Anda di halaman 1dari 33

FATIMAH NANDA QASIH HAERINA

1102017087

1.1 MM ANATOMI PANCREAS


1.1 MAKROSKOPIS

Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri
atas. Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan panjang ± 25 cm, dan
berat 120 g. Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di
belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi
dalam caput, collum, corpus, cauda.
Pancreas dapat dibagi dalam:
 Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagiancekung duodenum.
Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san venamesenterica superior serta
dinamakan Processus Uncinatus.
 Collum Pancreatis, merupakan bagian pancreas yang mengecil danmenghubungkan caput
dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak didepan pangkal vena portae hepatis dan
tempat dipercabangkannya arteriamesenterica superior dari aorta.
 Corpus Pancreatis, berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan
melintang sedikit berbentuk segitiga.
 Cauda Pancreatis, berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis danmengadakan
hubungan dengan hilum lienale.
Ductus Pancreaticus
Ductus Pancreaticus Mayor (WIRSUNGI)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak cabang
pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya
bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-
kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus.
Ductus Pancreaticus Minor (SANTORINI)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke
duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.
Hubungan
Ke anterior : Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum, bursa
omentalis, dan gaster.
Ke posterior : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis, vena
cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major sinistra, glandula
suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale.
Vaskularisasi
Arteriae
a. pancreaticoduodenalis superior (cabang a. gastroduodenalis )
a. pancreaticoduodenalis inferior (cabang a. mesenterica cranialis)
a. pancreatica magna, a.pancretica caudalis dan inferior (cabang a. lienalis)
Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.

Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya
mengalirkan cairan limf ke nodi limf coeliaci dan mesenterica superiores.
Persyarafan
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).

1.2 MIKROSKOPIS

Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan
sekret yang mengandung enzim-enzim yang dapat menghidrolisis lemak dan karbohidrat. Bagian
endokrine kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan glukagon
yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Ada 2 bagian :
Bagian exokrinMerupakan kel acinosa complex Didalam lumen kadang-kadang terdapat sel
gepeng (sel centroacinar)

Bagian endokrin
• Disusun oleh sel-sel khusus yang berkelompok dalam suatu daerah tertentu yang kaya pembuluh
darah disebut pulau-pulau Langerhans
• Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat
• Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe fenestra
• Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel α, β, δ dan c/PP.

Sel α
• 20% populasi sel
• Mensekresi glukagon
• Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer

Sel β
• 75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah
• Mensekresi insulin
• Granula lebih kecil (200 μm)

Sel δ
• Sel paling besar, 5% dari populasi
• Granula mirip sel α, tapi kurang padat
• Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur pelepasan hormon pulau
Langerhans yang lain (parakrin)

Sel C/sel PP
• Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran sama dengan
sel β, dengan sedikit atau tanpa granula.
• Mensekresi polipeptida pankreas

2. MM INSULIN
2.1 Memahami dan Menjelaskan Struktur Insulin

Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 2 rantai, yaitu rantai A dan rantai B. Rantai A
terdiri dari 21 asam amino, rantai B terdiri dari 30 asam amino. Kedua rantai trsebut
dihubungkan oleh jembatan disulfida, yaitu pada A7 dengan B7 dan pada A20 dengan B19.
Ada pula jembatan disulfida intra rantai pada rantai A yaitu pada A6 dan A11. Posisi ketiga
jembatan tersebut selalu tetap. Kadang terjadi substitusi asam amino terutama pada rantai A
posisi 8, 9, 10 namun tidak mempengaruhi bioaktivitas rangkaian tesebut.

2.2 Memahami dan Menjelaskan Sintesis Insulin


ribosom Translasi preprohormo praprohormo
(melekat ke RNA insulin n insulin n insulin
RE) terpecah di
RE

insulin membentuk Sebagian PRO


tebungkus insulin dan terbelah (di INSULIN
dalam fragmen Apparatus
granula peptida Golgi)
sekretorik
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami
pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung
(secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase,
proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk
disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
2.3 Memahami dan Menjelaskan Sekresi Insulin
Sel-sel beta pancreas mempunyai sejumlah besar pengangkut glukosa (GLUT-2) yang
memungkinkan terjadinya ambilan glukosa dengan kecepatan yang sebanding dengan nilai
kisaran fisiologis konsentrasi glukosa dalam darah. Begitu berada di dalam sel, glukosa akan
terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh glukokinase. Langkah ini menjadi penentu kecepatan
metabolisme glukosa di sel beta dan dianggap sebagai mekanisme utama untuk mendeteksi
glukosa dna menyesuaikan jumlah insulin yang disekresikan dengan kadar glukosa darah.
Glukosa-6fosfatase selanjutnya dioksidasi untuk membentuk adenosine trifosfat (ATP) yang
menghambat kanal kalium yang peka-ATP di sel.
Penutupan kanal kalium akan mendepolarisasikan membrane sel sehingga akan
membuka kanal natrium bergerbang voltase, yang sensitive terhadap perubahan voltase
membrane. Keadaan ini akan menimbulkan aliran masuk kalsium yang merangsang
penggabungan vesikel yang berisi insulin dengan membrane sel dan sekresi insulin ke dalam
cairan ekstrasel melalui eksositosis

Sekresi insulin diatur tidak hanya oleh konsentrasi glukossa darah, tapi oleh asam
amino dan factor-faktor lain.

Terjadi penutupan maka pengeluaran ion K ke luar sel menjadi terhambat dan
menyebabkan depolarisasi membran sel (karena perubahan muatan yang disebabkan
oleh jumlah ion yang keluar masuk sel melewati membran sel) yang diikuti oleh pembukaan
Cachannel. Pembukaan Ca channel menyebabkan ion Ca masuk ke dalam sel dan meningkatkan
kadar ion Ca dalam sel. Kadar ion Ca dalam sel yang tinggi (dengan mekanisme yang
masih belum diketahui) merupakan suasana yang diperlukan oleh sel beta pankreas
untuk mensekresikan insulin. Insulin kemudian disekresikan ke dalam darah dan melakukan
fungsi fisiologisnya.

Factor-faktor lain yang merangsang sekresi insulin:

• Asam amino: yang berpengaruh kuat adalah arginin dn lisin. Pemberian asam amino
dilakukan sewaktu tidak ada peningkatan kadar glukosa darah, hanya menyebabkan
sekresi insulin sedikit. Akan tetapi, bila pemberian itu dilakukan padasaat trjadi
peningkatan glukosa darah, sekresi insulin yang diinduksi oleh glukosa dapat berlipat
ganda pada saat ada kelebihan asam amino.jadi, asam amino itu sangat memperkuat rangsangan
glukosa terhadap sekresi insulin.
• Hormone gastrointestinal: beberapa yang penting:gastrin,sekretin, kolesistokinin, dan peptide
penghambat asam lambung. Akan meningkatkan sekresi insulin dalam jumlah cukup bnayk.
• Hormone-hormon lain:glucagon, hormone pertumbuhan, kortisol, dan yang lebih lemah
adalah progesterone dan estrogen. Maanfaat efek perangsangan dari hormone-hormon
ini adalah bahwa pemanjangan sekresi dari salah satu jenis hormone ini dalam
jumlah besar kadang-kadang dapat mengakibatkan pulau langerhans menjadi kelelahan dan
akibatnya timbul diabetes.
• Pada beberapa keadaan, perangsangan saraf parasimpatis atau simpatis terhadap pancreas
juga meningkatkan sekresi insulin.

Peran insulin (dan hormone lain) dalam “pengalihan” antara metbolisme KH dan lemak. Salah
satu peran fungsional yang paling penting dari insulin adalah untuk mengatur kedua jenis (KH
dan lemak) mana yang akan dipergunaakan oleh sel-sel sbg sumber energynya dari waktu ke
waktu.

Empat macam hormone yang punya peran dalam mekanisme pengalihan ini:
1. Hormone pertumbuhan, yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis anterior
2. Hormone kortisol, yang dikeluarkan oleh korteks adrenal
3. Hormone epinefrin, yang dikeluarkan oleh medulla adrenal
4. Hormone glucagon, yang dikeluarkan oleh sel-sel alfa pulau langerhans
dalam pancreas.
H. Pertumbuhan dan kortisol merupakan respon terhadap timbulnya keadaan hipoglikemia,
dan kedua hormone ini menghambat pemakaian glukosa dalam sel, sambil meningkatkan
pemakaian lemak. Akan tetapi, efek kedua hormone ini sangat lambat dan biaasanya
membutuhkan waktu berjam-jam untuk mencapai kadar maksimum.
H. epinefrin secara khusus berguna untuk meningkatkan konsentrasi glukosa dalam plasma
sewaktu stress yakni bila system saraf simpatis dirangsang.

2.4 Memahami dan Menjelaskan Regulasi Insulin

Efek pada karbohidrat

kurangnya pankreas menghentikan sintesis


glikogen dalam hati
glukosa darah mengurangi dan mencegah ambilan
sekresi insulin glukosa dari darah

glukosa fosfat pemecahan aktifkan enzim


glikogen fosforilase

lepas radikal glukosa bebas


fosfat dar glukosa berdifusi kembali
ke darah

Bagan 1. Proses pelepasan glukosa hati ke sirkulasi darah


Insulin memilik 4 efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan menigkatkan
penyimpanan karbohidrat :
 Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel. Beberapa jaringan yang tidak
bergantung pada insulin untuk meyerap glukosa yaitu otak,otot yang aktif dan hati
Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa baik di otot maupun
dihati
 Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan
menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan
menurunkan penguraian glukosa dalam hati
Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis,
perubahan asam amino menjadi glukosa di hati.
 Insulin menurunkan konsentrasi glukosa darah dengan meningkatkan penyerapan glukosa
dari darah untuk digunakan dan disimpan oleh sel. secara simultan menghambat mekanisme
yang digunakan oleh hati untuk mengeluarkan glukosa baru dalam darah. Insulin adalah satu
satunya hormon yang menurunkan kadar glukosa darah.
Proses pelepasan glukosa dari hati ke dalam sirkulasi darah :

Efek insulin terhadap lemak


Insulin akan memacu sintesis dan penyimpanan lemak .Peran insulin dalam penyimpanan
lemak di sel-sel adipose :
1. Menghambat kerja lipase peka-hormon.
Hal ini akan menghambat hidrolisis trigliserida yang sudah disimpan dalam sel-sel lemak,
sehingga pelepasan AL dari jaringan adipose ke dalam sirkulasi darah akan terhambat.

2. Meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membran sel ke dalam sel-sel lemak.


Glukosa dipakai untuk membentuk α-gliserol fosfat, yang akan menyediakan gliserol yang
akan berikatan dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida (bentuk lemak yang disimpan
dalam sel-sel adipose)

Defisiensi insulin dapat menyebabkan :


1. Terjadi lipolisis simpanan lemak dan pelepasan AL bebas
Terjadi peningkatan aktivitas enzim lipase peka-hormon( di sel lemak) yang menyebabkan
terhidrolisisnya trigliserida, yang akan melepaskan AL dan gliserol ke sirkulasi darah

Gambar 1. Efek pengangkatan pankreas terhadap perkiraan konsentrasi glukosa darah, AL bebas
dalam plasma dan asam asetoasetat. (Guyton and Hall. 11th ed.)

2. Meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasma

Efek pada protein


Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein :
 Insulin mendorong transportasi aktif asam asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan
lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan bahan pembangun
untuk sintesis protein dalam sel.
 Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein dengan
merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel.
 Insulin menghambat penguraian protein.

Faktor yang mempengaruhi sekresi insulin

Peningkatan kadar glukosa darah, seperti setelah penyerapan makanan,secara langsung


merangsang sintesis dan pengeluaran insulin oleh sel beta. Sebaliknya penurunan kadar glukosa
darah di bawah normal, seperti pada puasa, secara langsung menghambat sekrresi insulin. Selain
konsentrasi glukosa plasma, berbagai masukan berikut juga berperan dalam mengatur
sekresi insulin
Peningkatan kadar asam amino plasma,setelah memakan makanan tinggi protein, secara
langsung merangsang sel beta untuk meningkatkan sekresi insulin. Melalui mekanisme umpan balik
negatif, peningkatan insulin tersebut meningkatkan masuknya asam asam amino tersebut ke dalam
sel,sehingga kadar asam amino dalam darah menurun sementara sintesis protein meningkat.
Hormon pencernaan utama yang disekresikan oleh saluran pencernaan sebagai respons
terhadap adanya makanan, terutama gastric inhibitory peptide, merangsang sekresi insulin pankreas
selain memiliki efek regulatorik langsung pada sistem pencernaan. Melalui kontrol ini, sekresi
insulin meningkat secara feedforward atau antisipatorik bahkan sebelum terjadi penyerapan zat gizi
yang meningkatkan kadar glukosa darah dan asam amino dalam darah.
Sistem saraf otonom secara langsung juga mempengaruhi sekresi insulin. Pulau pulau langerhans
dipersyarafi oleh banyak serat saraf parasimpatis dan simpatis. Peningkatan aktivitas parasimpatis
yang terjadi sebagai respons terhadap makanan dalam saluran pencernaan merangsang
pengerluaran insulin. Sebaliknya, stimulasi simpatis dan peningkatan pengeluaran epinefrin akan
menghambat sekresi insulin, penurunan insulin meningkatkan kadar glukosa darah, suatu respons
yang sesuai untuk keadaan keadaan pada saat terjadi aktivitas sistem simpatis yaitu, stress dan
olahraga.

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan
sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut.
Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi
proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme
kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan
dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada
mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4
inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya
mengalami metabolism. Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain
diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin
yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh
terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya
diabetes tipe 2.

3. MM DM
3.1 DEFINISI
Definisi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis
dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi
fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta
Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap
insulin (WHO, 1999).

3.2 ETIOLOGI
Diabetes Tipe 1
Akibat destruksi autonom sel beta, bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin
biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja.tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orang
dewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan
insulin.
Terdapat 3 etiologi penyebab diabetes tipe 1:
1. Kerentanan genetik
Berkaitan denagan alel spesifik kompleks histokompatibilitas mayor(MHC) kelas II DR dan
DQ haplotip serta lokus genetik lainnya menyebabkan seseorang rentan terhadap timbulnya
autoimunitas terhadap sel beta islet.reaksi imun timbul secara spontan atau dipicu oleh suatu
kejadian lingkungan yang mengubah sel beta sehingga sel ini menjadi imunogenik.

2. Lingkungan
a. infeksi: congenital rubella,enterovirus,mumps dan coxsacievirus B4
b. vaksinasi: hanya sebuah klaim bahwa sering melakukan vaksinasi akan menyebabkan
timbulnya DM tetapi study tidak membuktikan demikian
c. makanan: terlalu cepat memberikan susu sapi kepada bayi (sebelum 3 bulan) sehingga asupan
ASI kurang

Diabetes Tipe 2
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak
mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,
namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Faktor resiko Diabetes Melitus dari emedicine health :
1. Usia diatas 45 tahun
Pada orang-orang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini diakibatkan aktivitas
sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang dan sensifisitas sel-sel
jaringan menurun sehinga tidak menerima insulin.
2. Obesitas atau kegemukan
Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot menurun sehingga dapat memicu DM.
selain itu, asam-asam lemak pada obesitas dapat menumpuk abnormal di otot dan mengganggu
kerja insulin di otot, asam lemak berlebih juga dapat memicu apoptosis sel beta pankreas.

3. Pola makan
Pola makan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat
perkotaan. Pola makan yang tidak sesuai kebutuhan tubuh dapat menjadi penyebab DM,
misalnya makanan gorengan yang mengandung nilai gizi yang minim.

4. Riwayat Diabetes Melitus pada keluarga


15-20% penderita NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus) atau DM tipe 2
mempunya riwayat keluarga DM, sedangkan IDDM (Insulin Dependen Diabetes Melitus) tipe
1 sebanyak 57% keluarga DM.

5. Kurang berolahraga atau beraktivitas


Dapat menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga mengakibatkan penumpukan
lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan DM.

6. Infeksi

Virus : Rubella, mumps, human coxsackievirus B4. Melalui infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas
virus ini menyebabkan kerusakan dan destruksi sel. Dapa tjuga menyarang melalui reaksi autoimunitas
sehingga hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. DM akibat bakteri masih belum bias di deteksi.

3.3 EPIDEMIOLOGI

3.4 PATOFISOPLOGI
Diabetes tipe 2
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :
 Resistensi insulin
 Disfungsi sel β pancreas
Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel β pancreas, amilin dan sebagainya.
Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel
targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten terhadap efek insulin
menyebabkan sel β pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk
mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir
untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe
2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia,
disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah. Keadaan glukotoksistas
dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif (walaupun telah dikompensasi dengan
hiperinsulinemia) mengakibatkan sel β pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan
metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa dan
akhirnya DM tipe 2.
Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel β pancreas yang
menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada keadaan puasa.
Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2 masih terus berkembang, masih banyak hal yang
belum terungkap. Hal ini membawa dampak pada pengobatan DM tipe 2 yang mengalami
perkembangan yang sangat pesat, sehingga para ahli masih bersikap hati-hati dalam membuat
panduan pengobatan.

3.5 MANIFESTASI KLINIS


 Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap
ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan
elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
 Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri,
sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
 Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap
saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
 Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus
merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh
termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan
akan tetap kurus.
 Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena
insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan

3.6 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Anamnesis
 Gejala yang timbul
 Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C, dan hasil pemeriksaan
khusus yang terkait DM
 Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan
 Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
 Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis dan
penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri, serta kepercayaan
yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
 Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan
program latihan jasmani
 Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hyperosmolar hiperglikemia, dan
hipoglikemia)
 Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta kaki
 Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran
pencernaan, dll.)
 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat
penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
 Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
 Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.

Pemeriksaan Fisik
 Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang
 Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk
mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI),untuk
mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi
 Pemeriksaan funduskopi
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
 Pemeriksaan jantung
 Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
 Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
 Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan
neurologis
 Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipelain

Pemeriksaan Penunjang
 Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
 HbA1C
 Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
 Kreatinin serum
 Albuminuria
 Keton, sedimen, dan protein dalam urin
 Elektrokardiogram
 Foto sinar-X dada

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:


 Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis DM
 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
 Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif
dan spesiik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini
memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam
praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
 Kadar HBA1c 6,5% atau lebih tinggi ; pemerisaan harus dilakukan pada lab dengan sertifikat
National Glycohemoglobin Standardization Program (NGSP) dan distandarisasi atau disetujui
oleh Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) reference assay

DIAGNOSIS BANDING
A. Hiperglikemi reaktif
Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadi sebagai reaksi
non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehingga terjadi peningkatan glukosa
darah dari pada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar
140 – 160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,1996), hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai
peningkatan kadar glukosa darah puasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini
adalah fenomena yang tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan
biokimiawi multiple yang berhubungan dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985).

B. Glucose intolerance
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan salah satu
dari tersebut dibawah ini :
 Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)

Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya
disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram glukosa pada pemeriksaan
tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199 mg/dl. Keadaan ini
disebut juga sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat Diabetes Melitus tipe 2 dan
penyakit kardiovaskuler sangat besar. Disebut TGT jika gula darah setelah makan tidak normal,
atau berkisar antara 140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah puasa normal.
 Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)

Kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes. Disebut GPT jika
kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori) tidak normal, atau berkisar 100-
125 mg/dL.

C. Pancreatitis

3.7 TATALAKSANA
Non-Farmakoterapi
A. Edukasi
DM umumnya terjadi saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Timkes
mendampingi pasien untuk menuju perubahan perilaku sehat. Pengetahuan tentang pemantauan
glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan
kepada pasien.

B. Terapi gizi medis


Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan
melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan
berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah,
Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem
koagulsi darah.
Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:
 Kadar glukosa darah mendekati normal
 Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
 Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
 Kadar A1c <7%.
 Tekanan darah <130/80 mmHg.
 Profil Lipid
 Kolesterol LDL<100 mg/dl
 Kolesterol HDL >40 mg/dl.
 Trigliserida < 150 mg/dl.
 Beran badan senormal mungkin.

C. Latihan jasmani
 Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan
atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL.

 Latihan jasmani yang dianjurkan: Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu


dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu
dengan latihan aerobic berat (mencapai denyutjantung>70% maksimal). Latihan jasmani dibagi
menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.

 Farmakoterapi
Obat hipoglikemik oral (OHO)
 Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
 Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
 Penghambat glukoneogenesis (metformin)
 Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
 DPP-IV inhibitor

1. PENGGOLONGAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL


Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan,
yaitu:
A. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan
sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).

B. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi
obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh
untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.

C. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja menghambat
absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-
meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-

Penggolongan obat hipoglikemik oral

3.8 PENCEGAHAN
3.9 KOMPLIKASI

KOMPLIKASI METABOLIK AKUT


Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:

A. Ketoasidosis Diabetik (DKA)


Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga
terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan
mengalami hal berikut:
• Hiperglikemia
• Hiperketonemia
• Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan lipolisis dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat,
hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ke¬tosis.
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan
meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga
kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan
sedini mungkin.
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik
1. Dehidrasi 8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan
4. Takikardi 11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur
7. Hipotermia 14. Koma (10%)

B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)


Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba. Keadaan
ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu.
Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan
pandangan kabur. Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi
parah. Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis,
disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat
berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik
(Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya dapat berakibat fatal dan membawa
kematian. Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe
2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul
tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:
•Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
•Dehidrasi berat
•Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani.
Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada
HHNK tidak terdapat ketosis.
Penatalaksanaan HHNK :
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting
adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah dari dosis
insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.

C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)


Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa
darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab
tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya
glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk,
memperlihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita
lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia sering
pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul
karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada
tubuhnya.
Penyebab Hipoglikemia :
1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan
2. Berat badan turun
3. Sesudah olah raga
4. Sesudah melahirkan
5. Sembuh dari sakit
6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa
Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi
hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari
hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.
Tanda-tanda Hipoglikemia
 Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
 Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug
sederhana.
 Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan,
berdebar-debar.
 Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.

Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun
suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:
1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa diperkirakan pada
puncak kerjanya, misalnya:
•Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
•Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
•P.Z.I : 18 jam setelah suntikan
3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik), sedangkan akibat
insulin sangat menonjol.

D. Komplikasi pada kulit penderita diabetes


1) Acanthosis Nigricans
Kondisi dimana area berwarna coklat terlihat pada axila, leher, selangkangan, terkadang juga
ditemukan di tangan, siku, dan lutut.Biasanya pada pasien yang obese.
2) Diabetic Dermopathy
Bentuknya seperti bintik- bintik yang terkadang di ragukan sebagai age spots.bintik – bintik ini
tidak terasa sakit, gatal atau pun terbuka
3) Reaksi Alegi
Dikarenaka respon dari obat, seperti insulin dan pil diabetes
4) Bullosis Diabeticorum ( Diabetic Blister)
Dapat terjadi di punggung jari, tangan, kaki. Sering dikaitkan dengan diabetic neuropathy.
Dapat hilang sendiri
5) Eruptive Xanthomatosis

KOMPLIKASI KRONIK JANGKA PANJANG


A. KOMPLIKASI MAKROVASKULAR
3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah
penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan
penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi
makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi
makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia
dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal
dengan berbagai nama, antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome,
Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome.
Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita diabetes, maka
pencegahan komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk
pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu
menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus
dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan
gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain sebagainya.

B. KOMPLIKASI MIKROVASKULAR
 Retinopati, catarak → penurunan penglihatan
 Nefropati → gagal ginjal
 Neuropati perifer → hilang rasa, malas bergerak
 Neuropati autonomik → hipertensi, gastroparesis
 Kelainan pada kaki → ulserasi, atropati

Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1. Hiperglikemia


yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding
pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-
pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi
mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping karena kondisi
hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat
terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko komplikasi
mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk perkembangan komplikasi
mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat keparahan diabetes. Satu-satunya cara yang
signifikan untuk mencegah atau memperlambat jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular
adalah dengan pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan
menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang disertai dengan
monitoring kadar gula darah mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya komplikasi
mikrovaskular sampai 60%.

3.10 PROGNOSIS

Prognosis Diabetes Mellitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya
buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Mellitus tri II (Diabetes Mellitus III) yang terawatt baik
prognosisnya baik. Pada pasien Diabetes Mellitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma
hipog;lemik atau hiperosmolar, prognosisnya kurang baik. Hipoglikemik pada pasien usia lanjut
biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang permanen. Karena
hiperosmolar adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya
tinggi.

3.11 Pencegahan Diabetes Mellitus

A. Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang
berisiko untuk menjadi DM atau pada populasi umum. Merupakan yang paling sulit karena
sasaran adalah orang yang sehat. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup sehat.

B. Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, dengan tes penyaringan terutama pada populasi risiko
tinggi. Pasien yang sebelumnya belum terdiagnosa akan tersedeksi dan dapat dicegah
komplikasinya. Syarat mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali
mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang tahun, tekanan darah dan kadar lipid juga
harus normal.

C. Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi yang meliputi :
mencegah komplikasi, mencegah progresi dari komplikasi supaya tidak gagal organ, dan
mencegah kecacatan tubuh.

4. MM PENANGAN INTAKE MAKANAN PADA PASIEN DM TIPE 2


LO.4.1. Menjelaskan Perhitungan Kebutuhan Kalori Total Sesuai Jenis Kelamin, Usia, Berat
Badan, Tinggi Badan, Aktivitas Fisik, Faktor Stress dengan Metode Broca
Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi
badan (dalam meter) kuadrat.
 Berat badan kurang <18,5
 Berat badan normal 18,5-22,9
 Berat badan lebih ≥ 23,0
 Dengan resiko 23-24.9
 Obes I 25-29,9
 Obes II ≥ 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca


Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:
berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%


 Berat badan kurang BB <90% BBI
 Berat badan normal BB 90-110% BBI
 Berat badan lebih BB 110-120% BBI
 Gemuk BB>120% BBI

Penentuan kebutuhan kalori perhari:


1. Kebutuhan basal:
 Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor
 Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori
2. Koreksi atau penyesuaian:
 Umur diatas 40 tahun : -5%
 Aktivitas ringan : +10%
 Aktifitas sedang : +20%
 Aktifitas berat : +30%
 Berat badan gemuk : -20%
 Berat badan lebih : -10%
 Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%


4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori
5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%),
serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda
dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori.
Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan
penderita.
Harris Benedict
LO.4.2. Menjelaskan Persentase Komposisi Makronutrient Karbohodrat, Protein, Lemak, dan
Menterjemahkannya dalam Bentuk Gram
Karbohidrat
Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari total
kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan
pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids).
Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.
Rekomendasi karbohidrat :
 Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh
jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.
 Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.
 Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total
kebutuhan kalori perhari.
 Julah serat 25-50 gram per hari.
 Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari
total kebutuhan kalori perhari.
 Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfame,
dan sukralosa.
 Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
 Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
 Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

Protein
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari.
Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40
gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein
mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:
 Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
 Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah.
 Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari.
 Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari dan
tidak kurang dari 40gram.
 Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dibanding protein hewani.

Lemak
Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat
penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K.
Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh.
Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena
terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak
tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu
asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA
pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL,
dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang
(polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar
trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3
yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme
lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat
menurunkan kadar kolestrol LDL.
Rekomendasi Pemberian Lemak:
 Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total
kebutuhan kalori per hari.
 Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal
7% dari total kalori perhari.
 Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka
maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
 Batasi asam lemak bentuk trans.
 Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai
panjang.
 Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.
LO.4.3. Menjelaskan Jumlah Gram Komposisi (Karbohidrat, Protein, Lemak) Bahan Makanan
Menggunakan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan Penukar)

Semakin tinggi kelompok makanan yang terdapat di dalam piramida makanan diabetes,
semakin sedikit kelompok makanan tersebut dapat dikonsumsi atau dihindari oleh seorang
pasien diabetes.

Biji-bijian dan Tepung (kelompok 1):


Makanan yang terbuat dari biji-bijian dan tepung terdapat di dasar piramida makanan
diabetes. Kelompok makanan biji-bijian dan tepung yang banyak mengandung karbohidrat
seperti beras, gandum, rye, gandum, jagung, kacang polong kentang, kacang pinto, dan
makanan lainnya yang biasa menggunakan biji-bijian masuk dalam kelompok ini.

Sayuran (kelompok 2):


Kelompok makanan sayuran ini terletak tepat di atas dasar piramida makanan diabetes.
Sayuran secara alami rendah dalam konten lemak, rendah kalori dan kaya vitamin, mineral,
serat dan zat gizi mikro.

Buah-buahan (kelompok 3):


Kelompok buah-buahan ini juga terletak tepat di atas dasar piramida makanan diabetes
bersama dengan kelompok sayuran. Buah-buahan kaya akan vitamin, mineral, serat dan juga
karbohidrat.

Susu (kelompok 4):


Kelompok ini berada di atas lapisan kedua (sayuran dan buah) dari piramida makanan
diabetes. Kelompok susu mengandung banyak protein dan kalsium serta vitamin banyak. Dari
kategori susu pasien diabetes harus memilih produk susu dengan kadar lemak rendah.

Daging, Pengganti Daging dan Protein Lainnya (kelompok 5):


Kelompok ini bersama kelompok susu dalam piramida makanan diabetes mengandung
protein dalam jumlah yang sangat tinggi dan mengandung vitamin serta mineral sangat banyak.

Lemak, Minyak, Manis dan Alkohol (kelompok 6):


Kelompok makanan ini terdapat di puncak piramida makanan diabetes, yang
menandakan bahwa kelompok makanan hanya boleh dikonmsi sedikit oleh penderita diabetes
dan sebaiknya dihindari.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori.


1. Jenis Kelamin.
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria, untuk ini dapat dipakai angka
25kal/kg BB untuk wanita dan angka 30 kal/kg BB untuk pria.
2. Umur.
 Pada bayi dan anak-anak kebutuhan kalori adalah jauh lebih tinggi daripada orang
dewasa, dalam tahun pertama bisa mencapai 112 kg/kg BB.
 Umur 1 tahun membutuhkan lebih kurang 1000 kalori dan selanjutnya pada anakanak
lebih daripada 1 tahun mendapat tambahan 100 kalori untuk tiap tahunnya.
 Penurunan kebutuhan kalori diatas 40 tahun harus dikurangi 5% untuk tiap dekade
antara 40 dan 59 tahun, sedangkan antara 60 dan 69 tahun dikurangi 10%, diatas 70
tahun dikurangi 20%.
3. Aktifitas Fisik atau Pekerjaan.
Jenis aktifitas yang berbeda membutuhkan kalori yang berbeda pula. Jenis aktifitas
dikelompokan sebagai berikut :
 Keadaan istirahat : kebutuhan kalori basal ditambah 10%.
 Ringan : pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli hukum, ibu rumah tangga, dan lain-lain
kebutuhan harus ditambah 20% dari kebutuhan basal.
 Sedang : pegawai di insdustri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang,
kebutuhan dinaikkan menjadi 30% dari basal.
 Berat : petani, militer dalam keadaan latihan, penari, atlit, kebutuhan ditambah 40%.
 Sangat berat : tukang beca, tukang gali, pandai besi, kebutuhan harus ditambah 50% dari
basal.
4. Kehamilan/Laktasi.
Pada permulaan kehamilan diperlukan tambahan 150 kalori/hari dan pada trimester II
dan III 350 kalori/hari. Pada waktu laktasi diperlukan tambahan sebanyak 550kalori/hari.
5. Adanya komplikasi. Infeksi, Trauma atau operasi yang menyebabkan kenaikan suhu
memerlukan tambahan kalori sebesar 13% untuk tiap kenaikkan 1 derajat celcius.
6. Berat Badan.
Bila kegemukan/terlalu kurus, dikurangi/ditambah sekitar 20-30% bergantung kepada
tingkat/kekurusannya.

Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai Indeks Massa tubuh (IMT) dan rumus Broca.
Indeks massa tubuh ( IMT ) dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB ( Kg ) / TB ( M2 )
IMT Normal Wanita = 18.5 – 23.5
IMT Normal Pria = 22.5 – 25
BB kurang = < 18.5
BB lebih
Dengan resiko = 23.0- 24.9
Obes I = 2.5.0 - 29.9
Obes II = = 30.0

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI


Kalori Basal :
Laki-Laki : BB idaman ( kg ) X 30 kalori / kg = …………Kalori
Wanita : BB idaman ( kg ) X 25 kalori / kg = …………Kalori
Koreksi / Penyesuaian :
Umur > 40 tahun :-5% X Kalori basal = …………Kalori
Aktivitas Ringan : + 10 % X Kalori basal = ……………Kalori
Sedang : + 20 %
Berat : +30 %
BB Gemuk : - 20 % X Kalori basal = - / +…………Kalori
Lebih : -10 %
Kurang : 20 %
Stress metabolik :10 – 30 % X Kalori basal = + ……… Kalori
Hamil trimester I& II = + 300 Kalori
Hamiltrimester III / laktasi = + 500 Kalori
Total Kebutuhan = ……… Kalori

STANDAR DIET DIABETES MELITUS 1900 KAL


Protein- 64 gram Lemak- 51 gram Karbohidrat- 295,5 gram

Total kebutuhan bahan makanan sehari


Nasi 5 ½ penukar karbohidrat
Ayam tanpa kulit/ ikan 2 penukar hewani “”
Telur 1 penukar hewani *
Kacang tolo/ tempe/ tahu 3 penukar nabati
Sayuran A Sekehendak
Sayuran B 2 penukar sayuran
Buah 4 penukar buah
Minyak 6 penukar minyak

Bahan Berat URT Penukar (p) Contoh Menu


PAGI
Nasi 150 g 1 gls 1 ½ Nasi
Karbohidrat
Telur Ayam 55 g 1 butir 1 hewani * Telur dadar
Kacang tolo 20 g 2 sdm 1 nabati Tumis kacang
tolo
Sayuran A Sekehendak
Minyak 10 g 2 sdt 2 minyak Sup labu
kuning
SNACK PAGI
Buah 70 g 1 ptg sdg 1 buah Jus blewah
SIANG
Nasi 200 g 1 ½ gls 2 karbohidrat Nasi
Ayam tanpa 40 g 1 ptg sdg 1 hewani “” Ayam goreng
kulit
Tahu 110 g 1 bj besar 1 nabati Tahu masak
jamur
Sayuran B 100 g 1 gls 1 sayuran Tumis
kembang
Buah 110 g 1 ptg bsr 1 buah Kol
Minyak 10 g 2 sdt 2 minyak Pepaya
Keterangan:
“” Protein rendah lemak (2 g) *Protein lemak sedang (5 g) # Protein tinggi lemak (13 g)
5. ADAB MAKAN MENURUT ISLAM
A. Prinsip
1. Diniatkan bahwa tujuan makan dan minum adalah untuk menambah ketaqwaan kepada
Allah SWT.
2. Makanan dan minuman yang dikonsumsi adalah yang halal dan baik (halalan thoyyiban)
serta bersih.
B. Larangan.
1. Apabila makanan dan minuman dalam keadaan panas, tunggulah sampai dingin dan jangan
ditiup
2. Tidak menggunakan peralatan makanan/ minuman berupa bejana dari emas atau perak.
3. Jangan makan sambil berdiri.

C. Tata cara makan Rasulullah SAW .


1. Cara/ adab makan:
a. Mencuci (wudhu) tangan terlebih dahulu.
b. Duduk, tidak bersandar pada punggung atau bersila. Cara duduk nabi saw adalah duduk
berlutut, duduk diatas kaki yang kiri dan menegakkan kaki kanannya.
c. Meletakkan makanan di sebelah kanan.
d. Makan bersama keluarga dan mengajak orang banyak, dengan duduk mengitari
makanan.
e. Mengambil makanan yang terdekat.
f. Tidak mencela makanan.
g. Menggunakan tangan kanan.
h. Hanya menggunakan 3 jari: ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah.
i. Membaca bismillah ( ‫ ) بسم هللا‬setiap kali memasukkan makanan atau minuman ke dalam
mulut, ; apabila lupa sewaktu teringat bacalah “bismillahi awwallohu wa aakhirohu”.
j. Menjilati jari-jari tangan atas makanan yang menempel dijari tersebut.
k. Makan ketika terasa lapar dan berhenti sebelum kenyang, prinsipnya ruang lambung
dibagi 3 bagian: yaitu 1/3 air, 1/3 makanan, dan 1/3 udara.
l. Bersyukur dan berdo’a sesudah makan, mengucapkan:“alhamdulillahi ladzii
ath’amana wa saqoona wa ja’alana muslimin”.
m. Mencuci tangan sesudah makan.
n. Berkumur-kumur dan bersiwak (menyikat gigi) sesudah makan.
o. Mencuci bejana bekas makanan dan minuman.
p. Menutup kembali wadah tempat makanan dan minuman.

2. Sifat makanan.
a. Berimbang, maksudnya: setiap jenis makanan yang dimakan disesuaikan dengan
kebutuhan porsi/ gizinya masing-masing, dan tidak berlebihan.
b. Makanan dapat berupa apa saja, asalkan terhindar dari hal yang diharamkan,
3. Jenis makanan yang pernah dimakan Rasulullah SAW:
a. Roti dan kue (makanan yang terbuat dari tepung dan rempah-rempah)
b. Bubur
c. Mentimun
d. Semangka
e. Kurma, ruthab, tamar (kurma kering)
f. Labu (dicampur roti atau tidak)
g. Keju
h. Gula-gula dan madu
i. Mentega
j. Daging kelinci
k. Daging kambing (bagian lengan atau punggung)
l. Daging burung hubara (burung yang panjang lehernya)
m. Dendeng
n. Belalang
o. Ikan laut

Olahraga yang baik menurut Islam


"Sesungguhnya pada tubuhmu ada hak yang harus engkau penuhi."
(HR Bukhari, Ahmad, Nasai)

"Dan perhatikanlah hal-hal yang bermanfaat bagimu."


(HR Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad)

"Mukmin yang kuat lebih baik dari mukmin yang lemah."


(HR Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad)

"Dan pergunakanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu."


(HR Bukhari)

Berolahraga teratur dibarengi dengan gizi yang seimbang dapat membantu menjaga kebugaran,
kesehatan biologis, dan aktivitas tubuh. aktivitas tubuh yang teratur memiliki beberapa manfaat, antara
lain :
1. menormalkan fungsi hati
2. sirkulasi darah dan pernafasan
3. menambah daya pompa otot-otot hati
4. membantu menjaga kekuatan otot tubuh
5. mencegah kerapuhan tulang (terutama karena bertambahnya usia)
6. membakar kalori
7. menjaga berat badan ideal
8. membantu individu melaksanakan tugasnya dengan kemampuan yang lebih besar
Penyakit pencernaan disebabkan oleh bertambahnya berat badan atau kegemukan antara lain :
• sulitnya pencernaan
• radang (infeksi) kantung empedu dan ginjal
• penyakit sistem pernafasan, jika badan bertambah berat, ketika mengeluarkan nafas gerakan selaput
dinding pemisah dan gerakan rongga dada makin lambat mengakibatkan oksigen makin
berkurang.
• penyakit sistem sirkulasi adalah darah tinggi dan gejala penebalan pada pembuluh nadi hati yang
dapat menyebabkan serangan jantung dan pembekuan darah.
• penyakit kelenjar buntu adalah kencing manis serta penebalan pada pembuluh otak yang dapat
mengakibatkan stroke dan lumpuh setengah badan (hemiplegia)
orang kegemukan terancam penyakit radang persendian, reumatik, dll
RETINOPATI DIABETIK
1. Definisi
Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa mikroangiopati
progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada retina dengan gejala penurunan atau
perubahan penglihatan secara perlahan.
2. Klasifikasi

Tabel 1 : Klasifikasi Retinopati Diabetik1,8,9


Tahap Deskripsi
Tidak ada Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina. Penglihatan
retinopati normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema retina,
dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin berkurang; mengancam
penglihatan.
Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan mungkin terlihat
membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi vasoproliferatif dari retina
yang menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah baru di lempeng optik (NVD)
atau di tempat lain pada retina (NVE). Penglihatan normal, mengancam
penglihatan.
Tahap Deskripsi
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam vitreus atau
antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari epitel pigmen di
bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang berkaitan dengan pertumbuhan
pembuluh darah baru. Penglihatan berkurang, sering akut dengan perdarahan
vitreus; mengancam penglihatan.

Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi retinopati
diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan ke dalam retinopati
diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam
retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.1
Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS1,8,9
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1 Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
. perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2 Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat
. ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau IRMA.
3 Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada
. 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran.
4 Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati non proliferative
. berat.

Retinopati Diabetik Proliferatif


1 Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal adanya neovaskular
. pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina
atau vitreus, atau neovaskular dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina
atau vitreus.
2 Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko sebagai
. berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina, b) ditemukan pembuluh darah
baru pada atau dekat diskus optikus, c) pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat
yang mencakup > ¼ daerah diskus, d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang
jelas pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahn,
merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan
resiko tinggi.

3. Epidemiologi
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa
jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9
juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 The DiabCare
Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder
di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan
6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.
4. Etiologi
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
 Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
 Adanya komposisi darah abnormal
 Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombin
 Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnyaterjadi
insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding
haemorhagic dengan udem perikapiler
 Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan
retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa
karena vitreus mengalami retraksi
 Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina
yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
 Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
 Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

5. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa
hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi
hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat
kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri.Terdapat 4
proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan
timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi
karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina,
lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan
suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan
tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol
yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake
mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi
enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf.Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat
menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase(sorbinil) yang bekerja
menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya retinopatik
diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas
retinopati.
2) Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat
peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari
glukosa.PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular,
sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan
komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga
viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang
saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan
menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk
jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan
aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin
menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan
terjadinya oklusi vaskular retina. 3, 7
3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses tersebut
pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan
efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor,
aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut
tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE
mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM
dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan
akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada
ekstrasel.

4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)


ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan hidrogen
peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa
pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya
stres oksidatif yang menambah kerusakan sel. 3, 8
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis terjadi
pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf
di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang
cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan
penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan
kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina,
yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. 2-4
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai
akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial Growt
Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit
intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya,
terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus
terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa
mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi
bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada
retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada
penglihatan.
6. Manifestasi Klinik

Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa:


• Kesulitan membaca
• Penglihatan kaburr
• Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
• Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
• Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:
• Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk
bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior.
• Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma dipolus posterior.
• Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya irreguler dan berkelok-kelok
• Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu irreguler,
kekuning-kunigan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat
muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
• Soft exudate yang sering dsebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna
putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
• Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan.
Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan irreguler. Mula-mula
terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal ke badan kaca.
Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina,
prdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
• Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga sangat
mengganggu tajam penglihatan.

Perbedaan antara NPDR dan PDR1,5,7,10


NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina Perdarahan intraretina (+)
(+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara Pelepasan retina secara traksi (+)
traksi (-)

7. Diagnosis
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan
stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil.Oftalmoskopi dan foto funduskopi merupakan gold
standard bagi penyakit ini.Angiografi Fluoresens(FA) digunakan untuk menentukan jika
pengobatan laser diindikasikan. FA diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara
intravena dan kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.

8. Diagnosis banding

Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya, adalah


hipertensive retinopathy. Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik
perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi.
Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim dan vaskuler retina
dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata, perdarahannya dalam bentuk bercak dan titik
serta edema sirsinata, adanya edema retina dan gangguan fungsi makula serta vaskularisasi retina
dan badan kaca. Sehingga dengan pemeriksaan laboratorium lengkap, funduskopi dan Angiografi
fluorescein akan ditemukan kelainan-kelainan pada retinopati diabetik yang berbeda dengan
retinopati hipertensif diantaranya pada retinopati hipertensif tidak ada mikroaneurisma.Kelainan
makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-shaped, sedangkan pada retinopati
diabetik mengalami edema.Kapiler pada retinopati hipertensif menipis, sedangkan retinopati
diabetik menebal (beading).

Gb. OCT pada Mata normal Gb. OCT pada Retinopati diabetic
9. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini dapat
dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati
diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah diagnosis.
Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah menderita retinopati saat
didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat
diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati diabetik selama
kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada pasien hamil pada semester
pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan ahli matanya. 9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan


Umur onset Rekomendasi pemeriksaan pertama Follow up rutin
DM/kehamil kali minimal
an
0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah Setiap tahun
diagnosis
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau
sesuai kebijakan
dokter mata

Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata mungkin lebih
memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih sering karena antisipasi
kebutuhan untuk terapi.9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina


Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang Setiap tahun
sedikit
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 9 bulan
ringan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferatif Setiap 2-3 bulan

2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi


Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetik Control
and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I
yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien
yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko
terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko
perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective
Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa
setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan resiko komplikasi
mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa
meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati
diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati diabetik dan
memburuknya retinopati diabetikyang sudah ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik
dapat melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi
dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan
mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan.

3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati
diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan kehilangan
penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute
of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar
laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat
perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik
proliferatif, edema macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior.
Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus
yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan
mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau
pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang
jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.
2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di tengah
cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea. Teknik ini mengalami
bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan bentuk
kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan
menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.

4. Injeksi Anti VEGF


Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi baru-baru
ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi makula terkait usia. Dalam
kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris,
dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab
tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin
merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi
sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian
sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus
melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin
yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 Ml.

5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus
dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan
neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu,
vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus
setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada pasien dengan
dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi
yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan
perdarahan vitreous berat dan kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1
secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga
menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional pada
mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.

10. Komplikasi
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.Neovaskularisasi pada
iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat
berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil,
selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial
sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi
menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata
depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang
intra okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika.
Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan
bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi,
sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah
dilakukan operasi.
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang
menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain
dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma
trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata
yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada
tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane
fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos
dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.Perdarahan vitreus
terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh
darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah
mengakibatkan perdarahan.Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-
hyaloid) atau intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle,
posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien biassanya
mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi direk secara jauh
akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous
yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah banyak.
Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah pada ruang vitreous.Ultrasonografi
Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan pigmen
epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-
bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan
menjadi kabur.

11. Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau menunda
retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah disesuaikan
<140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat
menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik
dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.

12. Pencegahan
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association7 menetapkan beberapa
rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak
berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap
oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM di- tegakkan. Kedua,
penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata segera
setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan
secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat
dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat
ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil dengan DM
harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah
persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus
menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.

Anda mungkin juga menyukai