Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA

MENINGITIS DI RUANG

RUMAH SAKIT ULIN BANJARMASIN

Oleh:

Nama: Abnita Karunia Putri

NPM: 1614401110001

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN REGULER

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


LAPORAN PENDAHULUAN MENINGITIS

A. Konsep Penyakit
1. Anatomi fisiologi

. Struktur Meninges

Meninges terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu duramater, arachnoid, dan piamater. Duramater melekat
pada tengkorak atau tulang kanalis vertebralis di sumsum tulang belakang. Arachnoid melekat pada
duramater. Sedangkan piamater melekat pada jaringan sistem saraf pusat.

1.1. Duramater

(Artikel lengkap: Duramater)

Duramater adalah lapisan meninges yang tebal, kuat, dan paling dekat dengan otak. Duramater berarti
“ibu yang kuat”. Pada bagian terluar yang longgar terdiri dari serat fibrosa dan serat elastis. Pada bagian
tengah kebanyakan berserat dan terdiri dari dua bagian: lapisan endosteal (yang lebih dekat dengan
tengkorak) dan lapisan meningeal (yang lebih dekat dengan otak). Duramater bersifat seperti kantung
yang menyelubungi arachnoid dan membawa darah dari otak ke jantung.

1.2. Arachnoid
(Artikel lengkap: Arachnoid)

Lapisan meninges yang terletak dibagian tengah disebut arachnoid mater. Dinamakan demikian karena
strukturnya mirip jaring laba-laba namun transparan. Struktur ini memberikan efek bantalan untuk sistem
saraf pusat. Arachnoid merupakan membran transparan yang tipis serta terdiri dari jaringan fibrosa dan
sel-sel yang kedap cairan. Arachnoid tidak mengikuti bentuk permukaan otak jadi terlihat seperti kantong
yang longgar tapi pas.

1.3. Piamater

(Artikel lengkap: Piamater)

Piamater adalah membran yang sangat halus, tipis, dan mengikuti bentuk permukaan otak yang berlekuk-
lekuk. Ia terdiri dari jaringan fibrosa dan sel yang kedap cairan. Pada piamater terdapat pembuluh darah
menuju ke otak dan sumsum tulang belakang.

1. Otak Besar ( Cerebrum )

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut Cerebral Cortex, Forebrain atau
Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum
membuat manusia memiliki kemampuan berfikir, analisa, logika, bahasa, perasaan, kesadaran,
perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ juga ditentukan oleh
kualitas bagian ini. Otak Besar / Cerebrum terbagi menjadi empat bagian yang disebut lobus. Bagian lobus
yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus.

a. Lobus Frontal

Merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan
kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
b. Lobus Parietal

Berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

c. Lobus Temporal

Berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan
bahasa bicara atau komunikasi dalam bentuk suara.

d. Lobus Occipital

Bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.

2. Otak Kecil ( Cerebellum )

Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas.
Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya:

· Mengatur sikap atau posisi tubuh

· Mengontrol keseimbangan

· Koordinasi otot dan gerakan tubuh

Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti
gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika
terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot.
Gerakan menjadi tidak terkoordinasi.

3. Batang Otak ( Brainstem )

Mengatur fungsi vital manusia meliputi pusat pernafasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh,
mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight
( menghadapi atau menghindar ) saat datangnya ancaman. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Mesencephallon
Disebut Otak Tengah (Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar
dan Otak Kecil. Berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil
mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.

b. Diencephallon

Merupakan bagian otak yang terletak dibagian atas dari batang otak dan di depan mesencephalon. Terdiri
dari

1) Thalamus ( yang terletak diantara korteks otak besar dan otak tengah ) yang berfungsi untuk
menyampaikan impuls / sinyal motorik menuju korteks otak besar dan medulla spinalis.

2) Hipotalamus adalah bagian otak yang terdiri dari sejumlah nukleus dengan berbagai fungsi yang
sangat peka terhadap steroid, glukokortikoid, glukosa dan suhu. Hipotalamus merupakan pusat kontrol
autonom. Salah satu fungsi yang penting adalah karena terhubung dengan sistem syaraf dan kelenjar
hipofisis yang merupakan salah satu homeostasis sistem endokrin yaitu fungsi neuroendokrin yang
berpengaruh terhadap sistem syaraf otonom sehingga dapat menjaga homeostasis tekanan darah, denyut
jantung, suhu tubuh, perilaku konsumsi dan emosi. Hipotalamus merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem limfatik, dan merupakan konektor sinyal dari berbagai bagian otak menuju korteks
otak besar. Akson dari berbagai sistem indera berakhir pada hipotalamus (kecuali sistem olfaction)
sebelum informasi tersebut diteruskan menuju korteks otak besar. Hipotalamus berfungsi juga mengirim
sinyal menuju kelenjar adrenal yaitu epinephrine dan norepinephrine yang menskresikan Antideuretic
Hormone (ADH), Oksitosin, dan Regulatori Hormone.

c. Medulla Oblongata

Adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Berfungsi untuk menghantarkan impuls dari medulla spinalis menuju otak. Medulla Oblongata
mempengaruhi reflek fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi,
fungsi pencernaan. Selain itu juga mengatur gerak refleks lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.

d. Pons

Kata pons berasal dari bahasa latin yang berarti jembatan. Adalah bagian otak yang berupa serabut syaraf
yang menghubungkan dua belahan otak kecil (kiri dan kanan). Pons juga menghubungkan korteks otak
dan medula.
Pons disebut juga Pons Varoli / Jembatan Varol.

Sebagai bagian dari batang otak, pons juga mempengaruhi beberapa fungsi otomatis organ vital tubuh
salah satunya mengatur intensitas dan frekuensi pernapasan. Pons juga dikaitkan dengan kontrol siklus
tidur. Selain itu pons juga berhubungan dengan batang otak untuk mengontrol refleks ( yuyun yueniwati,
2017) .

2. Definisi penyakit

Meningitis merupakan radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis dan
di sebabkan oleh virus,bakteri atau organ organ jamur).(Smeltzer 2009)

Meningitis merupakan peradangan pada selaput meningen ,cairan selebrospinal dan spinal column yang
menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat . (Suriadi 2011)

Meningitis merupakan radang pada meningen (membrane yang mengelilingi otak dan medulla spinalis),
keluhan pertama biasanya nyeri kepala (Rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk dan pinggang. Tengkuk
menjadi kaku, yang disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ektensor tengkuk. Bila hebat, akan terjadi
opistotonus, yaitu tengkuk kaku dengan kepala tertengadah, punggung dalam sikap hiperekstensi, dan
kesadaran menurun tanda kering serta brudzinsky (Naga, 2013)

3. Etiologi

Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar
masuk kedalam darah dan menembus kedalam cairan otak.

a. Virus

Jenis virus yang sering sebagai etiologi meningoesfasilitis antara lain: enterovirus (poliovirus,
coxsackievirus A dan B, echo Virus), mumps virus, lymphocytic virus. Disebutkan yang tersering yaitu
echovirus dan coxsackievirus.

B. Bakteri

Menurut center for disease terbanyak adalah haemophilus influenzae (45%), streptococcus
pneumoniae (18%) dan Neisseria meningitis (14%). Insiden dari tipe bakteri penyebab bervariasi menurut
umur pasien. Pada neonatal (0-2 bulan) bakteri penyebab meningitis adalah streptocaccu group B, E. Coli,
pneumoniae. Pada dewasa muda(6-20 tahun) Yaitu N. Meningitidis. S pneumonia dan H. Influenza,
sesangkan pada dewasa (>20 tahun) adalah S, pneumonia, N. Meningitidis, streptococcus dan
strephylococcus.

C. Protozoa : Toksoplasmosis, malaria

D. Mikosis : Blastomikosis, dll

E. Riketsia

Moch, Bahrudin. (2017)

4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala dari Meningitis (Naga, 2013), yaitu

1. Munculnya sakit kepala dan demam (gejala awal yang paling sering terjadi)

2. Adanya perubahan pada tingkat kesadaran yang terjadi letargik, tidak responsive, dan koma

3. Munculnya iritasi meningen, sehingga terdapat sejumlah tanda berikut:

a. Rigiditasnukal (kaku leher), sehingga kepala mengalami kesukaran saat melakukan fleksi karena
adanya spasme otot-otot leher.

b.Tanda krenik positif, sehingga ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi ke arah
abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.

c. Tanda brudzinky, sehingga ketika leher pasien difleksikan, maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul.
Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat
tanda sisi ekstremitas yang berlawanan.

4. Mengalami foto fobia atau sensitive yang berlebihan pada cahaya.

5. Terjadi kejang akibat area fokalkortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan
edema serebral, dengan tanda-tanda perubahan karateristik, tanda-tanda vital (melebarnya tekanan
pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran.

6. Adanya ruam merupakan cirri menyolong pada meningitis meningokokal .


7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia, yaitu demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura
yang menyebar, shock, dan tanda koagulopati intravaskuler disminata.

5. Pathway/ ppatofisiologi

Pada umum virus masuk sistem limfatik, melalui


penelanan enterovirus pemasukan pada membran
mukosa oleh campak, rubella, VVZ, atau HSV : atau
dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan
serangga lain. Di tempat tersebut mulai terjadi,
multiplikasi dan masuk aliran darah menyebabkan
infeksi beberapa organ. Pada stadium ini (fase
ekstraneural) ada sakit demam, sistemik, tapi jika terjadi
multiplikasi virus lebih lanjut pada organ yang ditempati,
penyebaran sekunder sejumlah virus dapat terjadi.
Invasi SSS disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis,
HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson saraf.

Kerusakan neurologis disebabkan oleh invasi langsung dan penghancuran jaringan saraf oleh
pembelahan virus secara aktif dan/atau oleh reaksi hospes terhadap antigen virus, kebanyakan
penghancuran saraf mungkin karena invasi virus secara langsung, sedangkan respons jaringan
hospes yang hebat mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler
(Nelson, 2010).

2. Pemeriksaan penunjang
a. Uji serologi untuk mengetahui jenis virus dan menentukan etiologi
infeksi SSS nonenterovirus.
b. Pemeriksaan neuroimaging (Nelson, 2010).
c. Pungsi lumbal; untuk mengetahui adanya sel darah putih dan
sensitivitas mikroorganisme.
d. Pemeriksaan laboratorium.
e. CT-Stan dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi derajat
pembengkakan dan tempat nekrosis.
f. Terapi kortikosteroid (deksametason) untuk mengurangi inflamasi
(Elizabeth, 2009).
g. Ditemukan kadar glukosa serum meningkat.
h. Kultur urin/urinalisis untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
i. Kultur nasofaring untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
j. Kadar elektrolit serum meningkat jika anak dehidrasi; natrium serum
(Na+) naik; kalium serum (K+) turun (Linda, 2009).
3. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan meningoensefalitis yaitu :
a. Antibiotik
b. Pengurangan cahaya ruangan, kebisingan dan tamu.
c. Nyeri kepala diatasi dengan istirahat dan analgesik
d. Asetamenofen dianjurkan untuk demam
e. Kodein, morfin dan derivat fenotiazin untuk nyeri dan muntah
f. Perawatan yang baik dan pantau dengan teliti (Nelson, 2010).
Sedangkan menurut Linda (2009), penatalaksanaan pada kasus
meningoensefalitis yaitu anak ditempatkan dalam ruang isolasi pernapasan
sedikitnya selama 24 jam setelah mendapatkan terapi antibiotic IV yang sensitif
terhadap organisme penyebab, steroid dapat diberikan sebagai tambahan untuk
mengurangi proses inflamasi, terapi hidrasi intravena diberikan untuk
mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit dan memberikan hidrasi. Dalam
pemberian cairan ini perlu dilakukan pengkajian yang sering utuk memantau
volume cairan yang diinfuskan untuk mencegah komplikasi kelebihan cairan,
seperti edema serebri. Pengobatan kemudian ditujukan untuk mengidentifikasi
dan mengatasi komplikasi dari proses penyakit.
B. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Konsep Asuhan Keperawatan
Menurut Riyadi & Sukarmin (2009) pengkajian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Pengkajian
1) Riwayat kesehatan
Munculnya peningkatan suhu tubuh.
2) Keluhan utama
Peningkatan suhu tubuh yang kadang diikuti penurunan kesadaran dan kejang.
3) Kondisi fisik
Kesadaran anak menurun, peningkatan denyut jantung yang terkesan lemah,
pernafasan yang meningkat, pada pengkajian persyarafan di jumpai kaku kuduk.
4) Kebutuhan fungsional kebutuhan fungsional yang mungkin akan terganggu pada
anak dengan meningoencephalitis antara lain :
a) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
b) Kebutuhan oksigenasi
c) Kebutuhan cairan dan elektrolit.
5) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak Masalah pertumbuhan dan
perkembangan antara lain akan terjadi retardasi mental, gangguan kelemahan atau
ketidakmampuan menggerakan tangan maupun kaki.

B. Pemeriksaan penunjang

a. Uji serologi untuk mengetahui jenis virus dan menentukan etiologi Up SSS
nonenterovirus.

b. Pemeriksaan neuroimaging (Nelson, 2010).

c. Pungsi lumbal; untuk mengetahui adanya sel darah putih dan sensitivitas
mikroorganisme.

d. Pemeriksaan laboratorium.

e. CT-Stan dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi derajat pembengkakan dan
tempat nekrosis.

f. Terapi kortikosteroid (deksametason) untuk mengurangi inflamasi

(Elizabeth, 2009).

g. Ditemukan kadar glukosa serum meningkat.

h. Kultur urin/urinalisis untuk mengidentifikasi organisme penyebab.

i. Kultur nasofaring untuk mengidentifikasi organisme penyebab.


j. Kadar elektrolit serum meningkat jika anak dehidrasi; natrium serum

(Na+) naik; kalium serum (K+) turun (Linda, 2009).

2. Diagnosa Keperawatan

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskular.

2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.

3) Resiko injuri berhubungan denagan kejang tonik klonik, disorientasi.

4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.

5) Risiko kejang ulang berhubungan dengan infeksi.

3. Intervensi Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskular.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
bersihan jalan nafas efektif dengan Kriteria Hasil:
- Mendemostrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tdak ada sianosis
dyspneu.
- Menunjukkan jalan nafas yang paten
- Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat mencegah jalan nafas.
Intervensi :
a) Buka jalan nafas, gunakan teknik chinlift atau jaw thrust bila perlu.
b) Posisikan pasien untuk untuk memaksimalkan ventilasi.
c) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
d) Pasang mayo bila perlu.
e) Lakukan fisoterapi dada jika perlu.
f) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
g) Berika bronkodilator jika perlu.
h) Monitor respirasi dan status O2. (NANDA, 2015)
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
hipertermi dapat diatasi dengan Kriteria Hasil :
- Suhu tubuh dalam rentang normal
- Nadi dan RR dalam rentang normal.
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
Intervensi :
a) Monitor suhu sesering mungkin.
b) Monitor warna dan suhu kulit
c) Monitor tekanan darah, nadi dan RR.
d) Monitor penurunan tingkat kesadaran
e) Monitor intake dan output
f) Berikan antiperetik
g) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
h) Selimuti pasien
i) Berikan cairan intravena
j) Kompres pasien pada lipat paha dan aksila. (NANDA, 2008)
3) Resiko injuri berhubungan denagan kejang tonik klonik, disorientasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien
terbebas dari resiko injuri dengan kriteria hasil :
- Klien bebas dari cedera.
- Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk
mencegah cidera
- Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari
lingkungan atau perilaku personal.
Intervensi :
a) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
b) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
c) Hindarkan lingkungan yang berbahaya.
d) Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
e) Batasi pengunjung
f) Anjurkan keluarga untuk menemani pasien.
g) Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi
dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan
tujuan.
- BB ideal sesuai dengan tinggi badan.
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
Intervensi :
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutukan pasien
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.
d) Berikan substansi gula
e) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah kostipasi
f) Berikan makanan yang terpilih
g) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
h) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
i) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
j) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan. (NANDA, 2015)
5) Risiko kejang ulang berhubungan dengan infeksi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperwatan diharapkan tidak
terjadi kejang dengan kriteria hasil :
- Tidak terjadi kejang ulang.
- Tidak ada peningkatan tekanan intrakranialtidak ada
tanda-tanda infeksi
Intervensi:
a) Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
b) Berikan kompres hangat
c) Berikan ekstra cairan
d) Observasi kejang dan TTV tiap 4 jam sekali
e) Batasi aktifitas selama anak panas
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma (2015) APLIKASI : Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta : Mediaction

Yuenawati yuyun,( 2017) Pecitraan pada tumor otak: Modalitas dan interpretasinya

Naga, Sholeh. 2013. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta : Diva Press

Suriadi, Rita Yuliani.2006.Asuhan keperawatan pada Anak Ed.2.Jakarta:Percetakan Penebar Swadaya

Anda mungkin juga menyukai