Anda di halaman 1dari 17

Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batuan Induk (Source Rock) adalah batuan yang kaya akan zat-zat organic yang
terendapkan oleh batuan sedimen. Sehingga tidak terjadi siklus carbon seperti selayaknya.
Contoh dari batuan source rock adalah batu gamping, dan kini telah di temukan hidrokarbon
yang terbentuk dari batu bara.

Untuk menjadi source rock ada 3 faktor yang mempengaruhi. Yaitu :


TOC ( total organic karbon ) merupakan kuantitas dari karbon organic yang terendapkan
dalam batuan tersebut. Semakin tinggi nilai OC maka akan semakin baik source rock tersebut
dan kemungkinan terbentuknya hidrokarbon akan semakin tinggi. TOC yang dapat
menghasilkan adalah di atas 1 % .
Kerogen merupakan kualitas dari carbon organic yang terendapkan dala batuan
tersebut. Keregon akan menentukan hidrokarbon yang akan di bentuk. Kerogen ada beberapa
tipe . diantaranya :
 Tipe I
Kerogen tipe ini dikarakterisasikan dengan rasio H/C (hydrocarbon/carbon) yang
tinggi >1.5 dan rasio O/C (oxygen/carbon) rendah <0.1. Kerogen tipe I ini memiliki
index hidrogen >300 dan index oksigen <50. Kerogen tipe ini juga
disebut alginite, mengandung konsentrasi tinggi alkanes dan asam lemak serta
merupakan sumber terbaik untuk maturasi oil-prone. Sumber utamanya berasal dari
sedimen alga seperti endapan lacustrin. Terjadinya kerogen tipe I ini relatif jarang
jika dibandingkan dengan tipe lainnya.
 Tipe II
Kerogen tipe ini dikarakterisasikan dengan rasio H/C relatif tinggi (1.0 – 1.4) dan
rasio O/C relatif rendah (0.09 – 1.5). Memiliki index hidrogen antara 200 dan 300,
sedangkan index oksigen antara 50 dan 100. Kerogen tipe II ini juga
disebut exinite berada pada lingkungan marine dan umumnya berasosiasi dengan

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 1


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

calcareous atau sedimen dolomitic. Tipe II sangat sering dijumpai pada lapangan
minyak dan gas. Contoh dari kerogen tipe ini adalah group Devonian dan Colorado
berumur Cretaceous di Kanada Barat, berumur Paleozoic di Afrika Utara,
beberapa source beds berumur Cretaceous dan Tertiary di Afrika Barat, berumur
Jurassic di Eropa Barat dan Arab Saudi dsb
 Tipe III
Kerogen tipe ini dikarakterisasikan dengan rasio H/C relatif rendah (<01.0) rasio O/C
relatif rendah (0.2 – 0.3). Index hidrogen di bawah 300 dan index oksigen di atas 100.
Tipe kerogen ini juga disebut vitrinite. Sumber utamanya berupa tanaman darat yang
ditemukan pada sedimentasi detrital tebal sepanjang continental margin. Tipe
hidrokarbon yang dihasilkan utamanya adalah gas. Contoh kerogen tipe III ini dapat
ditemukan di negara kita Indonesia tepatnya di delta Mahakam. Upper Cretaceous
pada cekungan Douala (Kamerun) dan di lower Mannville shale di Alberta juga
merupakan contoh dari kerogen tipe III ini.
 Tipe IV
Ada juga tipe IV yang dikenal sebagai inertinite. Tipe ini biasanya berasosiasi dengan
batubara atau materi organik yang mengalami proses oksidasi parah serta tidak
mempunyai potensial untuk menghasilkan minyak dan gas.

Maturity atau pametangan adalah proses perubahan zat-zat organic menjadi


hidrokarbon.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari praktikum geologi minyak dan gas bumi acara analisa batuan
induk adalah :
1. Melakukan analisa source rock berdasarkan data geokomia
2. Menentukan tipe kerogen
3. Menentukan tingkat kematangan dari material organik

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 2


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

1.3 Dasar Teori


A. ANALISA JUMLAH ORGANIK DALAM BATUAN INDUK

Jumlah material organic yang terdapat di dalam batuan sedimen dinyatakan sebagai
Karbon Organik Total (TOC). Analisa ini cukup murah, sedrhana dan cepat biasanya
memerlukan satu gram batuan, tetapi jika sample banyak material organic, jumlah yang lebih
kecil dari satu gram cukup.

Analisa TOC biasanya dilakukan dengan suatu alat penganalisis karbon, Leco Carbon
Analyser.

B. ANALISA KEMATANGAN BATUAN INDUK

Para ahli berpendapat bahwa proses kematangan dikontrol oleh suhu dan waktu.
Pengaruh suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat atau suhu yang rendah dalam waktu
yang lama akan menyebabkan terubahnya kerogen minyak bumi. Mengenai jenis minyak
bumi yang terbentuk tergantung pada tingkat kematangan panas batuan induk, semakin tinggi
tingkat kematangan panas batuan induk maka akan terbentuk minyak bumi jenis berat,
minyak bumi ringan, kondensat dan pada akhirnya gas.

Dari pengaruh suhu dan kedalaman sumur, umur batuan juga berperan dalam proses
pembentukan minyak bumi. Umur suatu batuan erat hubungannya dengan lamanya proses
pemanasan berlangsung serta jumlah panas yang diterima batuan induk, sehingga suatu
batuan induk yang terletak pada kedalaman yang dangkal, pada kondisi temperature yang
rendah dapat mencapai suhu pembentukan minyak bumi dalam skala waktu tertentu.

Dari hasil suatu reset, Bissada (1986) menyatakan bahwa temperature pembentukan
minyak bumi sangat bervariasi. Dijelaskan bahwa batuan yang berusia lebih muda relative
memerlukan temperature yang lebih tinggi dalam pembentukan minyak bumi.

5 tahapan zonasi pematangan minyak bumi menurut Bissada (1986) :

1. Zona I : dimana gas dapat terbentuk sebagai akibat aktivitas bekteri tidak ada minyak yang
dapat dideteksi kecuali minyak bumi merupakan zat pengotor atau hasil dari suatu migrasi.

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 3


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

2. Zona II : merupakan aal pembentukan minyak bumi. Hasil utama yang terbentuk pada
zona ini adalah gas kering basah dan sedikit kondensat. Adanya pertambahan konsentrasi
minyak menyebabkan minyak bumi terus mengalami pengenceran, tetapi belum dapat
terbebaskan dari batuan induknya. Begitu titik kritis kemampuan menyimpan terlampaui,
proses perlepasan minyak bumi sebagai senyawa yang telah matang.

3. Zona III : merupakan zona puncak pembentukan dan pelepasan minyak bumi dari batuam
induk. Bentuk utama yang dihasilkan berupa gas dan minyak bumi. Dengan bertambahnya
tingkat pematangan maka minyak yang berjenis ringan akan terbentuk.

4. Zona IV : merupakan zona peningkatan pembentukan kondensat gas basah.

5. Zona V : merupakan zona akhir, dicirikan dengan suhu yang tinggi sehingga zat organic
akan terurai menjadi gas kering (metana) sebagai akibat karbonasi. Perubahan yang terjadi
sebagai akibat penambahan panas dan lamanya pemanasan pada kerogen atau batubara dapat
bersifat kimia dan fisika, seperti diuraikan Bissada (1986) sebagai berikut :

 Daya pantul cahaya dari partikel vitrinit akan meningkat secara eksposnensial.
 Warna kerogen akan berubah menjadi lebih gelap.
 Adanya peningkatan mutu batubara, dengan kandungan volatile akan berkurang.
 Sifat kimia dari kerogen akan berubah, kandungan oksigen dan hidrokarbon akan
berkurang sehingga perbandingan dari atom oksigen / karbon dan hydrogen / karbon
akan menurun dan akhirnya hanya akan membentuk karbon murni (grafit).

1. Analisa Pantulan Vitrinit.


Analisa ini berdasarkan pada kemampuan daya pantul cahaya vitrinit. Besarnya
pantulan vitrinit merupakan petunjuk langsung untuk tingkat kematangan zat organic,
terutama humus yang cenderung membentuk gas dan merupakan petunjuk tidak langsung
untuk sapronel kerogen yang cenderung membentuk minyak (Cooper, 1977). Kemampuan
daya pantul ini merupakan fungsi temperature artinya dengan perubahan waktu pemanasan
dan temperature akan menyebabkan warna vitrinit berubah dibawah sinar pantul.

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 4


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Cara penganalisaan pantul vitrinit ini yaitu dengan mengambil contoh batuan dari
kedalaman tertentu diletakkan diatas kaca preparat dan direkatkan dengan epoxyresin.
Kemudian digosokkan dengan kertas korondum kasar sampai halus dan terakhir dengan
menggunakan alumina. Selanjutnya contoh batuan tersebut diuji dalam minyak immerse
(indeks bias = 1,516) dengan menggunakan mikroskop dan suatu micro photomultiplier dan
digital voltmeter attachment. Kemudian dilakukan kalibrasi terhadap vitrinit berdasarkan
suatu standart yang terbuat dari gelas. Table dibawah mempelihatkan hubungan antara nilai
pantulan vitrinit dengan tingkat kematangan hidrokarbon (Tissot and Welte 1978).

VITRINIT REFLECTION (Ro) HIDROCARBON TYPE


0,33 – 0,35 Biogenic gas
0,35 – 0,66 Biogenic gas and oil immature
0,66 – 0,80 Immature oil
0,80 – 1,30 Mature oil
1,30 – 1,60 Mature oil,condensate, wet gas
1,60 – 2,00 condensate, wet gas
> 2,00 Petrogen Oic methane gas

2. Analisa Indeks Warna Spora


Analisa ini untuk mengetahui tingkat kematangan zat organik dengan menggunakan
mikro fosil dari sekelompok spora dengan serbuk sari. Analisa ini dilakukan dengan cara
contoh kerogen yang diperlukan dari keratin bor diuraikan dengan cairan asam kemudian
contoh spora atau tepung sari ini diletakkan pada kaca preparat dan diamati tingkat warnanya
dengan suatu skala waena melalui mikroskop.
Kesulitan dalam analisa indeks warna spora ini terkadang timbul dalam hal dalam
membanfingkan tingkat warna dari suatu contoh spora atau tepung sari dengan warna stndart
tertentu. Keterbatasan lainnya adalah bahwasanya tingkat warna spora akan sangat
tergantung pada ketebalan dindingnya, pada beberapa jenis sporaefek panas yang
mengenainya terkadang tidak selalu tercermin dari perubahan warnanya. Tabel dibawah

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 5


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

memperlihatkan hubungan antara warna dari spora atau tepung sari dengan tingkat
kematangannya.

SCI PALYNOMORPH COLOUR MATURITY DEGREE


1 Pale Yellow Immature
2 Yellow Immature
3 Yellow Transition to mature
4 Gold Yellow Transition to mature
5 Orange to Yellow Mature
6 Orange Optimum Oil Generation
7 Brown Optimum Oil Generation
8 Dark Brown Mature, gas condensate
9 Dark Brown to Black Over Mature, Dry gas
10 Black Over Mature, Dry gas (traces)

3. Indeks Pengubahan Thermal


Metode ini menggunakan penentuan warna secara visual dari pollen (sebuk kepala
putik) dari zat organik lainnya, dari warna kuning, coklat sampai hitam. Klasifikasi ini
dihubungkan langsung dengan pembentukan atau pematangan minyak dan gas bumi.

C. Identifikasi Kematangan Berdasarkan Pyrolisis

Metode Analisis
Alat yang dipergunakan untuk ini adalah rock – eval. Didalam pyrolisis, sejumlah
kecil bubuk sample (biasanya sekitar 5 – 100 mg) dipanasi secara perlahan tanpa adanya
oksigen dari suatu temperatur awal 2500 C ke temperatur maksimum 5500 C.
Selama pemanasan berlangsung dua jenis hidrokarbon dikeluarkan dari batuan.
Hidrokarbon pertama, yang keluar sekitar 2500 C, merupakan hidrokarbon yang sudah ada
dalam batuan. Hidrokarbon ini setara dengan bitumen yang dapat diekstraksi dengan
mempergunakan pelarut. Detector pada rock – eval akan merekam hal ini dan dapat

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 6


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

menggambarkannya dalam bentuk S1 pada kertas pencatat. Dengan menerusnya pemanasan,


aliran hidrokarbon yang sudah ada didalam batuan mulai berkurang. Pada temperature 3500
C jenis hidrokarbon jenis kedua mulai muncul. Aliran kedua ini mencapai 4200 C dan 4600
C, yang kemudian menurun sampai akhir pyrolisis. Hidrokarbon kedua ini disebut S2,
merupakan hidrokarbon yang terbentuk dari kerogen didalam rock – eval karena penguraian
bahan kerogen. S2 dianggap sebagai indicator penting tentang kemampuan kerogen
memproduksi hidrokarbon saat ini.
Selama pyrolisis, karbon dioksida juga dikeluarkan dari kerogen. Karbon dioksida ini
ditangkap oleh suatu perangkap selama pyrolisis berlangsung dan kemudian dilepas pada
detector kedua (direkam sebagai S3) setelah semua pengukuran hidrokarbon selesai. Jumlah
karbon dioksida yang didapat dari kerogen yang dikorelasaikan dengan jumlah oksigen yang
tinggi berkaitan dengan material yang berasal dari kayu selulosa atau oksida tinggi selama
diagenesis, maka kandungan oksigen tinggi didalam kerogen merupakan indicator negative
potensial sumber hidrokarbon.

Pyrolisis Tmax
Parameter Tmax adalah temperatur puncak S2 mencapai maksimum. Temperatur
pyrolisis dibunakan sebagai indicator kematangan, sebab jika kemtangan kerogen meningkat,
temperature yang menunjukkan laju maksimum pyrolisis terjadi juga meningkat atau dengan
kata lain jika Tmax makin tinggi batuan semakin matang. Demikin pula halnya dengan ratio
S1 / (S2 + S3) yang disebut juga transportation ratio atau OPI (Oil Production Index) dan
juga parameter Tmax. Untuk hubunagn antara transportation ratio dan Tmaxdengan
kematangan dapat dilihat pada table dibawah ini.

S1 / (S1 +S2) Tingkat Kematangan


(mg / gr atau kg / ton)
< 0,1 Belum matang
0,1 – 0,4 Matang (oil window)
> 0,4 Lewat matang (gas window)

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 7


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Tabel Hubungan antara transportation ratio dengan kematangan (Espilatie etal 77 Vide
Tissot & Welte 1978)

Tmax ( 0 C) Tingkat Kematangan


400 – 435 Belum matang
435 – 460 Matang (oil window)
> 460 Lewat matang (gas window)
Tabel Hubungan antara Tmax dengan kematangan (Espilatie etal 77 Vide Tissot & Welte
1978

S1 / (S1 +S2) Potensial


(mg / gr atau kg / ton)
0,00 – 1,00 Poor
1,00 – 2,00 Marginal
2,00 – 6,00 Moderate
6,00 – 10,00 Good
10,00 – 20,00 Very good
> 20,00 Excellent
Tabel Klasifikasi S1 +S2 (HY) (Espilatie etal 77 Vide Tissot & Welte 1978)

D. ANALISA TIPE MATERIAL ORGANIK

Hampir seluruh bahan organic dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe utama yaitu
Sapropelic dan Humic (POTONIE, 1908), istilah Spropelic menunjukkan hasil dekomposisi
dari lemak, zat organic lipid yang diendapkan dalam lumpur bawah air (Laut dan Danau)
pada komposisi oksigen terbatas. Istilah humic menjelaskan hasil dari pembentukan gambut,
dan pada umumnya berasal pada mulanya menunjukkan bahan organic dan serpih minyak
yang menjadi minyak akibat pematangan thermal.

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 8


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

kerogen didefinisikan sebagai bahan organic yang tidak dapat larut dalam asam non
oksidasi, basa dan pelarut organic (HUNT, 1979), sekitar 80-99% kandunagn bahan organic
pada batuan induk tersusun oleh kerogen, selebihnya adalah bitumen.

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 9


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB II
LANGKAH KERJA

Langkah kerja pengerjaan analisa batuan induk:


1. Menghitung (Potential Yield) P, (Oxygen Index) OI, (Hidrogen Index) HI
2. Membuat tabel parameter hasil Rock Eval Pyrolisis dengan 9 kolom.
3. Tentukan Polymorph colour berdasarkan SCI
4. Membuat tabel dari hasil analisis kerogen dan vitrinit.
5. Membuat grafik TOC vs depth
6. Membuat grafik PY vs TOC
7. Plot nilai HI dan OI pada pada modifikasi diagram Van Krevelen untuk tipe
kerogen
8. Plot presentasi dari komponen kerogen pada diagram generasi tipe hidrokarbon dan
kerogen ( down & O,conner, 1982 ) . Masing – masing formasi diplot pada diagram
di lembar yang berbeda.
9. Membuat Grafik % Ro vs Depth
10. Plot nilai dari Tmax dan HI (modifikasi espitale)
11. Membuat tabel hasil metode langsung dan tidak langsung.

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 10


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB III
PEMBAHASAN

II.1 Pembahasan Analisa Sumur "gamma" Metode Langsung

Analisa grafik TOC vs Depth

Depth VS TOC
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

10
9
8
7
6
5 2.28
4 2.5
3 2.3
2 1.65
1 1.8

Series1

Gambar 3.1 Grafik TOC vs Depth


Berdasarkan grafik yang didapatkan dari hasil TOC dan kedalaman dari sumur
onshore didapatkan di daerah kutai memiliki nilai Toc 1,8 – >4 yang berarti nilainya baik (
Peter & Cassa ) dan apada formasi lower kampungbaru bernilai antara 1,8 – 2,28 yang juga
memiliki nilai baik ( Peter &Cassa ) dan pada formasi upper Balikpapan terdapat nilai Toc
>4 dan iinterpretasikan adalah Batubara. total kandungan karbon terbanyak terletak apda
formasi Upper Balikpapan dengan kedalaman 3065– 3150 dan terendah pada formasi
Kampungbaru pada kedalaman 3005 – 3055.

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 11


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Analisa Grafik PY vs TOC

20
19
Exellent
18
17
16
15
14
13
12
11
PY

10
9 TOC Vs Depth
V. Good
8
7
6
5
GOOD 4
3
2
1
Moderate
0
Marginal
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5TOC %
Poor Fair
Good Very Good Exellent

Gambar 3.2 Grafik PY vs TOC

Pda hasil analisa grafik ini didapatkan bahwa PY dari kedua formasi bernilai 2,4 –
4,2 daa TOC nya bernilai antara 1,7 – 2,5 dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa total
kandungan karbon organic pada sumur ini berkisar antara baik- sangat baik ( Peters & Cassa
)

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 12


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Analisa grafik HI vs OI
1000

500

0
0 50 100 150

Gambar 3.3 Grafik HI vs OI


Pada hasil analisa antara nilai hydrogen index dan nilai oksigen index pada kedua
formasi memiliki kerogen tipe III yang akan menghasilkan gas.

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 13


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Analisa grafik Depth VS RO


0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2
1055

1065

1075

1085

1095

1105

1115

1125

1135

1145

Gambar 3.4 Grafik Depth VS Ro


Pada hasil analisa grafik diatas didapatkan bahwa formasi Lower Kampungbaru
memiliki tingkat kematangan antara early mature hingga peak mature sedangkan pada
formasi upper Balikpapan memiliki tingkat kematangan antara Late mature hingga over
mature,

Plot Presentase Komponen Kerogen

Gambar . Diagram Generasi Tipe Hidrokarbon dan Kerogen (Dow & O’Connor, 1982)

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 14


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Diagram di atas merupakan diagram generasi tipe hidrokarbon dan kerogen menurut Dow &
O’Connor (1982). Berdasarkan diagram tersebut, didapatkan hasil bahwa generasi tipe
hidrokarbon dan kerogen dari sampel batuan induk berupa dry gas dan condensate , dan
didominasi oleh dry gas.

II.2 Pembahasan Analisa Sumur dengan Metode Tidak Langsung

total
Amorf Exinit Liptinit Alginit eks Inertinit vitrinite TOTAL
5% 43% 36% 0% 84% 1% 15% 100%
4% 23% 30% 0% 57% 4% 39% 100%
3% 25% 29% 0% 57% 5% 38% 100%
1% 22% 24% 0% 47% 7% 46% 100%
5% 26% 12% 0% 43% 8% 49% 100%
4% 24% 11% 0% 39% 8% 53% 100%
4% 17% 10% 0% 31% 9% 60% 100%
2% 20% 9% 0% 31% 7% 62% 100%
6% 16% 4% 0% 26% 9% 65% 100%
7% 11% 0% 0% 18% 13% 69% 100%

Berdasarkan data material dorganik dari dua formasi di atas didominasi oleh kerogen
tipe III , hal ini mengindikasikan bahwa terdapat material organik yang terdapat disana
berasal dari tumbuhan-tumbuhan yang keras yang mengandung selulosa, dapat disimpulkan
bahwa tipe kerogen ini menghasilkan gas ( Gas prone )

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 15


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
Dari hasil analisa sumur di dua formasi lower Kampungbaru dan upper Balikpapan dengan
interval kedalaman 10 meter menggunakan metode langsung dan tidak langsung , didapat
hasil seperti berikut

Tabel 4.1.1 Hasil analisa batuan induk secara langsung

Tabel 4.1.2 Hasil analisa batuan induk secara tidak langsung

Dari kedua tabel tersebut terdapat tipe material organik III, dimana tipe tersebutmerupakan
tipe terbentuknya gas. Dan tingkat kematangannya berkisar antara early mature sampai post
mature , dan didominasi oleh late mature.

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 16


Nim : 111.160.021
Plug : 1
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Nama : Fikri Khaerul Bassor Page 17


Nim : 111.160.021
Plug : 1

Anda mungkin juga menyukai