempunyai
ekologi dengan habitat air.
d.Biflavonoid
Senyawa ini mula-mula ditemukan oleh Furukawa dari ekstrak daun G. biloba berupa
senyawa berwarna kuning yang dinamai ginkgetin (I-4’, I-7-dimetoksi, II-4’, I-5, II-5, II-7-
tetrahidroksi [I-3’, II-8] biflavon). Biflavonoid (atau biflavonil, flavandiol) merupakan dimer
flavonoid yang dibentuk dari dua unit flavon atau dimer campuran antara flavon dengan
flavanon dan atau auron. Struktur dasar biflavonoid adalah 2,3-dihidroapigeninil-(I- 3′,II-3′)-
apigenin. Senyawa ini memiliki ikatan interflavanil C-C antara karbon C-3′ pada masing-
masing flavon. Beberapa biflavonoid dengan ikatan interflavanil C- O-C juga ada. Biflavonoid
terdapat pada buah, sayuran, dan bagian tumbuhan lainnya.. Hingga kini jumlah biflavonoid
yang diisolasi dan dikarakterisasi dari alam terus bertambah, namun yang diketahui
bioaktivitasnya masih terbatas. Biflavonoid yang paling banyak diteliti adalah ginkgetin,
isoginkgetin, amentoflavon, morelloflavon, robustaflavon, hinokiflavon, dan ochnaflavon.
Senyawa- senyawa ini memiliki struktur dasar yang serupa yaitu 5,7,4’-trihidroksi flavanoid,
tetapi berbeda pada sifat dan letak ikatan antar flavanoid
Sistem cincin bisiklis dinamai cincin A dan C, sedangkan cincin unisiklis dinamai
cincin B. Kedua unit monomer biflavonoid ditandai dengan angka Romawi I dan II. Posisi
angka pada masing-masing monomer dimulai dari cincin yang mengandung atom oksigen,
posisi ke-9 dan ke-10 menunjukkan karbon pada titik penyatuan Senyawa biflavonóid berperan
sebagai antioksidan, anti-inflamasi, anti kanker, anti alergi, antimikrobia, antifungi, antibakteri,
antivirus, pelindung terhadap iradiasi UV, vasorelaksan, penguat jantung, anti hipertensi, anti
pembekuan darah, dan mempengaruhi metabolisme enzim. Sebagian besar peran di atas dapat
dipenuhi oleh berbagai senyawa biflavonoid yang diekstraksi dari berbagai spesies Selaginella.
Seperti yang telah dikemukakan di atas biflavonoid merupakan flavonoid dimer yang
biasanya terlibat adalah flavon dan flavonon yang secara biosintesis mempunyai pola
oksigenasi yang sederhana, 5, 7, 4' dan ikatan antar flavonoid berupa C-C atau eter. Biflavonoid
jarang ditemukan sebagai glikosida dan penyebarannya terbatas umumnya pada paku-pakuan,
Gimnospermae, Angiospermae. Salah satu struktur flavonoid yang bernilai tinggi sebagai
bahan obat adalah biflavonoid. Di Asia Timur biflavonoid banyak dihasilkan dari daun Ginkgo
biloba L. dengan kandungan utama ginkgetin Di Afrika sub Sahara biflavonoid banyak
dihasilkan dari biji Garcinia cola Heckel dengan kandungan utama kolaviron. Di Eropa
biflavonoid banyak dihasilkan dari herba Hypericum perforatum L. dengan kandungan utama
amentoflavon. Selaginella Pal. Beauv. (Selaginellaceae Reichb.) sangat berpotensi sebagai
sumber biflavonoid. Tumbuhan ini dapat menghasilkan berbagai jenis biflavonoid, tergantung
spesiesnya, serta memiliki sebaran yang bersifat kosmopolitan sehingga dapat dibudidayakan
hampir di seluruh permukaan bumi.
D. Sifat Flavonoid
1. Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol yaitu
agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan senyawa polihidroksi (gugus
hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol,
etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida. Disamping itu dengan
adanya gugus glikosida yang terikat pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan
flavonoid mudah larut dalam air. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu,
biru, dan sebagai zat berwarna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
Perkembangan pengetahuan menunjukkan bahwa flavonoid termasuk salah satu kelompok
senyawa aromatik yang termasuk polifenol dan mengandung antioksidan.
Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa
fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Karena mempunyai sejumlah
gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar dan
seperti kata pepatah lama suatu golongan akan melarutkan golongannya sendiri, maka
umumnya flavonoid larut cukupan dalam 11 pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol
(MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air,
dan lain-lain. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon
serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan
kloroform (Markham, 1988).
