Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. S

Umur : 7 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Alamat : Taipa

Tanggal Pemeriksaan : 15 Februari 2019

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Luka pada paha kanan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan luka pada paha kanan sejak ± 30 menit

sebelum ke Rumah sakit. Paha pasien luka akibat digigit anjing saat pasien

berjalan pulang dari sekolah. Anjing tersebut tiba-tiba menyerang dan langsung

menggigit paha pasien. Setelah menggigit pasien, anjing tersebut langsung lari

dan belum bisa ditangkap. Pasien hanya bisa mengatakan sakit di daerah sekitar

luka. Luka berdarah (+), nyeri (+).


Riwayat Penyakit Dahulu :

Keluhan serupa (-)

Riwayat Penyakit keluarga :

Keluhan serupa (-)

Riwayat Pengobatan : (-)

Kondisi Lingkungan :

Menurut orang tua pasien, terdapat banyak hewan anjing disekitar


perumahan pasien. Namun orang tua pasien kurang mengetahui apakah anjing-
anjing tersebut sudah mendapatkan vaksin anti rabies atau tidak.

PEMERIKSAAN FISIK

Status generalisata : Sakit Sedang

Tingkat kesadaran : Composmentis

Tanda Vital :

Nadi : 100 kali/itmenit

Pernapasan : 20 x/men

Suhu aksilla : 37 °C

Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam. konjungtiva

anemis (-), sklera ikterus (-), pupil bulat isokor diameter

± 3 mm.

Tenggorokan – leher : Tonsil dan faring normal

Thoraks :

Inspeksi : Permukaan dada simetris kanan=kiri


Palpasi : Massa Tumor (-), Nyeri Tekan (-), Vokal

Fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor bilateral

Auskultasi : Bunyi Pernapasan : vesikuler

Bunyi Tambahan : Rhonki -/-,Wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi :Iktus cordis teraba di SIC V linea

midclavicula sinistra

Perkusi : Batas jantung kesan normal

Auskultasi : BJ I/II reguler, bising jantung (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tampak datar, benjolan (-)

Auskultasi : Peristaltik kesan normal

Perkusi : Timpani

Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien

tidak teraba

Ekstremitas :

Atas : Deformitas (-), Akral Hangat (+)

Bawah : Regio femoralis dextra, tampak vulnus

morsum sebanyak 2 buah. Diameter luka


masing-masing 1,5cm dan 1cm, kedalamam

luka ± 1cm dan 0,5cm. Aktif berdarah (+),

edem di sekitar luka (+), nyeri tekan (+),

suhu kulit sekitar luka hangat.

Status Neurologis :

Kesadaran : composmentis

Rangsang Meningeal :

- Kaku Kuduk : (-)

- Lasegue sign : tidak terbatas/ tidak terbatas

- Kernig sign : tidak terbatas/tidak terbatas

- Brudzinski I : (-)

- Brudzinski II : (-)

- Brudzinski III : (-)

Saraf cranial :

1. Nervus Olfaktorius

Dextra Sinistra

Daya pembau Normosmia Normosmia

2. Nervus Optikus

Dextra Sinistra

Tajam Penglihatan Normal Normal

Lapang Pandang Normal Normal


Pengenalan Warna Normal Normal

Funduskopi

Papil edema Tidak dilakukan

Arteri:Vena

3. Nervus Okulomotorius

Dextra Sinistra

Ptosis - -

Gerakan Bola Mata Baik Baik

 Medial Baik Baik


 Atas
Baik Baik
 Bawah
Ukuran Pupil Pupil bulat isokor Ø ODS 3 mm

Refleks Cahaya
+ +
Langsung

Refleks Cahaya
+ +
Konsensual

4. Nervus Trokhlearis

Dextra Sinistra

Gerakan Mata Medial Baik Baik


Bawah

5. Nervus Trigeminus
Menggigit Normal

Membuka mulut Normal

Sensibilitas
+ +
 Oftalmikus
 Maksilaris + +

 Mandibularis + +

Refleks kornea Tidak dilakukan

Refleks bersin Tidak dilakukan

6. Nervus Abdusens

Dextra Sinistra

Gerakan mata ke lateral + +

7. Nervus Facialis

Dextra Sinistra

Mengangkat alis + +

Kerutan dahi + +

Menutup mata + +

Tersernyum + +

Daya pengecap 2/3


Tidak dilakukan
depan

8. Nervus Vestibulochoclearis
Dextra Sinistra

Tes Romberg Tidak dilakukan

Tes bisik Normal Normal

Tes Rinne

Tes Weber Tidak dilakukan

Tes Schwabach

9. Nervus Glosofaringeus & Nervus Vagus


Arkus faring Gerakan simetris

Daya Kecap Lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan

Uvula Letak di tengah

Menelan Baik

Refleks muntah Tidak dilakukan

10. Nervus Assesorius

Dextra Sinistra

Memalingkan kepala Baik Baik

Mengangkat bahu Baik Baik

11. Nervus Hipoglosus

Sikap lidah Tidak ada deviasi

Fasikulasi -

Tremor lidah -

Atrofi otot lidah -


Pemeriksaan Motorik
Anggota Gerak Atas

Dextra Sinistra

Bentuk Tidak ada deformitas

Kontur Otot Eutrofi Eutrofi

Kekuatan 5 5 5 5

Reflex Bisep + +

Reflex Trisep + +

Anggota Gerak Bawah

Dextra Sinistra

Bentuk Tidak ada deformitas

Kontur Otot Eutrofi Eutrofi

Kekuatan 5 5 5 5

Reflex Patella + +

Reflex Achilles + +

Refleks Patologis

Dextra Sinistra

Babinski - -

Chaddocck - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -
Gonda - -

Hoffman Trommer - -

Pemeriksaan Sensorik

Dextra Sinistra

Rasa Raba
+ +
- Ekstremitas Atas
+ +
- Ekstremitas Bawah
Rasa Nyeri
+ +
- Ekstremitas Atas
+ +
- Ekstremitas Bawah
Rasa Suhu
Tidak dilakukan
- Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah

RESUME

Pasien datang dengan keluhan luka pada paha kanan sejak ± 30 menit
sebelum ke Rumah sakit. Paha pasien luka akibat digigit anjing saat pasien
berjalan pulang dari sekolah. Anjing tersebut tiba-tiba menyerang dan langsung
menggigit paha pasien. Setelah menggigit pasien, anjing tersebut langsung lari
dan belum bisa ditangkap. Pasien hanya bisa mengatakan sakit di daerah sekitar
luka. Luka berdarah (+), nyeri (+).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya luka akibat gigitan binatang pada
paha kanan pasien. Tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan neurologis.

DIAGNOSIS KERJA

Susp. Rabies ec. Animal Bite


DIAGNOSIS BANDING

Tetanus

ANJURAN PEMERIKSAAN

- Pemeriksaan spesimen otak anjing di laboratorium


- Darah lengkap

PENATALAKSANAAN

- Medikamentosa
o Amoxicilin syr 3x1 cth
o Paracetamol syr 3x1½ cth
o Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) + Serum Anti Rabies (SAR)
- Non Medikamentosa
o Cuci luka gigitan memakai sabun/deterjen dengan air mengalir

selama 10-15 menit


o Beri anti septik pada luka gigitan (povidoneiodine, alkohol 70%,

dll).
PEMBAHASAN

Aspek Klinis

Pada kasus ini, pasien anak berumur 7 tahun datang dengan keluhan luka

pada paha kanan ± 30 ke menit sebelum rumah sakit. Paha pasien luka akibat

digigit anjing saat pasien berjalan pulang dari sekolah. Anjing tersebut tiba-tiba

menyerang dan langsung menggigit paha pasien namun setelah menggigit pasien,

anjing tersebut langsung lari dan belum bisa ditangkap.

Rabies juga disebut penyakit anjing gila merupakan penyakit infeksi akut

pada susunan saraf pusat (otak) yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini

merupakan penyakit zoonosa (zoonosis) yaitu penyakit infeksi yang ditularkan

oleh hewan ke manusia melalui pajanan atau Gigitan Hewan Penular Rabies

(GHPR) yaitu anjing, kera, musang, anjing liar, kucing.

Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan

cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang

masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan

dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau diteregent selama 10-15 menit,

kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah dan lain-lain).

Meskipun pencucian luka menurut keterangan penderita sudah dilakukan namun


di Puskesmas Pembantu/Puskesmas/Rumah Sakit harus dilakukan kembali seperti

di atas.

Flow Chart Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies

Gambar 1. Penanganan gigitan hewan

Gejala rabies :
1. Stadium Prodromal

Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri

ditenggorokan selama beberapa hari.

2. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat

bekas luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang

berlebihan terhadap rangsang sensorik.

3. Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan

gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi.

Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai

puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-

macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi. Kontraksi

otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh

rangsang sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita atau dengan

menjatuhkan sinar kemata atau dengan menepuk tangan didekat telinga

penderita. Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa dan

tahikardi. Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai

penderita meninggal.

4. Stadium Paralis

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi

Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi,


melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena

gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis

otot-otot pernafasan.

Masa inikubasi virus rabies dari masuk melalui gigitan sampai timbul

gejala klinis berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun. Pada umumnya 3-8

minggu. Menurut WHO rata-rata 30-90 hari. Variasi masa inkubasi ini

dipengaruhi oleh letak luka gigitan, semakin dekat dengan otak seperti diatas bahu

gejala klinis akan cepat muncul, juga kedalaman luka, jenis virus dan jumlah virus

yang masuk.
Gambar 2. Patomekanisme rabies

Penularan rabies pada manusia maupun hewan lain terjadi melalui GHPR

yang terinfeksi rabies, jilatan pada kulit yang lecet, cakaran, selaput lendir mulut,

hidung, mata, anus dan genitalia terutama oleh anjing (98%), kera, monyet, dan

kucing. Penularan dari orang ke orang langsung dapat terjadi melalui saliva/cairan

ludah penderita rabies mengenai/masuk ke mukosa orang lain.

Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila

memang perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum

Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di sekitar

luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan secara intra muskuler. Disamping

itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/ vaksin anti tetanus,

anti biotik untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik.

Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Vaksin Anti Rabies (VAR)

disertai Serum Anti Rabies (SAR) harus didasarkan atas tindakan tajam dengan

mempertimbangkan beberapa hal, seperti:

a. Luka resiko rendah diberi VAR saja. Yang termasuk luka yang tidak

berbahaya adalah jilatan pada kulit luka, garukan atau lecet (erosi,

ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan dan kaki.

b. Luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Yang termasuk luka

berbahaya adalah jilatan/luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu

(muka, kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki, genetalia, luka yang

lebar/dalam dan luka yang banyak (multipel).


c. Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan tersangka / hewan rabies

atau penderita rabies), tetapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak ada

kontak, maka tidak PERLU diberikan pengobatan VAR maupun SAR.

d. Sedangkan apabila kontak dengan air luir pada kulit luka yang tidak

berbahaya, maka diberikan VAR atau diberikan kombinasi VAR dan SAR

apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya.

Cara vaksinasi VAR Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV) dilakukan

secara intramuskuler pada otot deltoid atau anterolateral paha (pada anak) dengan

dosis 0,5ml pada hari 0, 7, 21. Pada hari 0, vaksin diberikan 2x sekaligus pada

deltoid kanan & kiri. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR

sesudah digigit yaitu pemberian VAR pada hari 0,7,21 dan 90 beserta SAR dosis

tunggal bersamaan dengan pemberian VAR hari-0 dengan dosis 40IU/kg BB

(serum heterolog) sebelumnya harus di skin test, atau 20IU/kg BB (serum

homolog). Pemberian SAR adalah setengah dosis infiltrasi pada daerah sekitar

luka dan setengah dosis intramuskuar yang berlainan dengan suntikan SAR.

Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat

Bilamana diketemukan satu kasus gigitan hewan, maka perlu diadakan

pelacakan terhadap hewan yang bersangkutan (melalui Dinas Peternakan

setempat), serta waspada adanya kemungkinan kasus-kasus gigitan tambahan

yang juga memerlukan tindakan pengamanan segera. Meskipun telah kita ketahui

bahwa kasus rabies pada manusia hampir selalu diakhiri dengan kematian, namun

sebagai masyarakat dan petugas kesehatan kita harus memberikan perawatan


semaksimal mungkin pada penderita tersangka maupun telah positif rabies dengan

tujuan untuk meringankan penderitaan yang bersangkutan .

Dapat pula dilakukan pencegahan rabies dengan cara:

- Pemeliharaan hewan piaraan dilaksanakan penuh tangungg jawab dan

memperhatikan kesejahteraan hewan, tidak dibiarkan keluar pekarangan

rumah tanpa pengawasan dan kendali ikatan

- Berikan vaksin anti rabies pada hewan peliharaan secara berkala di Pusat

Kesehatan Hewan, dinas kesehatan hewan/peternakan atau ke dokter hewan

- Segera melapor ke puskesmas/rumah sakit terdekat apabila digigit oleh hewn

tersangka rabies

- Apabila melihat binatang dengan gejala rabies seperti perilaku hewan tak

mengenal pemiliknya, tak menuruti perintah pemiliknya, mudah berontak,

takut pada sinar sehingga hewan sembunyi di tempat redup/gelap, beringas,

menyerang objek yang bergerak, mata merah, liur berjatuhan, kelumpuhan

tenggorokan dan kaki, untuk segera laporkan pada Pusat Kesehatan Hewan

(Puskeswan), dinas peternakan.

- Aktif mengikuti penyuluhan mengenai bahaya gigitan binatang dan rabies,

agar masyarakat dapat mengetahui dan dapat melalukan penanganan awal

yang tepat jika ada kasus gigitan hewan disekitar lingkungannya.


Daftar Pustaka

1. KEMENKES RI. Situasi dan Analisis Rabies. 2014. Jakarta.

2. DEPKES RI. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksanan Kasus Gigitan

Hewan Tersangka/Rabies di Indonesia. 2000. Jakarta.

3. Sudoyo, Setiyohadi, Alwi. Et.all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.

2009. Jakarta: Internal Publishing.


LAPORAN KASUS Februari 2019

RABIES

Oleh :
I Made Andi Saputra
(N 111 17 101)

Pembimbing:
dr. Magdalena M.S, M.Kes, Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK

BAGIAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2019

Anda mungkin juga menyukai