Anda di halaman 1dari 14

Fatimah Nanda Qasih Haerina

1102017087

1. MM ERITROPOESIS
1.1 DEFINISI
Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum tulang hingga
terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon
eritropoietin.

1.2 MEKANISME
Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang.
Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan
terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit
pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).
Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan
rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah
matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya
sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan
hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan
menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

Rubriblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam
sel eritrosit.Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang
halus.Dengan pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan
sitoplasmanya berwarna biru.Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam
keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari
seluruh jumlah sel berinti

Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaan
kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma
sedikit mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak
menjadi sedikit kemerah-merahan. Ukuran lebih kecil dari rubriblast.Jumlahnya dalam
keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.

Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik.Inti sel ini
mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat
tampak daerah-daerah piknotik.Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel
lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna
biru karena kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena
kandungan hemoglobin, tetapi warna merah biasanya lebih dominan.Jumlah sel ini
dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.

Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik.Inti sel ini
kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal.Sitoplasma telah mengandung
lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa
warna biru dari RNA.Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.

Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti
sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian
proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi.
Pada saat proses maturasi akhir, eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga
mengandung berbagai fragmen mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini
eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit polikrom.Retikulum yang terdapat di dalam sel
ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini
juga dapat terlihat segai bintik-bintik abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus biasa.
Polikromatofilia yang merupakan kelainan warna eritrosit yang kebiru-biruan dan
bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom ini.
Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit
selama 1-2 hari. Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120 hari. Dalam darah
normal terdapat 0,5-2,5 % retikulosit.

Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-
8 um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi.
Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena
mengandung hemoglobin. Eritrosit sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama
beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan
bila mencapai umurnya oleh limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama
beredar dalam darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi
Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.

Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan
kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi
eritrosit secara ekslusif. (Sherwood, 2011)
Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi sel
darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulang kuning yang tidak mampu
melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di
beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan ujung-ujung atas tulang panjang ekstremitas.
(Sherwood, 2011)
Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit dan
trombosit. Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang secara
terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel darah.
(Sherwood, 2011)
Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas daraah yang mengangkut oksigen. Jika O2 yang
disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormon eritropoietin dalam darah
yang berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi eritrosit) dalam sumsum tulang. Tambahan
eritrosit di sirkulasi meningkatkan kemampuan darah mengangkut O2. Peningkatan
kemampuan darah mengangkut O2 menghilangkan rangsangan awal yang memicu sekresi
eritropoietin. (Sherwood, 2011)

1.3 KELAINAN (KADAR HORMONAL)


Variasi Kelainan dari Besar Eritrosit
1,akrositosis
Geadaan dimana diameter rata-rata eritrosit >8,5 mikron dengan tebal rata-rata $"3
mikron. Ditemukan Pada anemia megaloblastic, anemi Pada kehamilan, anemi karena
malnutrition.
Mikrositosis
Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit <7 mikron dengan tebal rata-rata 1,5-1,6
mikron. Ditemukan Pada anemi deFisiensi besi.
3Anisositosis
Keadaan dimana ukuran besarnya eritrosit berVariasi Jadi terdaPat makro,normo,
Mikrosit, sedang bentuknya sama. Ditemukan Pada anemi kronik yang berat.
Variasi Warna Eritrosit
1Normokromia
Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin normal.
2)HIPokromia
Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin kurang dari normal.
3)HIPerkromia
Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin lebih dari normal.
4)Polikromasia
Keadaan beberaPA warna Pada eritrosit, misalnya: basoFILIK ,asidoFilik" atauPUN
PolikromatoFilik.
Variasi Bentuk Eritrosit
1)EChnosit : “Crenated Eritrosit ;" misalnya eritrosit Pada media hiPertonik.
SFerosit : Eritrosit dengan diameter <6,5 mikron tetAPI hiPerkrom misalnya Pada
sFerositosis.
2)LEPtosit : Misalnya pada hemoglobinopati ca atau E.
3)Sel target : bull’s eyo cell; misalnya pada thalassemia.
4)ovalosit : Elliptosit, misalnya pada elliptositosis hereditaria.
5)drepanosit :sickle cell misalnya pada sickle cell anemi.

2. MM HEMOGLOBIN
2.1 DEFINISI
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media
transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari
jaringan tubuh ke paru paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat
darah berwarna merah. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus
heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi.
Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl
Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl
Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl
Anak anak : 11-13 gram/dl
Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl
Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl
Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl
Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/d

2.2 STRUKTUR HB

Pada pusat molekul terdiri dari cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang
menahan satu atom besi, atom besi ini merupakan situs/lokal ikatan oksigen. Porfirin yang
mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan
globin, globin sebagai istilah generik untuk protein globular. Ada beberapa protein
mengandung heme dan hemoglobin adalah yang paling dikenal dan banyak dipelajari.

Struktur molekul heme, molekul hemoglobin pada manusia terdapat 4 sub unit protein
berbentuk globul. Oleh karena itu 1 unit dapat membawa 1 molekul 02, maka secara
efektifnya setiap molekul hemoglobin dapat membawa 4 molekul 02, setiap unit pula tediri
dari 1 rantai polipeptida yang mengikat kuat molekul lain, struktur heme terdiri dari I
molekul protein berbentuk cincin yang di namai porphyrin dan I atom besi yang terletak di
tengah. Hemoglobin dalam keadaan normal membawa ion di oksidasikan kepada Fe3+.
2 Hb2+ 4 O2 ==> 4 Hb O2 (oksihemoglobin)
Setelah sampai di sel-sel tubuh, terjadi reaksi pelepasan oksigen oleh Hb.
4 Hb O2 ==> 2 Hb2+ 4 O2

Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 submit protein), yang
terdiri dari dari masing-masing dua sub unit alfa dan beta yang terikat secara non kovalen.
Sub unitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap sub unit memiliki berat
molekul kurang lebih 16.000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi
64.000 Dalton. Tiap sub unit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara
keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen .

2.3 FUNGSI HB
1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan-jaringan tubuh.
2. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan-jaringan tubuh
untuk dipakai sebagai bahan bakar.
3. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-
paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak,
dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari
normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia

3. MM ANEMIA
3.1 DEFINISI
Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah sel darah
merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan (Arisman, 2008). Anemia
sebagai keadaan dimana level hemoglobin rendah karena kondisi patologis. Defisiensi Fe
merupakan salah satu penyebab anemia, tetapi bukanlah satu-satunya penyebab anemia

Anemia adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan kulit dan membran mukosa pucat, dan
pada test laboratorium didapatkan hitung hemoglobin, hematokrit (Hm), dan eritrosit kurang
dari normal. Insidennya 30% pada setiap individu diseluruh dunia, prevalensinya terutama
tinggi di negara berkembang karena faktor defisiensi diet atau kehilangan darah akibat
infeksi parasit (Hardjoeno.H, 2006).

3.2 KLASIFIKASI
A.Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1.Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
 Anemia defisiensi besi
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi vitamin B12

2.Gangguan penggunaan besi


 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia sideroblastik

3.Kerusakan sumsum tulang


 Anemia aplastik
 Anemia mieloptisik
 Anemia pada keganasan hematologi
 Anemia diseritropoietik
 Anemia pada sindrom mielodisplastik

B.Anemia akibat perdarahan


 Anemia pasca perdarahan akut
 Anemia akibat perdarahan kronik

C.Anemia hemolitik
1.Anemia hemolitik intrakorpuskular
 Gangguan membran eritrosit (membranopati)
 Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD
 Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
-Thalasemia
-Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
2.Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
 Anemia hemolitik autoimun
 Anemia hemolitik mikroangiopatik

D.Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi:

I.Anemia hipokromik mikrositer


 Anemia defisiensi besi
 Thalasemia major
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia sideroblastik

II.Anemia normokromik normositer


 Anemia pasca perdarahan akut
 Anemia aplastik
 Anemia hemolitik didapat
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemiapada gagal ginjal kronik
 Anemia pada sindrom mielodisplastik
 Anemia pada keganasan hematologik

III.Anemia makrositer
a.Bentuk megaloblastik
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

b.Bentuk non-megaloblastik
 Anemia pada penyakit hati kronik
 Anemia pada hipotiroidisme
 Anemia pada sindrom mielodisplastik

4. ANEMIA DEF.ZAT BESI


4.1 DEFINISI
Anemia Defisiensi Besi adalah kondisi medis yang ditandai dengan berkurangnya sel darah
merah di dalam tubuh akibat kekurangan zat besi. Zat besi berperan dalam produksi
hemoglobin, suatu protein di dalam sel darah merah yang berperan dalam mengangkut
oksigen. Ketika kadar zat besi di dalam darah rendah akibat berbagai faktor, seperti kurang
asupan zat besi, kehilangan darah dalam jumlah besar, ketidakmampuan tubuh untuk
menyerap zat besi sewaktu hamil, produksi hemoglobin menjadi terbatas. Hal ini juga
mempengaruhi produksi sel darah merah

4.2 ETIOLOGI
1. Kebutuhan meningkat secara fisiologis
 Pertumbuhan
 Periode pertumbuhan cepat pada umur 1 tahun hingga masa remaja.
 Menstruasi
 Peningkatan kebutuhan besi selama masa kehamilan (meningkatnya volume darah,
pembentukan plasenta, tali pusat, janin dan mengimbangi darah yang hilang selama
persalinan)
 Asupan besi tidak memadai (bayi diet susu selama 12-24 bulan)
 Vegetarian ketat
 Gangguan absorpsi setelah gastrektomi
 Kehilangan darah menetap (perdarahan saluran cerna)

2. Kurangnya besi yang diserap


a. Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat.
b. Malabsopsi besi (perubahan histologi dan fungsional pada mukosa usus)
3. Perdarahan
Kehilangan 1 ml darah akan mengakibatkan kehilangan besi 0.5 mg, sehingga kehilangan
darah 3-4 ml / hari (1.5-2 mg besi) dapat mengakibatkan ketidakseimbangan besi.
Pendarahan dapat beruapa pendarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus
peptikum, obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, OANIS) dan
infeksi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus).
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah kronis kedalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir masa
fetus dan awal neonatus.
5. Hemoglobinuria
Biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan, kehilangan besi
melalui urin rata-rata 1.8 – 7.8 mg/hari
6. Latrogenic blood loss
Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium beresiko
ADB
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Jarang terjadi, ditandai dengan perdarahan paru hebat dan berulang serta adanya infiltrat
pada paru yang hilang timbul sehingga menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga
1.5 – 3 g/dL dalam 24 jam.
8. Latihan berlebihan
Pada atlet olahraga berat (lintas alam), 40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki
kadar feritin serumnya < 10 ug/dL. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak akibat
ishcemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.
9. Faktor nutrisi: rendahnya asupan besi total dalam makanan atau bioavailabilitas besi yang
dikonsumsi kurang baik (makanan banyak serat,rendah daging, dan rendah vitamin C).
10. Kebutuhan yang meningkat, seperti pada bayi prematur, anak dalam pertumbuhan, ibu
hamil dan menyusui.
11. Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, colitis kronik, atau achlorhydria.
12. Kehilangan besi akibat perdarahan kronis, misalnya: perdarahan tukak peptik, keganasan
lambung/kolon, hemoroid, infeksi cacing tambang,menometrorraghia, Hematuria, atau
hemaptoe

Anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap, melalui beberapa
stadium, gejalanya baru timbul pada stadium lanjut :

 Stadium 1.Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan


cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang
menampung zat besi) dalam darah berkurang secara progresif.
 Stadium 2.Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan
untuk pembentukan se darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan
jumlahnya lebih sedikit.
 Stadium 3.Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak
normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit.Kadar hemoglogin dan hematokrit
menurun.
 Stadium 4. Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi
dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan
ukuran yang sangat kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan
zat besi.
 Stadium 5. Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka
akan timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena
anemia semakin memburuk.

4.3 PATOFISIOLOGI

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi berkurang. Jika
cadangan besi menurun, keadaan ini disebut Iron depleted state atau negative iron balance.
Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam
usus, serta pengecatan besid dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangna besi terus
berlanjut terus cadangan besi menjadi koson sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia
secara klinis belum terjadi, keadaan seperti ini disebut sebagai: Iron deficient erythropoiesis.
Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin
dalam ertosit. Saturasi transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC). Akhir-
akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan reseptor transferin dalam serum.
Apabila jumlah besi menurun terus menerus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga
kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut
sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juiga terjadi kekurangan besi pada epitel serta
pada beberapa enzim yang dapat menombulkan gejala pada epitel mulut dan faring serta
berbagai gejala lainnya.

Proses arsorbsi besi di bagi menjadi 3 fase:


• Fase luminal : Besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap diserap di
duodenum.
• Fase Mukosal : Proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses
aktif.
• Fase Korporeal : Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-
sel yangmemerlukan, dan penyimpanan besi oleh tubuh.

Fase luminal : Besi dalam makanan terdapat dalam 2 bentuk yaitu :


- Besi Heme : terdapat dalam daging dan ikan, tingkat arbsorbsinya tinggi, tidak dihambat
oleh bahan penghambat sehingga mempunyai biovailabilitas tinggi.
- Besi Non- heme : berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, tingkat arbsorbsinya rendah,
dipengaruhi oleh bahan pemacu atau penghambat sehingga biovaibilitasnya rendah.

Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang


berlangsung lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus
berkurang. Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu :

· Iron depletion : Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi kadar
Fe serum dan Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi
non heme.

· Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis : Pada keadaan ini didapatkan


suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Pada pemeriksaan
laboratorium didapat kadar Fe serum dan saturasi transferin menurun sedangkan
TIBC dan FEP meningkat.

· Iron deficiency anemia : Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe. Keadaan
ini ditandai dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe serum rendah,
saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah

4.4 MANIFESTASI KLINIS

1. Kelelahan dan kemampuan berkurang untuk melakukan kerja keras


2. Kaki kram pada naik tangga
3. Keinginan es (dalam beberapa kasus, seledri dingin atau sayuran dingin lainnya) untuk
menghisap atau mengunyah
4. Kinerja skolastik yang buruk
5. Intoleransi dingin
6. Mengurangi resistensi terhadap infeksi
7. Perilaku berubah (misalnya, kelainan kurang perhatian)
8. Disfagia dengan makanan padat (dari tali pita esofagus)
9. Gejala memburuk penyakit jantung atau paru komorbiditas

Temuan pada pemeriksaan fisik mungkin termasuk yang berikut:


1. Pertumbuhan mengalami gangguan pada bayi
2. Pucat pada membran mukosa (penemuan yang spesifik)
3. Kuku berbentuk sendok (koilonikia)
4. Lidah mengilap dengan atrofi papila lingual
5. Celah di sudut mulut (stomatitis anguler)
6. Splenomegali (di berat, gigih, kasus yang tidak diobati)
7. Pseudotumor cerebri (temuan langka pada kasus yang berat)

 Anemia defisiensi besi


- Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertical
dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok
- Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
- Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
- Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhlorida
- Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem
dan lain-lain

4.5 DIAGNOSI DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas.
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB:
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:
1. Kadar HB kurang dari normal sesuai usia.
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N:32-25%)
3. Kadar Fe serum < 50 ug/dl (N:80-180ug/dl)
4. Saturasi Transferin < 15% (N:20-50%)
Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen
1. Anemia hipokrom mikrositik
2. Saturasi transferin < 16%
3. Nilai FEP > 100% Ug/dl eritrosit
4. Kadar feritin serum < 12 ug/dl
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, feritin serum dan FEP) harus
dipenuhi.

Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:


1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar
MCV, MCH, dan MCHC yang menurun Red cell distribution width (RDW) > 17%
2. FEP meingkat
3. Feritin serum menurun
4. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < 16%
5. Respon terhadap pemberian preparat besi
 Retikulosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
 Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PCV meningkat
1%/hari
6. Sumsum tulang
 Tertundanya maturasi sitoplasma
 Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang
Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat besi.
Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis dengan melihat respons
hemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6
mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan
bahwa yang bersangkutan menderita ADB.
Diagnosis banding
Anemia penyakit
Pemeriksaan lab ADB Thalasemia minor
kronik
MCV ↓ ↓ N/↓
Fe serum ↓ N ↓
TIBC ↑ N ↓
Saturasi transferin ↓ N ↓
FEP ↑ N N/↑
Feritin serum ↓ N ↓
*FEP : Free Erithrocyte Protophoyrin
Diagnosis banding yang lainnya adalah dengan anemia sideroblastik dan keracunan timbal.
Cara membedakan ADB dengan thalasemia salah satunya dengan
MCV
⅀ 𝐸𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡
Jika hasilnya : < 13 menunjukkan thalasemia minor > 15 menunjukkan ADB

DIAGNOSIS BANDING :
Talasemi, gangguan sintesis heme, anemia sideroblastik, inflamasi atau penyakit menahun.
 Diagnosis Banding
1. Alpha Thalassemia
2. Thalasemia beta
3. Sferositosis herediter
4. anemia sideroblastik

4.6 KOMPLIKASI
Komplikasi seperti pada anemia yang lain apabila anemianya berat maka akan timbul
komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa dekompensatio cordis. Komplikasi lain
yang mungkin terjadi adalah komplikasi dari traktus gastrointestinal berupa keluhan
epigastric distress atau stomatis.

4.7 TATA LAKSANA


Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian preparat
Fe dapat secara peroral maupun parenteral.

Setelah diagnosis ditegakkan maka akan dibuat rencana pemberian terapi.Terapi


terhadap anemia defisiensi besi adalah :

1. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, misalnya pengobatan cacing


tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus
dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh lagi.

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy) :
a. Terapi besi oral, merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif,
murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphate
(preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif). Dosis
anjuran adalah 3 x 200 mg. Preparat lain : ferrous gluconate, ferrous
fumarat, ferrous lactate, ferrous succinate.

b. Terapi besi parenteral, sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih


besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi
parenteral hanya diberikan atas indikasi tertentu, seperti: Intoleransi
terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat rendah,
penyerapan besi terganggu, keadaan dimana kehilangan darah banyak,
kebutuhan besi besar dalam waktu pendek, defisiensi besi fungsional
relatif.

Kebutuhan besi (mg) = (15 – Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

3. Pengobatan lain
a. Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama
berasal dari protein hewani.
b. Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorposi besi
c. Transfusi darah, ADB jarang memerlukan transfusi darah. Diberikan hanya
pada keadaan anemia yang sangat berat atau disertai infeksi yang dapat
mempengaruhi respons terapi. Jenis darah yang diberikan adalah PRC
untuk mengurangi bahaya overload.

Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:


*pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum, dosis besi kurang, masih ada perdarahan
cukup berat, ada penyakit lain seperti peny.kronik, ada defisiensi asam folat. Serta
kemungkinan salah mendiagnosis ADB. Jika dijumpai keadaan tersebut, lakukan evaluasi
kembali dan ambil tindakan yang tepat.
(Bakta, 2006)

4.8 PENCEGAHAN
Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada awal
kehidupan adalah sebagai berikut :
 Meningkatkan pemberian ASI eksklusif.
 Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun.
 Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang kaya dengan asam
askorbat (jus buah).
 Memberi suplemen Fe pada bayi kurang bulan.
 Pemakaian PASI yang mengandung besi.
Diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu, balita, anak sekolah, ibu hamil, wanita menyusui,
wanita usia subur, remaja putri dan wanita pekerja.
Diet :
Makanan yang mengandung Fe sebanyak 8 – 10 mg Fe perhari dan hanya sebesar 5 – 10%
yang diabsrobsi.
 Pada anak Fe berasal dari ASI dan penyerapannya lebih efisien daripada Fe yang berasal
dari susu sapi (ditunda hingga umur 1 tahun dikarenakan perdarahan saluran cerna yang
tersamarkan)
 Pemberian makanan kaya vitamin C dan memperkenalkan makanan padat mulai pada
usia 4-6 bulan
 Pemberiam suplemen Fe pada bayi prematur
 Pemakaian susu formula yang mengandung besi (PASI)
Makanan yang dapat mempengaruhi penyerapan zat besi, yaitu :
 Meningkatkan penyerapan
Asam askorbat, daging, ikan, dan unggas, dan HCl
 Menurunkan penyerapan
Asam tanat (teh dan kopi), kalsium, fitat, beras, kunung telur, polifenol, oksalat, dan
obat-obatan (antasid, tetrasiklin, dan kolestiramin)
Penyuluhan kesehatan
 Kesehatan lingkungan (penggunaan jamban, pemakaian alas kaki)
 Gizi (mengkonsumsi makanan bergizi)
 Konsneling pada ibu atau orang sekitar untuk memilih bahan makanan dengan kadar
besi cukup sejak bayi sampai remaja
 Pemberantasan infeksi cacing tambang
 Suplementasi besi pada populasi rentan (ibu hamil dan anak balita)
 Fortifikasi bahan makanan dengan besi
 Skirining anemia
 pemeriaksaan hb, ht pada bayi baru lahir dan pada bayi kurang bulan ( prematur )
 Sebaiknya dilakukan pada usia 12 bulan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan
penilaian risiko defisiensi besi atau anemia defisiensi besi.
4.9 PROGNOSIS
Anemia defisiensi besi adalah gangguan yang mudah diobati dengan hasil yang sangat
baik; Namun, hal itu mungkin disebabkan oleh kondisi yang mendasarinya dengan prognosis
buruk, seperti neoplasia. Demikian pula, prognosis dapat diubah oleh kondisi komorbiditas
seperti penyakit arteri coroner. Pengobatan yang segera dan memadai pasien dengan anemia
defisiensi besi dibutuhkan untuk pasien dengan gejala seperti kondisi komorbiditas.
Anemia kekurangan zat besi kronis jarang menyebabkan kematian langsung; Namun,
anemia defisiensi besi sedang atau berat dapat menghasilkan hipoksia cukup untuk
memperburuk gangguan paru dan jantung yang mendasari. Kematian pada hipoksia telah
diamati pada pasien yang menolak transfusi darah karena alasan agama. Jelas, dengan
perdarahan cepat, pasien mungkin meninggal akibat hipoksia yang berhubungan dengan
anemia posthemorrhagic.
Pada anak-anak, tingkat pertumbuhan dapat melambat, dan kemampuan untuk belajar
menurun dilaporkan. Pada anak-anak muda, anemia defisiensi besi yang berat dikaitkan dengan
quotient rendah kecerdasan (IQ), kemampuan berkurang untuk belajar, dan tingkat
pertumbuhan suboptimal.

Anda mungkin juga menyukai