Anda di halaman 1dari 23

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Daging dan Ikan

2.1.1 Daging

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk


hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 1994).
Lawrie (1991) mendefinisikan daging sebagai sesuatu yang berasal dari hewan
termasuk limpa, ginjal, otak serta jaringan lain yang dapat dimakan.

a. Daging sapi
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk
hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta
tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno,
1994). Komposisi daging sapi terdiri dari 75% air, 19% protein, 3,5%
substansi non protein yang larut, dan 2,5% lemak (Lawrie, 2003). Daging
dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu daging segar dan daging olahan.
Daging segar ialah daging yang belum mengalami pengolahan dan dapat
dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Sedangkan daging olahan adalah
daging yang diperoleh dari hasil pengolahan dengan metode tertentu dengan
atau tanpa bahan tambahan, misalnya sosis, dendeng, daging burger dan
daging olahan dalam kaleng dan sebagainya (Desroiser, 1988).
Banyak hal yang dapat mempengaruhi kualitas daging baik ketika
pemeliharaan ataupun ketika pengolahan. Faktor yang dapat mempengaruhi
penampilan daging selama proses sebelum pemotongan adalah perlakuan
transportasi dan istirahat yang dapat menentukan tingkat cekaman (stress)
pada ternak yang pada akhirnya akan menentukan kualitas daging yang
dihasilkan (T. Suryati, 2006).
Kontaminasi bakteri dapat menyebabkan perubahan warna dan bau.
Selama proses memasak, warna daging dapat mengalami perubahan dan
kurang menarik (Putra, 2008). Warna daging segar adalah warna merah
terang dari oksimioglobin, warna daging yang dimasak adalah warna coklat
dari globin hemikromogen, warna daging yang ditambahkan nitrit adalah
warna merah gelap dari nitrikoksidamioglobin dan bila dimasak (Soeparno,
1994).

b. Daging ayam
Ayam dipelihara terutama untuk digunakan daging dan telurnya
dan merupakan sumber penting protein hewani.Konsumsi daging ayam
mencapai hingga 30% dari konsumsi daging dunia.
Menurut Anggorodi, H. R.(1994)persentase karkas ayam dapat
dipengaruhi oleh jenis strain, umur, jenis kelamin, berat hidup dan
makanan.Persentase karkas ayam jantan lebih besar dibandingkan
persentase karkas ayam betina, karena karkas pada ayam betina lebih
banyak enghasilkan kulit dan lemak abdomen daripada ayam jantan.
Ditinjau dari segi mutu, daging ayam memiliki nilai gizi yang lebih
tinggi dibandingkan hewan ternak lainnya. Daging ayam
mempunyaikandungan protein yang lebih tinggi,komposisi protein
inisangat baik karena mengandung semua asam amino esensial
yangmudah dicerna dan diserap oleh tubuh, akan tetapi daging ayam
juga mempunyai kadar lemak yang cukup tinggi dibandingkan hewan
ternak lainnya (Surisdiarto dan Koentjoko,1990).
c. Daging babi
Semua babi memiliki karakteristik yang sama kedudukannya
dalam sistematika hewan yaitu:
Filum : Chordata
Sub Filum :Vertebrata(bertulang belakang)
Marga : Gnatostomata(mempunyai rahang)
Kelas :Mamalia(menyusui)
Ordo :Artiodactyla(berjari/berkuku genap)
Genus :Sus
Species :Sus scrofa, Sus vittatus/Sus strozzli, Sus
cristatus, Sus leucomystax, Sus celebensis,
Sus verrucosus, Sus barbatus.
(Sihombing, 1997).
Daging babi merupakan hasil ternak yang dikonsumsi masyarakat.
Selain mengandung unsur-unsur gizi seperti karbohidrat, protein,
vitamin, dan mineral, daging babi memiliki kelebihan yakni
mengandung banyak thiamin (vitamin B1) yang diperlukan oleh tubuh
untuk mencerna karbohidrat dan menunjang kerja sistem saraf. Secara
umum komposisi kimia daging menurut Lawrie (2003) terdiri atas
75% air, protein 18%, lemak 3.5%, dan zat-zat non protein yang dapat
larut 3.5%.
d. Daging kambing
Daging kambing tergolong ke dalam daging merah, memiliki kadar
lemak total dan kalori yang rendah (USDA 2001), sehingga ia
dianggap sebagai daging sehat (Anaeto et al. 2010). Daging kambing
telah digunakan sebagai makanan terapi pada pasien hiperlipemik di
rumah sakit Staten Island Medical Center (Addrizo 2000).
Daging kambing adalah karena daging kambingmerupakan daging
yang unik dalam hal bau, palatabilitas dan keempukannya.Daging
kambingkurang berlemak dibandingkan dengan daging lainnya
danbiasanya kurang empuk.Keadaan daging yang kurang berlemak
menyebabkan tingkat preferensi konsumen meningkat karena
permintaan daging saat ini adalah daging yang sedikit mengandung
lemak.

