Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Jenis-jenis kewirausahaan di bidang kesehatan


Interprofesional

Disusun oleh
Kelompok 2
Nama :

1. Abdul Wahab S. Sopalatu


2. Abu hasan timumu
3. Ahmad Trisno
4. Aprilia A. P. Paputungan
5. Ardiyanto hanubun
6. Asti Ardila Hasan
7. Dea r s. Chaniago
8. Firdiani Sri a. La abudan
9. Hesti yanti tepinalan
10. Hesti w. Proym

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLTEKES KEMENKES MALUKU
PRODI KEPERAWATAN MASOHI
TAHUN AKADEMIK 2018-2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya maka kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk menyelesaika tugas mata kuliah “Interprofesional”.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah yang ikut membantu penyusunan makalah ini. Kami merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik pada teknis penulisan maupun materi, untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi menyempurnakan pembuatan
makalah ini.

Masohi, 06 Februari 2019

Penyusun

Kelompok II
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Kepemimpinan
B. Konsep Perubahan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

PEMBAHASAN

A. KEPEMIMPINAN
1. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan
setuju dengan apa yang harus mereka kerjakan dan bagaimana mengerjakan tugas
tesebut secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kelompok
untuk mencapai tujuan bersama. Yulk dalam Sunyoto (2011)
Kepemimpinan adalah proses dimana seorang pemimpin mempengaruhi individu
atau anggota kelompok untuk mencapai tujuan. Genberg & Baron dalam Sunyoto (2011).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses
dimana seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya untuk mencapai suatu tujuan dan
untuk mencapai tujuan tersebut, pemimpin menggunakan berbagai cara agar bawahan
bersedia melakukan sesuatu baik dan benar.
Dapat dipahami dari empat batasan di atas bahwa kepemimpinan akan muncul
apabila ada seseorang yang karena sifat - sifat dan perilakunya mempunyai kemampuan
untuk mendorong orang lain untuk berpikir, bersikap, dan ataupun berbuat sesuatu sesuai
dengan apa yang diinginkannya.
Kepemimpinan dalam konteks organisasi utamanya menekankan pada fungsi
pengarahan yang meliputi memberitahu, menunjukkan, dan memotivasi bawahan. Fungsi
manajemen ini sangat terkait dengan faktor manusia dalam suatu organisasi, yang
mencakup interaksi antar manusia dan berfokus pada kemampuan seseorang dalam
mempengaruhi orang lain.
Di dalam keperawatan kepemimpinan merupakan penggunaan ketrampilan
seorang pemimpin ( perawat ) dalam mempengaruhi perawat - perawat lain yang berada
di bawah pengawasannya untuk pembagian tugas dan tanggung jawab dalam
memberikan pelayanan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai.
Setiap perawat mempunyai potensi yang berbeda dalam kepemimpinan, namun
ketrampilan ini dapat dipelajari sehingga selalu dapat diterapkan dan ditingkatkan.
2. Teori Kepemimpinan
Beberapa ahli meneliti bahwa tidak ada teori bagaimana menjadi seorang
pemimpin yang paling baik dan jenis pemimpin apa yang paling efektif (Tappen, Weis &
Whitehead, 1999; dikutip Anwar Kurniadi, 2013). Tetapi seorang pemimpin perawat akan
terlihat berbeda dari sisi kualitas dan perilakunya (Dunham-Taylor, 1995; Manske, 1989;
Montebello, 1994; Tappen, 1995).
Di bawah ini di bahas tentang kualitas dan perilaku pemimpin dari segi latar
belakang, antara lain:
a. Trait approach, yaitu paham teori bakat kepemimpinan, pemimpin yang dilahirkan
telah memiliki bakat-bakat yaitu : intelegensi, kepekaan sosial, peran serta sosial.
Robbins & Coulter, (1999) dalam Anwar Kurniadi, (2013).
b. Situational theory, yaitu kepemimpinan berhubungan dengan situasi sosial. Individu
dapat menjadi seorang pemimpin pada situasi tertentu tetapi pada situasi yang lain
dapat menjadi pengikut (Stogdill, dikutip dari Anwar Kurniadi, 2013).
c. Contingency model yang dikembangkan oleh Fiedler, 1967 yaitu kepemimpinan
