Anda di halaman 1dari 8

1.

Anoa (Bubalus guarlesi dan Bubalus depressicornis)

Anoa merupakan satwa endemik Pulau


Sulawesi, khususnya Sulawesi Tenggara. Terdapat
dua spesies Anoa yaitu Anoa Pegunungan (Bubalus
guarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus
depressicornis). Secara fisik Anoa mirip kerbau tapi
memiliki tanduk lurus meruncing ke arah belakang dan
memiliki berat antara 150 kg sampai 300 kg, kira-kira
sebesar kambing. Anoa masih bisa ditemukan di
daerah Amolengo, Tanjung Peropa, Buto
Utara,Tanjung Batikolo, Lambusango, dan Mangolo.
Namun karena aktivitas pertambangan dan
perambahan hutan, saat ini diperkirakan jumlah Anoa
tidak sampai 1.000 ekor.

anoa quarlesi Anoa Pegunungan juga dikenal


dengan nama Mountain Anoa, Anoa de Montana, Anoa
de Quarle, Anoa des Montagnes, dan Quarle’s Anoa.
Sedangkan Anoa Dataran Rendah juga dikenal dengan nama Lowland Anoa, Anoa de Ilanura,
atau Anoa des Plaines.

Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Hewan, Filum: Chordata, Kelas: Mamalia, Ordo: Artiodactyla,
Famili: Bovidae, Upafamili: Bovinae, Genus: Bubalus, Spesies: B. quarlesi, B. depressicornis.
Nama binomial: Bubalus quarlesi (Ouwens, 1910). Bubalus depressicornis (H. Smith, 1827).

2. Badak Bercula Satu atau Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus)

Badak Bercula Satu adalah satu dari lima


spesies badak yang masih bertahan di muka bumi
sampai saat ini. Badak Bercula Satu bisa
dikatakan sebagai mamalia yang paling langka di
dunia karena kulitnya seperti baju baja serupa
dengan hewan-hewan purbakala. Dari pantauan
pihak Taman Nasional Ujung Kulon, sampai saat
ini sudah terpantau 35 spesies Rhinoceros
sondaicus yang hidup bebas di taman nasional di
ujung Barat Pulau Jawa ini. Selain untuk
mengamati perilaku reproduksi Rhinoceros
sondaicus, pihak Taman Nasional Ujung Kulon
juga memasang kamera pengintai untuk
mencegah pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab.
3. Beo Nias (Gracula religiosa robusta)

Salah satu satwa kebanggaan orang


Nias adalah Burung Beo Nias yang
mempunyai nama latin Gracula religiosa
robusta. Burung Beo Nias terkenal dengan
kepandaiannya dalam berbicara dan
menirukan berbagai suara. Burung Beo Nias
secara endemic hidup di hutan-hutan basah
dengan membuat lubang pada batang
pohon-pohon yang tinggi. Selain suaranya,
Burung Beo Nias juga menarik karena
memiliki bentuk tubuh yang kekar, bulu yang
mengkilap, dan sepasang cuping telinga
yang menyatu dan menggelambir ke arah
leher. Burung Beo Nias dulunya terdapat di
daerah Teluk Dalam, Gomo, Lahusa, Alasa,
dan sampai Gunung Sitoli. Sayangnya saat
ini keberadaan Burung Beo Nias makin
susah ditemukan karena perburuan pihak
bertanggung jawab.

4. Beruang Madu (Helarctos malayanus)

Beruang Madu merupakan jenis


beruang dengan ukuran terkecil di dunia
dengna panjang mencapai 1,40 meter.
Satwa langka yang menjadi maskot Kota
Bengkulu dan Kota Balikpapan ini
merupakan salah satu satwa langka yang
dilindungi. Meskipun penyebarannya
mencakup Pulau Sumatera dan Pulau
Kalimantan, saat ini keberadaannya di alam
bebas sulit ditemukan. Satwa langka yang
memiliki nama latin Helarctos malayanus ini
memiliki tubuh berwarna hitam legam
dengan sedikit bulu-bulu putih kekuningan
berbentuk “V” dibagian dadanya. Mulutnya
berwarna lebih cerah dari warna badannya.
Beruang madu memiliki kuku yang panjang
untuk memanjat pohon. Makanan
kesukaannya adalah sarang lebah
sehingga beruang terkecil ini dinamakan
Beruang Madu.
5. Burung Cenderawasih Mati-Kawat (Seleucidis melanoleuca)

Keindahan Burung
Cenderawasih sudah terkenal ke
seluruh penjuru dunia sehingga burung
ini disebut sebagai Bird of Paradise.
Burung Surga yang hanya ditemukan
di Pulau Papua ini memiliki sampai 30
spesies yang salah satunya adalah
Seleucidis melanoleuca yang
dilindungi negara. Spesies yang juga
dinamakan Twelve-wired Bird of
Paradise ini memiliki paruh yang
panjang dan ekor yang pendek. Burung
pengkicau ini memiliki cirri khas bulu
kecil seperti kawat yang melengkung
ke atas, namun kawat ini hanya ditemui
pada spesies jantan. Bulu kawat ini
tidak bisa dilihat dari jarah jauh dan
kadang hanya bisa dikenali dari suara
kepakan sayap saat terbang. Burung
Cenderawasih Mati-kawat ini bisa ditemukan di Pulau Salawati (Papua Barat) sampai Sungai
Membramo dan Teluk Milne (Papua Nugini).

6. Elang Bondol (Haliastur indus)

Elang Bondol seharusnya menjadi


satwa terkenal karena pemilik nama latin
Haliastur indus ini menjadi maskot
Provinsi DKI Jakarta. Namun tidak banyak
yang menyadari keberadaan Elang
Bondol, padahal Elang Bondol sempat
dijadikan logo Busway Transjakarta.
Elang Bondol gampang dikenali dengan
bagian kepala yang berwarna putih dan
badan yang berwarna cokelat pirang.
Karena berkepala putih, Elang Bondol
seolah-olah bulu pada kepalanya
terkelupas sehingga disebut Elang
Bondol. Saat ini Elang Bondol hanya bisa
didapatkan di Kepulauan Seribu, padahal
dulu Elang Bondol banyak hidup di pesisir
Jakarta Utara. Mirisnya, Elang Bondol
yang seharunya dilindungi negara malah
diperdagangkan secara ilegal di situs jual
beli, salah satunya di Berniaga.Com.
7. Elang Jawa (Nizaetus bartelsi)

Elang Jawa yang mempunyai nama


latin Nizaetus bartelsi merupakan satwa
endemik Pulau Jawa. Elang Jawa ini
merupakan satwa yang paling mirip dengan
lambang Negara Republik Indonesia,
Burung Garuda. Mirisnya, jumlah Elang
Jawa semakin menurun karena perburuan
ilegal. Elang Jawa memiliki ukuran tubuh
yang cukup besar mencapai 70 cm dengan
jambul yang mencapai panjang 12 cm.
Selain jambul panjangnya, Elang Jawa juga
memiliki tengkuk yang berwarna coklat
kekuningan, kalau terkena sinar matahari
akan terlihat keemasan. Warna tubuhnya
didominasi warna coklat dengan garis-garis
hitam yang terlihat jelas saat terbang. Elang
Jawa sebenarnya menyebar hampir di
seluruh Pulau Jawa, namun kini Elang Jawa
hanya tinggal di hutan-hutan primer untuk
menghindari para pemburu.

8. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)

Gajah Sumatera merupakan mamalia


terbesar di Indonesia, sayangnya jumlah
populasi pemilik nama latin Elephas maximu
sumatranus ini berkurang drastis. Selain
perburuan gadingnya, Gajah Sumatera juga
kerap dibunuh karena merusak perkebunan
warga, seperti yang terjadi di Taman Nasional
Tesso Nilo beberapa waktu lalu. Pembukaan
hutan secara besar-besaran menghancurkan
ekosistem Gajah Sumatera sehingga hewan
langka yang harus dilindungi ini malah
“disiksa di rumahnya sendiri”. Berdasarkan
survei terakhir, saat ini jumlah Gajah
Sumatera diperkirakan hanya sekitar 300
ekor. Kita hanya bisa berharap pada
konservasi gajah di Taman Nasional Way
Kambas sehingga Gajah Sumatera tetap
lestari.
9. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatraensis)

Harimau Sumatera merupakan


subspesies harimau terkecil yang masih
ada. Jumlah populasi Harimau Sumatera
juga terbilang kecil karena tidak mencapai
angka 500 ekor. Perambahan hutan dan
perburuan ilegal menjadi penyebab utama
menurunnya jumlah populasi Harimau
Sumatera. Harimau Sumatera dikenal unik
karena memiliki tubuh dengan pola
berwarna hitam yang cukup tebal dibanding
subspesies lainnya. Jarak antara belangnya
cukup dekat dan kadang terlihat
berdempetan. Warna badan Harimau
Sumatera juga yang paling gelap di antara
subspesies harimau lainnya, mulai dari
kuning kemerahan sampai oranye tua.
Harimau Sumatera memiliki selaput di sela
jari-jarinya yang memungkinkannya untuk
berenang dengan cepat.

10. Ikan Belida (Notopterus chilata)

Awalnya Ikan Belida berasal dari


Kalimantan, lalu menyebar ke Sumatera,
Jawa, dan sampai ke beberapa negara
tetangga. Ikan Belida hidup di sungai-
sungai dan daerah yang kerap terkena
banjir, tapi ikan yang bernama latin
Notopteros chilata ini tidak bisa hidup di
daerah yang lebih tinggi dari 30 mdpl. Ikan
air tawar ini merupakan predator yang
memakan ikan-ikan kecil dan hanya
beraktivitas di malam hari (nokturnal).
Ikan yang memiliki punggung menyerupai
bentuk pisau ini dulunya digunakan
sebagai bahan empek-empek dan
kerupuk kemplang khas Palembang. Ikan
yang memiliki ciri khas bola-bola hitam
yang dilingkari dengan warna putih ini
semakin langka karena perburuan dan
kualitas mutu air sungai yang terus
menurun.
11. Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)

Kemasyhuran Jalak Bali sudah terkenal ke


seluruh penjuru dunia. Tidak hanya memiliki
suara yang bagus, Jalak Bali juga
mempunyai bentuk tubuh yang indah. Jalak
Bali memiliki bulu berwarna putih hampir di
seluruh tubuhnya kecuali pada bagian ujung
ekor dan ujung sayapnya yang berwarna
hitam. Uniknya, pada bagian pipi tidak
ditumbuhi bulu dan berwarna biru.
Sedangkan kaki spesies Leucopsar
rothschildi ini berwarna keabu-abuan.
Karena keunikannya, Jalak Bali dijadikan
maskot Provinsi Bali. Karena
penampilannya yang indah, Jalak Bali
menjadi burung favorit bagi para kolektor
dan pecinta burung. Permintaan ini yang
menyebabkan populasi Jalak Bali semakin
berkurang, selain juga karena hilangnya
habitat aslinya.

13. Komodo (Varanus komodoensis)

Komodo, atau yang selengkapnya disebut


biawak komodo (Varanus komodoensis[1]),
adalah spesies kadal terbesar di dunia yang
hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili
Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara.[2]
Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo
juga disebut dengan nama setempat ora.[3]
Termasuk anggota famili biawak Varanidae,
dan klad Toxicofera, komodo merupakan
kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan
dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan
tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat
hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil.[4][5] Karena besar tubuhnya, kadal ini
menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.[6]
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang
mengerikan membuat mereka populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah
menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies
yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah
Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi
mereka
Tugas
Hewan-hewan yang dilindungi

Di susun oleh
nama : farrel affandi putra
kelas : vi

sd negeri 13 masohi
tahub ajaran 2o18-2019

Anda mungkin juga menyukai