Anda di halaman 1dari 44

Efek Penggunaan Topikal Gel

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akne vulgaris (AV) merupakan kelainan dari unit
pilosebaseus yang dapat sembuh sendiri (self-limited) yang
terjadi lebih banyak pada usia remaja (Zanglein dkk, 2012).
Yang paling banyak terkena yaitu wanita dengan usia rata-
rata 24 tahun. Di Amerika Serikat (AS) rata-rata prevalensi
akne di usia kisaran 12-24 tahun adalah 85% (Zari dan
Turkistani, 2017). Usia pubertas dan orang-orang dengan usia
30 tahun juga merupakan umur predisposisi terjadinya AV,
yakni sekitar 80% kasus (Sparavigna dkk, 2015).

Empat faktor yang memicu munculnya akne yaitu


peningkatan sebum oleh glandula sebasea, dimana hormon
androgen juga berperan penting, hiperkeratinisasi dari folikel,
memicu terbentuk mikrokomedo yang kemudian membesar
menjadi komedo, kolonisasi dari folikel oleh bakteri anaerob

1
Efek Penggunaan Topikal Gel

Propionibacterium acnes (P.acnes), dan reaksi inflamasi (Titus


dan Hodge, 2012).

Berbagai panduan pengobatan berbasis keilmuan telah


banyak tersedia untuk mendukung klinisi dalam
penatalaksanaan AV. Sebagian besar pedoman pengobatan
akne didasarkan pada keparahan klinis dan pemilihan
pengobatan yang sesuai (Lyndee dkk, 2014). Tujuan terapi
pada semua pasien akne, tidak hanya terfokus pada umur,
namun secara keseluruhan yaitu 1) target pengobatan sangat
berhasil dan mengobati sesuai dasar dari penyebab AV, dan 2)
mengurangi lesi inflamasi, dengan cara mengurangi dan
mencegah terbentuknya skar (Chim, 2007). Hal lain yang
menjadi target pengobatan akne yaitu mulai dari mencegah
atau menghalangi hormon androgen dan menurunkan
produksi sebum untuk mencegah oklusi folikel, mengurangi
proliferasi P.acnes dan mengurangi inflamasi (Kraft dan
Freiman, 2011).

Phytospingosine (PS) merupakan lipid yang secara alami


terdapat di dalam stratum korneum, yang semuanya dalam
bentuk bebas dan sebagai bagian dari fraksi utama seramid.
Dalam suatu penelitian mengemukakan bahwa PS memiliki
aktivitas sebagai anti inflamasi dan antimikrobial. Dengan
konsentrasi 0,0012% dan 0,040% secara efektif dapat meng-
hambat pertumbuhan spektrum luas dari mikroorganisme
gram positif dan negatif, serta jamur dan ragi. Dalam studi
lainnya dikemukakan bahwa Ps mampu menghambat

2
Efek Penggunaan Topikal Gel

pertumbuhan P.acnes dengan konsentrasi hambatan minimal


yakni 0,020% (Pavicic dkk, 2007).

Asam salisilat merupakan bahan komedolitik yang dijual


bebas dengan konsentrasi 0,5% hingga 2% sebagai terapi AV.
Baik dalam bentuk sediaan sabun cuci muka maupun yang
dibiarkan, semua ditoleransi baik. Namun masih sedikit uji
klinis yang melaporkan mengenai manfaat asam salisilat pada
akne (Schlosser dkk, 2016).

Alantoin merupakan komposisi aktif yang banyak


digunakan untuk bahan kosmetik, obat-obatan topikal dan
bahan-bahan dengan khasiatnya sebagai keratolitik,
keratoplasti, bahan yang menenangkan dan untuk
penyembuhan.

Isolutrol merupakan bahan aktif yang dikultur dari


ekstrak jaringan aqueus hati dan kantong empedu ikan hiu,
yang banyak digunakan sebagai bahan kosmetik dan memiliki
efek mengurangi sebum (Akema, 2017).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah gel yang komposisinya terdiri dari
phytosphingosine, asam salisilat, alantoin, dan isulotrol
dapat mengurangi eritem pada pasien akne vulgaris.
2. Apakah gel yang komposisinya terdiri dari
phytosphingosine, asam salisilat, alantoin, dan isulotrol

3
Efek Penggunaan Topikal Gel

dapat menurunkan derajat keparahan pada pasien akne


vulgaris.
3. Apakah gel yang komposisinya terdiri dari
phytosphingosine, asam salisilat, alantoin, dan isulotrol
dapat mengurangi kadar sebum pada pasien akne vulgaris.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek gel yang


komposisinya terdiri dari phytosphingosine, asam salisilat,
alantoin, dan isulotrol pada pasien akne vulgaris.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan menganalisis gel yang
komposisinya terdiri dari phytosphingosine, asam
salisilat, alantoin, dan isulotrol dapat mengurangi
eritem pada pasien akne vulgaris.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis gel yang
komposisinya terdiri dari phytosphingosine, asam
salisilat, alantoin, dan isulotrol dapat menurunkan
derajat keparahan pada pasien akne vulgaris.
c. Untuk mengetahui dan menganalisis gel yang
komposisinya terdiri dari phytosphingosine, asam
salisilat, alantoin, dan isulotrol dapat mengurangi
kadar sebum pada pasien akne vulgaris.

4
Efek Penggunaan Topikal Gel

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pengetahuan tentang efek
gel yang komposisinya terdiri dari phytosphingosine, asam
salisilat, alantoin, dan isulotrol pada pasien akne vulgaris.
2. Manfaat Aplikatif
Memberikan alternatif terapi dengan gel yang
komposisinya terdiri dari phytosphingosine, asam salisilat,
alantoin, dan isulotrol pada pasien akne vulgaris.

5
Efek Penggunaan Topikal Gel

6
Efek Penggunaan Topikal Gel

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Acne
Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi kronik dari unit
pilosebaseus dengan manifestasi yang polimorfik (Goh, 2015).
Penyakit ini lebih sering muncul pada remaja dan dapat
sembuh tanpa pengobatan. Akne vulgaris biasanya ditandai
dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul, dan kista
(Mannocci et al. 2010). Kelainan pilosebaseus ini dapat
meninggalkan gejala sisa berupa jaringan parut atau
hipertrofik yang dapat bertahan seumur hidup (Zaenglein,
2012).

Angka kejadian akne vulgaris paling tinggi pada usia 15-


17 tahun, dimana kejadian derajat sedang hingga berat
mencapai 15-20% (Williams et al. 2012). Usia rata-rata
munculnya akne vulgaris pada wanita adalah saat berumur 11
tahun, sedangkan pada laki-laki saat berusia 12 tahun
(Knutsen-Larson et al. 2012). Seiring pubertas, prevalensi akne
vulgaris menurun dengan bertambahnya usia, dimana 8%

7
Efek Penggunaan Topikal Gel

kejadian pada usia 25-34 tahun dan 3% kejadian pada usia 35-
44 tahun (Smith et al. 2007). Di Indonesia, menurut catatan
kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia
menunjukkan terdapat 60% penderita akne pada tahun 2006
dan 80% pada tahun 2007 dimana sebagian besar penderitanya
adalah remaja dan dewasa beruisa 11 hingga 30 tahun (Kabau,
2012).

(a) (b)

Gambar 1. Jaringan parut jerawat. (a) Parut atrofi pada pipi.


(B) Parut keloid hipertrofi pada bahu (Layton, 2016).

Empat faktor yang berperan dalam patogenesis lesi akne


adalah produksi berlebihan dari sebum, gangguan keratinisasi
pada folikel, kolonisasi Propionibacterium acne pada duktus
pilosebaseus dan peradangan pada area tersebut hingga
menimbulkan manifestasi klinis akne (Gollnick, 2015)
(Gambar 1). Faktor-faktor tersebut akan menstimulasi proses
peradangan pada infrainfundibular, ruptur folikel dan
terbentuknya formasi abses perifolikular yang mengarah pada
kaskade penyembuhan luka (Fabbrocini, 2010).

8
Efek Penggunaan Topikal Gel

Dalam beberapa penelitian, disebutkan beberapa faktor


yang juga dapat menjadi faktor timbulnya akne vulgaris.
Konsumsi makanan tertentu seperti susu berhubungan
dengan terjadinya akne derajat sedang hingga berat (Landro et
al. 2012). Makanan seperti coklat, minyak, makanan berlemak,
dan makanan manis merupakan faktor eksaserbasi akne
(Ghodsi et al. 2009). Kondisi akne vulgaris biasanya terjadi
saat individu mulai memasuki waktu pubertas dimana terjadi
perubahan lingkungan hormon dalam tubuh yang dapat
merubah fungsi kelenjar pilosebasea (Knutsen-Larson et al.
2012). Pengaruh hormon sebotropik yang berasal dari kelenjar
hpofisis dapat merangsang perkembangan kelenjar sebasea.
Produksi sebum yang meningkat dipengaruhi oleh hormon
androgen. Hormon gonadotropin dan adenokortikosteroid
memengaruhi secara tidak langsung melalui testis, ovari, dan
kelenjar adrenal serta hormon-hormon ini merangsang
kelenjar sebasea sehingga memperberat akne (Kabau, 2012).

Penggunaan kosmetik juga dapat menyebabkan


timbulnya akne vulgaris. Penggunaan seperti bedak dasar
(foundation), pelembab, dan krim penahan sinar matahari
(sunblock) dapat menyebabkan timbulnya akne vulgaris jika
bahan tersebut mengandung bahan komedogenik (Afriyanti,
2015). Hubungan antara faktor psikis atau kejiwaan dengan
kejadian akne vulgaris belum diketahui secara pasti. Stres dan
gangguan emosional pada umumnya memegang peranan
penting dalam patogenesis akne vulgaris. Tetapi pada

9
Efek Penggunaan Topikal Gel

beberapa kasus terdapat hubungan antara timbulnya stres


psikogenik dengan kekambuhan akne vulgaris (Kabau, 2012).

Penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid juga


dilaporkan memiliki peran yang besar dalam proses
eksaserbasi akne vulgaris. Dalam suatu penelitian,
dikemukakan bahwa efek samping paling sering dari
kortikosteroid adalah munculnya lesi akne vulgaris. Pada
penelitian yang dilakukan di Cina, prevalensi munculnya akne
vulgaris dua kali lebih tinggi pada pasien yang menggunakan
obat kortikosteroid (Saraswat et al. 2011).
Orang dengan indeks masa tubuh tinggi akan lebih
cenderung menderita akne. Hal ini dikarenakan indeks masa
tubuh yang tinggi diasosiasikan dengan kadar glikemik yang
tinggi dan hiperandrogenisme perifer. Androgen akan
memicu peningkatan produksi sebum dan peningkatan
keratinisasi duktus pilosebaseus yang akan menyebabkan
akne (Karciauskiene, 2013).

10
Efek Penggunaan Topikal Gel

Gambar 1. Empat kunci pathogenesis akne (Gollnick, 2015)

Patogenesis akne vulgaris dimulai dari pembentukan


mikrokomedo yang terinisiasi oleh gangguan keratinisasi
pada folikel. Pertumbuhan berlebihan dari keratinosit
menyebabkan sumbatan pada ostium folikuler yang berakibat
dari penumpukan keratin, sebum dan bakteri pada folikel.
Penumpukan ini kemudian menjadi mikrokomedo dengan
mendilatasi bagian atas folikel rambut (Zaenglein, 2012).
Peningkatan sebum menyebabkan peningkatan unsur
komedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi
akne. Kelenjar sebasea bekerja dibawah kontrol hormon

11
Efek Penggunaan Topikal Gel

endokrin. Pituitari akan menstimuli adrenal dan gonad untuk


memproduksi estrogen dan androgen yang memiliki efek
langsung terhadap unit pilosebaseus. Stimulasi hormon
androgen mengakibatkan pembesaran kelenjar sebasea dan
peningkatan produksi sebum penderita AV (Kabau, 2012).
Kelenjar sebasea merupakan bagian yang penting untuk
menginisiasi sistem imun, memproduksi beberapa peptida
antimikroba, neuropeptida, dan lemak antibakteri seperti
asam sapienik. Fungsi masing-masing kelenjar sebasea seperti
suatu organ endokrin tersendiri yang dipengaruhi oleh
hormon pelepas kortikotropin dimana dapat dihubungkan
antara stres dan eksaserbasi akne. Vitamin D juga
berpengaruh dalam produksi sebum dan insulin like-growth
factor 1 melalui sterol-response-element-binding protein (Williams
et al. 2012). Vitamin A dan E juga dilaporkan memiliki peranan
yang penting dalam patogenesis akne (Ozuguz et al. 2012).
Terdapat perubahan pola keratinisasi folikel sebasea,
sehingga menyebabkan stratum korneum bagian dalam dari
duktus pilosebaseus menjadi lebih tebal dan lebih melekat dan
akhirnya akan menimbulkan sumbatan pada saluran folikuler.
Bila aliran sebum ke permukaan kulit terhalang oleh massa
keratin tersebut, maka akan terbentuk mikrokomedo dimana
mikrokomedo ini merupakan proses awal dari lesi akne yang
dapat berkembang menjadi lesi non-inflamasi. Proses
keratinisasi ini dirangsang oleh androgen, sebum, asam lemak
bebas, dan squalene (Afriyanti, 2015).
Awalnya, sel epitel folikel berdiferensiasi secara
abnormal dan membentuk adesi intraseluler yang rapat.

12
Efek Penggunaan Topikal Gel

Proses ini membuat sumbatan hiperkeratotik atau


mikrokomedo dimana nantinya akan membentuk lesi non
inflamasi, yaitu komedo terbuka atau komedo tertutup. Akne
non-inflamasi ditandai dengan terbentuknya komedo terbuka
dan tertutup. Komedo terbuka atau blackheads memiliki
sumbatan hiperkeratotik dengan warna yang gelap di dalam
folikel yang terbuka. Warna yang gelap tersebut merupakan
hasil dari oksidasi melanin, bukanlah kotoran yang selama ini
disalah artikan. Sedangkan komedo tertutup atau whiteheads
berwarna putih atau menyerupai warna kulit dan folikel
nampak tidak terbuka (Knutsen-Larson et al. 2012). Komedo
tertutup merupakan prekursor lesi inflamasi pada kejadian
akne (Well, 2013).

Penumpukan keratin, sebum dan bakteri akan terus


bertambah, mikrokomedo akan terus membesar dan yang
berdekatan akan menyatu membentuk komedo. Proses
inflamasi perifolikuler dimulai dan komedo membesar akibat
penumpukan yang terus terakumulasi serta proliferasi P. acne.
Propionibacterium acnes (P. acnes) merupakan bakteri
predominan yang berhubungan dengan kejadian akne. Bakteri
tersebut merupakan flora normal pada kulit dan menempati
folikel pilosebaseus. Peran P. acnes pada akne vulgaris
sangatlah penting terlebih lagi ketika bakteri tersebut
berkontribusi pada proses inflamasi dan iritasi (Well, 2013).
Produksi sebum yang tinggi mengakibatkan perubahan
pada flora normal yang ada di kulit. P. acnes sebagai flora
normal di kulit menempati folikel pilosebaseus dengan
menggunakan sebum sebagai sumber nutrisinya. Oleh karena

13
Efek Penggunaan Topikal Gel

itu, pada kondisi peningkatan produksi sebum terjadi juga


peningkatan perkembangan P. acnes yang mengarah pada
proses inflamasi melalui aktivasi komplemen dan terlepasnya
produk metabolik, protease, dan faktor kemotaksis (Knutsen-
Larson et al. 2012).
Patogenesis akne paling akhir adalah reaksi inflamasi
yang dipicu oleh beberapa hal. Lesi inflamasi dimulai ketika
komedo mulai ruptur dan melepaskan isinya ke kulit di
sekitarnya. Bakteri dapat berkontribusi dalam timbulnya
inflamasi dengan memproduksi sitokin dengan beberapa cara
yang berbeda. Pertama, akumulasi dari limbah produk asam
lemak mungkin menyebabkan aktifnya interleukin (IL) -1α
dan tumour growth factor (TGF) – α dari keratinosit melapisi
dinding folikel. Lalu, P. acnes dan konstituen selulernya
mengakibatkan inflamasi melalui reaksi antigen-antibodi dan
aktivasi komplemen yang memicu sitokin pro-inflamasi
(tumour necrosis factor (TNF)- α dan interferon (IFN)-γ).
Kemudian P. acnes berikatan dengan toll-like receptors pada
monosit dan neutrofil yang memicu pengeluaran sitokin IL-8,
IL-12, dan TNF- α. Pada beberapa orang dapat terjadi
hipersensitivitas reaksi imun terhadap P. acnes yang dapat
menimbulkan keadaan akne lebih parah (Smith et al. 2007).

Pada akhirnya, komedo ini akan menembus ke dermis


akibat dari dinding folikel yang pecah dan menyebabkan
respon inflamasi yang cepat. Proses inflamasi ini
menimbulkan berupa jaringan parut atau formasi luka
hipertrofik (Zaenglein, 2012).

14
Efek Penggunaan Topikal Gel

Gambar 2. Patogenesis akne (Zaenglein, 2012).

Lesi akne dapat dibedakan menjadi lesi non-inflamasi dan


lesi inflamasi. Lesi inflamasi dapat berupa papul, pustul, atau
kista. Lesi non-inflamasi terdiri dari komedo terbuka dan
komedo tertutup dan paling banyak terdiri dari keratin (Well,
2013). Penderita biasanya mengeluh adanya ruam kulit berupa
komedo, papul, pustula, nodus, atau kista dan dapat disertai
rasa gatal (Bauman, 2009). Gejala ini dapat berlangsung
selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan dan lebih
sering parah pada musim gugur atau dingin. Pada akne
nodulokista biasanya dirasakan nyeri (Wolff, et al., 2013).
Sebagian besar pasien menunjukkan lesi campuran antara lesi
inflamasi dan non-inflamasi dengan derajat yang berbeda-
beda. Lesi inflaamsi seperti papul, pustul, dan kista biasanya
akan sembuh yang ditandai dengan adanya lesi

15
Efek Penggunaan Topikal Gel

hiperpigmentasi yang dapat bertahan selama beberapa


minggu hingga beberapa bulan (Well, 2013).
Akne vulgaris baik ada atau tidak adanya inflamasi dapat
menimbulkan scar. Scar yang disebabkan oleh akne vulgaris
terdiri dari empat tipe yaitu, scar icepick, rolling, boxcar dan
hipertropik. Scar icepick adalah scar yang dalam dan sempit,
dengan bagian terluasnya berada pada permukaan kulit dan
semakin meruncing menuju satu titik ke dalam dermis. Scar
rolling adalah scar yang dangkal, luas, dan tampak memiliki
undulasi. Scar boxcar adalah scar yang luas dan berbatas tegas.
Tidak seperti scar icepick, lebar permukaan dan dasar scar
boxcar adalah sama. Pada beberapa kejadian yang jarang,
terutama pada trunkus, scar yang terbentuk dapat berupa scar
hipertropik (Zaenglein et al. 2008).
Klasifikasi menurut Plewig dan Kligman (2012), akne
dibedakan menjadi tiga sub tipe utama:
1) Akne komedonal
Akne komedonal ditandai dengan lesi utama berupa
komedo baik yang terbuka maupun tertutup. Lesi yang lain
mungkin juga ada namun hanya sedikit dan yang paling
dominan adalah komedo. Akne komedonal dibagi menjadi
empat derajat (grade):
a) Grade 1: kurang dari 10 komedo pada satu sisi wajah
b) Grade 2: 10-25 komedo pada satu sisi wajah.
c) Grade 3: 25-50 komedo pada satu sisi wajah
d) Grade 4: lebih dari 50 komedo pada satu sisi wajah.
2) Akne papulopustul
Akne papulopustul ditandai dengan lesi campuran

16
Efek Penggunaan Topikal Gel

komedonal dan lesi inflamasi yang berupa papul dan atau


pustul. Derajat keparahan akne tipe papulopustul dibagi
menjadi 4 grade:
a) Grade 1: kurang dari 10 lesi papulopustul pada satu sisi
wajah
b) Grade 2: 10-20 lesi papulopustul pada satu sisi wajah
c) Grade 3: 20-30 lesi papulopustul pada satu sisi wajah
d) Grade 4: lebih dari 30 lesi papulopustul pada satu sisi
wajah.

3) Akne konglobata
Akne konglobata merupakan kondisi yang jarang. Akne
konglobata ditandai dengan inflamasi progresif yang
dikarakteristikkan dengan adanya komedo, kista, drainase
sinus, abses, dan skar yang ireguler. Akne konglobata lebih
cenderung terjadi pada ras kaukasian daripada ras kulit
hitam dan jarang pada wanita.

Gambar 2. Akne Komedonal

17
Efek Penggunaan Topikal Gel

Gambar 3. Akne Papulopustul

Gambar 4. Akne Konglobata

Beberapa diagnosis banding untuk akne vulgaris adalah


sebagai berikut :
1) Rosasea
Rosasea adalah kelainan dimana kulit wajah
mengalami inflamasi dengan beberapa gejala, yaitu
flushing atau eritema kulit wajah, eritema kulit yang
menetap pada bagian tengah wajah, papul, pustul, dan
teleangiektasis. Penyebab rosasea masih belum begitu

18
Efek Penggunaan Topikal Gel

jelas, namun diperkirakan karena adanya kelainan


imunitas, degradasi matriks kulit, vasodilatasi, dan
fibrogenesis (Tan dan Berg, 2013).
2) Erupsi akneiformis
Erupsi akneiformis atau erupsi papulopustular
folikuler merupakan efek samping paling sering dari
trametinib. Beberapa obat-obatan yang dapat
menyebabkan erupsi akneiformis antara lain yodida,
kortikosteroid, isoniazid, difenilhidantoin, fenobarbital,
trimetadion, tetrasiklin, dan vitamin B12. Pada protokol
percobaan klinis menduga bahwa cahaya ultraviolet
mungkin merupakan pemicu terjadinya erupsi
akneiformis (Anforth et al. 2014). Diferensial diagnosis
dari erupsi akneiformis dengan akne yang sebenarnya
terletak pada tidak adanya lesi komedo pada erupsi
akneiformis (Dessinioti et al. 2014).

Berdasarkan panduan, terapi akne vulgaris pada usia


remaja dan dewasa muda dibagi sesuai dengan derajat
keparahannya (tabel 2).9 Benzoil peroksida (BP) merupakan
bahan bakterisidal spektrum luas yang efektif diindikasikan
untuk akne derajat ringan hingga sedang oleh karena aktivitas
oksidasi dengan aktivitas komedolitik dan antiinflamasinya,
serta aktivitas keratinolitik. Hingga saat ini tidak ada laporan
mengenai BP yang resisten terhadap bakteri, oleh karena itu
untuk meminimalkan resistensi dapat dikombinasikan dengan
antibiotik topikal (Schlosser dkk, 2016) (Dhoot dkk, 2017).
Menurut penelitian dengan peringkat A, konsentrasi BP 2,5-

19
Efek Penggunaan Topikal Gel

10% dalam bentuk gel merupakan vehikulum yang paling


baik, stabil dan paling efektif untuk akne komedonal, dengan
mengurangi lesi komedo hingga 52%.19,21 Kerja BP sangat
cepat dan tersedia di pasaran bebas, sehingga dapat
dipertimbangkan sebagai terapi awal (Asai dkk, 2016).
Sebelum melakukan terapi awal, dibutuhkan riwayat
medis dari pasien yang dapat memengaruhi rencana terapi.
Pada umumnya, terapi dilakukan untuk mengurangi
perkembangan bakteri atau berkembangnya lesi komedo
menjadi lesi inflamasi. Di hampir semua kasus, pendekatan
multidimensi pada terapi akne diperlukan dimana
kebanyakan pasien memiliki lesi kombinasi antara lesi
inflamasi dan lesi non inflamasi. Pasien harus diedukasi
pentingnya mencuci muka dengan pembersih yang lembut
dan menggunakan pelembab yang bersifat non komedogenik
(Well, 2013).
Pengobatan akne dibagi menjadi medikamentosa dan
bukan medikamentosa. Untuk pengobatan medikamentosa,
diberikan pengobatan topikal untuk mencegah pembentukan
komedo, menekan peradangan, dan mempercepat
penyembuhan lesi. Pengobatan sistemik juga dapat diberikan
untuk menekan pertumbuhan jasad renik, menekan produksi
sebum, dan memengaruhi perkembangan hormonal (Afriyanti
2015).
Penyebab akne multifaktorial sehingga diperlukan terapi
kombinasi yang tepat, salah satunya adalah antibiotik oral.
Salah satu patogenesis akne adalah kolonisasi
Propionibacterium acnes yang menyebabkan inflamasi. Seiring

20
Efek Penggunaan Topikal Gel

dengan berjalannya waktu, ditemukan peningkatan resistensi


P. acne terhadap antibiotik yang pertama kali ditemukan pada
tahun 1979 sebesar 20% meningkat menjadi 67% pada tahun
1996. Pada sebuah penelitian di Surabaya, penggunaan jenis
antibiotik terbanyak adalah doksisiklin dengan dosis 2x100
mg. Hal ini sesuai dengan terapi lini pertama dalam pemilihan
antibiotik untuk akne adalah doksisiklin; yang kedua adalah
golongan siklin yang lain seperti minosiklin, tetrasiklin; dan
lini ketiga adalah golongan makrolid seperti eritomisin.
Disarankan penggunan satu jenis antibiotik dan tidak
berganti-ganti dengan antibiotik lain selama satu siklus
pengobatan akne vulgaris untuk mencegah resistensi.
Penggunaan antibiotik sistemik yang direkomendasikan
selama 6-8 minggu hingga 12-18 minggu, tetapi bisa
dihentikan sebelum durasi tersebut apabila pasien sudah
mengalami perbaikan klinis untuk mencegah resistensi P. acne
terhadap antibiotik (Rimadhani, 2012).
Jenis pengobatan akne yang sering dilakukan adalah
pengobatan secara topikal. Terapi topikal merupakan standar
pengobatan pada akne. Terapi topikal biasanya meliputi
retinoid topikal, benzoyl peroksida, azelaic acid, dan antibotik
topikal seperti klindamisin dan eritromisin. Kombinasi dari
retinoid topikal dengan klindamisin dan eritromisin
menunjukkan hasil lebih efektif daripada digunakan secara
terpisah. Kombinasi benzoyl peroksida dengan klindamisin
dan eritromisin dapat mengurangi resistensi bakteri dan
meningkatkan efikasi obat. Antibiotik sistemik seperti
doksisiklin, minosiklin, dan eritromisin terkadang juga

21
Efek Penggunaan Topikal Gel

diberikan kepada pasien yang memiliki akne derajat sedang


hingga berat. (Strauss et al. 2007). Makrolida aktif terhadap
bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat menghambat beberapa
Enterococcus dan basil Gram- positif. Sebagian besar Gram-
negatif aerob resisten terhadap makrolida, namun azitromisin
dapat menghambat Salmonela. Azitromisin dan klaritromisin
dapat menghambat H. influenzae, tapi azitromisin
mempunyai aktivitas terbesar. Keduanya juga aktif terhadap
H. Pylori (Kemenkes, 2011). Makrolida mengikat secara
ireversible pada tempat subunit 50S ribosom bakteri, sehingga
menghambat langkah translokasi sintesisi protein (Mycek et
al., 2001).
1. Eritromisin
Efektif terhadap organisme yang sama seperti penisilin,
karena itu obat ini digunakan pada penderita yang alergi
terhadap penisilin (Mycek et al., 2001). Diindikasikan
untuk pasien hipersensitif terhadap penisilin, enteritis
campylobacter, difteri. Dosis yang diberikan peroral
untuk usia 8 tahun, 250−500 mg setiap 6 jam, hingga 4 g
sehari pada infeksi berat. Hindari pemberian susu dan
sayuran yang asam 1 jam sebelum atau sesudah 31 minum
obat. Berikan sesudah makan untuk mengurangi
gangguan saluran cerna (IDAI, 2012).
2. Azitromisin
Azitromisin merupakan suatu senyawa cincin makrolid
lakton 15-atom, diturunkan dari eritromisin melalui
penambahan nitrogen termetilisasi kedalam cincin lakton.
Spektrum aktivitas dan penggunaan klinisnya hampir

22
Efek Penggunaan Topikal Gel

identik dengan klaritomitin. Azitromisin efektif terhadap


Mavium kompleks dan T gondii. Azitromisin sedikit
kurang aktif dari pada eritromisin dan klaritomisin
terhadap stafilokokus dan streptokokus serta sedikit lebih
aktif terhadap H influenzae. Azitromisin sangat efektif
terhadap klamid (Katzung, 2012). Sekitar 37% dosis
diabsorpsi, dan semakin menurun dengan adanya
makanan. Obat ini dapat meningkatkan kadar SGOT dan
SGPT pada hati (Kemenkes, 2011).
3. Klaritromisin
Absorpsi per oral 55% dan meningkat jika diberikan
bersama makanan. Obat ini terdistribusi luas sampai ke
paru, hati, sel fagosit, dan jaringan lunak. Metabolit
klaritromisin mempunyai aktivitas antibakteri lebih besar
daripada obat induk. Sekitar 30% obat diekskresi melalui
urin, dan sisanya melalui feses (Kemenkes, 2011).
4. Roksitromisin
Roksitromisin mempunyai waktu paruh yang lebih
panjang dan aktivitas yang lebih tinggi melawan
Haemophilus influenzae. Obat ini diberikan dua kali
sehari. Roksitromisin adalah antibiotik makrolida
semisintetik. Obat ini memiliki komposisi, struktur kimia
dan mekanisme kerja yang sangat mirip dengan
eritromisin, azitromisin atau klaritromisin. Roksitromisin
mempunyai spektrum antibiotik yang mirip eritromisin,
namun lebih efektif melawan bakteri gram negatif tertentu
seperti Legionella pneumophila. Antibiotik ini dapat
digunakan untuk mengobati infeksi saluran nafas, saluran

23
Efek Penggunaan Topikal Gel

urin dan jaringan lunak. Roksitromisin hanya


dimetabolisme sebagian, lebih dari separuh senyawa
induk diekskresi dalam bentuk utuh. Tiga metabolit telah
diidentifikasi di urin dan feses, metabolit utama adalah
deskladinosa roksitromisin, dengan N-mono dan N-di-
demetil roksitromisin sebagai metabolit minor.
Roksitromisin dan ketiga metabolitnya terdapat di urin
dan feses dalam persentase yang hampir sama (Kemenkes,
2011).

Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat


yang mempunyai struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin,
sefalosporin, monobaktam, karbapenem, dan inhibitor beta-
laktamase. Obat-obat antibiotik beta-laktam umumnya bersifat
bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme
Gram -positif dan negatif. Antibiotik beta-laktam mengganggu
sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat langkah
terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer
yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri
(Kemenkes, 2011).
Sefalosporin dan analog 7-metoksinya, sefamisin seperti
cefoxitin (se FOX i tin), cefotetan (se foe TEE tan), dan
cefmetazole (sef MET a zol) adalah antibiotik beta-laktam yang
berkaitan erat dengan penislin secara struktur dan fungsional.
Kebanyakan sefalosporin dihasilkan secara semisintetik
dengan pengikatan kimia pada rantai samping asam 7-
aminosefalosporanat. Sefalosporin dan sefamisin mempunyai
mekanisme kerja sama dengan penislin dan dipengarungi oleh

24
Efek Penggunaan Topikal Gel

mekanisme resistensi yang sama, tetapi obat−obat tersebut


lebih cenderung menjadi lebih resisten dibandingkan penislin
terhadap beta-laktam (Mycek et al, 2001). Golongan
sefalosporin diklasifikasikan berdasarkan generasi, yang
terdiri dari generasi I (Sefaleksin, sefalotin, sefadroksil),
generasi II (Sefaklor, sefoksitin), generasi III (Sefotaksim,
sefiksim), dan generasi IV (Sefepim, sefpirom).

Pemberian asam salisilat yang memiliki sifat komedolitik


dan anti inflamasi dapat diberikan pada terapi akne.
Umumnya diberikan pada akne derajat ringan, namun dapat
juga diberikan sebagai terapi ajuvan pada akne derajat berat
(Well, 2013).

Tabel 1. Klasifikasi derajat keparahan AV menurut Lehmann


Derajat Komedo Lesi inflamasi Kista Total
(papula,
pustula)
Ringan <20 <15 - <30
Sedang 20-100 15-50 <5 30-125
Berat >100 >50 >5 >125

25
Efek Penggunaan Topikal Gel

Tabel 2. Algoritma untuk penatalaksanaan akne vulgaris


pada usia remaja dan dewasa muda
Ringan Sedang Berat
Terapi lini Benzoil peroksida Terapi kombinasi Antibiotik oral +
pertama (BP) atau topikal ** terapi
retinoid topikal BP + antibiotik atau kombinasi
atau terapi retinoid + BP atau topikal**
kombinasi retinoid + BP + BP+antibiotik
topikal** antibiotik atau atau
BP + antibiotik antibiotik retinoid+BP
atau retinoid Oral + retinoid atau retinoid
+ BP atau retinoid topikal + BP atau + BP +antibiotik
+ BP + antibiotik oral + atau
antibiotik retinoid topikal + isotretinoin oral
BP + antibiotik
topikal
Terapi Tambah retinoid Pertimbangkan Pertimbangkan
alternatif topikal atau terapi kombinasi mengganti
BP (jika tidak selang-seling antibiotik oral
tersedia) Atau Atau
Atau pertimbangkan tambahkan oral
pertimbangkan untuk mengganti kontrasepsi atau
retinoid antibiotik oral spironolakton
selang-seling Atau tambahan oral (wanita)
(alternate) kombinasi kontra- Atau
atau sepsi atau pertimbangkan
pertimbangkan spinorolakton oral( isotretinoin oral
dapson wanita) atau
topikal pertimbangkan oral
isotretin

26
Efek Penggunaan Topikal Gel

Pada beberapa penelitian yang menggunakan kombinasi


gel BP 2,5% dan klindamisin 1,2% secara signifikan
mengurangi jumlah lesi dan menunjukkan tolerabilitas yang
sama bila dibandingkan pemberian tunggal klindamisin
ataupun BP (Gamble dkk, 2012). Yang menjadi perhatian
penting dengan BP yaitu potensinya untuk menyebabkan
iritasi atau kekeringan dan pemutih pakaian dan rambut, juga
dapat menginduksi dermatitis iritan (Dhoot dkk, 2017).

P. acnes pada studi sensitivitas terbaru mulai


menunjukkan resistensi terhadap sebagian besar antibiotik
yang diantaranya adalah klindamisin. Golongan kuinolon
baru, nadifloksasin, menunjukan respon yang sangat baik
dalam studi in vitro terhadap P. acnes yang digunakan secara
topikal. Nadifloksasin juga menunjukkan efektivitas yang
sama dengan klindamisin, sehingga nadifloksasin dapat
menjadi alternatif yang lebih baik untuk terapi akne vulgaris
(Anbarasi, 2017).

Studi sensitivitas terbaru Propionibacterium acnes telah


mengungkapkan perkembangan resistensi terhadap sebagian
besar antibiotik yang biasa digunakan seperti clindamycin.
Nadifloxacin adalah kuinolon yang digunakan secara topikal
yang lebih baru yang telah menunjukkan kemanjuran yang
sangat baik dalam studi in vitro terhadap spesies
Propionibacterium (19, 20) dan tolerabilitas yang baik

Retinoid topikal dan terapi kombinasi antibiotik juga


diindikasikan untuk terapi pasien akne dengan derajat ringan
27
Efek Penggunaan Topikal Gel

hingga sedang. Beberapa penelitian telah membuktikan


bahwa kombinasi terapi topikal retinoid dan antibiotik
memberikan perbaikan yang cepat dan lebih baik dari lesi
akne bila dibandingkan dengan pemberian antibiotik atau
retinoid topikal tunggal saja. Kombinasi retinoid dan
antibiotik lebih mungkin sedikit menimbulkan iritasi pada
kulit dibandingkan dengan monoterapi (Gamble dkk, 2012).
Target terapi retinoid topikal yakni untuk mikrokomedo,
menormalkan deskuamasi folikular dan mengurangi
sumbatana folikular (follicular plugging). Retinoid memiliki
efek baik sebagai komedolitik dan antikomedogenik, sehingga
efektif untuk pengobatan open comedones, closed comedones dan
papul-papul. Retinoid juga membantu untuk penetrasi obat
lain, mengurangi hiperpigmentasi pasca inflamasi, sehingga
obat ini dijadikan sebagai bagian penting untuk terapi akne
(Dhoot dkk, 2017)

Adapalen yang juga merupakan retinoid topikal (sediaan


krim 0,1% dan gel 0,3%) merupakan bahan yang juga baik
untuk terapi akne komedonal. Pada beberapa penelitian
penggunaan topikal ini dapat mengurangi komedo dari 33%
hingga 64% (Asai dkk, 2016). Akan tetapi, penggunaan
adapalen sebagai monoterapi menunjukkan tingkat kepuasan
yang lebih baik ketika dibandingkan dengan adapalen 0,1%
yang ditambahkan dengan benzoil peroksida 2,5%. Hal ini
disebabkan hasil yang diberikan tidak jauh berbeda namun

28
Efek Penggunaan Topikal Gel

adapalen sebagai monoterapi memberikan keuntungan bagi


pengguna dari segi efek samping dan biaya (Kabir, 2018)

Antibiotik topikal seperti eritromisin dan klaritromisin


juga diindikasikan untuk lesi akne inflamasi. Mekanisme
kerjanya yaitu menghambat P.acnes dan juga mengurangi
inflamasi. Masalah utama dari pemakaian antibiotik yaitu
terjadinya resistensi bakteri, oleh karena itu obat ini
digunakan sebagai kombinasi dengan obat lain seperti benzoil
peroksida atau retinoid topikal untuk mencapai respon
terapeutiknya. Telah banyak penelitian yang dikembangkan
untuk menemukan terapi yang adekuat dan berhasil untuk
akne. Formula pengobatan ini tidak hanya meningkatkan
efikasi obat namun juga untuk meningkatkan kepatuhan.
Kedepannya, modalitas terapi akne bertujuan untuk
meminimalkan resistensi, contoh kombinasinya yaitu gel
adapalen BP, gel klinidamisin-adapalen, dan gel klindamisin-
benzoil peroksida. Obat-obatan topikal lain seperti:
1. Asam salisilat : meskipun potensinya lemah dibanding
retinoid, namun telah digunakan sebagai pengelupas
stratum korneum pada pasien akne. Asam salisilat juga
mempunyai efek komedolitik yang kuat karena sifat
alamiahnya yang lipofilik. Dalam sebuah studi juga
menunjukkan bahwa asam salisilat sangat baik digunakan
sebagai bahan pengelupas karena efektif mengurangi lesi
akne inflamasi dan noninflamasi (Lee,2013)
2. Asam azeleat : efektif untuk akne inflamasi dan komedonal.
Beberapa dokter menggunakan topikal ini untuk wanita

29
Efek Penggunaan Topikal Gel

hamil (Zaenglein, 2012). Asam azeleat adalah asam


dikarboksilat yang diduga mengubah hiperproliferasi
epidermis folikel, dan peradangan,tetapi tidak
meningkatkan produksi sebum. Dalam proses in vittro,
asam azeleat menunjukkan aktivitas antimikrobial
terhadap P. acnes dan S. epidermidis. Selain itu, asam azaleat
juga menunjukkan efek antikomedo dengan menurunkan
reaksi hiperkeratisasi. Mekanisme aksi asam azaleat juga
menghentikan sintesis DNA dan enzim mitokondria yang
berefek langsung terhadap citotoksik terhadap melanosit,
sehingga asam azaleat dapat menurunkan reaksi
hiperpigmentasi pascainflamasi (Young, 2018).
3. Gel dapson 5%: sebagai bahan antiinflamasi dan
antimikrobial. Aman dan efektif untuk akne ringan hingga
sedang. Gel dapson sering digunakan sebagai pilihan
pertama pada pasien dengan kulit yang sensitif, wanita
dengan akne dan wanita berkulit gelap dengan akne
(Zaenglein, 2018). Dapsone sangat efektif sebagai agen
anti-inflamasi untuk mengatasi dermatosis dengan
inffiltrasi neutrofil pada kulit. Dapsone bekerja dengan
interfensi dengan mengcegah pelepasan interleukin (IL)-8
sehingga menghentikan migrasi dari neutrofil (Pickert,
2009).

Antibiotik sistemik merupakan standar penatalaksanaan


akne tipe sedang dan berat serta untuk bentuk akne inflamasi
yang resisten terhadap pengobatan. Doksisiklin dan
minosiklin lebih efektif dari tetrasiklin, dan ada bukti bahwa
minosiklin lebih efektif mengurangi P.acnes dibanding

30
Efek Penggunaan Topikal Gel

doksisiklin. Meskipun eritromisin efektif, namun


penggunaannya disarankan pada pasien yang tidak bisa
diberikan tetrasiklin (contohnya wanita hamil atau anak-anak
usia < 8 tahun karena berpotensi menyebabkan kerusakan
tulang belakang atau gigi).

Kasus langka namun mungkin untuk terjadi, minocycline


dapat menyebabkan hiperpigmentasi kulit dan menimbulkan
lupus erythematosus sistemik yang diinduksi obat. Seperti
halnya antibiotik topikal, antibiotik oral harus dikombinasikan
dengan agen lain untuk meminimalkan reaksi resistensi
bakteri dan meningkatkan keberhasilan pengobatan. Selalu
gunakan antibiotik oral bersama dengan retinoid topikal atau
benzoil peroksida karena pada penelitan randomized control
trial yang berskala kecil hingga sedang telah menunjukkan
bahwa penggunaan multiterapi dapat meningkatkan
keberhasilan terapi. Selalu lakukan control terhadap respon
pengobatan pada enam hingga delapan minggu untuk
mengevaluasi pengobatan agar dilanjutkan atau diganti
antibiotik lain. Bila memungkinkan, batasi penggunaan
antibiotik hingga 12 minggu (Dawson, 2013).

Resistensi bakteri sering terjadi selama pemberian


eritromisin. Sulfametoksasol-trimetoprim dan timetoprim
tunggal sangat efektif bila antibiotik lain tidak dapat
digunakan. Resistensi bakteri terhadap antibiotik merupakan
masalah yang terus meningkat. Terjadinya efek samping
dengan pemberian antibiotik, sangat jarang. Dengan kita

31
Efek Penggunaan Topikal Gel

mengetahui efek samping yang dapat terjadi, sangat


membantu kita untuk menentukan antibiotik sistemik yang
dapat digunakan (Parija dkk, 2013). Resistensi antibiotic dapat
mulai dicurigai ketika pengobatan tidak responsive setelah 6
minggu pengobatan. Resistensi propionobacterium terhadap
makrolida dan tetraksikin telah mencapai prevalensi 65%
dalam pengobatan akne. Eritromisin menjadi antibiotin
dengan resistensi tertinggi, resistensi paling rendah dimiliki
oleh minosiklin. Penggunaan monoterapi harus dihindari
untuk mencegah terjadinya resistensi. Beberapa penelitian
merekomendasikan penggunaan benzoil peroksida dan
menghindari penggunaan antibiotic jangka panjang
(Zaenglein, 2012).

B. Kandungan Gel
1. Phytosphingosine
Phytosphingosine (PS) merupakan fosfolipid, dimana
fosfolipid merupakan bagian dari lipid dan komponen
utama dari seluruh membran biologis; metabolit
sfingolipid seperti sphingosine dan seramid merupakan
senyawa bioaktif yang terlibat pada berbagai proses sel,
seperti interaksi sel dengan sel, proliferasi, diferensiasi dan
apoptosis sel (Hasanovic dkk, 2009) (Fischer dkk, 2012)
(Kim dkk, 2013). Ps merupakan salah satu dari dasar
sfingoid alami yang didistribusikan secara luas, paling
banyak terdapat di jamur dan tumbuh-tumbuhan, dan juga

32
Efek Penggunaan Topikal Gel

dapat dijumpai pada epidermis mamalia serta termasuk


manusia (Fischer dkk, 2012) (Kim dkk, 2013). Penelitian
Fischer dkk mengemukakan hipotesis bahwa Ps dan
derivat-derivatnya biasanya dijumpai di kulit dan mukosa,
memiliki aktivitas antimikrobial untuk melawan bakteri
gram positif dan negatif yang terdapat pada kulit dan
mukosa mulut (Fischer dkk, 2012).
Kim dkk mengemukakan bahwa Ps dan derivat-
derivatnya merupakan komponen penting untuk
memelihara kesehatan kulit (Kim dkk, 2013). Aktivitas
antibakteri dan antiinflamasi Ps telah terbukti melalui
penelitian klinis sebelumnya pada pasien akne. Ps dapat
sebagai salah satu obat baru yang ideal untuk mengobati
akne vulgaris, telah dibuktikan efeknya secara in vitro
sebagai antimikrobial untuk Propionibacterium acnes,
menurunkan regulasi kemokin proinflamasi interleukin 8
(IL-8), CXCL2 dan endotelin 1 pada keratinosit utama
manusia, mengurangi pelepasan dari kedua laktat
derhidrogenase dan interleukin 1α pada respon terhadap
natrium dodesil sulfat; yakni suatu anti-inflamasi bila di-
ujicobakan pada tipe kulit organotipik, dan meningkatkan
resolusi akne bila pemakaiannya melalui topikal (Fischer
dkk, 2012). PS menunjukkan secara efektif mengurangi
pelepasan IL-1α setelah penyiranan UVB, IL-1 α adalah
penanda inflamasi yang diekspresikan banyak sel
termasuk keratinosit epidermal. Hal ini menunjukkan
bahwa PS mampu berperan sebagai pencegah peradangan
kulit. Selain itu PS mampu menghambat pertumbuhan

33
Efek Penggunaan Topikal Gel

mikro-organisme dengan konsentrasi penghambatan


minimum sebesar 0,020% (Pavicic, 2007).
Penelitian in vivo oleh Farwick mengemukakan bahwa
pada kelompok yang diberikan BP jumlah komedo
berkurang sebesar 15% dan dengan bahan kombinasi
mengurangi komedo sebesar 43%. Pada hari ke 60 komedo
berkurang bertahap dari 22% hingga 77%. Pemberian BP
juga memberikan efek yang bermakna pada lesi papul dan
pustul. Penggunaan BP saja mengurangi papul dan pustul
10% pada hari ke 30, kemudian bertahap 32% pada hari ke
60. Kombinasi dengan Ps memberi efek lebih baik,
berkurang 60% dan bahkan 88% pada hari ke 60 evaluasi.
Pada kelompok yang diberikan Ps dan plasebo didapatkan
hasil bahwa plasebo meningkatkan jumlah komedo
sebanyak 43% pada hari ke 30 dan 60. Pemberian Ps
hampir dapat mengontrol terbentuknya komedo baru, dan
hanya terlihat meningkat sebanyak 6%. Papul dan pustul
juga membaik dengan pemberian obat yang mengandung
Ps pada hari ke 60 hingga tidak terbentuk sama sekali (89%
membaik) (Farwck dkk, 2007).

2. Asam Salisilat
Asam salisilat merupakan kelompok asam β-hidroksi
yang berasal dari kulit pohon willow Salix alba, banyak
digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit
dermatologis. Formula topikal yang mengandung asam
salisilat yang dapat diperoleh dipasaran dalam bentuk
seperti krim, lotion, salep, gel, busa, larutan shampo,

34
Efek Penggunaan Topikal Gel

pembersih, dan plester. Konsentrasi rendah (1-6%)


digunakan untuk dermatosis hiperkeratotik, sementara
konsentrasi yang lebih tinggi (1040 %) digunakan pada
kuti, kalus, dan hiperkeratosis fokal. Konsentrasi rendah
(0,5-2%) juga digunakan pada pasien akne dengan efeknya
sebagai komedolitik (Fox dkk, 2012). Kefektifan asam
salisilat dikenal dalam pengobatan jerawat karena
memiliki agen topicalkeratolytic yang bekerja dengan
melarutkan semen antar sel yang menyatukan sel-sel
epitel. sehingga Asam salisilat dapat menyebabkan
pengelupasan stratum korneum (Buckley, 2018 dan
Zaenglein, 2012).
Pada konsentrasi yang lebih tinggi SA dapat
mengelupas sel tanduk dari epidermis dan folikel rambut
tanpa perubahan inflamasi atau degeneratif, menghasilkan
regenerasi epidermis dan dermis papiler. SA juga memiliki
aksi komedolitik dan antiinflamasi, sehingga cocok untuk
lesi jerawat inflamasi dan noninflamasi. Bahkan semua
pasien dengan kulit berminyak dan pori-pori membesar
mengalami perbaikan yang signifikan. Ini mungkin karena
sifat asam salisilat untuk menghambat microcomedone
(Aneesh, 2018).
Untuk meningkatkan keberhasilan terapi perawatan
topikal pada akne, direkomendasikan untuk
menggunakan asam salisil dengan dengan dua bahan aktif
lain untuk mengendalikan efek inflamasi pada akne,
seperti alantoin dan niacinamide (Buckley, 2018)

35
Efek Penggunaan Topikal Gel

3. Alantoin
Alantoin merupakan komponen senyawa alami yang
berasal dari Symphytum Officinale dan telah lama diketahui
mempunyai banyak manfaat untuk kulit. Bahan ini banyak
digunakan untuk bahan kosmetik, obat-obatan topikal dan
bahan-bahan dengan khasiatnya sebagai keratolitik,
keratoplasti dan pelembab. Alantoin merupakan bahan
anti iritasi dan tidak toksik yang terdaftar resmi di United
States Pharmacopeia, European Pharmacopoeia, Merck Index
dan British Pharmacopoeial. FDA merekomendasikan
alantoin sebagai bahan aktif yang bekerja sebgai pelindung
kulit yang dapat diperjualbelikan secara umum (Akema
dkk, 2006).

4. Isolutrol
Isolutrol merupakan bahan aktif yang dikultur dari
ekstrak jaringan aqueus hati dan kantong empedu ikan
hiu, yang banyak digunakan sebagai bahan kosmetik dan
memiliki efek mengurangi sebum. Kemampuan isolutrol
untuk mengurangi kelenjar minyak yang berlebihan
menjadi alasan dapat digunakan sebagai terapi akne.
Dalam suatu penelitian menunjukkan adanya perbaikan
yang signifikan padaakne di wajah setelah perawatan
selama 2 bulan dengan isolutrol topikal (Katharine dan
Ross, 1995).

36
Efek Penggunaan Topikal Gel

DAFTAR PUSTAKA

Akema. Allantoin : a safe and effective skin protectant. Akema


Fine Chemicals. 2006 Tersedia dari www.akema.it.
(Disitasi tanggal 10 November 2017).

Asai Y, Baibergenova A, Dutil M, Humphrey S, Hull P, Lynde


C, et al. Management of acne: Canadian clinical practice
guideline. CMAJ. 2016; 188(2): 118-26.

Chim C. Acne vulgaris. Dalam: Chim C, editor. Dermatology


Care. Edisi ke-2. US: ACSAP; 2007. h. 7-27.

Dhoot D, Samant A. Expert Opine: a report on acne


management in India. International Journal of Scientific
Study. 2017; 4(12): 251-5.

Farwick M, Santonnat B, Goldschmidt E. Antimicrobial and


anti-inflammatory activity and efficacy of
phytosphingosine: an in vitro and in vivo study
addressing acne vulgaris. Int J Cosmet Sci. 2007; 29(3):
1-5.

Fischer CL, Drake DR, Dawson DV, Blanchette DR, Brogden


KA, Wertz PW.

Antibacterial activity of sphingoid bases and fatty acids


against gram-positive and gramnegative bacteria.
Antimicrob Agents Chemother. 2012; 56(3): 1157-61.

37
Efek Penggunaan Topikal Gel

Fox M, Helfrich Y, Kang S. Other topical mmedications.


Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV, editor.
Bolognia Dermatology. Edisi ke-3. USA: Elsevier; 2012.
h. 2153-64.

Fabbrocini G, Annunziata MC, D'Arco V, De Vita V, Lodi G,


Mauriello MC, et al. Acne scars: pathogenesis,
classification and treatment. Dermatology research and
practice. 2010;2010:893080.

Goh CL, Abad-Casintahan F, Aw DC, Baba R, Chan LC, Hung


NT, et al. South-East Asia study alliance guidelines on
the management of acne vulgaris in South-East Asian
patients. The Journal of dermatology. 2015;42(10):945-
53.

Gollnick HP. From new findings in acne pathogenesis to new


approaches in treatment. Journal of the European
Academy of Dermatology and Venereology : JEADV.
2015;29 Suppl 5:1-7.

Gamble R, Dunn J, Dawson A, Petersen B,McLaughlin L, Small


A, et al. Topical antimicrobial treatment of acne
vulgaris. Am J Clin Dermatol. 2012; 13(3): 141-52.

Hasanovic A, Hoeller S, Valenta C. Analysis of skin


penetration of phytosphingosine by flouresence
detection and influence of the thermotropic behavior of
DPPC lisosomes. Int J Pharm. 2009; 383: 14-7.

38
Efek Penggunaan Topikal Gel

Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia (KSDKI).


2013. Indonesian Acne Expert Meeting 2012: Kelompok
Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia. Centra

Communications. Jakarta. Indonesia.

Kabau, S. (2012). Hubungan Antara Pemakaian Jenis Kosmetik


Dengan Kejadian Akne Vulgaris. Univeristas Diponegoro,
Fakultas Kedokteran. Semarang: Universitas
Diponegoro.

Kim BH, Lee JM, Jung YG, Kim S, Kim TY. Phytosphingosine
derivates ameliorate skin inflammation by inhibiting
NF-κB and JAK/STAT signaling in keratinocytes and
mice. J Invest Dermatol. 2013; 134: 1023-32.

Kraft J, Freiman A. Management of acne. Can Med Assoc J.


2011; 183(7): E430-5.

Knutsen-Larson, S., Dawson, A. L., Dunnick, C. A., &


Dellavalle, R. P. (2012). Acne Vulgaris: Pathogenesis,
Treatment, And Needs Assessment. Dermatol Clinic, 30,
99-106.

Landro, A. D., Cazzaniga, S., Parazzini, F., Ingordo, V., &


Cusano, F. (2012). Family History, Body Mass Index,
Selected Dietary Factors, Menstrual History, and Risk
of Moderate to Severe Acne in Adolescent and Young
Adults. American Academy of Dermatology, 1-8.

39
Efek Penggunaan Topikal Gel

Pavicic T, Wollenweber U, Farwick M, Korting HC. Anti-


microbial and –inflammatory activity and efficacy of
phytosphingosine: an in vitro and in vivo study
addressing acne vulgaris. Int J Cosmet Sci. 2007; 29:
181-90.

Lynde C, Tan J, Andriessen A, Barankin B, Dutil M, Gilbert M,


et al. A consensus on acne management focused on
specific patient features. J Cutan Med Surg. 2014; 18: 1-
13.

Maes DH, Schnittger SF, Chen CW, Matsui MS, Marenus KD.
Combinatorial anti-acne compositions. 2003. Tersedia
dari www.freepatentsonline.com. (Disitasi tanggal 10
November 2017).

Malahlela P, Motswaledi MH. Management of mild to


moderate acne vulgaris. S Afr Fam Pract. 2013; 55(3):
241-4.

Ozoguz, P., Kacar, S. D., Ekiz, O., Takci, Z., Balta, I., & Kalkan,
G. (2013). Evaluation of Serum Vitamins A and E and
Zinc Levels According to The Severity of Acne
Vulgaris. Cutaneuos and Ocular Toxicology, 1-4.

Parija S, Kanungo SK, Swain SR. A review on alternative


therapy of acne. IJRPP. 2013; 2(1): 267-73.

40
Efek Penggunaan Topikal Gel

Saraswat, A., Lahiri, K., Chatterjee, M., Barua, S., Coondoo, A.,
Mittal, A., Panda, S., & Rajagopalan, M. (2011). Topical
Corticosteroid Abuse On The Face: A Prospective,
Multicenter Study of Dermatology Outpatients. Indian
Journal of Dermatology, Venerology, and Leprology, 160-6.

Schlosser BJ, Alikhan A, Baldwin HE, Berson DS, Bowe WP,


Graber EM. Guidelines of care for the management of
acne vulgaris. J Am Acad Dermatol. 2016; 74(5): 945-73.

Smith, R. N. (2008). The Role of Diet in Clinical and Endocrine


Manifestation of Acne Vulgaris. Melbourne: RMIT
University.

Sparavigna A, Tenconi B, De Ponti I, La Panna L. An


innovative approach to the topical treatment of acne.
Clin Cosmet Investig Dermatol. 2015; 8: 179-85.

Thormar H, Hilmarsson H, Bergsson G. Antimicrobial lipids:


role in innate immunity and potential use in prevention
and treatment of infections. Formatex Research Center.
2013; 1(1): 1474-88.

Titus S, Hodge J. Diagnosis and treatment of acne. Am Fam


Physician. 2012; 86(8): 73440.

Wasitaatmadja, S. M. (2015). Akne Vulgaris. In S. L. Menaldi,


Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UI (pp. 288-92).
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

41
Efek Penggunaan Topikal Gel

Well, D. (2013). Acne Vulgaris A Review of Causes And


Treatment Options. The Nurse Practitioners, 38, 22-31.

Williams, H. C., Dellavalle, R. P., & Garner, S. (2012). Acne


vulgaris. The Lancet, 379(9813), 361-72.

Wolkenstein, P., Missery, L., Amici, J.-M., Maghia, R., &


Branchoux, S. (2015). Smoking and Dietary Factors
Associated with Moderate-to-Severe Acne in French
Adolescent and Young Adults: Results of a Survey
Using a Representative Sample. Dermatology , 30, 34-9.

Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM. Acne vulgaris and


acneiform eruption. Dalam : Goldsmith LA, Katz SI,
Cilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, dkk., editor.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi
ke-8. New York: Mc-Graw Hill; 2012. h. 897-917.

Zari S, Turkistani A. Acne vulgaris in Jeddah medical students


: prevalence, severity, self-report, and treatment
practices. Journal of Cosmetics, Dermatological
Sciences and Applications. 2017; 7: 67-76.

Zohra FT, Sultana T, Islam S, Nasreen T. Evaluation of severity


in patients of acne vulgaris by Global Acne Grading
System in Bangladesh. J Clin Pathol. 2017; 1(1): 1-5.

Layton AM. Acne. In: Griffiths, C., Barker, J., Bleiker, T.,
Chalmers, R. and Creamer, D. editors. Rook’s Text

42
Efek Penggunaan Topikal Gel

Book of Dermatology. 9th ed. Oxford: Willey-Blackwell;


2016. p. 42.1-90.1.

Baumann L, Keri J. Acne (Type 1 sensitive skin). In : Baumann


L, Saghari S, Weisberg E, eds. Cosmetic dermatology
principles and practice. 2nd ed. New York: Mc Graw
Hill. 2009; 43(1): 121-7.

Draelos ZD and Dinardo JC. A reevaluation of comedogenicity


concept. Journal of the American Academy of
Dermatology. 2006; 54(3): 507-12.

Kabir M, Sadiq S, Raza A. Comparison of Efficacy of


Adapalene (0.1% Gel) Monotherapy Ve Adapalene
(0.1%) Plus Benzyl Peroxide (2.5%) Combination
Therapy for Treatment of Mild to Moderate Acne
Vulgaris. Pakistan Journal Medical Health and Science.
Vol 12, No 2 April-June. 2018; 587-9

Anbarasi S, Meenakshi B, Ramya JE. Comparative Study of


Efficacy And Safety of Clindamycin 1% Gel And
Nadifloxacin 1% Cream In Patients With Mild To
Moderate Acne Vulgaris. IOSR Journal of Dental and
Medical Sciences. Vol 16, Issue 12 Ver. XIV. 2017; 12-22

Lee HS, Kim IH. Salicylic acid peels for the treatment of acne
vulgaris in Asian patients. Dermatologic surgery. 2003
Dec;29(12):1196-9.

43
Efek Penggunaan Topikal Gel

Young MC, Zito PM. Azelaic Acid in Acne Vulgaris. Journal of


the Dermatology Nurses' Association. 2018 May
1;10(3):152-3.

Zaenglein AL. Acne vulgaris. New England Journal of


Medicine. 2018 Oct 4;379(14):1343-52.

Pickert A, Raimer S. An evaluation of dapsone gel 5% in the


treatment of acne vulgaris. Expert opinion on
pharmacotherapy. 2009 Jun 1;10(9):1515-21.

Dawson AL, Dellavalle RP. Acne vulgaris. Bmj. 2013 May


8;346:f2634.

Pavicic T, Wollenweber U, Farwick M, Korting HC. Anti‐


microbial and‐inflammatory activity and efficacy of
phytosphingosine: an in vitro and in vivo study
addressing acne vulgaris. International journal of
cosmetic science. 2007 Jun;29(3):181-90.

Aneesh B, Bifi J, Thyvalappil A, Rajiv S, Ajayakumar S. Effect


of 30% salicylic acid peels in mild to moderate acne
vulgaris: a hospital-based nonrandomised clinical
study. Journal of Pakistan Association of Dermatology.
2018 Dec 13;28(2):146-51.

Buckley C, Jackson S, Kilcullen N, Pavis DM, inventors;


Reckitt Benckiser Healthcare International Ltd,
assignee. Skincare Compositions. United States patent
application US 15/988,595. 2018 Sep 20.

44

Anda mungkin juga menyukai