mempunyai 3 dimensi : pertama pemimpin-bawahan (leader-member relations),
kedua struktur tugas (a task structure) dan ketiga kekuasaan ( a position of power)
d. Transformational leadership yang diperkenalkan oleh Bennis dan Manus (1985)
dalam Anwar Kurniadi (2013). Menurut faham ini ada 2 jenis kepemimpinan yaitu
kepemimpinan transformasional.
Perilaku seorang pemimpin terhadap lingkungan pekerjaan sangat berpengaruh pada
keberhasilan seseorang untuk memimpin orang lain (Hubber, 2000 dikutip dari Anwar
Kurniadi, 2013). Contoh-contoh teori yang masuk dalam behavioral theory antara lain :
a. Teori X dan Y
Teori ini dikatakan oleh Mc Gregor (1960) yaitu seseorang memiliki sifat X yang
malas dan Y yang rajin. Tipe X dimiliki orang-orang yang kurang baik pembawaanya
seperticenderung apatis, kurang disiplin, kurang peduli dan kurang rajin dan teliti
dalam pekerjaan. Adapun tipe Y memiliki pembawaan optimis, disiplin tinggi, rajin dan
cermat dalam pekerjaanya dan sangat peduli akan kinerjanya. Tetapi Mc Gregor
menyatakan bahwa kedua tipe ini berguna dalam organisasi bila bisa dimanage
dengan baik. Justru disini pentingnya pemimpin dalam mengorganisasikan sumber
daya, memberikan tanggung jawab, membagi tugas dan mengatur irama kerja yang
serasi. Dalam kenyataan dilapangan seorang manajer memang menginginkan agar
semua pegawainya yangbaru memiliki karakter yang rajin, optimi, disiplin tinggi dan
berperilaku penurut/loyal. Akan tetapi dalam pengembangan sehari-hari, karena
stress pekerjaan dan budaya kerja maka akan mempengaruhi sikap dan perilaku
yang dibawa menjadi bertambah baik atau malah menjadi pantang pimpinan.
Disini keahlian dan seni kepemimpinan seperti cepat an tepat dalammengambil
keputusan, tegas dan adil dalam memberikan tugas dan sanksi dan konsisten dalam
sikap dan tindakannya. Semua akan membantu mengolah dan memberdayakan
pegawai tipe X dan tipe Y sehingga bisa bekerja sama dengan baik dan kondusif.
b. Teori Rensis Likert tentang kepemimpinan otoriter dan demokrasi. Rensis dan Likert
membahas teori otoriter dan demokrasi. Diamana otoritatip/ otoriter dibagi menjadi
eksploitatip dan benevolent. Eksploitatip dalam pekerjaan dilapangan adalah lebih
keras dari pada benevolent. Adapun demokrasi dibagi menjadi menjadi dua jenis yaitu
konsultatip dimana manajer bertindak sebagai konsultan bagi stafnya sedangkan
dalam demokrasi partisipatip, seorang manajer lebih banyak melibatkan staaf dalam
pelaksanaan kegiatan sehari-hari.
c. Teori Ohio State University
tentang orientasi tugas da orientasi bawahan. Teori Ohio State University
menerapkan orientasi tugas da orientasi bawahan. Orientasi tugas berarti seorang
pemimpin akan selalu mementingkan tugas dan tanggung jawabnya dan kurang
perhatian terhadap yang lainnya termasuk bawahannya. Orientasi bawahan berarti
selalu melihat bawahannya sebagai manusia utuh yang membutuhkan
kepentingannya. Sehingga staf perlu dilihat juga kebutuhannya secara biopsiko dan
sisial.
d. Teori Blake & Mouton
tentang teori kepedulian pada institusi dan bawahan. Teori blake & Mouton
menyatakan bila seorangpemimpin memilki kepedulian terhadap institusi yang tinggi
berarti orang ini menyukai kesempurnaan tugasnya dari pada yang lain. Dengan kata
lain pekerjaan adalah segalanya sehingga tidak mempedulikan apa yang sedang
terjadi pada bawahannya. Fokus yang utama adalahbagaimana menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik dan sempurna tanpa ada halangan. Semua hasil
pekerjaannya diharapkan mendapat pujian dari atasan yang lebh tinggi dan
mendapatkan penghargaan lainnya.
Tetapi bila seorang pemimpin memiliki kepedulian kepada bawahannya berarti
orang ini menyukai anak buahnya sehingga berusaha melihat kebutuhan bio-psiko-
sosial an rasa saling membutuhkan dan saling memiliki tugas yang ada. Fokus
utamanya agar bawahannya bisa bekerja dengan baik tanpa mengganggu kebutuhan
pribadi bawahannya bahkan bila perlu bisa membantu memenuhi kebituhannya.
e. Teori Kurt Lewin dalam Huber (2000).
