Anda di halaman 1dari 8

1/9

PENGANTAR

1. Dalam rangka pembaharuan liturgi, Konsili Vatikan II menaruh perhatian besar


terhadap Kitab Suci yang adalah Sabda Allah. Inilah antara lain sebabnya mengapa dalam
setiap kegiatan liturgi, entah itu perayaan sakramen, sakramentali, entah Ibadat Harian, Kitab
Suci diberi tempat dan peranan yang amat penting. "Dalam perayaan-perayaan liturgi
dimasukkan bacaan Kitab Suci yang lebih banyak, lebih beraneka ragam dan lebih cocok."
(Konstitusi Liturgi 35,1).

Makna dan Kedudukan Mazmur Tanggapan


2. Mazmur tanggapan merupakan unsur pokok dalam Liturgi Sabda. Mazmur
tanggapan memiliki makna liturgis serta pastoral yang penting karena menopang
permenungan atas sabda Allah. Maka, mazmur tanggapan hendaknya sesuai dengan bacaan
yang bersangkutan, dan biasanya diambil dari Buku Bacaan Misa (Lectionarium) (Pedoman
Umum Misale Romawi - PUMR 61). Tidak diizinkan mengganti bacaan dan mazmur
tanggapan, yang berisi sabda Allah, dengan teks-teks lain yang bukan dari Alkitab (PUMR
57).1
3. Dianjurkan bahwa mazmur tanggapan dilagukan,2 sekurang-kurangnya bagian
ulangan yang dibawakan oleh umat (PUMR 61).
4. Bacaan-bacaan Kitab Suci tidak boleh dihilangkan atau dikurangi, apalagi diganti
dengan bacaan lain yang bukan dari Kitab Suci; begitu juga nyanyian (mazmur) yang diambil
dari Kitab Suci dalam Perayaan Ekaristi. Sebab lewat Sabda Allah yang diwariskan secara
tertulis itulah "Allah masih terus ber-bicara kepada umat-Nya." (Tata Bacaan Misa,12).
5. Sebagai "unsur pokok dalam Liturgi Sabda," Mazmur Tanggapan mempunyai
makna liturgis dan pastoral yang besar. Maka dari itu para beriman perlu diajar dengan tekun,
bagaimana menangkap firman Allah yang berbicara lewat mazmur-mazmur, dan bagaimana
mengolahnya menjadi doa Gereja. Hal ini tentu "lebih mudah tercapai, kalau pemahaman
terhadap mazmur, seturut maksud pendarasannya dalam liturgi kudus, ditingkatkan dengan
cermat di kalangan para rohaniwan, dan dijabarkan kepada semua orang beriman melalui
katekese yang sepadan." Pengarahan-pengarahan singkat dapat membantu menjelaskan
mengapa mazmur dan ayat ulangannya dipilih untuk menanggapi bacaan-bacaan yang
bersangkutan. (Tata Bacaan Misa 19: SBL 2E, 859)

Fungsi Mazmur Tanggapan


6. Mazmur Tanggapan berfungsi menanggapi sabda Tuhan! Dan tanggapan ini bukan
dengan sembarang kata, tetapi dengan kata-kata Kitab Suci, yang telah dipilih secara saksama
oleh para ahli liturgi.
7. Kalau dilihat bentuknya, mazmur tanggapan sangatlah bervariasi: kadang-kadang
mazmur tanggapan itu berupa renungan, kadang-kadang doa permohonan, pujian, ungkapan
sukacita, dan lain sebagainya.
Bentuk renungan mengajak kita meresapkan ke dasar hari sabda Tuhan yang baru saja
kita dengar; bentuk doa permohonan mengajak kita menanggapi sabda Tuhan dengan doa;
bentuk pujian mengajak kita memuji Allah atas kebaikan-Nya; sedangkan bentuk ungkapan
sukacita mengajak kita meluapkan kegembiraan sebagai tanggapan atas karunia Allah.
Ini semua menunjukkan begitu kaya dan mengenanya mazmur-mazmur tanggapan
kita. Sungguh, pembaharuan liturgi telah memberikan penghargaan tinggi terhadap mazmur.

1
Bdk. Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Vicesimus quintus annus, 4-12-1988, no. 13.
2
Komisi Liturgi KWI telah menerbitkan buku khusus: NYANYIAN MAZMUR TANGGAPAN dan ALLELUYA.
2/9

8. Jika diamati dari segi doa, dapatlah dikatakan bahwa Mazmur Tanggapan
merupakan doa teladan. Di dalam Mazmur Tanggapan, di satu pihak kita diajak untuk bergulat
dengan permainan kata, irama, gambaran, perasaan yang serba puitis; di lain pihak kita
dibantu menjadikan diri kita sebagai orang peminta, orang pemuji, orang berhutang, orang
pendosa, orang pencinta terhadap Allah. Apalagi Mazmur Tanggapan merupakan kesempatan
indah bagi umat yang berhimpun itu untuk berdoa dengan bahasa Kitab Suci yang tak dapat
begitu saja diganti. Maka pentinglah kita menilai tinggi kesempatan ini, dan memberikan
perhatian nyata kepada Mazmur Tanggapan sebagaimana disarankan oleh liturgi.
9. Jikalau kita menelusuri tradisi, akan kita peroleh dorongan yang lebih menguatkan
hati pula. Mazmur Tanggapan sudah mendarah daging dalam tradisi Kitab Suci dan Gereja
Purba. Melanjutkan praktik sinagoga Yahudi, orang-orang kristen secara tradisional
menanggapi bacaan Kitab Suci dengan menyanyikan mazmur atau kidung Kitab Suci. Di
Roma, seorang solis mendekati mimbar dan mengangkat nyanyian yang kemudian disebut
graduale. Ayat-ayat mazmur ia nyanyikan, sedang umat menyahut dengan ulangan pendek
yang biasanya diambil dari mazmur yang sama.
Dengan demikian tidaklah salah kalau dikatakan bahwa Mazmur Tanggapan mungkin
merupakan nyanyian yang paling tua dalam ibadat kristen.
Sekitar abad ke-4 dan ke-5 menyanyi mazmur bersahut-sahutan sudah menjadi lazim
baik di Gereja Timur maupun di Gereja Barat. Tetapi sekitar abad ketujuh solis dan paduan
suara mengambil alih seluruh pembawaan Mazmur Tanggapan ini, sehingga berakhirlah
partisipasi umat. Baru pada abad ke-20 ini kita temukan kembali bentuk responsorial itu untuk
memungkinkan partisipasi umat dalam menanggapi firman Allah.
10. Biasanya mazmur tanggapan itu lagu. Ada dua cara melagukan mazmur sesudah
bacaan pertama, yakni cara responsorial, artinya dengan ayat ulangan, dan tanpa ayat ulangan.
Sedapat-dapatnya cara responsorial itu diutamakan. Dalam hal ini pemazmur membawakan
ayat-ayat mazmur, sedangkan seluruh umat berperanserta melalui ayat ulangan. Bila
dilagukan tanpa ayat ulangan, seluruh mazmur dinyanyikan entah hanya oleh pemazmur,
entah oleh semua bersama-sama, tanpa diselingi ayat-ulangan. (Tata Bacaan Misa, 20: SBL
2E, 860)
11. Pendarasan mazmur, juga kalau hanya ayat ulangan yang dinyanyikan, amat
membantu untuk menangkap makna spiritual dari mazmur itu, dan juga membantu jemaat
merenungkannya.
12. Dalam setiap kebudayaan segala sesuatu yang menolong seluruh umat
menyanyikan mazmur, harus dimanfaatkan; khususnya pula penggunaan kemungkinan yang
sudah disediakan dalam Tata Bacaan Misa bertalian dengan ayat-ayat ulangan yang dapat
dipakai sesuai dengan masing-masing masa liturgi. (Tata Bacaan Misa, 21: SBL 2E, 861)
13. Bila mazmur tanggapan tidak dinyanyikan, hendaknya dibawakan dengan cara
yang paling cocok untuk merenungkan firman Allah. (Tata Bacaan Misa, 22: SBL 2E, 862)
3/9

Bait Pengantar Injil


14. Bait Pengantar Injil dengan atau tanpa "Alleluya" sesuai dengan masa liturgi yang
bersangkutan merupakan "upacara atau kegiatan yang berdiri sendiri." Pada bagian ini umat
beriman menyongsong dan menyalami Tuhan yang akan bersabda kepada mereka, dan
mengungkapkan imannya dalam suatu lagu.
15. Bait Pengantar Injil itu harus dinyanyikan, bukan hanya oleh solis yang
mengangkatnya atau oleh paduan suara, melainkan sehati sesuara oleh seluruh umat sambil
berdiri. (Tata Bacaan Misa, 23: SBL 2E, 863).
a) Alleluya dinyanyikan sepanjang tahun kecuali dalam Masa Pra-paskah. Yang
menyanyikan alleluya itu ialah umat atau paduan suara atau boleh juga seorang solis.
Jika perlu alleluya boleh diulangi. Teks ayat diambil dari Buku Bacaan Misa atau dari
buku Graduale.
b) Bait Pengantar Injil lain terdiri dari atas ayat sebelum Injil, atau se-buah
mazmur lain (tractus), seperti yang tercantum dalam Buku Bacaan Misa atau dalam
Graduale. (Pedoman Umum Buku Misa, 37: SBL 2C, 403).
16. Jika sebelum Injil hanya ada satu bacaan maka hendaknya diperha-tikan hal yang
berikut ini:
a. Di luar Masa Prapaskah dapat digunakan nyanyian mazmur alleluya (halel)
atau mazmur beserta alleluya dengan baitnya atau kedua-duanya.
b. Dalam Masa Prapaskah dapat dinyanyikan mazmur saja atau dengan bait
pengantar Injil. (Pedoman Umum Buku Misa, 38: SBL 2C, 404)
17. Jika mazmur tanggapan tidak dinyanyikan, maka dibacakan saja. Te-tapi alleluya
atau bait pengantar Injil dapat ditiadakan kalau tidak dinyanyi-kan. (Pedoman Umum Buku
Misa, 39: SBL 2C, 405).

ALUR LITURGI DAN STRUKTUR MAZMUR TANGGAPAN

Kerangka dan Alur Liturgi Sabda


18. Liturgi Sabda dalam setiap perayaan liturgi memiliki kerangka utuh sebagai
berikut:
Bacaan I
Mazmur Tanggapan
Bacaan II
Alleluya / Bait Pengantar Injil
Injil
Aklamasi
Syahadat
Doa Umat
4/9

Struktur Mazmur Tanggapan


19. Buku Bacaan Ibadat menyediakan Mazmur Tanggapan dalam bentuk berulangan:
satu ulangan dengan lebih kurang 3 bait mazmur untuk dibawakan berganti-gantian. Maksud
yang terkandung di balik bentuk ini a.l.
 Ulangan dimaksudkan sebagai kunci penafsiran atau doa inti dari bacaan yang baru
saja didengar.
 Pengulangan ulangan memungkinkan umat untuk bisa ambil bagian secara aktif,
dan terlibat dalam permohonan maupun pujian, sebagai tanggapan terhadap firman
Allah.
 Ayat/bait-bait bermaksud memperdalam amanat pewartaan.
 Dialog antara pemazmur dengan umat, antara pewarta dan penerima sabda,
menggambarkan dialog antara Allah dan umatNya.
 Dan kalau dinyanyikan oleh koor dan solis: memungkinkan umat memperoleh
peresapan yang lebih mendalam atas amanat bacaan pertama lewat mendengarkan
lagu meditatif.

PEMAZMUR DAN KETRAMPILANNYA

Tugas Pemazmur dan Tuntutannya


20. Pemazmur bertugas membawakan mazmur atau kidung-kidung dari Alkitab di
antara bacaan-bacaan. Supaya dapat menunaikan tugasnya dengan baik, ia harus menguasai
cara melagukan mazmur, dan harus mempunyai suara yang lantang serta ucapan yang jelas
(PUMR 102).
21. Pemazmur memainkan peranan kunci dalam membawakan mazmur tanggapan.
Maka dari itu dia harus memahami sungguh-sungguh fungsi mazmur tanggapan dan
menguasai teknik-teknik membawakannya, a.l:
1. Ulangan: Pemazmur harus mampu mengangkat ulangan dengan mantap dan
meyakinkan, sehingga umat pun dapat serempak meng-ulanginya.
2. Ayat-ayat: Ayat-ayat mazmur mengungkapkan inti tanggapan kita terhadap sabda
Allah. Maka harus dibawakan dengan tepat. Ada be-berapa kemungkinan:
Pertama: dilagukan sesuai dengan pola lagu yang disediakan dalam
mazmur ybs. Untuk ini pemazmur harus mempersiapkan diri dengan baik:
mengenal pola lagu - berlatih - menjiwai. Dan cara membawakan ayat-ayat itu
harus cukup lancar, mengalir, tidak terlalu lambat atau patah-patah, tetapi
sekaligus harus menjaga artikulasi supaya jelas. Petunjuk lebih rinci lihat di
bawah.
Kedua: dibacakan. Kalau pemazmur tidak pandai menyanyi atau tidak
siap, paling tidak ulangan dapat dinyanyikan sedang ayat-ayat didaras/dibacakan,
dan sesudah tiap-tiap ayat umat menyanyikan ulangan.
Atau, kalau pemazmur sama sekali tidak mampu menyanyi, se-luruh
mazmur tanggapan (ulangan dan ayat-ayatnya) dapat juga di-bacakan biasa.
3. Suasana dan penjiwaan: Sebagai tanggapan atas sabda Allah, mazmur tanggapan
sangat bervariasi jiwa dan suasananya: gembira, pujian, syukur, gagah, agung /
megah, susah, merana - merintih, tenang (doa, renungan), dll.
Semua ini harus mendapat perhatian dari pemazmur, agar ia dapat mem-bawakan ayat-
ayat mazmur tanggapan dengan suasana dan penjiwaan yang tepat.
5/9

Pedoman Praktis Melagukan Ayat Mazmur


22. Waktu melagukan ayat-ayat mazmur, pemazmur sedang memaklumkan sabda
Tuhan. Pemazmur hendaknya mengucapkan kata-kata dengan jelas sehingga mudah ditangkap
oleh jemaat. Pengucapan hendaknya wajar, tidak dibuat-buat.
23. Pendarasan ayat-ayat mazmur pada umumnya dilaksanakan dengan lancar,
mengalir, seperti orang berbicara secara wajar. Hendaknya di-hindari pendarasan yang
terburu-buru atau sebaliknya terlalu lambat, tersendat-sendat atau terputus-putus.
24. Kadang-kadang ada ayat mazmur yang panjang. Ayat seperti ini ditulis dalam dua
baris misalnya sebagai berikut:
. ______ __. . . .
1 ... 6 1 2 1 1 ||
yang merendahkan diri
untuk melihat ke langit dan ke bu- mi?
Baris seperti ini hendaknya dibawakan sebagai satu kalimat utuh, tanpa dipenggal.
Kalau terpaksa, dapat dipenggal sesudah kata “diri”. Seluruh bagian kalimat “yang
merendahkan diri untuk melihat ke langit” dilagukan dengan nada “do”.
25. Suku kata yang dicetak tebal menunjukkan perubahan nada sesudah suatu resitasi
(nada-datar) yang panjang. Dalam contoh di atas adalah kata “dan”. Bagian sebelum kata
“dan” dilagukan dengan na-da “do” sedangkan kata “dan” dengan nada “la”. Perubahan nada
ini tidak dengan sendirinya terkait dengan tekanan kata. Di sini peru-bahan nada bertepatan
dengan suku kata yang bertekanan; dan ini sangat menolong bagi pemazmur. Tetapi, kadang-
kadang perubahan nada jatuh pada suku kata yang tidak bertekanan, misalnya:
______ _ __
3 2 1... 2 17. 6. '
Tu-han membuka mata o-rang bu-ta,
Perubahan nada terjadi pada suku kata “rang” sedangkan tekanan kata jatuh pada suku
kata “o". Dalam pelaksanaan, pemazmur harus tetap memberi tekanan pada kata “o", sehingga
praktiknya akan menjadi:
______ ______ __
3 2 1... 1 2 17. 6. '
Tu-han membuka mata o-rang bu- ta,
26. Tekanan kata – hendaknya diupayakan konsistensi dalam tekanan lagu dan tekanan
syair. Hal ini ditunjukkan lewat garis atas dan penghimpunan not.
Sehubungan dengan tekanan kata, pola lagu, khususnya pada akhir baris lebih
bervariasi, luwes. Dalam contoh berikut, pola lagu yang sama diterapkan secara berbeda
karena terkait dengan kaidah tekanan kata, lihat Puji Syukur hlm. 770-771.
_ ______ . ______
6 6 7 1 ... 6 5 6'
Bersih-kan-lah aku seluruhnya dari kesa- lah-an- ku,
Bandingkan dengan:
_ ______ . __
6 6 7 1 ... 65 6 '
Persembahanku kepada-Mu ialah jiwa yang hancur;
Pola lagu yang sama (65 6) diterapkan secara berbeda karena aksentuasi kata yang
dilagukan: kesalahanku dan hancur.
27. Akhir bait selalu diperlambat, lebih-lebih kalau suku-suku kata akhir itu mendapat
lagu yang masih mengalir dan cenderung cepat, misalnya:
______
5... 4 3 2 ||
dan tahirkanlah aku dari do- sa- ku!
6/9

28. Pengantar Injil kadang-kadang memiliki ayat yang panjang. Kalau perlu, ayat itu
dapat dijadikan dua bait, dan di antaranya disisipkan ulangan. Ayat panjang seperti itu dalam
buku ini ditulis misalnya sebagai berikut:
__ .
6... 1 6 7 '
1. Begitu besar kasih Allah akan du- nia
. _ .
1 ... 2 7 6 |
sehingga Ia telah menganugerahkan
Anak-Nya yang tung-gal.

( U
Terpujilah...)
______ .
6... 1 6 7 '
2. Setiap orang yang percaya ke-pa- da- Nya
. ______ .
1 ... 2 7 6 ||
beroleh hidup yang ke- kal.
U Terpujilah...
Atau:
.
1 ... 7 6 |
1. Benih melambangkan sabda Al- lah,
. __ . . .
2 ... 1 2 3 ||
penaburnya ialah Kris-tus.

( U
Alleluya...)
.
1 ... 7 6 |
2. Semua orang yang menemukan Kris-tus
. ______ . . .
2 ... 1 2 3 ||
akan hidup selama -la- ma-nya.

U
Alleluya...
Ulangan di antara kedua ayat ditulis dalam kurung “(Terpujilah…)” dan
“(Alleluya...)” Artinya ulangan di situ adalah fakultatif. Kapan dilagukan? Kalau dianggap
sesuai dengan situasi, misalnya persi-apan/perarakan sebelum Injil makan waktu lebih lama,
atau perayaan hari itu sangat meriah.
7/9

Persiapan Tugas
29. Persiapan - Pemazmur hendaknya sungguh-sungguh mempersiapkan diri agar
dapat melaksanakan pelayanannya dengan maksimal.
a. Sebagai persiapan bacalah selalu juga bacaan I dan carilah hubungannya
dalam kata-kata kunci yang termuat dalam refren dan ayat-ayat mazmur.
b. Mazmur tanggapan adalah renungan. Janganlah tergesa-gesa untuk mulai
tetapi ciptakanlah ketenangan. Tunggu dulu seusai satu baris dinyanyikan,
hembuskanlah sisa nafas dulu dan tarik nafas baru sebelum mulai membawakan baris
berikutnya. Waktu istirahat ini dapat juga diisi dengan “nada-nada jembatan” oleh
organis.
c. Bacalah satu baris dan bayangkanlah lagunya sebelum mulai bernyanyi
sehingga ada kesan bahwa Anda menguasai apa yang Anda wartakan.
d. Tentukanlah bersama organis tinggi nada yang pas bagi masing-masing
mazmur / bait pengantar Injil. Sebaliknya ayat-ayat mazmur dinyanyikan a capella /
tanpa iringan demi penjiwaan yang optimal.
e. Alangkah baiknya bila Anda dapat berlatih dengan suara lantang (suara
kenabian) – bukan hanya dalam hati.

Pelaksanaan Tugas
30. Sebelum mazmur tanggapan ada saat hening. Saat hening ini sungguh merupakan
bagian dari ibadat, diperlukan untuk meresapkan bacaan, untuk membiarkan kata-kata atau
kalimat-kalimat tertentu bergema terus dalam hati. Inilah saat hening bersama: pelayan ibadat
dan semua anggota jemaat yang lain harus berhening. Tak seorang pun [termasuk pemazmur]
boleh sibuk dengan musik, buku atau kertas (misalnya mencari-cari teks nyanyian mazmur).
Mazmur tanggapan muncul dari suasana hening, mengalir dari keheningan tanpa keributan
atau pun pengumuman.
31. Sesudah saat hening, pemazmur siap melagukan Mazmur Tanggapan (dan Bait
pengantar Injil).

PENAMPILAN DAN SARANA PENUNJANG

Busana Pemazmur
32. Dalam liturgi, tidak semua anggota menjalankan tugas yang sama. Tugas yang
berbeda-beda itu dinyatakan lewat busana liturgis yang berbeda-beda. Jadi, busana liturgis
hendaknya menandakan tugas khusus masing-masing pelayan. Di samping itu, busana liturgis
juga menambah keindahan perayaan liturgi. Seyogyanya busana liturgis untuk pemazmur
diberkati (PUMR 335).3
33. Busana liturgis yang lazim dikenakan oleh semua pelayan liturgi, tertahbis maupun
tidak tertahbis, ialah alba, yang dikencangi dengan singel, kecuali kalau bentuk alba itu
memang tidak menuntut singel. Kalau alba tidak menutup sama sekali kerah pakaian sehari-
hari, maka dikenakan amik sebelum alba (PUMR 119, 336).
34. Di samping bahan-bahan tradisional Gereja, untuk busana liturgis pemazmur boleh
digunakan bahan-bahan produksi khas daerah; boleh juga digunakan bahan-bahan tiruan yang
selaras dengan martabat perayaan liturgis dan pelayan liturgi yang mengenakannya.
Konferensi Uskuplah yang hendaknya memutuskan hal itu (PUMR 343).4
3
Sda.
4
Bdk. KL, no. 128: SBL 2A, no. 128.
8/9

35. Busana liturgis pemazmur hendaknya tampak indah dan anggun bukan karena
banyak dan mewahnya hiasan, melainkan karena bahan dan bentuk potongannya. Hiasan pada
busana liturgis pemazmur yang berupa gambar atau lambang, hendaknya sesuai dengan liturgi
(PUMR 344).

Tempat Pemazmur
36. Pemazmur melagukan mazmur tanggapan dari mimbar atau tempat lain yang cocok
(PUMR 61, 309).

Tata Gerak Pemazmur


37. Tata gerak merupakan bagian penting dalam liturgi karena ia mengungkapkan
secara nyata apa yang tersimpan di dalam hati. Maka tata gerak pemazmur harus khidmat dan
anggun.
38. Kalau pemazmur ikut dalam perarakan masuk, posisinya di belakang para putra
altar.
39. Sesudah saat hening yang menyusul bacaan (pertama), pemazmur berdiri dengan
tenang dari tempat duduk, lalu berjalan tenang ke depan altar, membungkuk khidmat, lalu
berjalan ke mimbar. Sesudah sampai di mimbar, pemazmur berdiri tegak dengan postur yang
anggun.
Sesudah melagukan mazmur tanggapan, pemazmur turun dari mimbar, . berjalan
tenang ke depan altar, membungkuk khidmat, lalu berjalan ke tempat duduk semula.

Sound System
40. Aturlah posisi (tinggi/rendahnya) mike dan jagalah jarak mulut Anda dari mike
(kira-kira sejengkal) agar huruf “p” dan “b” tidak meletus.

Buku Sumber:
Pedoman Umum Misale Romawi, Komisi Liturgi KWI 2002
Nyanyian Mazmur Tanggapan dan Alleluya, Komisi Liturgi KWI 2003
Tata Bacaan Misa
Konstitusi Liturgi Sacrosanctum Concilium Konsili Vatikan II
Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Vicesimus quintus annus, 1988

Anda mungkin juga menyukai