Flavonoid juga memiliki beberapa sifat seperti hepatoprotektif, antitrombotik,
antiinflamasi, dan antivirus (Stavric dan Matula, 1992). Sifat antiradikal flavonoid terutama
terhadap radikal hidroksil, anionsuperoksida, radikal peroksil, dan alkoksil (Huguet, et al.,
1990; Sichel,et al.,1991). Senyawa flavonoid ini memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap
ion Fe (Fe diketahui dapat mengkatalisis beberapa proses yang menyebabkan terbentuknya radikal
bebas). Aktivitas antiperoksidatif flavonoid ditunjukkan melalui potensinya sebagai pengkelat
Fe (Afanas‟av,et al., 1989 ; Morel,et al.,1993).
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat diekstraksi
dengan etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak inidikocok dengan eter
minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena ituwarnanya berubah bila ditambah
basa atau amonia, jadi mereka mudah dideteksipada kromatogram atau dalam larutan
(Harborne, 1987 : 70).
Sifat-sifat kimia dari senyawa fenol adalah sama, akan tetapi dari segi biogenetic
senyawa senyawa ini dapat dibedakan atas dua jenis utama, yaitu:
1. Senyawa fenol yang berasal dari asam shikimat atau jalur shikimat.
2. Senyawa fenol yang berasal dari jalur asetat-malonat.
Ada juga senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur
biosintesa ini yaitu senyawa-senyawa flanonoida. Tidak ada benda yang begitu menyolok
seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan
buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antodianin memberikan
warna merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna
hijau. Secara biologis flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan
tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat
menolak sejenis ulat tertentu.
2. Aglikon flavonoid polihidroksi tidak larut dalam heksan, PE dan kloroform; larut dalam eter,
etil asetat dan etanol; dan sedikit larut dalam air. Contoh: kuersetin (semipolar).
3. Glikosida flavonoid tidak larut dalam heksan, PE, kloroform, eter; sedikit larut dalam etil asetat
dan etanol; serta sangat larut dalam air. Contoh: rutin.
3. Kestabilan Flavonoid
Secara fisis, flavonoid bersifat stabil. Namun, secara kimiawi ada 2 jenis flavonoid yang
kurang stabil, yaitu:
1. Flavonoid O-glikosida; dimana glikon dan aglikon dihubungkan oleh ikatan eter (R-O-
R). Flavonoid jenis ini mudah terhidrolisis.
2. Flavonoid C-glikosida; dimana glikon dan aglikon dihubungkan oleh ikatan C-C.
Flavonoid jenis ini sukar terhidrolisis, tapi mudah berubah menjadi isomernya.
Misalnya viteksin, dimana gulanya mudah berpindah ke posisi 8. Perlu diketahui,
kebanyakan gula terikat pada posisi 5 dan 8, jarang terikat pada cincin B atau C karena
kedua cincin tersebut berasal dari jalur sintesis tersendiri, yaitu jalur sinamat.
E. Sumber Flavonid
Flavonoid tersebar luas pada tumbuhan tapi jarang terdapat pada bakteri, jamur dan
lumut. Dalam dunia tumbuhan, flavonoid tersebar luas dalam suku Rutaceae, Papilionaceae
(kacang-kacangan), Labiatae (Ortosiphon), Compositae (contoh: Sonchus arvensis),
Anacardiaceae, Apiaceae/Umbeliferae (seledri, pegagan, wortel), dan Euphorbiaceae (contoh:
daun singkong). Pada tingkat organ, flavonoid tersebar pada seluruh bagian tanaman seperti
biji, bunga, daun, dan batang. Pada tingkat jaringan, flavonoid banyak terdapat pada jaringan
palisade. Pada tingkat seluler, flavonoid bisa terdapat pada dinding sel, kloroplas, atau terlarut
dalam sitoplasma. Pada paku-pakuan, flavonoidnya berupa flavonoid polimetoksi sehingga
hanya terdapat pada dinding sel dan tidak terdapat pada sitoplasma karena sitoplasma
mengandung banyak air sehingga bersifat polar dan tidak dapat melarutkan flavonoid
polimetoksi.
Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar,
kayu, kulit, tepungsari, nektar, bunga, buah dan biji. Hanya sedikit catatan yang melaporkan
flavonoid pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang, propilis (sekresi lebah),
sayap kupu-kupu, yang mana dianggap bukan hasil biosintesis melainkan dari tumbuhan yang
menjadi makanan hewan tersebut, Senyawa antosianin sering dihubungkan dengan warna
bunga tumbuhan. Sianidin umumnya terdapat pada suku Gramineae. Senyawa biflavonoid
banyak terdapat pada subdivisi Gymnospernae sedang isoflavonoid pada suku leguminosae.
Pada tumbuhan yang mempunyai morfologi sederhana seperti lumut, paku, dan paku ekor kuda
mengandung senyawa flavonoid O-GIikosida, flavonol, flavonon, Khalkon, dihidrokhalkon,
C-Gl ikosida . Angiospermae mengandung senyawa flavonoid kompleks yang lebih banyak.
Flavonoid adalah pigmen tumbuhan yang paling penting untuk warna bunga yang
memproduksi pigmentasi kuning atau merah/biru di kelopak yang dirancang untuk menarik
pollinator hewan. Flavonoid dikeluarkan oleh akar tanaman bantuan host mereka ” Rhizobia”
dalam tahap infeksi mereka hubungan simbiotik dengan kacang-kacangan seperti kacang
polong, kacang, Semanggi, dan kedelai. Rhizobia yang tinggal di tanah dapat merasakan
flavonoid dan ini memicu sekresi mengangguk faktor, yang pada gilirannya diakui oleh
tanaman dan dapat menyebabkan akar rambut deformasi dan beberapa tanggapan selular
seperti ion fluks dan pembentukan nodul akar. Mereka juga melindungi tanaman dari serangan
dengan mikroba, jamur dan serangga.
Flavonoid (khusus flavnoids seperti catechin) adalah “kelompok yang paling umum
polyphenolic senyawa dalam makanan manusia dan ubiquitously ditemukan pada tanaman”.
Flavonols, bioflavonoids asli seperti quercetin, yang juga ditemukan ubiquitously, tetapi dalam
jumlah yang lebih rendah. Kedua set senyawa memiliki bukti modulasi kesehatan efek pada
hewan yang makan mereka.
Fl
avonoid adalah komposisi dalam makanan yang merupakan antioksidan penangkal radikal
bebas. Anda bisa menemukan flavonoid di dalam buah-buahan atau sayuran tertentu.
Fungsinya adalah melindungi dinding pembuluh darah, mengurangi risiko alergi, menjaga
kesehatan otak, hingga mencegah beberapa penyakit kanker. Berikut ini makanan yang dapat
kita konsumsi untuk mendapatkan khasiat flavonoid.
1. Blueberry
Blueberry mengandung antioksidan tinggi yang melindungi dinding pembuluh darah
dan melindungi otak dari Alzheimer. Di dalam blueberry juga ada senyawa bernama D-
mannose yang membantu Anda mencegah infeksi saluran kencing. Selain itu, blueberry ampuh
mengurangi inflamasi pada perut dan sistem pencernaan.
2. Teh hijau
Makanan lain yang mengandung flavonoid adalah teh hijau. Senyawa utama di dalam
teh hijau khususnya adalah polyphenol yang merupakan antioksidan pencegah inflamasi dan
kanker. Sudah banyak pula penelitian yang membahas kandungan dalam teh hijau (kafein,
theanine, dan catechin) yang membantu peningkatkan sistem metabolisme tubuh.
3. Cokelat
Cokelat kaya akan antioksidan yang menyehatkan sistem kardiovaskular. Misalnya
menurunkan tekanan darah tinggi, melancarkan sistem peredaran darah, dan membuat
trombosit bekerja dengan lebih baik. Namun hanya cokelat hitam yang memiliki khasiat
flavonoid secara maksimal.
4. Bilberry
Salah satu herbal alami yang juga kaya akan flavonoid adalah bilberry (bagian dari
vitamin C kompleks). Penelitian pernah membuktikan bahwa jenis flavonoid tersebut
membantu memperkuat dinding pembuluh darah dan mencegah kelainan mata. Selain bilberry,
cherry dan blackberry juga termasuk sumber flavonoid yang baik.
5. Sayuran
Terakhir, ada sayuran yang disebutkan sebagai salah satu makanan yang kaya akan
flavonoid. Misalnya brokoli, kale, bawang bombai, paprika, dan bayam. Namun sayang jamur
bukan termasuk sayuran yang mengandung flavonoid. Meskipun ada banyak khasiat lain dari
jamur itu sendiri. Kita juga bisa menikmati sayuran dan buah mentah setiap hari untuk asupan
flavonoid bagi tubuh. Namun jika menderita masalah kesehatan tertentu dan alergi terhadap
beberapa makanan, Anda bisa mengonsumsi suplemen flavonoid.
F. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder
Prinsip dari pemisahan (isolasi) adalah adanya perbedaan sifat fisik dan kimia dari
senyawa yaitu kecendrungan dari molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan),
kecenderungan molekul untuk menguap (keatsirian), kecenderungan molekul untuk melekat
pada permukaan serbuk labus (adsorpsi, penserapan) (Harborne, 1987).
Salah satu cara pemisahan adalah kromatografi cair vakum, kromatografi cair vakum
adalah kromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja pada kondisi vakum. Alat yang
digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa
vakum serta wadah penampung fraksi. Corong G-3 diisi adsorben sampai setinggi 2,5 cm,
kemudian diketuk-ketuk dengan batang pengaduk bersalut dilarutkan dalam pelarut organik
yang cocok, kemudian ke dalam larutan ekstrak tersebut ditambahkan adsorben dengan bobot
sama dengan bobot ekstrak. Campuran ini digenis sampai homogen, dikeringkan dan
dimasukkan ke dalam corong G-3 kemudian diratakan. Permukaan lapisan adsorben ditutup
dengan kertas saring. Elusi diawali dengan pelarut non polar dilarutkan dengan kombinasi
pelarut dengan polaritas meningkat. Jumlah pelarut yang digunakan setiap kali elusi untuk
bobot ekstrak sampai lima gram diperlukan 25 ml pelarut, untuk 10-30 gram ekstrak diperlukan
50 ml pelarut. Dalam hal ini, diameter corong dipilih sedemikian rupa sehingga lapisan ekstrak
dipermukaan kolom setipis mungkin dan rata. Masing-masing pelarut dituangkan ke
permukaan kolom kemudian dihisapkan pompa vakum. Masing-masing ekstrak ditampung
dalam wadah terpisah sehingga menghasilkan sejumlah fraksi (Soediro, dkk.,1986).
F. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid
1. Isolasi Flavonoid
Isolasi flavonoid umumnya dilakukan dengan metode ekstraksi, yakni dengan cara
maserasi atau sokletasi menggunakan pelarut yang dapatmelarutkan flavonoid. Flavonoid pada
umumnya larut dalam pelarutpolar, kecuali flavonoid bebas seperti isoflavon, flavon,
flavanon,dan flavonol termetoksilasi lebih mudah larut dalam pelarut semipolar. Oleh karena
itu pada proses ekstraksinya, untuk tujuanskrining maupun isolasi, umumnya menggunakan
pelarut methanol atauetanol. Hal ini disebabkan karena pelarut ini bersifat melarutkan
senyawa–senyawa mulai dari yang kurang polar sampai dengan polar. Ekstrak methanol atau
etanol yang kental, selanjutnya dipisahkankandungan senyawanya dengan tekhnik fraksinasi,
yang biasanyaberdasarkan kenaikan polaritas pelarut (Monache, 1996).
Senyawa flavonoid diisolasi dengan tekhnik maserasi,mempergunakan poelarut
methanol teknis. Ekstraksi methanol kental kemudian dilarutkan dalam air. Ekstrak methanol–
air kemudian difraksinasi dengan n-heksan dan etil asetat. Masing–masing fraksiyang
diperoleh diuapkan, kemudian diuji flavonoid. Untuk mendeteksiadanya flavonoid dalam tiap
fraksi, dilakukan dengan melarutkansejumlah kecil ekstrak kental setiap fraksi kedalam
etanol.Selanjutnya ditambahkan pereaksi flavonoid seperti : natriumhidroksida, asam sulfat
pekat, bubuk magnesium–asam klorida pekat,atau natrium amalgam–asam klorida pekat. Uji
positif flavonoidditandai dengan berbagai perubahan warna yang khas setiap jenisflavonoid
(Geissman, 1962).
Cara lain yang dapat dipakai untuk pemisahan adalah ekstraksi cair-cair, kromatografi
kolom, kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas. Isolasi dan pemurnian dapat dilakukan
dengan kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas preparatif dengan pengembangan
yang dapat memisahkan komponen paling baik (Harborne, 1987). Flavonoid (terutama
glikosida) mudah mengalami degradasi enzimatik ketika dikoleksi dalam bentuk segar. Oleh
karena itu disarankan koleksi yang dikeringkan atau dibekukan. Ekstraksi menggunakan solven
yang sesuai dengan tipe flavonoid yg dikehendaki. Polaritas menjadi pertimbangan utama.
Flavonoid kurang polar (seperti isoflavones, flavanones, flavones termetilasi, dan flavonol)
terekstraksi dengan chloroform, dichloromethane, diethyl ether, atau ethyl acetate, sedangkan
flavonoid glycosides dan aglikon yang lebih polar terekstraksi dengan alcohols atau campuran
alcohol air. Glikosida meningkatkan kelarutan ke air dan alkohol-air. Flavonoid dapat dideteksi
dengan berbagai pereaksi, antara lain:
a. Sitroborat
b. AlCl3
c. NH3
Sebelum melakukan suatu isolasi senyawa, maka yang dilakukan adalah ekstraksi terlebih
dahulu.
a. Ekstraksi
Ekstraksi artinya mengambil atau menarik suatu senyawa yang terdapat dalam suatu
bahan dengan pelarut yang sesuai. Proses yang terjadi dalam ekstraksi adalah terlarutnya
senyawa yang dapat larut dari sel melalui difusi, tergantung dari letak senyawa dalam sel dan
juga permeabilitas dinding sel dari bahan yang akan di ekstraksi.
Ekstraksi adalah suatu proses atau metode pemisahan dua atau lebih komponendengan
menambahkan suatu pelarut yang hanya dapat melarutkan salahsatu komponennya saja. Dalam
prosedur ekstraksi, larutan berair biasanya dikocok dengan pelarutorganik yang tak dapat larut
dalam sebuah corong pemisah. Zat – zatyang dapt larut akan terdistribusi diantara lapisan air
dan lapisanorganik sesuai dengan (perbedaan) kelarutannya. Padaekstraksi senyawa – senyawa
organik dari larutan berair, selain airatau eter, biasanya digunakan pula etil asetat, benzena,
kloroform dan sebagainya. Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah
pelarut yanglebih kecil dari pada bila jumlah pelarutnya banyak tapi ekstraknyahanya sekali
(Markham, 1988).
Metode ekstraksi terdiri atas dua jenis yakni ekstraksi panas dan ekstraksi dingin.
Ekstraksi panas menggunakan cara refluks dan destilasi uap sedangkan ekstraksi secara dingin
menggunakan cara maserasi,perkolasi dan soxhletasi.
1) Ekstraksi Secara Panas
(a) Ekstraksi Secara Refluks.
Ekstraksi secara refluks adalah cara berkesinambungan dimana cairan penyari secara
kontinyu menyari zat aktif dalam sampel.
(b)Ekstraksi Secara Destilasi Uap
Ekstraksi secara destilasi uap adalah cara yang digunakan untuk menyaring saampel
yang mangandung minyak yang mudah menguap ataumengandung komponen kimia yang
mempunyai titik didih tinggi padatekanan udara normal. Destilasi merupakan metode ekstraksi
yang memanfaatkan perbedaan titik didih dari senyawa. Biasa digunakan untuk mengisolasi
minyak atsiri.
b. Kromatografi
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada
dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fasa tetap (stationary) dan fasa
gerak (mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa tersebut. Kromatografi
secara garis besar dapat dibedakan menjadi kromatografi kolom dankromatografi planar.
Kromatografi kolom terdiri atas kromatografi gas dan kromatografi cair, sedangkan
kromatografi planar terdiri ataskromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas (Anwar, 1994).
Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang
dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal
sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi. Karena fasa
bergerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi
yaitu kromatografi serapan yang terdiri dari kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar
ion, kromatografi padat, kromatografi partisi dan kromatografi gas-cair serta kromatografi
kolom kapiler .
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-
komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Semua
kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan
fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa
komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda
bergerak pada laju yang berbeda (Harborne, 1987).
Ketika pelarut mulai membasahi lempengan, pelarut pertama akan melarutkan
senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis dasar. Senyawa-senyawa
akan cenderung bergerak pada lempengan kromatografi sebagaimana halnya pergerakan
pelarut. Kecepatan senyawa-senyawa dibawa bergerak ke atas pada lempengan, tergantung
pada kelarutan senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung pada besar atraksi antara molekul-
molekul senyawa dengan pelarut (Harborne, 1987).
Kemampuan senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silika tergantung pada
besar atraksi antara senyawa dengan gel silika. Senyawa yang dapat membentuk ikatan
hidrogen akan melekat pada gel silika lebih kuat dibanding senyawa lainnya karena senyawa
ini terjerap lebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu
ikatan dari satu substansi pada permukaan (Harborne, 1987). Penyerapan bersifat tidak
permanen, terdapat pergerakan yang tetap dari molekul antara yang terjerap pada permukaan
gel silika dan yang kembali pada larutan dalam pelarut. Dengan jelas senyawa hanya dapat
bergerak ke atas pada lempengan selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap
pada gel silika -untuk sementara waktu proses penjerapan berhenti- dimana pelarut bergerak
tanpa senyawa. Itu berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang
ditempuh ke atas lempengan (Harborne, 1987). Dalam hal ini, senyawa yang dapat membentuk
ikatan hidrogen akan menjerap lebih kuat daripada yang tergantung hanya pada interaksi van
der Waals, dan karenanya bergerak lebih jauh pada lempengan.
Jika komponen-komponen dalam campuran dapat membentuk ikatan-ikatan hydrogen,
terdapat perbedaan bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan dapat larut dalam
pelarut pada tingkatan yang sama pula. Ini tidak hanya merupakan atraksi antara senyawa
dengan gel silika. Atraksi antara senyawa dan pelarut juga merupakan hal yang penting dimana
hal ini akan mempengaruhi mudahnya proses senyawa ditarik pada larutan keluar dari
permukaan silika. Ini memungkinkan senyawa-senyawa tidak terpisahkan dengan baik ketika
membuat kromatogram. Dalam kasus itu, perubahan pelarut dapat membantu dengan baik,
termasuk memungkinkan perubahan pH pelarut. Ini merupakan tingkatan uji coba, jika satu
pelarut atau campuran pelarut tidak berkerja dengan baik, maka dapat mencoba dengan pelarut
lainnya (Harborne, 1987).
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat diekstraksi
dengan etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter
minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah
basa atau amonia, jadi mereka mudah dideteksipada kromatogram atau dalam larutan
(Harborne, 1987 : 70).
1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis adalah suatu metode pemisahan yang menggunakan plat atau
lempeng kaca yang sudah dilapiskan adsorben yang bertindak sebagaifasa diam. Fase bergerak
ke atas sepanjang fase diam danterbentuklah kromatogram. Metode ini sederhana, cepat dalam
pemisahandan sensitif (Khopkar, 1990). Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan
fitokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan
pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan
dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal), kemudian pelat dimasukkan
di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak).
Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) dan selanjutnya senyawa yang
tidak berwarna harus ditampakkan (Stahl, 1985).
Pada prinsipnya KLT dilakukan berdasarkan pada penggunaan fasa diam untuk
menghasilkan pemisahan yang lebih baik. Fasa diam yang biasadigunakan dalam KLT adalah
serbuk silika gel, alumina, tanah diatomedan selulosa (Harborne, 1987). Adapun carakerja dari
KLT yakni larutan cuplikan sekitar 1% diteteskan denganpipet mikro pada jarak 1-2 cm dari
batas plat. Setelah eluen ataupelarut dari noda cuplikan menguap, plat siap untuk
dikembangkandengan fasa gerak (eluen) yang sesuai hingga jarak eluen dari batasplat
mencapai 10-15 cm. Mengeringkan sisa eluen dalam plat dengandidiamkan pada suhu kamar.
Noda pada plat dapat diamati langsung dengan menggunakan lampu UV atau dengan
menggunakan pereaksi semprot penampak warna. Setelah noda dikembangkan dan
divisualisasikan,identitas noda dinyatakan dengan harga Rf (retardation factor)(Anwar, 1994).
Tujuan mendapatkan identitas noda dengan harga Rf untuk mencari pelarut untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh darikromatografi kolom, menyigi arah atau
perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi, identifikasi flavonoid secarako-
kromatografi dan isolasi flavonoid murni skala kecil (Markham,1988).
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk
mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem
pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi
cair kinerja tinggi (Roy, et. all, 1991). Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini
menurut Ibnu Gholib Gandjar dan Abdul Rohman (2007) adalah :
• Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
• Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluorisensi atau
dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
• Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi
2 dimensi.
• Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan
bercak yang tidak bergerak.
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau
alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Gel
silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali
juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase
gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Harborne, 1987).
Keuntungan kromatografi lapis tipis adalah dapat memisahkan senyawa yang sangat
berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintesis, kompleks organik dan
anorganik serta ion anorganik dalam waktu singkat menggunakan alat yang tidak terlalu mahal.
Metode ini kepekaannya cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa mikrogram. Kelebihan
metode ini jika dibandingkan dengan kromatografi kertas adalah dapat digunakan pereaksi
asam sulfat pekat yang bersifat korosif, kelemahannya adalah harga RF yang tidak tetap
(Gritten, et. al., 1991).
a) KLT Preparatif
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif merupakan proses isolasi yang terjadi berdasarkan
perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang
akan bergerak mengikuti kepolaran eluen oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen
kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal
inilah yang menyebabkan pemisahan.
b) KLT 2 Dimensi
KLT 2 arah atau 2 dimensi bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika
komponen-komponen solute mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya
nilai Rf juga hampir sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu, 2 sistem fase gerak
yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan sehingga memungkinkan untuk
melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda .
Sampel ditotolkan pada lempeng lalu dikembangkan dengan satu sistem fase gerak
sehingga campuran terpisah menurut jalur yang sejajar dengan salah satu sisi. Lempeng
diangkat, dikeringkan dan diputar 90° dan diletakkan dalam bejana kromatografi yang berisi
fase gerak kedua sehingga bercak yang terpisah pada pengembangan pertama terletak dibagian
bawah sepanjang lempeng, lalu dikromatografi lagi .
2. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan dan pemurnian senyawa dalam
skalapreparative. Kromatografi kolom dapat dilakukan pada tekanan atmosferatau dengan
tekanan lebih besar dengan menggunakan bantuan tekananluar (Khopkar,
1990). Kromatografikolom prinsipnya mudah memilih ukuran, kemasan (packing), dan
isikolom sesuai jenis serta jumlah cuplikan yang akan dipisahkan. Kolomyang digunakan dan
kromatografi ini dapat berupa gelas, plastik ataunilom. Ukuran kolom yang lazim digunakan
mempunyai diameter 2 cm danpanjang 45 cm. Untuk memilih kemasan (Packing) yang akan
digunakandalam kolom biasanya menggunakan selulosa, silika gel, alumina, arang(charcoal)
(Anwar, 1994).
Adapun cara kerja dari kromatografi kolom yakni langkah pertama mengemas
kolom(packing) dilakukan dengan hati-hati agar dihasilkan kolom kemas yangserba sama.
Selanjutnya kemasan kolom dijadikan bubur dalam gelaspiala memakai pelarut yang sama, lalu
dituangkan hati-hati ke dalamkolom. Kemasan dibiarkan turun dan pelarut yang
berlebihandikeluarkan melalui keran. Selanjutnya langkah kedua menempatkanlarutan
cuplikan pada (bagian atas) kolom sehingga terbentuk pitayang siap untuk dielusi lebih lanjut.
Cuplikan harus dilarutkan dalampelarut yang volumenya sedikit. Pelarut yang dipakai harus
samadengan pelarut untuk mengelusi (Markham, 1988).
3. High Pressure Liquid Chromatography (HPLC)
High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia. KCKT termasuk metode analisis
terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau
padat. Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya (Done dkk,
1974; Snyder dan Kirkland, 1979; Hamilton dan Sewell, 1982; Johnson dan Stevenson, 1978).
Informasi seperti kelarutan, gugus fungsi yang ada, besarnya berat molekul (BM) dapat
diperoleh dari pembuat informasi, pemberi sampel, atau data spektroskopik seperti Nucleic
Magnetic Resonance Spectrosphotometer (NMR), Infrared spectrophotometer, ultra violet
spectrumeter, dan mass Spectrophotometer. Semua data-data ini dapat digunakan sebagai
petunjuk bagi analis memilih tipe HPLC yang tepat untuk digunakan (Johnson dan Stevenson,
1978)
Berdasarkan Hukum Dasar "like dissolves like" maka sangat mudah untuk memutuskan
tipe KCKT yang akan dipilih. Seleksi tipe KCKT, dengan cepat kita dapat melihat bahwa Berat
Molekul (BM) lebih besar dari 2000, maka kita dapat menggunakan kromatografi eksklusi.
Fasa geraknya adalah air jika sampelnya larut dalam air; bila dapat larut dalam pelarut organik
maka digunakan pelarut- pelarut organik sebagai rasa gerak. Fasa diamnya adalah Sephadex
atau Bondagel Seri E untuk rasa gerak air dan Styragel atau MicroPak TSK gel untuk rasa
gerak organik. Bila BM lebih rendah dari 2000, pertama yang harus ditentukan adalah apakah
sampel dapat larut dalam air. Bila sampel dapat larut dalam air, maka kromatografi partisi rasa
terbalik atau kromatografi penukar ion dapat digunakan. Bila kelarutan dipengaruhi oleh
penambahan asam atau basa atau bila pH larutan bervariasi lebih dari 2 (dua) satuan pH dari
pH 7, maka kromatografi penukar ion adalah pilihan utama. Bila kelambatan tidak dipengaruhi
oleh asam dan basa dan larutan sampel adalah netral, maka kromatografi partisi rasa terbalik
adalah pilihan terbaik. Tipe Eksklusi menggunakan ukuran poros yang kecil dan rasa air dapat
juga dicoba.
c. Metode Spektroskopi
Spektroskopi merupakan suatu metode untuk penentuan rumus struktur dari suatu
senyawa. Menurut Anwar (1994) bahwa spektroskopi bila dibandingkandengan metode kimia
konvensional (metode basah), spektroskopi memiliki beberapa keuntungan, diantaranya :
Jumlah zat yang diperlukan untuk analisis relatif kecil dan zat tersebut sering kali dapat
diperoleh kembali dan waktu pengerjaannya relatif cepat.
Dasar metode spektroskopi adalah molekul pada suatu energi level tertentu,misalnya
E1,disinari dengan sinar tertentu. Sinar ini akan melewati molekul itudan seterusnya melewati
suatu detektor. Selama molekul itu tidakmenyerap sinar itu maka sinar yang terdeteksi akan
sama intensitasnyadengan sinar yang berasal dari sumber. Pada frekuensi yangmemungkinkan
terjadinya pemindahan energi level molekul misalnya dariE1 keE2,maka sinar akan diserap
oleh frekuensi yang memungkinkan terjadinyapemindahan energi level molekul misalnya dari
E1ke E2,maka sinar akan diserap oleh molekul dan tidak akan tampak dalamdetektor (Siregar,
1988).
1). Spektrofotometri Ultra Lembayung (UV)
Spektrofotometri UV adalah suatu alat yang menggambarkan antara panjang
gelombang atau frekuensi lawan intensitas serapan (absorbansi). Spektrosfotometri UV ini
menghasilkan radiasi (cahaya) dengan panjang gelombang 200– 400 nm (Anwar, 1994). Pada
umumnya spektrofotometri UV umumnyahanya menunjukkan jumlah peak (puncak ) yang
kecil jumlahnya.Puncak-puncak dilaporkan sebagai panjang gelombang.
Spektrofotometri ini biasanya juga digunakan untuk mendeteksi konjugasi. Molekul-
molekul yang tidak mempunyai ikatan rangkap atau hanya mempunyai satu ikatan tidak
menyerap sinar 200-800 nm. Lainhalnya dengan senyawa-senyawa yang mempunyai sistem
konyugasi yang dapat menyerap sinar pada daerah ini, semakin panjang sistem konyugasinya
maka makin besar panjang gelombang absorpsi (Siregar,1988).
Untuk menganalisis struktur dari senyawa-senyawa dari metabolitsekunder seperti
senyawa flavonoid, spektroskopi UV merupakan carayang terbaik untuk mengkarakterisasi
jenis-jenis senyawa flavonoiddan menentukan pola oksigenasi. Kedudukan gugus hidroksil
fenol bebasyang terdapat pada inti flavonoid dapat ditentukan juga denganmenambahkan
pereaksi geser (Markham, 1988).
Spektrum Flavonoid Umum
Spektroskopi serapan lembayung dan serapan sinar tampak digunakan untuk membantu
mengidentifikasi jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasi. Disamping itu, kedudukan
gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan
pereaksi (pereaksi geser) ke dalam larutancuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan
yang terjadi. Cara ini berguna untuk menentukan kedudukan gula atau metil yang terikat pada
salah satu gugushidroksil fenol (Markham, 1988 : 38).Spektrum flavonoid (gambar 2) biasanya
ditentukan dalam larutan denganpelarut metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri atas dua
maksimal pada rentang240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat
dan kekuatannisbi maksimal tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai
sifatflavonoid dan pola oksigenasinya.
Spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang setara (5,7,4‟)
adalah kekuatan nisbi yang rendah pada pita Idalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan
isoflavon. Ciri nisbi ini tidak berubah,bahkan bila pola oksigenasi berubah, sekalipun rentang
maksimal serapan pada jenis flavonoid (tabel 2) yang berlainan tumpang tindih sebagai
keseragaman polaoksigenasi. Keseragaman dalam rentang maksimal ini akan bergantung pada
polahidroksilasi dan pada derajat substitusi gugus hidroksil (Markham, 1988 : 39).
5. Identifikasi flavonoid
Sebagian besar senyawa flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosidanya, dimana
unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara gula dan suatu
alcohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Pada prinsipnya, ikatan glikosida
terbentuk apabila gugus hidroksil dari alcohol beradisi kepada gugus karbonil dari gula, sama
seperti adisi alcohol kepada aldehid yang dikatalis oleh asam menghasilkan suatu asetal.
Pada hidrolisis oleh asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponen-
komponennya menghasilkan gula dan alcohol yang sebanding dan alcohol yang dihasilkan ini
disebut aglokin. Residu gula dari glikosida flavonoid alam adalah glukosa tersebut masinbg-
masing disebut glukosida, ramnosida, galaktosida dan gentiobiosida. Flavonoida dapat
ditemukan sebagai mono-, di- atau triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil
dalam molekul flavonoid terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam
pelarut organic seperti eter, benzene, kloroform dan aseton.
g. Anti kolesterol
Efek isoflavon terhadap penurunan kolesterol terbukti tidak saja pada hewan percobaan
seperti tikus dan kelinci, tetapi juga manusia. Pada penelitian dengan menggunakan tepung
kedelai sebagai perlakuan, menunjukkan bahwa tidak saja kolesterol yang menurun, tetapi juga
trigliserida VLDL (very low density lipoprotein) dan LDL (low density lipoprotein). Di sisi
lain, tepung kedelai dapat meningkatkan HDL (high density lipoprotein) (Amirthaveni dan
Vijayalakshmi, 2000). Mekanisme lain penurunan kolesterol oleh isoflavon dijelaskan melalui
pengaruh peningkatan katabolisme sel lemak untuk pembentukan energi yang berakibat pada
penurunan kandungan kolesterol.