Tentang gaya kepemimpinan. Dalam hal ini mereka membagi gaya kepemimpinan
ada beberapa bentuk, yaitu :
1) Otokrasi atau otoriter, yaitu yang mengedepankan kekuatan pada pemimpin dari
pada partisipasi bawahannya dalam pembuatan keputusannya.
2) Demokrasi, yaitu pemimpin yang memberi kesempatan bawahannya ikut serta
dalam pembuatan keputusannya.
3) Laisez Paire yaitu pemimpin yang tidak bisa mengambil keputusan sendiri
maupun cara minta bantuan bawahan ikut berpartisipasi dalam pembuatan
keputusannya.
3. Gaya Kepemimpinan
a. Kepemimpinan otoriter
Gaya kepemimpinan otokratik berpusat pada pemimpin atau manjer(leader-
centeret). Manajer atau pimpinan merasa lebih mengetahui dan lebih mampu
daripada bawahannya/ perawat pelaksana. Manajer meyakinkan bahwa
pandangannya yang paling benar (persuasive selling) sedangkan terhadap
pandangan individu menekan/tidak setuju (disagreement). Manager ruangan
mencegah akan perawat pelaksana tidak banyak berhubungan dan terlalu banyak tau
kebijakannya. Manajer tidak memberi penjelasan tujuan organiasi atau kelompok dan
hubungan terhadap kegiatan yang dilakukan dengan tujuannya. Bahkan manajer
mengnggap perawat adalah sebagai alat mencapai tujuan. Akibat gaya otoriter ini
menyebabkan perawat banyak yang merasa tidak puas akan kinerjanya dan ingin
memberontak. Akan tetapi pimpinan rumah sakit menganggap keberadaan manajer
keperawatan mulai dari kepala ruangan sampai direktur keperawatan bisa menahan
gejolak-gejolak yang ada.
Disamping itu, perawat tidak ada yang berani mengambil prakarsa/inisiatif dan
cenderung menghindari tanggung jawab. Akibat lain yaitu anggota memiliki rasa
kepekaan tinggi, mudah marah, apatis, dan saling mencari kambing hitam bisik di
dalam kelompok maupun di luar kelompok. Produktivitas bisa tinggi bila diawasi terus
menerus, tetapi bila kendor pengawasannya bisa menurun lagi. Secara kelompok
memiliki moral rendah dan tidak kohesip. Bagi perawat baru mudah terjadinya
turnover yang tinggi (tappen, 1998; Hubber 2000).
b. Kepemimpinan demokratif
Gaya kepemimpinan demokrasi berpusat pada anggota (member-centered) atau
mengikuti teori Y Mc Gregor yang menyatakan semua manusia adalah baik dan
menekankan kepada pemanfaatan berbagai sumber yang ada dlam kelompok yang
dapat dimanfaatkan (La Monica, 1989). Tindakan pimpinan antara lain membantu
perawat mencapai tujuan kelompok, melibatkan dalam semua kegiatan, memberi
kesempatan anggota mengekspresikan kemampuan dan bakatnya tanpa rasa takut,
menekan keputusa berdasarkan persetujuan kelompok. Akibatnya situasi kerja yang
akan berkembang adalah setiap perawat akan memiliki rasa kohesip dan moral
kelompok yang tinggi, memiliki antusias atau motivasi dan rasa tanggung jawab yang
tinggi, dan belajar cara memecahkan maslah serta menerapkan proses
kepemimpinan. Hasil kepemimpinan demokrasi adalah produktivitas kualitas tinggi
dan kepuasan perawat tinggi (Tappen,1998).
c. Kepemimpinan Laisez Faire
Gaya kepemimpinan laisez faire disebut juga bebas tindak atau membiarkan.
Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa pangarah,
supervisi, dan koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekaryaan sesuai dengan
cara sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan pengendali secara
minimal atau sebagai fasilitator (Nursalam. 2002).
4. Penerapan Kepemimpinan Dalam Keperawatan
Mengimplementasikan kepemimpinan dalam keperawatan merupakan tanggung
jawab perawat, melalui kepemimpinan yang efektif diharapkan dapat meningkatkan mutu
pelayanan. Untuk itu diperlukan suatu keterampilan kepemimpinan. Kepemimpinan yang
efektif divisualisasikan sebagai suatu rantai yang kokoh, dimana satu dengan lainnya
saling berhubungan.
Menurut Kron (1981), dalam bukunya "The Management of Patient Care "
memaparkan tentang kegiatan-kegiatan untuk mencapai kepemimpinan yang efektif
melalui :
a. Perencanaan dan pengorganisasian.
Adalah pekerjaan / kegiatan yang harus dilakukan oleh perawat. Untuk itu
diperlukan koordinasi sehingga semua kegiatan dapat dikerjakan dengan baik.
Adalah menjadi suatu kewajiban perawat menciptakan suasana yang memberikan
kenyamanan dan keamanan pada pasien melalui suatu pengorganisasian yang baik.
b. Membuat penegasan dan memberi pengarahan (making assigments and giving
directions)
Dengan berbagai metode dalam memberi penugasan di rumah sakit maka
diperlukan memberi pengarahan secara jelas dan singkat.
c. Memberi bimbingan (Providing guidence)
Bimbingan adalah suatu alat yang penting dalam keperawatan. Pemimpin harus
memiliki kemampuan untuk membantu stafnya dalam melaksanakan tugas-tugas
yang diberikan, sehingga pasien mendapat kepuasan dalam asuhan keperawatan.
d. Mendorong kerja sama dan partisipasi (Encouraging cooperation and participation)
Kerjasama merupakan hubungan yang erat untuk dapat berpartisipasi, misalnya
perawat melakukan kesalahan maka berikan informasi dan jelaskan melalui suatu
diskusi. Hargai upaya yang telah dilakukan sehingga nanti dapat mengkoreksi
kesalahannya. Oleh karena itu proses kepemimpinan keperawatan dalam kerja sama
tim (team work) adalah sangat penting sehingga dapat meningkatkan kerja sama
antara perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
e. Mengkoordinasikan kegiatan ( Coordinating Activities)
Mengkoordinasikan kegiatan dalam suatu unit/ruangan merupakan kegiatan yang
penting dalam kepemimpinan keperawatan. diinformasikan kepada perawat tentang
kegiatan yang ada diruangan, dibutuhkan juga laporan tentang pencapaian pekerjaan
oleh staf perawat.
f. Observasi/supervisi (Observing or Supervising)
Mengawasi staf perawat dan pekerjaannya merupakan tanggung jawab yang
besar dari seorang pemimpin keperawatan. Dibutuhkan kemampuan untuk meneliti
asuhan keperawatan yang dibedakan pada pasien dengan aspek individunya. Untuk
dibutuhkan juga di dalam pengawasan/ observasi tidak hanya penampilan fisik tetapi
kemungkinan emosi dan pengertian dari staf dalam memberi asuhan keperawatan.
g. Evaluasi Hasil penampilan kerja (evaluating performance results)
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menganalisa kekuatan dan
kelemahan staf dalam bekerja sehingga dapat mendorong mereka bekerja dengan
baik. Seorang pemimpin juga harus mengevaluasi dirinya sendiri baik sebagai
perawat ataupun sebagai peminpin secara jujur.
5. Fungsi Kepemimpinan
a. Selaku penentu arah yang akan di tempuh dalam usaha pencapaian tujuan
b. Wakil dan juru bicara mempunyai hubungan dengan pihak-pihak luar orgnisasi
c. Selaku komunikator yang efektif
d. Mediator yang handal khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam
menangani situasi konflik
b. Selaku integrator yang efektif, rasional, dan netral
6. Peran Kepemimpinan
7. Tugas Kepemimpinan
a. Sebagai pengambil keputusan
b. Sebagai pemikul tanggung jawab
c. Mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sebagai pemikir konseptual
d. Bekerja dengan atau melalui orang lain
e. Sebagai mediator, politikus, dan diplomat.
8. Langkah-langkah Meraih Kepemimpinan
Langkah-langkah meraih kepemimpinan yang sukses menurut O’Connor (2003)
dilakukan melalui 6 (Enam) yakni :
a. Langkah pertama Meraih kepemimpinan yang sukses
membangun kesadaran pada diri sendiri. Para pimpinan harus menyediakan
waktu untuk memikirkan kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Hal ini memberikan
dasar untuk memperbaiki prestasi kinerjanya sebaik meningkatnya rasa percaya diri
maupun pemahaman terhadap orang lain.
b. Langkah kedua adalah memahami orang lain.
Hal ini menekankan pentingnya mengenali perbedaan individu pegawai dalam
semangat, cita-cita, dan ambisinya.
c. Langkah ketiga adalah dengan memusatkan perhatian untuk memahami masalah
kekuasaan dan wewenang.
Ketika seseorang menerima tanggung jawab kepemimpinan, mereka menghadapi
tantangan untuk mengelola kekuasaan secara bijak demi kepentingan organisasi.
d. Langkah keempat adalah komunikasi.
Dimana semua pekerjaan dan perubahan sosial sangat bergantung pada
