BAB I
PENDAHULUAN
calcareous atau sedimen dolomitic. Tipe II sangat sering dijumpai pada lapangan
minyak dan gas. Contoh dari kerogen tipe ini adalah group Devonian dan Colorado
berumur Cretaceous di Kanada Barat, berumur Paleozoic di Afrika Utara,
beberapa source beds berumur Cretaceous dan Tertiary di Afrika Barat, berumur
Jurassic di Eropa Barat dan Arab Saudi dsb
Tipe III
Kerogen tipe ini dikarakterisasikan dengan rasio H/C relatif rendah (<01.0) rasio O/C
relatif rendah (0.2 – 0.3). Index hidrogen di bawah 300 dan index oksigen di atas 100.
Tipe kerogen ini juga disebut vitrinite. Sumber utamanya berupa tanaman darat yang
ditemukan pada sedimentasi detrital tebal sepanjang continental margin. Tipe
hidrokarbon yang dihasilkan utamanya adalah gas. Contoh kerogen tipe III ini dapat
ditemukan di negara kita Indonesia tepatnya di delta Mahakam. Upper Cretaceous
pada cekungan Douala (Kamerun) dan di lower Mannville shale di Alberta juga
merupakan contoh dari kerogen tipe III ini.
Tipe IV
Ada juga tipe IV yang dikenal sebagai inertinite. Tipe ini biasanya berasosiasi dengan
batubara atau materi organik yang mengalami proses oksidasi parah serta tidak
mempunyai potensial untuk menghasilkan minyak dan gas.
Jumlah material organic yang terdapat di dalam batuan sedimen dinyatakan sebagai
Karbon Organik Total (TOC). Analisa ini cukup murah, sedrhana dan cepat biasanya
memerlukan satu gram batuan, tetapi jika sample banyak material organic, jumlah yang lebih
kecil dari satu gram cukup.
Analisa TOC biasanya dilakukan dengan suatu alat penganalisis karbon, Leco Carbon
Analyser.
Para ahli berpendapat bahwa proses kematangan dikontrol oleh suhu dan waktu.
Pengaruh suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat atau suhu yang rendah dalam waktu
yang lama akan menyebabkan terubahnya kerogen minyak bumi. Mengenai jenis minyak
bumi yang terbentuk tergantung pada tingkat kematangan panas batuan induk, semakin tinggi
tingkat kematangan panas batuan induk maka akan terbentuk minyak bumi jenis berat,
minyak bumi ringan, kondensat dan pada akhirnya gas.
Dari pengaruh suhu dan kedalaman sumur, umur batuan juga berperan dalam proses
pembentukan minyak bumi. Umur suatu batuan erat hubungannya dengan lamanya proses
pemanasan berlangsung serta jumlah panas yang diterima batuan induk, sehingga suatu
batuan induk yang terletak pada kedalaman yang dangkal, pada kondisi temperature yang
rendah dapat mencapai suhu pembentukan minyak bumi dalam skala waktu tertentu.
Dari hasil suatu reset, Bissada (1986) menyatakan bahwa temperature pembentukan
minyak bumi sangat bervariasi. Dijelaskan bahwa batuan yang berusia lebih muda relative
memerlukan temperature yang lebih tinggi dalam pembentukan minyak bumi.
1. Zona I : dimana gas dapat terbentuk sebagai akibat aktivitas bekteri tidak ada minyak yang
dapat dideteksi kecuali minyak bumi merupakan zat pengotor atau hasil dari suatu migrasi.
2. Zona II : merupakan aal pembentukan minyak bumi. Hasil utama yang terbentuk pada
zona ini adalah gas kering basah dan sedikit kondensat. Adanya pertambahan konsentrasi
minyak menyebabkan minyak bumi terus mengalami pengenceran, tetapi belum dapat
terbebaskan dari batuan induknya. Begitu titik kritis kemampuan menyimpan terlampaui,
proses perlepasan minyak bumi sebagai senyawa yang telah matang.
3. Zona III : merupakan zona puncak pembentukan dan pelepasan minyak bumi dari batuam
induk. Bentuk utama yang dihasilkan berupa gas dan minyak bumi. Dengan bertambahnya
tingkat pematangan maka minyak yang berjenis ringan akan terbentuk.
5. Zona V : merupakan zona akhir, dicirikan dengan suhu yang tinggi sehingga zat organic
akan terurai menjadi gas kering (metana) sebagai akibat karbonasi. Perubahan yang terjadi
sebagai akibat penambahan panas dan lamanya pemanasan pada kerogen atau batubara dapat
bersifat kimia dan fisika, seperti diuraikan Bissada (1986) sebagai berikut :
Daya pantul cahaya dari partikel vitrinit akan meningkat secara eksposnensial.
Warna kerogen akan berubah menjadi lebih gelap.
Adanya peningkatan mutu batubara, dengan kandungan volatile akan berkurang.
Sifat kimia dari kerogen akan berubah, kandungan oksigen dan hidrokarbon akan
berkurang sehingga perbandingan dari atom oksigen / karbon dan hydrogen / karbon
akan menurun dan akhirnya hanya akan membentuk karbon murni (grafit).
Cara penganalisaan pantul vitrinit ini yaitu dengan mengambil contoh batuan dari
kedalaman tertentu diletakkan diatas kaca preparat dan direkatkan dengan epoxyresin.
Kemudian digosokkan dengan kertas korondum kasar sampai halus dan terakhir dengan
menggunakan alumina. Selanjutnya contoh batuan tersebut diuji dalam minyak immerse
(indeks bias = 1,516) dengan menggunakan mikroskop dan suatu micro photomultiplier dan
digital voltmeter attachment. Kemudian dilakukan kalibrasi terhadap vitrinit berdasarkan
suatu standart yang terbuat dari gelas. Table dibawah mempelihatkan hubungan antara nilai
pantulan vitrinit dengan tingkat kematangan hidrokarbon (Tissot and Welte 1978).
memperlihatkan hubungan antara warna dari spora atau tepung sari dengan tingkat
kematangannya.
Metode Analisis
Alat yang dipergunakan untuk ini adalah rock – eval. Didalam pyrolisis, sejumlah
kecil bubuk sample (biasanya sekitar 5 – 100 mg) dipanasi secara perlahan tanpa adanya
oksigen dari suatu temperatur awal 2500 C ke temperatur maksimum 5500 C.
Selama pemanasan berlangsung dua jenis hidrokarbon dikeluarkan dari batuan.
Hidrokarbon pertama, yang keluar sekitar 2500 C, merupakan hidrokarbon yang sudah ada
dalam batuan. Hidrokarbon ini setara dengan bitumen yang dapat diekstraksi dengan
mempergunakan pelarut. Detector pada rock – eval akan merekam hal ini dan dapat
Pyrolisis Tmax
Parameter Tmax adalah temperatur puncak S2 mencapai maksimum. Temperatur
pyrolisis dibunakan sebagai indicator kematangan, sebab jika kemtangan kerogen meningkat,
temperature yang menunjukkan laju maksimum pyrolisis terjadi juga meningkat atau dengan
kata lain jika Tmax makin tinggi batuan semakin matang. Demikin pula halnya dengan ratio
S1 / (S2 + S3) yang disebut juga transportation ratio atau OPI (Oil Production Index) dan
juga parameter Tmax. Untuk hubunagn antara transportation ratio dan Tmaxdengan
kematangan dapat dilihat pada table dibawah ini.
Tabel Hubungan antara transportation ratio dengan kematangan (Espilatie etal 77 Vide
Tissot & Welte 1978)
Hampir seluruh bahan organic dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe utama yaitu
Sapropelic dan Humic (POTONIE, 1908), istilah Spropelic menunjukkan hasil dekomposisi
dari lemak, zat organic lipid yang diendapkan dalam lumpur bawah air (Laut dan Danau)
pada komposisi oksigen terbatas. Istilah humic menjelaskan hasil dari pembentukan gambut,
dan pada umumnya berasal pada mulanya menunjukkan bahan organic dan serpih minyak
yang menjadi minyak akibat pematangan thermal.
kerogen didefinisikan sebagai bahan organic yang tidak dapat larut dalam asam non
oksidasi, basa dan pelarut organic (HUNT, 1979), sekitar 80-99% kandunagn bahan organic
pada batuan induk tersusun oleh kerogen, selebihnya adalah bitumen.
BAB II
LANGKAH KERJA
BAB III
PEMBAHASAN
Depth VS TOC
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
10
9
8
7
6
5 2.28
4 2.5
3 2.3
2 1.65
1 1.8
Series1
20
19
Exellent
18
17
16
15
14
13
12
11
PY
10
9 TOC Vs Depth
V. Good
8
7
6
5
GOOD 4
3
2
1
Moderate
0
Marginal
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5TOC %
Poor Fair
Good Very Good Exellent
Pda hasil analisa grafik ini didapatkan bahwa PY dari kedua formasi bernilai 2,4 –
4,2 daa TOC nya bernilai antara 1,7 – 2,5 dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa total
kandungan karbon organic pada sumur ini berkisar antara baik- sangat baik ( Peters & Cassa
)
Analisa grafik HI vs OI
1000
500
0
0 50 100 150
1065
1075
1085
1095
1105
1115
1125
1135
1145
Gambar . Diagram Generasi Tipe Hidrokarbon dan Kerogen (Dow & O’Connor, 1982)
Diagram di atas merupakan diagram generasi tipe hidrokarbon dan kerogen menurut Dow &
O’Connor (1982). Berdasarkan diagram tersebut, didapatkan hasil bahwa generasi tipe
hidrokarbon dan kerogen dari sampel batuan induk berupa dry gas dan condensate , dan
didominasi oleh dry gas.
total
Amorf Exinit Liptinit Alginit eks Inertinit vitrinite TOTAL
5% 43% 36% 0% 84% 1% 15% 100%
4% 23% 30% 0% 57% 4% 39% 100%
3% 25% 29% 0% 57% 5% 38% 100%
1% 22% 24% 0% 47% 7% 46% 100%
5% 26% 12% 0% 43% 8% 49% 100%
4% 24% 11% 0% 39% 8% 53% 100%
4% 17% 10% 0% 31% 9% 60% 100%
2% 20% 9% 0% 31% 7% 62% 100%
6% 16% 4% 0% 26% 9% 65% 100%
7% 11% 0% 0% 18% 13% 69% 100%
Berdasarkan data material dorganik dari dua formasi di atas didominasi oleh kerogen
tipe III , hal ini mengindikasikan bahwa terdapat material organik yang terdapat disana
berasal dari tumbuhan-tumbuhan yang keras yang mengandung selulosa, dapat disimpulkan
bahwa tipe kerogen ini menghasilkan gas ( Gas prone )
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Dari hasil analisa sumur di dua formasi lower Kampungbaru dan upper Balikpapan dengan
interval kedalaman 10 meter menggunakan metode langsung dan tidak langsung , didapat
hasil seperti berikut
Dari kedua tabel tersebut terdapat tipe material organik III, dimana tipe tersebutmerupakan
tipe terbentuknya gas. Dan tingkat kematangannya berkisar antara early mature sampai post
mature , dan didominasi oleh late mature.