1102017087
Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri
atas. Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan panjang ± 25 cm, dan
berat 120 g. Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di
belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi
dalam caput, collum, corpus, cauda.
Pancreas dapat dibagi dalam:
Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagiancekung duodenum.
Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san venamesenterica superior serta
dinamakan Processus Uncinatus.
Collum Pancreatis, merupakan bagian pancreas yang mengecil danmenghubungkan caput
dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak didepan pangkal vena portae hepatis dan
tempat dipercabangkannya arteriamesenterica superior dari aorta.
Corpus Pancreatis, berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan
melintang sedikit berbentuk segitiga.
Cauda Pancreatis, berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis danmengadakan
hubungan dengan hilum lienale.
Ductus Pancreaticus
Ductus Pancreaticus Mayor (WIRSUNGI)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak cabang
pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya
bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-
kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus.
Ductus Pancreaticus Minor (SANTORINI)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke
duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.
Hubungan
Ke anterior : Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum, bursa
omentalis, dan gaster.
Ke posterior : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis, vena
cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major sinistra, glandula
suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale.
Vaskularisasi
Arteriae
a. pancreaticoduodenalis superior (cabang a. gastroduodenalis )
a. pancreaticoduodenalis inferior (cabang a. mesenterica cranialis)
a. pancreatica magna, a.pancretica caudalis dan inferior (cabang a. lienalis)
Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.
Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya
mengalirkan cairan limf ke nodi limf coeliaci dan mesenterica superiores.
Persyarafan
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).
1.2 MIKROSKOPIS
Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan
sekret yang mengandung enzim-enzim yang dapat menghidrolisis lemak dan karbohidrat. Bagian
endokrine kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan glukagon
yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Ada 2 bagian :
Bagian exokrinMerupakan kel acinosa complex Didalam lumen kadang-kadang terdapat sel
gepeng (sel centroacinar)
Bagian endokrin
• Disusun oleh sel-sel khusus yang berkelompok dalam suatu daerah tertentu yang kaya pembuluh
darah disebut pulau-pulau Langerhans
• Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat
• Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe fenestra
• Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel α, β, δ dan c/PP.
Sel α
• 20% populasi sel
• Mensekresi glukagon
• Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer
Sel β
• 75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah
• Mensekresi insulin
• Granula lebih kecil (200 μm)
Sel δ
• Sel paling besar, 5% dari populasi
• Granula mirip sel α, tapi kurang padat
• Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur pelepasan hormon pulau
Langerhans yang lain (parakrin)
Sel C/sel PP
• Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran sama dengan
sel β, dengan sedikit atau tanpa granula.
• Mensekresi polipeptida pankreas
2. MM INSULIN
2.1 Memahami dan Menjelaskan Struktur Insulin
Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 2 rantai, yaitu rantai A dan rantai B. Rantai A
terdiri dari 21 asam amino, rantai B terdiri dari 30 asam amino. Kedua rantai trsebut
dihubungkan oleh jembatan disulfida, yaitu pada A7 dengan B7 dan pada A20 dengan B19.
Ada pula jembatan disulfida intra rantai pada rantai A yaitu pada A6 dan A11. Posisi ketiga
jembatan tersebut selalu tetap. Kadang terjadi substitusi asam amino terutama pada rantai A
posisi 8, 9, 10 namun tidak mempengaruhi bioaktivitas rangkaian tesebut.
Sekresi insulin diatur tidak hanya oleh konsentrasi glukossa darah, tapi oleh asam
amino dan factor-faktor lain.
Terjadi penutupan maka pengeluaran ion K ke luar sel menjadi terhambat dan
menyebabkan depolarisasi membran sel (karena perubahan muatan yang disebabkan
oleh jumlah ion yang keluar masuk sel melewati membran sel) yang diikuti oleh pembukaan
Cachannel. Pembukaan Ca channel menyebabkan ion Ca masuk ke dalam sel dan meningkatkan
kadar ion Ca dalam sel. Kadar ion Ca dalam sel yang tinggi (dengan mekanisme yang
masih belum diketahui) merupakan suasana yang diperlukan oleh sel beta pankreas
untuk mensekresikan insulin. Insulin kemudian disekresikan ke dalam darah dan melakukan
fungsi fisiologisnya.
• Asam amino: yang berpengaruh kuat adalah arginin dn lisin. Pemberian asam amino
dilakukan sewaktu tidak ada peningkatan kadar glukosa darah, hanya menyebabkan
sekresi insulin sedikit. Akan tetapi, bila pemberian itu dilakukan padasaat trjadi
peningkatan glukosa darah, sekresi insulin yang diinduksi oleh glukosa dapat berlipat
ganda pada saat ada kelebihan asam amino.jadi, asam amino itu sangat memperkuat rangsangan
glukosa terhadap sekresi insulin.
• Hormone gastrointestinal: beberapa yang penting:gastrin,sekretin, kolesistokinin, dan peptide
penghambat asam lambung. Akan meningkatkan sekresi insulin dalam jumlah cukup bnayk.
• Hormone-hormon lain:glucagon, hormone pertumbuhan, kortisol, dan yang lebih lemah
adalah progesterone dan estrogen. Maanfaat efek perangsangan dari hormone-hormon
ini adalah bahwa pemanjangan sekresi dari salah satu jenis hormone ini dalam
jumlah besar kadang-kadang dapat mengakibatkan pulau langerhans menjadi kelelahan dan
akibatnya timbul diabetes.
• Pada beberapa keadaan, perangsangan saraf parasimpatis atau simpatis terhadap pancreas
juga meningkatkan sekresi insulin.
Peran insulin (dan hormone lain) dalam “pengalihan” antara metbolisme KH dan lemak. Salah
satu peran fungsional yang paling penting dari insulin adalah untuk mengatur kedua jenis (KH
dan lemak) mana yang akan dipergunaakan oleh sel-sel sbg sumber energynya dari waktu ke
waktu.
Empat macam hormone yang punya peran dalam mekanisme pengalihan ini:
1. Hormone pertumbuhan, yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis anterior
2. Hormone kortisol, yang dikeluarkan oleh korteks adrenal
3. Hormone epinefrin, yang dikeluarkan oleh medulla adrenal
4. Hormone glucagon, yang dikeluarkan oleh sel-sel alfa pulau langerhans
dalam pancreas.
H. Pertumbuhan dan kortisol merupakan respon terhadap timbulnya keadaan hipoglikemia,
dan kedua hormone ini menghambat pemakaian glukosa dalam sel, sambil meningkatkan
pemakaian lemak. Akan tetapi, efek kedua hormone ini sangat lambat dan biaasanya
membutuhkan waktu berjam-jam untuk mencapai kadar maksimum.
H. epinefrin secara khusus berguna untuk meningkatkan konsentrasi glukosa dalam plasma
sewaktu stress yakni bila system saraf simpatis dirangsang.
Gambar 1. Efek pengangkatan pankreas terhadap perkiraan konsentrasi glukosa darah, AL bebas
dalam plasma dan asam asetoasetat. (Guyton and Hall. 11th ed.)
Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan
sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut.
Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi
proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme
kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan
dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada
mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4
inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya
mengalami metabolism. Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain
diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin
yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh
terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya
diabetes tipe 2.
3. MM DM
3.1 DEFINISI
Definisi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis
dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi
fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta
Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap
insulin (WHO, 1999).
3.2 ETIOLOGI
Diabetes Tipe 1
Akibat destruksi autonom sel beta, bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin
biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja.tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orang
dewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan
insulin.
Terdapat 3 etiologi penyebab diabetes tipe 1:
1. Kerentanan genetik
Berkaitan denagan alel spesifik kompleks histokompatibilitas mayor(MHC) kelas II DR dan
DQ haplotip serta lokus genetik lainnya menyebabkan seseorang rentan terhadap timbulnya
autoimunitas terhadap sel beta islet.reaksi imun timbul secara spontan atau dipicu oleh suatu
kejadian lingkungan yang mengubah sel beta sehingga sel ini menjadi imunogenik.
2. Lingkungan
a. infeksi: congenital rubella,enterovirus,mumps dan coxsacievirus B4
b. vaksinasi: hanya sebuah klaim bahwa sering melakukan vaksinasi akan menyebabkan
timbulnya DM tetapi study tidak membuktikan demikian
c. makanan: terlalu cepat memberikan susu sapi kepada bayi (sebelum 3 bulan) sehingga asupan
ASI kurang
Diabetes Tipe 2
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak
mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,
namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Faktor resiko Diabetes Melitus dari emedicine health :
1. Usia diatas 45 tahun
Pada orang-orang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini diakibatkan aktivitas
sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang dan sensifisitas sel-sel
jaringan menurun sehinga tidak menerima insulin.
2. Obesitas atau kegemukan
Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot menurun sehingga dapat memicu DM.
selain itu, asam-asam lemak pada obesitas dapat menumpuk abnormal di otot dan mengganggu
kerja insulin di otot, asam lemak berlebih juga dapat memicu apoptosis sel beta pankreas.
3. Pola makan
Pola makan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat
perkotaan. Pola makan yang tidak sesuai kebutuhan tubuh dapat menjadi penyebab DM,
misalnya makanan gorengan yang mengandung nilai gizi yang minim.
6. Infeksi
Virus : Rubella, mumps, human coxsackievirus B4. Melalui infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas
virus ini menyebabkan kerusakan dan destruksi sel. Dapa tjuga menyarang melalui reaksi autoimunitas
sehingga hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. DM akibat bakteri masih belum bias di deteksi.
3.3 EPIDEMIOLOGI
3.4 PATOFISOPLOGI
Diabetes tipe 2
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :
Resistensi insulin
Disfungsi sel β pancreas
Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel β pancreas, amilin dan sebagainya.
Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel
targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten terhadap efek insulin
menyebabkan sel β pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk
mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir
untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe
2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia,
disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah. Keadaan glukotoksistas
dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif (walaupun telah dikompensasi dengan
hiperinsulinemia) mengakibatkan sel β pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan
metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa dan
akhirnya DM tipe 2.
Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel β pancreas yang
menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada keadaan puasa.
Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2 masih terus berkembang, masih banyak hal yang
belum terungkap. Hal ini membawa dampak pada pengobatan DM tipe 2 yang mengalami
perkembangan yang sangat pesat, sehingga para ahli masih bersikap hati-hati dalam membuat
panduan pengobatan.
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang
Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk
mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI),untuk
mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi
Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
Pemeriksaan jantung
Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan
neurologis
Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipelain
Pemeriksaan Penunjang
Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
HbA1C
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
Kreatinin serum
Albuminuria
Keton, sedimen, dan protein dalam urin
Elektrokardiogram
Foto sinar-X dada
DIAGNOSIS BANDING
A. Hiperglikemi reaktif
Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadi sebagai reaksi
non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehingga terjadi peningkatan glukosa
darah dari pada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar
140 – 160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,1996), hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai
peningkatan kadar glukosa darah puasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini
adalah fenomena yang tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan
biokimiawi multiple yang berhubungan dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985).
B. Glucose intolerance
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan salah satu
dari tersebut dibawah ini :
Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya
disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram glukosa pada pemeriksaan
tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199 mg/dl. Keadaan ini
disebut juga sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat Diabetes Melitus tipe 2 dan
penyakit kardiovaskuler sangat besar. Disebut TGT jika gula darah setelah makan tidak normal,
atau berkisar antara 140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah puasa normal.
Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)
Kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes. Disebut GPT jika
kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori) tidak normal, atau berkisar 100-
125 mg/dL.
C. Pancreatitis
3.7 TATALAKSANA
Non-Farmakoterapi
A. Edukasi
DM umumnya terjadi saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Timkes
mendampingi pasien untuk menuju perubahan perilaku sehat. Pengetahuan tentang pemantauan
glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan
kepada pasien.
C. Latihan jasmani
Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan
atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL.
Farmakoterapi
Obat hipoglikemik oral (OHO)
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
Penghambat glukoneogenesis (metformin)
Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
DPP-IV inhibitor
B. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi
obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh
untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.
C. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja menghambat
absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-
meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-
3.8 PENCEGAHAN
3.9 KOMPLIKASI
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun
suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:
1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa diperkirakan pada
puncak kerjanya, misalnya:
•Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
•Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
•P.Z.I : 18 jam setelah suntikan
3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik), sedangkan akibat
insulin sangat menonjol.
B. KOMPLIKASI MIKROVASKULAR
Retinopati, catarak → penurunan penglihatan
Nefropati → gagal ginjal
Neuropati perifer → hilang rasa, malas bergerak
Neuropati autonomik → hipertensi, gastroparesis
Kelainan pada kaki → ulserasi, atropati
3.10 PROGNOSIS
Prognosis Diabetes Mellitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya
buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Mellitus tri II (Diabetes Mellitus III) yang terawatt baik
prognosisnya baik. Pada pasien Diabetes Mellitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma
hipog;lemik atau hiperosmolar, prognosisnya kurang baik. Hipoglikemik pada pasien usia lanjut
biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang permanen. Karena
hiperosmolar adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya
tinggi.
A. Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang
berisiko untuk menjadi DM atau pada populasi umum. Merupakan yang paling sulit karena
sasaran adalah orang yang sehat. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup sehat.
B. Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, dengan tes penyaringan terutama pada populasi risiko
tinggi. Pasien yang sebelumnya belum terdiagnosa akan tersedeksi dan dapat dicegah
komplikasinya. Syarat mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali
mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang tahun, tekanan darah dan kadar lipid juga
harus normal.
C. Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi yang meliputi :
mencegah komplikasi, mencegah progresi dari komplikasi supaya tidak gagal organ, dan
mencegah kecacatan tubuh.
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%),
serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda
dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori.
Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan
penderita.
Harris Benedict
LO.4.2. Menjelaskan Persentase Komposisi Makronutrient Karbohodrat, Protein, Lemak, dan
Menterjemahkannya dalam Bentuk Gram
Karbohidrat
Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari total
kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan
pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids).
Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.
Rekomendasi karbohidrat :
Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh
jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.
Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.
Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total
kebutuhan kalori perhari.
Julah serat 25-50 gram per hari.
Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari
total kebutuhan kalori perhari.
Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfame,
dan sukralosa.
Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.
Protein
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari.
Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40
gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein
mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:
Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah.
Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari.
Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari dan
tidak kurang dari 40gram.
Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dibanding protein hewani.
Lemak
Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat
penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K.
Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh.
Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena
terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak
tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu
asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA
pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL,
dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang
(polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar
trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3
yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme
lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat
menurunkan kadar kolestrol LDL.
Rekomendasi Pemberian Lemak:
Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total
kebutuhan kalori per hari.
Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal
7% dari total kalori perhari.
Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka
maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
Batasi asam lemak bentuk trans.
Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai
panjang.
Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.
LO.4.3. Menjelaskan Jumlah Gram Komposisi (Karbohidrat, Protein, Lemak) Bahan Makanan
Menggunakan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan Penukar)
Semakin tinggi kelompok makanan yang terdapat di dalam piramida makanan diabetes,
semakin sedikit kelompok makanan tersebut dapat dikonsumsi atau dihindari oleh seorang
pasien diabetes.
Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai Indeks Massa tubuh (IMT) dan rumus Broca.
Indeks massa tubuh ( IMT ) dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB ( Kg ) / TB ( M2 )
IMT Normal Wanita = 18.5 – 23.5
IMT Normal Pria = 22.5 – 25
BB kurang = < 18.5
BB lebih
Dengan resiko = 23.0- 24.9
Obes I = 2.5.0 - 29.9
Obes II = = 30.0
2. Sifat makanan.
a. Berimbang, maksudnya: setiap jenis makanan yang dimakan disesuaikan dengan
kebutuhan porsi/ gizinya masing-masing, dan tidak berlebihan.
b. Makanan dapat berupa apa saja, asalkan terhindar dari hal yang diharamkan,
3. Jenis makanan yang pernah dimakan Rasulullah SAW:
a. Roti dan kue (makanan yang terbuat dari tepung dan rempah-rempah)
b. Bubur
c. Mentimun
d. Semangka
e. Kurma, ruthab, tamar (kurma kering)
f. Labu (dicampur roti atau tidak)
g. Keju
h. Gula-gula dan madu
i. Mentega
j. Daging kelinci
k. Daging kambing (bagian lengan atau punggung)
l. Daging burung hubara (burung yang panjang lehernya)
m. Dendeng
n. Belalang
o. Ikan laut
Berolahraga teratur dibarengi dengan gizi yang seimbang dapat membantu menjaga kebugaran,
kesehatan biologis, dan aktivitas tubuh. aktivitas tubuh yang teratur memiliki beberapa manfaat, antara
lain :
1. menormalkan fungsi hati
2. sirkulasi darah dan pernafasan
3. menambah daya pompa otot-otot hati
4. membantu menjaga kekuatan otot tubuh
5. mencegah kerapuhan tulang (terutama karena bertambahnya usia)
6. membakar kalori
7. menjaga berat badan ideal
8. membantu individu melaksanakan tugasnya dengan kemampuan yang lebih besar
Penyakit pencernaan disebabkan oleh bertambahnya berat badan atau kegemukan antara lain :
• sulitnya pencernaan
• radang (infeksi) kantung empedu dan ginjal
• penyakit sistem pernafasan, jika badan bertambah berat, ketika mengeluarkan nafas gerakan selaput
dinding pemisah dan gerakan rongga dada makin lambat mengakibatkan oksigen makin
berkurang.
• penyakit sistem sirkulasi adalah darah tinggi dan gejala penebalan pada pembuluh nadi hati yang
dapat menyebabkan serangan jantung dan pembekuan darah.
• penyakit kelenjar buntu adalah kencing manis serta penebalan pada pembuluh otak yang dapat
mengakibatkan stroke dan lumpuh setengah badan (hemiplegia)
orang kegemukan terancam penyakit radang persendian, reumatik, dll
RETINOPATI DIABETIK
1. Definisi
Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa mikroangiopati
progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada retina dengan gejala penurunan atau
perubahan penglihatan secara perlahan.
2. Klasifikasi
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi retinopati
diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan ke dalam retinopati
diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam
retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.1
Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS1,8,9
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1 Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
. perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2 Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat
. ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau IRMA.
3 Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada
. 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran.
4 Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati non proliferative
. berat.
3. Epidemiologi
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa
jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9
juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 The DiabCare
Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder
di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan
6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.
4. Etiologi
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
Adanya komposisi darah abnormal
Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombin
Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnyaterjadi
insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding
haemorhagic dengan udem perikapiler
Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan
retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa
karena vitreus mengalami retraksi
Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina
yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes
5. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa
hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi
hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat
kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri.Terdapat 4
proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan
timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi
karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina,
lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan
suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan
tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol
yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake
mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi
enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf.Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat
menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase(sorbinil) yang bekerja
menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya retinopatik
diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas
retinopati.
2) Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat
peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari
glukosa.PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular,
sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan
komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga
viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang
saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan
menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk
jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan
aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin
menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan
terjadinya oklusi vaskular retina. 3, 7
3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses tersebut
pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan
efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor,
aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut
tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE
mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM
dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan
akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada
ekstrasel.
7. Diagnosis
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan
stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil.Oftalmoskopi dan foto funduskopi merupakan gold
standard bagi penyakit ini.Angiografi Fluoresens(FA) digunakan untuk menentukan jika
pengobatan laser diindikasikan. FA diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara
intravena dan kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.
8. Diagnosis banding
Gb. OCT pada Mata normal Gb. OCT pada Retinopati diabetic
9. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini dapat
dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati
diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah diagnosis.
Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah menderita retinopati saat
didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat
diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati diabetik selama
kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada pasien hamil pada semester
pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan ahli matanya. 9
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata mungkin lebih
memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih sering karena antisipasi
kebutuhan untuk terapi.9
3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati
diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan kehilangan
penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute
of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar
laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat
perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik
proliferatif, edema macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior.
Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus
yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan
mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau
pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang
jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.
2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di tengah
cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea. Teknik ini mengalami
bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan bentuk
kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan
menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.
5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus
dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan
neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu,
vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus
setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada pasien dengan
dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi
yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan
perdarahan vitreous berat dan kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1
secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga
menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional pada
mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.
10. Komplikasi
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.Neovaskularisasi pada
iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat
berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil,
selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial
sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi
menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata
depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang
intra okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika.
Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan
bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi,
sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah
dilakukan operasi.
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang
menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain
dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma
trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata
yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada
tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane
fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos
dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.Perdarahan vitreus
terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh
darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah
mengakibatkan perdarahan.Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-
hyaloid) atau intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle,
posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien biassanya
mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi direk secara jauh
akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous
yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah banyak.
Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah pada ruang vitreous.Ultrasonografi
Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan pigmen
epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-
bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan
menjadi kabur.
11. Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau menunda
retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah disesuaikan
<140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat
menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik
dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.
12. Pencegahan
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association7 menetapkan beberapa
rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak
berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap
oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM di- tegakkan. Kedua,
penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata segera
setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan
secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat
dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat
ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil dengan DM
harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah
persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus
menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.