komunikasi. Komunikasi merupakan alat untuk berbagi pemikiran, perasaan, dan
sumber daya. Apabila komunikasi terputus yang akan segera terjadi hanyalah
ketidaksepakatan dan kesalahpahaman.
e. Langkah kelima adalah pengambilan keputusan.
Baik melakukannya sendiri maupun bersama stafnya, yang terpenting adalah
pimpinan melakukannya dengan percaya diri. Setelah diskusi pengambilan
keputusan selesai, pimpinan kemudian melakukan tindakan.
f. Langkah keenam adalah menciptakan visi.
B. KONSEP PERUBAHAN
1. Definisi Perubahan
Perubahan adalah proses dinamis dimana yang terjadi pada tingkah laku dan fungsi
seseorang, keluarga, kelompok atau komunitas (Potter dan Perry, 2005).
2. Teori Perubahan
a. Teori Perubahan Lippit
Lippit ingin menunjukkan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk
mengadakan pembaharuan. Langkah-langkahnya meliputi:
1) Menentukan diagnosa terlebih dahulu pada masalah yang ada
2) Mengadakan penilaian terhadap motivasi dan kemampuan dalam perubahan
3) Melakukan penilaian terhadap motivasi pasien/agen dan sumber daya.
4) Memilih tujuan perubahan yang progresif
5) Menetapkan peran dari pembaharuan sebagai agen perubahan (pendidik,
peneliti, pemimpin)
6) Mempertahankan hasil dari perubahan yang telah dicapainya
7) Melakukan penghentian bantuan supaya harapan peran dan tanggungjawab
dapat tercapai secara bertahap.
b. Teori Perubahan Kurt Lewin
Teori perubahan Lewin menjelaskan bahwa seseorang yang akan mengadakan
suatu perubahan harus memiliki konsep tentang perubahan yang tercantum agar
proses perubahan tersebut terarah dan mencapai tujuan yang ada. Ia berkesimpulan
bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan
(resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving
forcesdan melemahkan resistences to change.
Tahapan perubahan menurut Lewin antara lain :
1) Unfreezing ( Tahap Pencairan )
Pada tahap awal ini, seseorang mencari sesuatu yang baru baik dari sisi nilai,
sikap maupun kepercayaan. Seseorang dapat mengadakan proses perubahan
jika memiliki motivasi yang kuat untuk berubah dari keadaan semula.
2) Changing ( Tahap Mengubah )
Pada tahap ini , Changing merupakan langkah tindakan, baik memperkuat
driving forces maupun memperlemahresistances. Bisa dikatakan juga tahap
menstabilkan norma-norma yang sudah ada.
3) Refreezing ( Tahap Pembekuan )
Pada tahap ini merupakan tahap pembekuan di mana seseorang yang
mengadakan perubahan telah mencapai tahapan yang baru dengan
keseimbangan yang baru.
4) Action Research ( Tahap Penelitian Tindakan )
Tahap penelitian tindakan menjelaskan bahwa hasil penelitian yang ada
langsung diaplikasikan ke kegiatan-kegiatan yang ada. Kemudian, lebih fokus
menaruh penelitian terhadap suatu tindakan yang berfokus pada masalah yang
nyata. Penelitian itu dikembangakan dari pengetahun atau teori dan logat yang
dapat di ambil.
c. Teori Perubahan Rogers E
Menurut Rogers E, perubahan sosial adalah proses di mana suatu inovasi
dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu antara anggota suatu
sistem sosial.
Langkah-langkah untuk mengadakan perubahan menurut Rogers antara lain:
1) Tahap Awareness
Tahap awal yang menyatakan bahwa untuk mengadakan perubahan diperlukan
adanya kesadaran untuk berubah.
2) Tahap Interest
Tahap ini menyatakan untuk mengadakan perubahan harus timbul perasaan suka
/ minat terhadap perubahan. Timbulnya minat akan mendorong dan menguatkan
kesadaran untuk berubah.
3) Tahap Evaluasi
Pada tahap ini terjadi penilaian terhadap sesuatu yang baru agar tidak ditemukan
hambatan selama mengadakan perubahan.
4) Tahap Trial
Tahap ini merupakan tahap uji coba terhadap hasil perubahan dengan harapan
sesuatu yang baru dapat diketahui hasilnya sesuai dengan situasi yang ada.
5) Tahap adoption
Tahapan terakhir yaitu proses perubahan terhadap sesuatu yang baru setelah ada
uji coba dan merasakan ada manfaatnya sehingga mampu mempertahankan hasil
perubahan.

3. Proses Perubahan
BAB III

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai