Anda di halaman 1dari 9

Tahapan Proses Pembuatan Coklat Dan Fungsi Bahan

1. Proses Pembuatan Cokelat


a. Penyangraian
Penyangraian bertujuan untuk membentuk aroma, cita rasa khas coklat dan
memudahkan untuk mengeluarkan lemak dari dalam biji. Selama proses sangrai,
asam amino dan gula reduksi akan bereaksi membentuk senyawa Maillard.
Ukuran biji yang disangrai harus seragam agar matang merata (Mulato dkk,
2004), dari hasil penyangraian akan dihasilkan nib kakao.
b. Pemisahan Kulit Biji
Kulit biji kakao memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi. Proses
penghancuran bertujuan untuk memperbesar luas permukaan nib, sehingga pada
saat perlakuan pengepresan dengan bantuan pemanasan massa kakao akan
memberikan pengaruh semakin banyaknya kakao yang dapat diekstrak. (Mulato
dkk, 2004).
c. Pemastaan
Proses pemastaan atau penghalusan nib kakao dilakukan dalam dua tahap,
yaitu penghancuran untuk merubah biji kakao padat menjadi pasta dengan
kehalusan butiran >40 μm. Kemudian proses pelumatan dengan untuk
menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel <20 μm. Pelumatan
dilakukan menggunakan gilingan berputar. Proses pelumatan dilakukan secara
berulang sampai diperoleh pasta coklat dengan tingkat kehalusan <20 μm
(Mulato dkk, 2004).
d. Pelembutan (Refining)
Coklat dibuat dengan menggunakan pasta coklat, yang ditambahkan dengan
sukrosa, lemak coklat, dengan atau tanpa susu dan bahan lain. Bahan dicampur
dalam sebuah mixer, sehingga dihasilkan pasta coklat yang kental yang
selanjutnya mengalami proses pelembutan sampai diperoleh massa coklat dengan
tekstur yang halus. Massa coklat hasil dari refining berbentuk bubuk dengan
flavor yang asam. Untuk memperbaiki konsistensi tekstur dan flavornya, maka
massa coklat terkadang diperam selama 24 jam pada suhu hangat (45–50oC)
sebelum masuk ketahapan proses conching (Vinti, D dan Julian, R.T., 2013)
e. Penghalusan (conching)
Proses conching adalah proses pencampuran untuk menghasilkan coklat
dengan flavor yang baik dan tekstur yang halus. Biasanya dilakukan dua tahap,
proses dilakukan pada suhu 80oC selama 24 – 96 jam. Adonan coklat dihaluskan
dan lesitin ditambahkan pada akhir conching untuk mengurangi kekentalan
coklat. Proses pendinginan akan mempengaruhi bentuk kristalnya. Jika
pemadatan coklat cair dilakukan dengan proses pendinginan yang tidak
terkontrol, akan dihasilkan coklat padat dengan tekstur yang bergranula dan spot-
spot warna kelabu dipermukaan (Vinti, D dan Julian, R.T., 2013)
f. Tempering
Tempering merupakan tahapan proses berikutnya, yang dilakukan untuk
memperoleh coklat yang stabil, karena akan menghasilkan kristal lemak
berukuran kecil dengan titik leleh yang tinggi.
g. Pencetakan
Sebelum dilakukan pencetakan, suhu coklat cair harus mencapai 30–32oC.
Selanjutnya, dilakukan pendinginan lambat untuk memadatkan coklat, dan coklat
dikeluarkan dari cetakan setelah suhu mencapai 10oC.
h. Penyimpanan Coklat
Suhu 10–12oC dengan kelembaban 55-65% adalah kondisi ruang
penyimpanan coklat yang ideal. Coklat yang disimpan pada kondisi penyimpanan
yang tidak tepat akan memiliki warna permukaan yang kusam keabuan (Minife,
1999).

2. Fungsi Bahan
a. Lemak Kakao
Lemak kakao berwarna putih kekuningan, berbentuk padat, dan menunjukkan
retakan nyata pada suhu dibawah 200C. Titik leleh yang sangat tajam adalah pada
suhu 350C dengan peleburan atau pelunakan pada suhu sekitar 300C-320C. Lemak
kakao mempunyai sifat penting, yaitu volumenya berkurang pada saat pemadatan
yang memungkinkan pencetakan blok coklat menjadi lebih mudah. Pemadatan
lemak kakao untuk mencapai volume yang diinginkan dan mendapatkan kristal
padat lembut yang stabil tanpa perubahan warna, tergantung pada produksi bentuk
polimorfik lemak yang mantap selama pendinginan dan pencetakan. Bentuk
polimorfik yang menghasilkan kristal lemak kakao yang paling stabil adalah
bentuk β yang mempunyai titik leleh sekitar 340C-350C (Haryadi dan Supriyanto,
2001).
b. Pasta Kakao
Pasta kakao merupakan campuran lemak kakao yang berbentuk cair dan
partikel non-lemak yang mempunyai bentuk padat. Pasta coklat atau cocoa mass
atau cocoa paste dibuat dari biji kakao kering melalui beberapa tahapan proses
sehingga biji kakao yang memiliki tekstur padat menjadi bentuk cair atau semi
cair (Subaedah, 2008).
c. Gula(Fine Sugar)
Gula adalah bentuk dari karbohidrat. Jenis gula yang sering digunakan adalah
krisal sukrosa padat. Gula digunakan untuk merubah rasa dan keadaan makanan
atau minuman (Buckle, et al., 1987). Penambahan komponen gula dalam
pembuatan coklat bertujuan untuk menambah rasa manis dan sedikit menutupi
rasa pahit dari kakao, menghasilkan flavor yang lembut, membantu memperbaiki
body dan tekstur, serta sebagai pengawet alami (Marshaal et al., 1996).
d. Lesitin
Lesitin merupakan emulsifier yang mampu menstabilkan emulsi air dalam
lemak (W/O) atau lemak dalam air (O/W) dengan cara menurunkan tegangan
antar permukaan antara fase air dan fase lemak sehingga terbentuk suatu dispersi
fase lemak yang merata pada suatu fase air. (Widodo, 2003). Lesitin ditambahkan
pada pembuatan coklat batang sebagai pengemulsi yang akan menjaga kestabilan
globula lemak. Lesitin menyebabkan ukuran globula lemak menjadi lebih kecil
dan tersebar merata pada struktur internal coklat, yang akan menciptakan tekstur
lembut (Tranggono dkk., 1990).
e. Susu Full Cream
Protein susu menambahkan rasa creamy pada permen coklat dimana terdiri
dari 80% kasein dan 20% whey protein. Kasein akan bertindak sebagai surfaktan
dan akan menurunkan viskositas sedangkan whey protein bertindak sebaliknya
akan menaikkan viskositas. Susu memiliki titik leleh 23-330C dan titik beku (-
55)-0,61oC dan fungsi penambahan susu pada pembuatan permen coklat adalah
sebagai bahan pengisi untuk memadatkan permen (Bajeng, 2012).
f. Vanili
Vanili (Vanilla planifolia) adalah tanaman penghasil bubuk vanili yang biasa
dijadikan pengharum makanan. Buah yang telah masak berwarna coklat tua. Jika
dibiarkan masak di pohon, buah akan pecah menjadi dua bagian, dan
menyebarkan aroma vanili (Ruhnayat, 2003).
g. Soda Kue
Dalam pembuatan cokelat, pemberian soda kue sebelum proses
penyangraian bertujuan untuk menurunkan keasaman cokelat bubuk dan
mempermudah pemisahan massa cokelat dari lemaknya sehingga dihasilkan
lemak cokelat (Winarno, 2001).
Fungsi Bahan Dan Struktur Gula Dengan Perbedaan Suhu Pemanasan
1. Fungsi Bahan
a. Gula Kristal Putih (Sukrosa)
Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan karbohidrat,
memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhydrous, dan larut dalam air.
Sukrosa adalah oligosakarida yang sering digunakan sebagai salah satu pemanis
alami pada produk pangan terutama dalam pembuatan permen. Sukrosa berperan
selain sebagai pemanis, juga sebagai sumber padatan karena mudah mengalami
kristalisasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sukrosa sebagai
bahan utama pembuatan permen adalah kelarutannya. Bila larutan sukrosa 80%
dimasak hingga 109,6°C dan kemudian didinginkan hingga 20°C, maka 66,7%
sukrosa akan terlarut dan 13,3% terdispersi. Bagian sukrosa yang terdispersi ini
akan menyebabkan proses kristalisasi. Dengan demikian, dalam penggunaannya
sukrosa harus diatur secara tepat. Jika dipanaskan sukrosa akan membentuk
cairan jernih yang segera akan berubah warna menjadi coklat membentuk
karamel (Koswara, 2009).
b. Sirup Glukosa
Sirup glukosa adalah cairan gula kental yang diperoleh dari pati. Fungsi dari
sirup glukosa dalam pembuatan permen yaitu meningkatkan viskositas dari
permen sehingga tidak lengket. Penggunaan sirup glukosa dapat mencegah
kerusakan pada permen (Hidayat dan Ikarisztiana, 2004). Sirup glukosa juga
ditambahkan untuk untuk mencegah proses kristalisasi pada permen atau
mencegah terbentuknya kristal yang berukuran besar (Edward, 2000).
c. Air
Fungsi utama air adalah melarutkan gula, sehingga yang terpenting dipastikan
gula larut secara sempurna. Penggunaan air dalam jumlah yang tepat juga
mempengaruhi efisiensi proses pemasakan dan penggunaan energi. Proses
pemasakan dapat dilakukan dalam kondisi tekanan atmosfer atau dengan aplikasi
tekanan vakum, sehingga proses pemasakan dilakukan dengan suhu lebih rendah
dan waktu lebih singkat. Hal ini baik untuk mengontrol proses inversi yang
tidak diinginkan. Fungsi utama air adalah melarutkan gula, sehingga yang
terpenting dipastikan gula larut secara sempurna. Nilai pH air penting karena pH
asam dapat menyebabkan inversi sukrosa dan warna gelap, sedangkan jika pH
alkali (basa) dapat menyebabkan berkerak (Buckle dkk, 1987).
d. Pewarna
Warna merupakan salah satu aspek yang penting terhadap kualitas suatu
produk makanan. Kualitas warna dianggap menunjukkan kualitas rasa dan tekstur
dari suatu makanan agar makanan tersebut dapat diterima di masyarakat. Warna
juga mengindikasikan bahwa telah terjadi reaksi kimia pada makanan (Deman,
1980). Pewarna makanan merupakan salah satu jenis BTP yang dapat
memperbaiki penampakan makanan. Penambahan BTP mempunyai beberapa
tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen,
menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat
proses pengolahan dan penyimpanan (Cahanar dan Suhanda, 2006).
2. Struktur Gula Dengan Perbedaan Suhu Pemanasan
Bentuk Suhu (oC) Keterangan Produk
Dapat digulung dan tidak
Thread 102 Glace
mengeras
Dapat digulung dan dapat
Soft ball 112-116 Fudge, fondant
dipipihkan
Hard ball 121-131 Dapat digulung dan mengeras Marshmallows
Sorft
132-143 Bisa ditarik tetapi tidak patah Nougat, toffe
crack
Hard
149-154 Bisa dipatahkan Brittles, lolipop
crack
CARA MEMBUAT BRITTLE DAN FUNGSI BAHAN
Proses pengolahan pembuatan hard candy termasuk brittle mudah dan
sederhana. Proses pembuatan brittle ada enam tahapan penting, yaitu :
penimbangan, pelarutan atau pencampuran, pemanasan/pemasakan, pendinginan,
pencetakan, dan pengemasan. Menurut Paula (2011) Campuran gula dan air
dipanaskan ke tahap hard crack sesuai dengan suhu sekitar 3000 F (149-1540 C).
Meskipun beberapa resep juga menambah bahan seperti sirup jagung dan garam
pada langkah pertama. kacang dicampurkan ketika gula telah terkaramelisasi.
Adonan permen yang panas dituangkan ke permukaan datar untuk proses
pendinginan, tradisional granit atau marmer slab. Ketika brittle mendingin dapat
di pecah berkeping-keping. Selamaproses pembuatan brittle terjari reaksi
pembentukan warna,warna yang dikehendaki yaitu kuning kecoklatan. Warna
tersebut diakibatkan karena adanya proses pencoklatan. Saat gula kering
dipanaskan pada suhu sekitar titik lelehnya, akan berubah warna menjadi kuning
pucat, amber, coklat oranye, coklat merah dan akhirnya coklat gelap sebelum
berbusa dan terkarbonisasi yang menghasilkan residu hitam
FUNGSI BAHAN
1. Sukrosa
Penambahan sukrosa itu sendiri berguna untuk memberikan rasa manis,
mengawetkan produk dan menghambat pertumbuhan mikoorganisme dengan
menurunkan aktifitas air dari bahan olahan. Pemanasan sukrosa menyebabkan
gula terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut gula invert. Sukrosa yang
mengalami proses pemanasan berlanjut akan mengalami kristalisasi gula. Gula
kristalisasi dapat dilakukan dengan mengkombinasikan pemakaian sukrosa
dangan monosakarida seperti glukosa dan fruktosa. Penggunaan glukosa dan
fruktosa dalam pembentukan gel akan menghasilkan tekstur yang lebih lunak,
tetapi sifat kekerasan permen cenderung menurun (Fennema, 1995).
2. Mentega
Mentega tergolong lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak (edible fat
consumed uncooked). Mentega memiliki fungsi diantaranya yaitu sebagai sumber
energi, meningkatkan daya terima makanan, membentuk struktur, serta
memberikan cita rasa enak.
Asam laurat merupakan asam lemak berantai sedang yang memiliki potensi
sebagai antimikroba dan antifungi. Asam linoleat pada mentega dapat
memberikan perlindungan terhadap serangan kanker, Jika mentega ditambahkan
ke dalam sirup yang didihkan pada suhu tinggi akan menghasilkan flavor yang
menarik dan karakteristik (khas). Sampai saat ini tidak ada jenis lemak nabati
yang dapat menghasilkan flavor yang sama dengan mentega jika ditambahkan
dalam larutan gula mendidih. Meskipun demikian, jenis-jenis lemak tertentu
dikembangkan untuk memperoleh flavor yang mirip flavor yang dihasilkan
mentega (Koswara, 2009).
3. Sirup Glukosa
Fungsi dari sirup glukosa dalam pembuatan permen yaitu meningkatkan
viskositas dari permen sehingga tidak lengket. Penggunaan sirup glukosa
ternyata dapat mencegah kerusakan pada permen. Hal tersebut disebabkan
kandungan fase cair dari permen memiliki konsentrasi bahan kering sebesar 75-
76% dari berat permen, kondisi ini tidak
dapat diperoleh dengan melarutkan gula ataupun dekstrosa secara sendiri-
sendiri tetapi dengan mencampurkan gula dan sirup glukosa, dekstrosa atau sirup
maltosa (Hidayat dan Ikarisztiana, 2004).
4. Air
Air dalam pembuatan Hard Candy berguna untuk melarutkan kristal gula
pasir. Jumlah air yang digunakan sekitas 20% dari total bahan, dan pada produk
akhir diharapkan kadar air permen tinggal 0,5-1%. Jumlah air yang terlalu banyak
akan mengurangi stabilitas permen selama penyimpanan, karena permen menjadi
mudah meleleh (Ramadhan, 2012).
5. Kacang-kacangan
Kacang-kacangan dan buah-buahan dapat digunakan sebagai bahan dasar
untuk pembuatan produk candy yang termasuk kedalam jenis candy crystaline dan
non crystaline yang dapat di jual untuk usaha candy. Jenis kacang yang dapat
digunakan untuk pembuatan candy yaitu diantaranya kacang kenari, hanzelnuts,
peanut, pecan, pine nuts.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleets dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Terj. Hari Purnomo dan Adiyono. Jakarta : UI Press.
Cahanar, P. & Suhanda, I., 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas
De man, J.M, 1980. Principle of Food Chemistry. The AVI Publishing Company,
Inc. Westport, Connecticut.
Edward, W.P. 2000. The Science of Sugar Confectionery. Royal Society of
Cambridge: Chemistry.

Fennema, O.W., 1985. Principle of Food Science, Food Chemistry, 2nd edition.
Marcel Dekker Inc, New York
Haryadi, M. dan Supriyanto. 2001. Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada, Hlm 56-70.
Hidayat, N. dan Ikariztiana, K. 2004. Membuat Permen Jelly. Surabaya: Penerbit
Trubus Agrisana.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pembuatan Permen. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia
Marshall, R.T. and W.S. Arbuckle. 1996. Ice Cream, 5thEdition. Internatioan
Thompson Publishing. New York.
Minife, B.W. 1999. Chocolate Cacao and Confectionary Science and
Technology.The Avi Publishing Co. Westport. Connecticut.
Mulato, S., Sukrisno, W., Misnawi, Edy, S. 2004. Petunjuk Teknis Pengolahan
Produk Primer dan Sekunder Kakao. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan
KakaoIndonesia. Jember.
Ramadhan. 2012. Pembuatan Permen Hard Candy yang Mengandung
Propolis.Universitas Sumatera Utara: Sumut.
Ruhnayat, A. 2003. Bertanam Vanili. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Subaedah, R. 2008. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Kering Menjadi Produk
Olahan Setengah Jadi. Sulteng: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Tranggono, dkk. 1990. Bahan Tambahan Pangan (Food Additive). Pusat Antar
Universitas-Pangan dan Gizi. Yogyakarta: UGM.
Vinti, D dan Julian, R.T,. 2013. Makalah Pangan Lanjut : Coklat. Padang :
Poltekes Kemenkes RI Padang.
Widodo, 2003. Bioteknologi Industri Susu. Yogyakarta : Lacticia Press
Winarno, F.G. 2001. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai