PENGANTAR
1
Bdk. Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Vicesimus quintus annus, 4-12-1988, no. 13.
2
Komisi Liturgi KWI telah menerbitkan buku khusus: NYANYIAN MAZMUR TANGGAPAN dan ALLELUYA.
2/9
8. Jika diamati dari segi doa, dapatlah dikatakan bahwa Mazmur Tanggapan
merupakan doa teladan. Di dalam Mazmur Tanggapan, di satu pihak kita diajak untuk bergulat
dengan permainan kata, irama, gambaran, perasaan yang serba puitis; di lain pihak kita
dibantu menjadikan diri kita sebagai orang peminta, orang pemuji, orang berhutang, orang
pendosa, orang pencinta terhadap Allah. Apalagi Mazmur Tanggapan merupakan kesempatan
indah bagi umat yang berhimpun itu untuk berdoa dengan bahasa Kitab Suci yang tak dapat
begitu saja diganti. Maka pentinglah kita menilai tinggi kesempatan ini, dan memberikan
perhatian nyata kepada Mazmur Tanggapan sebagaimana disarankan oleh liturgi.
9. Jikalau kita menelusuri tradisi, akan kita peroleh dorongan yang lebih menguatkan
hati pula. Mazmur Tanggapan sudah mendarah daging dalam tradisi Kitab Suci dan Gereja
Purba. Melanjutkan praktik sinagoga Yahudi, orang-orang kristen secara tradisional
menanggapi bacaan Kitab Suci dengan menyanyikan mazmur atau kidung Kitab Suci. Di
Roma, seorang solis mendekati mimbar dan mengangkat nyanyian yang kemudian disebut
graduale. Ayat-ayat mazmur ia nyanyikan, sedang umat menyahut dengan ulangan pendek
yang biasanya diambil dari mazmur yang sama.
Dengan demikian tidaklah salah kalau dikatakan bahwa Mazmur Tanggapan mungkin
merupakan nyanyian yang paling tua dalam ibadat kristen.
Sekitar abad ke-4 dan ke-5 menyanyi mazmur bersahut-sahutan sudah menjadi lazim
baik di Gereja Timur maupun di Gereja Barat. Tetapi sekitar abad ketujuh solis dan paduan
suara mengambil alih seluruh pembawaan Mazmur Tanggapan ini, sehingga berakhirlah
partisipasi umat. Baru pada abad ke-20 ini kita temukan kembali bentuk responsorial itu untuk
memungkinkan partisipasi umat dalam menanggapi firman Allah.
10. Biasanya mazmur tanggapan itu lagu. Ada dua cara melagukan mazmur sesudah
bacaan pertama, yakni cara responsorial, artinya dengan ayat ulangan, dan tanpa ayat ulangan.
Sedapat-dapatnya cara responsorial itu diutamakan. Dalam hal ini pemazmur membawakan
ayat-ayat mazmur, sedangkan seluruh umat berperanserta melalui ayat ulangan. Bila
dilagukan tanpa ayat ulangan, seluruh mazmur dinyanyikan entah hanya oleh pemazmur,
entah oleh semua bersama-sama, tanpa diselingi ayat-ulangan. (Tata Bacaan Misa, 20: SBL
2E, 860)
11. Pendarasan mazmur, juga kalau hanya ayat ulangan yang dinyanyikan, amat
membantu untuk menangkap makna spiritual dari mazmur itu, dan juga membantu jemaat
merenungkannya.
12. Dalam setiap kebudayaan segala sesuatu yang menolong seluruh umat
menyanyikan mazmur, harus dimanfaatkan; khususnya pula penggunaan kemungkinan yang
sudah disediakan dalam Tata Bacaan Misa bertalian dengan ayat-ayat ulangan yang dapat
dipakai sesuai dengan masing-masing masa liturgi. (Tata Bacaan Misa, 21: SBL 2E, 861)
13. Bila mazmur tanggapan tidak dinyanyikan, hendaknya dibawakan dengan cara
yang paling cocok untuk merenungkan firman Allah. (Tata Bacaan Misa, 22: SBL 2E, 862)
3/9
28. Pengantar Injil kadang-kadang memiliki ayat yang panjang. Kalau perlu, ayat itu
dapat dijadikan dua bait, dan di antaranya disisipkan ulangan. Ayat panjang seperti itu dalam
buku ini ditulis misalnya sebagai berikut:
__ .
6... 1 6 7 '
1. Begitu besar kasih Allah akan du- nia
. _ .
1 ... 2 7 6 |
sehingga Ia telah menganugerahkan
Anak-Nya yang tung-gal.
( U
Terpujilah...)
______ .
6... 1 6 7 '
2. Setiap orang yang percaya ke-pa- da- Nya
. ______ .
1 ... 2 7 6 ||
beroleh hidup yang ke- kal.
U Terpujilah...
Atau:
.
1 ... 7 6 |
1. Benih melambangkan sabda Al- lah,
. __ . . .
2 ... 1 2 3 ||
penaburnya ialah Kris-tus.
( U
Alleluya...)
.
1 ... 7 6 |
2. Semua orang yang menemukan Kris-tus
. ______ . . .
2 ... 1 2 3 ||
akan hidup selama -la- ma-nya.
U
Alleluya...
Ulangan di antara kedua ayat ditulis dalam kurung “(Terpujilah…)” dan
“(Alleluya...)” Artinya ulangan di situ adalah fakultatif. Kapan dilagukan? Kalau dianggap
sesuai dengan situasi, misalnya persi-apan/perarakan sebelum Injil makan waktu lebih lama,
atau perayaan hari itu sangat meriah.
7/9
Persiapan Tugas
29. Persiapan - Pemazmur hendaknya sungguh-sungguh mempersiapkan diri agar
dapat melaksanakan pelayanannya dengan maksimal.
a. Sebagai persiapan bacalah selalu juga bacaan I dan carilah hubungannya
dalam kata-kata kunci yang termuat dalam refren dan ayat-ayat mazmur.
b. Mazmur tanggapan adalah renungan. Janganlah tergesa-gesa untuk mulai
tetapi ciptakanlah ketenangan. Tunggu dulu seusai satu baris dinyanyikan,
hembuskanlah sisa nafas dulu dan tarik nafas baru sebelum mulai membawakan baris
berikutnya. Waktu istirahat ini dapat juga diisi dengan “nada-nada jembatan” oleh
organis.
c. Bacalah satu baris dan bayangkanlah lagunya sebelum mulai bernyanyi
sehingga ada kesan bahwa Anda menguasai apa yang Anda wartakan.
d. Tentukanlah bersama organis tinggi nada yang pas bagi masing-masing
mazmur / bait pengantar Injil. Sebaliknya ayat-ayat mazmur dinyanyikan a capella /
tanpa iringan demi penjiwaan yang optimal.
e. Alangkah baiknya bila Anda dapat berlatih dengan suara lantang (suara
kenabian) – bukan hanya dalam hati.
Pelaksanaan Tugas
30. Sebelum mazmur tanggapan ada saat hening. Saat hening ini sungguh merupakan
bagian dari ibadat, diperlukan untuk meresapkan bacaan, untuk membiarkan kata-kata atau
kalimat-kalimat tertentu bergema terus dalam hati. Inilah saat hening bersama: pelayan ibadat
dan semua anggota jemaat yang lain harus berhening. Tak seorang pun [termasuk pemazmur]
boleh sibuk dengan musik, buku atau kertas (misalnya mencari-cari teks nyanyian mazmur).
Mazmur tanggapan muncul dari suasana hening, mengalir dari keheningan tanpa keributan
atau pun pengumuman.
31. Sesudah saat hening, pemazmur siap melagukan Mazmur Tanggapan (dan Bait
pengantar Injil).
Busana Pemazmur
32. Dalam liturgi, tidak semua anggota menjalankan tugas yang sama. Tugas yang
berbeda-beda itu dinyatakan lewat busana liturgis yang berbeda-beda. Jadi, busana liturgis
hendaknya menandakan tugas khusus masing-masing pelayan. Di samping itu, busana liturgis
juga menambah keindahan perayaan liturgi. Seyogyanya busana liturgis untuk pemazmur
diberkati (PUMR 335).3
33. Busana liturgis yang lazim dikenakan oleh semua pelayan liturgi, tertahbis maupun
tidak tertahbis, ialah alba, yang dikencangi dengan singel, kecuali kalau bentuk alba itu
memang tidak menuntut singel. Kalau alba tidak menutup sama sekali kerah pakaian sehari-
hari, maka dikenakan amik sebelum alba (PUMR 119, 336).
34. Di samping bahan-bahan tradisional Gereja, untuk busana liturgis pemazmur boleh
digunakan bahan-bahan produksi khas daerah; boleh juga digunakan bahan-bahan tiruan yang
selaras dengan martabat perayaan liturgis dan pelayan liturgi yang mengenakannya.
Konferensi Uskuplah yang hendaknya memutuskan hal itu (PUMR 343).4
3
Sda.
4
Bdk. KL, no. 128: SBL 2A, no. 128.
8/9
35. Busana liturgis pemazmur hendaknya tampak indah dan anggun bukan karena
banyak dan mewahnya hiasan, melainkan karena bahan dan bentuk potongannya. Hiasan pada
busana liturgis pemazmur yang berupa gambar atau lambang, hendaknya sesuai dengan liturgi
(PUMR 344).
Tempat Pemazmur
36. Pemazmur melagukan mazmur tanggapan dari mimbar atau tempat lain yang cocok
(PUMR 61, 309).
Sound System
40. Aturlah posisi (tinggi/rendahnya) mike dan jagalah jarak mulut Anda dari mike
(kira-kira sejengkal) agar huruf “p” dan “b” tidak meletus.
Buku Sumber:
Pedoman Umum Misale Romawi, Komisi Liturgi KWI 2002
Nyanyian Mazmur Tanggapan dan Alleluya, Komisi Liturgi KWI 2003
Tata Bacaan Misa
Konstitusi Liturgi Sacrosanctum Concilium Konsili Vatikan II
Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Vicesimus quintus annus, 1988