2.1.2 Ikan

Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses
kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan
pangan sejak beberapa abad yang lalu.Sebagai bahan pangan, ikan mengandung
zat gizi utama berupa protein, lemak, vitamin dan mineral.Protein ikan
menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan
oleh manusia.Kandungan protein ikan relatif besar yaitu antara 15-25%/100 g
daging ikan.Kandungan lemak daging merah ikan lebih tinggi dibandingkan
daging putih ikan.Jumlah mineral pada daging ikan hanya sedikit.Ikan juga
dipandang sebagai sumber kalsium, besi, tembaga, dan yodium (Junianto, 2003).
a. Ikan layang
Ikan layang merupakan salah satu hasil perikanan lepas pantai yang
terdapat di Indonesia.Ikan ini termasuk jenis pemakan zooplankton, hidup
di dekat permukaan laut (pelagis) dan membentuk gerombolan besar.
Klasifikasi ikan layang(Saanin 1984) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Percoidea
Famili : Carangidae
Genus :Decapterus
Spesies : Decapterus sp.
Bagian punggung ikan layang berwarna biru kehijauan dan bagian
perutnya berwarna putih perak sedangkan sirip-siripnya berwarna kuning
kemerahan. Bentuk tubuhnya memanjang dan dapat mencapai 30 cm. Pada
umumnya, rata-rata panjang badan ikan layang adalah 20-25 cm. Ikan
layang memiliki dua sirip punggung, dua sirip tambahan di belakang sirip
punggung kedua dan satu sirip tambahan di belakang sirip dubur. Ikan
layang memiliki sirip kecil (finlet)yang merupakan ciri khas dari genus
Decapterus (Saanin 1984).
Komposisi kimia daging ikan sangat bervariasi tergantung spesies,
jenis kelamin, umur, musim dan kondisi lingkungan tempat ikan tersebut
ditangkap. Berdasarkan Chairita (2008)komposisi kimia ikan layang antara
lain:
Parameter Jumlah(%)
Protein 18,13
Lemak 1,90
Abu 1,03
Air 78,58

b. Ikan lele
Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke
dalam ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang
sejati.Lele dicirikan dengan tubuhnya yang licin dan pipih memanjang,
serta adanya sungut yang menyembul dari daerah sekitar mulutnya.
Klasifikasi ikan lele antara lain:
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostarophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Ikan lele dicirikan dengan tubuhnya yang tidak memiliki sisik,
berbentuk memanjang serta licin.Ikan Lele mempunyai sirip punggung
(dorsal fin) serta sirip anus (anal fin) berukuran panjang, yang hampir
menyatu dengan ekor atau sirip ekor.Ikan lele memiliki kepala dengan
bagian seperti tulang mengeras di bagian atasnya.Mata ikan lele berukuran
kecil dengan mulut di ujung moncong berukuran cukup lebar.Dari daerah
sekitar mulut menyembul empat pasang barbel (sungut peraba) yang
berfungsi sebagai sensor untuk mengenali lingkungan dan mangsa.Lele
memiliki alat pernapasan tambahan yang dinamakan
Arborescent.Arborescent ini merupakan organ pernapasan yang berasal
dari busur insang yang telah termodifikasi.Pada kedua sirip dada lele
terdapat sepasang duri (patil), berupa tulang berbentuk duri yang
tajam.Pada beberapa spesies ikan lele, duri-duri patil ini mengandung
racun ringan.Hampir semua species lele hidup di perairan tawar. Berikut
kisaran parameter kualitas air untuk hidup dan pertumbuhan optimum ikan
lele menurut beberapa penelitian dalam Witjaksono (2009).

2.2 SNI Daging dan Ikan

2.2.1 Daging

A. Daging sapi

Persyaratan mutu
No Jenis uji
I II III
Ketebalan
1 <12 mm 13 – 22 mm >22 mm
lemak
Cekung-agak Rata -
2 Konformasi Sangat cembung
cekung cembung
3 Warna Skor 1-3 Skor 4-6 Skor 7-9
Ada satu memar
Ada satu atau freeze burn
memar atau lebih dari 2 cm di
freeze burn bagian selain
Bebas dari dengan daerah prime cut
Perubahan
4 memar dan diameter dan atau ada lebih
warna
freeze burn kurang dari 2 dari satu memar
cm di bagian dengan diameter
selain daerah kurang dari 2 cm
prime cut selain pada prime
cut
B. Daging kambing

Syarat mutu
Jenis uji
Mutu I Mutu II Mutu III
Merah
Merah terang Merah gelap
Warna daging kegelapan skor
skor 1-5 skor 8-9
6-7
Putih
Warna lemak Putih skor 1-3 kekuningan Kuning skor 7-9
skor 4-6
Marbling Skor 9-12 Skor 5-8 Skor 1-4
Tekstur Halus Sedang kasar
Kuman/gram(juta)
0,5 0,5 0,5
maks.
C. Daging ayam

No Faktor mutu Tingkatan mutu


Mutu I Mutu II Mutu III
1 Konformasi Sempurna Ada sedikit Ada kelainan
kelainan pada pada tulang
tulang dada dada dan paha
atau paha
2 Perdagingan Tebal Sedang Tipis
3 Perlemakan Banyak Banyak Sedikit
4 Keutuhan Utuh Tulang utuh, Tulang ada
kulit sobek yang patah,
sedikit, tetapi ujung sayap
tidak pada terlepas ada
bagian dada kulit yang
sobek pada
bagian dada
5 Perubahan warna Bebas dari Ada memar Ada yang
memar atau sedikit tetapi memar sedikit
freeze burn tidak pada tetapitidak ada
bagian dada freeze burn
dan tidak
freeze burn
6 Kebersihan Bebas dari Ada bulu Ada bulu
bulu tunas tunas sedikit tunas
(pin father) yang
menyebar,
teapi tidak
pada bagian
dada.

D. Daging babi

Ciri-ciri daging babi segar antara lain:

i. warna daging pucat hingga merah muda


ii. Otot punggung banyak mengandung lemak, tampak kelabu putih
iii. Bertekstur halus, konsistensi padat dan baunya spesifik
iv. Lemak jauh lebih lembek dibandingkan lemak sapi atau kambing.
v. pH daging babi 5,3-6,9.
vi. Pada umur tua, daging berwarna lebih tua, sedikit lemak dan serabut
kasar.

2.2.2 Ikan

Ciri-ciri ikan segar yaitu:

a. Tekstur daging kenyal, menandakanrigormortis masih berlangsung


b. Daging dan bagian tubuh lainnya berbau segarspesifik ikan
c. Bila ditekan dengan jari, tidak tampak bekaslekukan.
d. Melekat kuat pada tulang
e. Daging perut khususnya, utuh dan kenyal
f. Warna daging putih atau spesifik jenis ikan
g. Mata cemerlang, kornea bening, pupil hitam dan mata cembung.
h. Ingsang berwarna merah sampai merah tua, cemerlang, tidak berbau,
tidak ada ogg odor.
i. Terdapat lendir alami menutupi ikan yang baunya khas menurut jenis
ikan
j. Kulit belum pudar, warna asli kontras.
k. Sisik melekat kuat, mengkilap dengan tanda warna khusus tertutup
lendir yang jernih.

2.3 Pengaruh penambahan Enzim Pada Ikan dan Daging

Menurut Lawrie (2003), keempukan daging dipengaruhi oleh protein


jaringan ikat, semakin tua ternak jumlah jaringan ikat lebih banyak, sehingga
meningkatkan kealotandaging.

Solusi untuk mengempukan daging yaitu sebelum dilakukan


pemanasanterlebih dahulu dilakukan proses perendaman dalam larutan enzim
proteolitik. Selama proses perendaman daging terjadi proses hidrolisis protein
serat otot,tenunan pengikat,dan terjadi perubahan-perubahan yang meliputi
menipisnya serta hancurnya sarkolema, terlarutnya nukleus dari serabut otot dan
jaringan ikat serta lepasnya keterikatan serabut otot sehingga dihasilkan jaringan
lunak.

Salah satu enzim protease tersebut adalah bromelin yang berasal dari buah
nanas, hampir dalam seluruh bagian tanaman terdapat enzim bromelin dengan
jumlah yang berbeda-beda pada setiap bagiannya.Menurut Winarno (1993)
bromelin adalah enzim protease yang dapat menghirolisis protein.Bromelin
memiliki kemampuan untuk memecah struktur molekul protein menjadi bentuk
lebih sederhana (asam amino).
2.1.4 Perbedaan Daging Ayam, Sapi Dan Babi

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya(Soeparno
1998).Daging penting untuk kebutuhan pangan manusia, karena daging
merupakan salah astu sumber protein hewani yang mengandung asam amino
esensial yang cukup lengkap untuk kebutuhan tibuh (Lawrie, 1979).
a. Daging sapi memiliki karakteristik daging yang pertama yaitu daya ikat
air(DIA) atau water holding capacity (WHC) atau water binding capacity
(WBC) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang
ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar misalnya pemotongan
daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan (Soeparno, 1994). Faktor-
faktor yang mempengaruhi DIA adalah pH, pelayuan dan pemasakan daging.
Yang kedua yaitukKeempukan (Shear Force), nilai keempukan daging sapi
berkisar antara 1,58 – 2,79 kg/cm2, semakin kecil nilainya menunjukkan
semakin empuk (Brahmantiyo, 2000). Pengujian keempukan daging sapi
dapat juga secara subjektif dengan menggunakan panelis atau panel taste
(Setyaningsih et al.,2010). Yang ketiga yaitu warna daging sapi, ditentukan
melalui kandungan mioglobin 80– 90% dan hemoglobin (Abustam, 2010).
Warna daging yang baik untuk daging sapi adalah jika daging tersebut berasal
dari sapi dewasa, warna daging yang baik adalah merah terang. Sedangkan
untuk daging sapi muda, warna daging yang baik adalah kecokelatan merah
muda.
Kadar air, menurut Onyango et al. (1998), nilai kadar air sapi adalah
77,5±0,4% untuk bangsa sapi Bos indicus, sedangkan untuk sapi bangsa Bos
taurus adalah berkisar antara 72,4–74,8% (Boles dan Shand,2008).
Perlemakan (marbling), lemak daging yang berasal dari sapi muda akan
berwarna putih kekuningan, sedangkan lemak yang berasal dari sapi tua akan
berwarna kekuningan. Jumlah marbling yang dihasilkan menentukan
kelembutan, intensitas rasa, dan juiciness saat dimasak.Rasa pada daging sapi
yang berkualitas baik yaitu mempunyai rasa yang relatif gurih,enak dan
aroma yang sedap yang dapat pula dijabarkan sebagai tasty. Rasa daging juga
dapat berasal dari juiceness yaitu kandungan air di dalam daging dan lemak
daging.Aroma daging yang dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan, umur, jenis
kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi penyimpanan.Bau daging dari
hewan yang tua relatif lebih kuat dibandingkan hewan muda. Ternak terlalu
tua daging akan liat sedangkan yang terlalu muda daging berbau kurang
menarik (berbau amis), yang paling baik tidak terlalu tua dan tidak terlalu
muda, demikian pula daging dari hewan jantan memiliki bau yang lebih kuat
daripada hewan betina. Kadar lemak, kandungan lemak sapi berkisar antara
(0,5 13,0%), yang terdiri dari lemak netral meliputi; fosfolipid, serebrosid dan
kolesterol berkisar antara (0,5 1,5%)(Buckle et al., 2007) dan kadar protein
menyatakan bahwa protein daging sapi berkisar antara 16-22% (Buckle et al.
2007). Nilai pH daging sapi segar mempunyai pH relatif asam, yaitu berkisar
antara 5,5 – 5,8 (Abustam, 2010). Kandungan asam laktat dalam daging sapi
ditentukan oleh kandungan glikogen dan penanganan sebelum
penyembelihan, apabila pH daging sapi mencapai 5,1 – 6,1 maka lebih stabil
terhadap kerusakan oleh mikroba, sedangkan apabila pH aging sapi berada
sekitar 6,2 – 7,2 maka memungkinkan untuk pertumbuhan mikroba menjadi)
lebih baik (Buckle et.al.,1987).
b. Daging ayam pada umumnya memiliki karakteristik yaitu warna daging
ayam segar adalah putih kekuningan. Hal Ini sesuai dengan pernyataan Cross
(1988), bahwa warna daging ayam disebabkan provitamin A yang terdapat
pada lemak daging dan pigmen oksimioglobin. Lawrie (2003) Menyebutkan
bahwa pigmen oksimioglobin adalah pigmen penting pada daging segar,
pigmen ini hanya terdapat di permukaan saja dan menggambarkan warna
daging yang diinginkan konsumen. Warna Pada daging ayam akibat
pengeluaran darah yang tidak sempurna disebabkan oleh pigmen
haemoglobin(Lawrie,2003). Keempukan merupakan salah satu kualitas
daging yang kritis terhadap daya terima konsumen dan biasanya konsumen
menginginkan daging yang empuk. Lyon et al. (2004) melaporkan bahwa
keempukan ayam broiler yaitu berkisar antara 1,82 kg/cm2 sampai 2,19
kg/cm2. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging ada hubungannya
dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa tenunan pengikat, serabut
daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut daging serta rigor mortis
daging yang terjadi setelah ternak dipotong. Daging ayam yang masih segar
ketika ditekan akan kembali kebentuk semula, karena tingkat elastisnya masih
baik. Keempukan daging dapat di ketahui mengukur daya putusnya, semakin
rendah daya putusnya semakin empuk daging tersebut (Tambunan,
2010).Lemak menyebar rata di bawah kulit yang menutupi seluruh bagian
ayam.Bentuk ayam padat (kompak), paha, betis, sayap, dan dada berdaging
tebal. Besar daging pada dada dapat diketahui dengan cara mengukur panjang
tulang dada, 50% dari daging ayam terdapat pada tulang dada.
Aroma yang dimiliki daging ayam yaitu segar, khas aroma ayam, dan
tidak terlalu amis. Rasa merupakan kualitas sensoris daging yang berkaitan
dengan indera perasa. Faktor yang menentukan rasa pada daging yaitu ketika
dikunyah maka akan akan bereaksi dengan reseptor dalam mulut atau rongga
mulut. Daging yang berkualitas baik mempunyai rasa yang relatif
gurih.Tekstur merupakan sifat sensoris daging yang berkaitan dengan tingkat
kehalusan dari daging.Berkisar antara skor 3,60 sampai 3,87 yaitu berkisar
antara tekstur agak halus sampai halus. Juicinessmerupakan sifat sensoris
berhubungan dengan tingkat kebasahan dari daging.Daging yang berkualitas
baik secara relatif mengandung lebih banyak jus daripada daging yang
berkualitas rendah (Soeparno, 2005).Daya ikat air (DIA) merupakan
parameter kualitas daging yang sangat terkait dengan kemampuan air.Daya
ikat air juga menunjukkan seberapa besar kemampuan daging untuk mengikat
air dalam persen.Daya ikat air mempunyai hubungan positif dengan nilai pH
daging (Allen et al., 1998). Nilai pH yang tinggi dapat memperbaiki daya ikat
air(Buckle et al., 1985).Hal ini disebabkan karena rendahnya nilai pH daging
mengakibatkan struktur daging terbuka sehingga menurunkan daya ikat air,
dan tingginya nilai pH daging mengakibatkan struktur daging tertutup
sehingga daya ikat air tinggi (Bouton et al., 1971; Buckle et al., 1985).Susut
masak merupakan salah satu penentu kualitas daging yang penting, karena
berhubungan dengan banyak sedikitnya air yang hilang serta nutrien yang
larut dalam air akibat pengaruh pemasakan. Susut masak daging ayam broiler
pada umur 6 dan 7 minggu yaitu sekitar 24,89% dan 34,57% (Soeparno,
1992). Nilai pH daging ayam segar yaitu 5,5 sampai 5,6 nilai pH daging tidak
akan pernah mencapai nilai dibawah pH 5,3. Hal ini disebabkan karena pada
nilai pH dibawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anerob tidak
dapat bekerja.
c. Ternak babi merupakan penghasil sumber daging dan untuk pemenuhan
gizi yang sangat efisien di antara ternak-ternak yang lain karena babi
memiliki konversi terhadap pakan yang cukup tinggi, semua bahan pakan bisa
diubah menjadi daging dan lemak dengan sangat efisien.Persentase karkas
babi cukup tinggi, bisa mencapai 65-80%, sedangkan persentase karkas
kambing dan domba 45-55%, kerbau 38%, sapi 50-60%. Dan ternak babi juga
sangat efisien dalam mengubah sisa-sisa makanan serta hasil ikutan pertanian
maupun pabrik (Lubis ,1963). Salah satu fisik daging terkait dengan
keberadaan air adalah water holding capacity atau daya ikat air. Daya ikat air
diartikan sebagai kemampuan daging untuk menahan air selama aplikasi
kekuatan eksternal (seperti pemotongan, pemanasan, penggilingan atau
tekanan). Besar kecilnya daya ikat air dapat mempengaruhi warna, tekstur,
kekenyalan dan kesan jus (juiceness) serta keempukan (Nurwantoro dan
Mulyani 2003). FAO (2007) menyatakan bahwa daya ikat air pada daging
sapi dan daging babi tidak berbeda jauh yaitu 75,0 dan 75,1. Komposisi asam
lemak di dalam jaringan adiposa dan otot relatif sama tetapi jaringan adiposa
memiliki kandungan asam lemak yang lebih tinggi daripada otot. Terdapat
perbedaan komposisi pada daging babi dan sapi. Daging babi memiliki lebih
banyak polyunsaturated fatty acid (PUFA) asam linoleat di dalam jaringan
adiposa dan otot dibandingkan dengan sapi (Wood et al. 2001).
Pada babi, asam linoleat yang berasal dari pakan melalui saluran
pencernaan tanpa adanya perubahan dan kemudian diabsorbsi di dalam aliran
darah usus kecil dan disalurkan ke jaringan tubuh.Konsentrasi yang lebih
tinggi dijumpai pada jaringan adiposa daripada di otot. Pada ruminansia,
asam lemak konsentrasi tinggi yang berasal dari pakan di degradasi menjadi
asam lemak monounsaturated dan saturated oleh proses
biohydrogenation mikroba dalam rumen. Pada sapi dan kambing asam lemak
memiliki konsentrasi yang lebih tinggi di otot daripada di jaringan adiposa
(Wood et al . 2001). Daging mentah mengandung banyak protein sekitar 19-
23 % tergantung dari kadar lemaknya. FAO (2007) menyatakan bahwa
protein pada daging sapi dan daging babi tidak berbeda jauh yaitu 22,3 dan
33,8. Karbohidrat dalam daging terdapat dalam jumlah yang sedikit kurang
dari 1% berat daging.Sebagian besar berada dalam bentuk glikogen dan asam
laktat (Nurwantoro dan Mulyani 2003). Daging babi mengandung sejumlah
tinggi tiamin sedangkan daging sapi tinggi akan kandungan vitamin B-6 dan
B-12 (Nurwantoro dan Mulyani 2003). Bau pada daging berasal dari
komponen yang berasal dari jaringan tidak berlemak atau jaringan lemak.
Pada daging babi aroma yang dikeluarkan lebih amis dibandingkan dengan
daging sapi. Kontributor penting dalam pemberi bau khas spesies pada daging
adalah jaringan tanpa lemak dalam daging. Pada produk olahan campuran
dari sapi dan babi, bau yang lebih dominan berasal dari jaringan tanpa lemak
salah satu dari kedua spesies tersebut dimana komposisi yang lebih besar
akan memberikan bau yang lebih dominan.Penambahan konsentrasi lemak
babi pada produk olahan akan menambah bau khas babi pada produk tersebut.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa penambahan lemak pada produk
olahan daging tidak berpengaruh pada bau khas spesies, yang lebih
berpengaruh adalah penambahan jaringan daging tanpa lemak.

2.1.5 Pengaruh Thawing Pada Daging

Thawing merupakan proses kelanjutan dari proses freezing. Thawing akan


mengembalikan bahan baku ataupun produk dari yang semula berbentuk fase
padat menjadi fase cair. Menurut pendapat Soeparno (1998) pada umumnya
makin tinggi temperatur atau makin lama waktu thawing maka makin besar
kadarcairan daging yang hilang sampai mencapai tingkat konstan. Susut masak
merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar juice
daging yanitu banyaknya air yang terikat didalam dan diantara serabut otot. Juice
daging merupakan komponen dari tekstur yang menentukan keempukan
daging.Susut masak bervariasi dengan kisaran 1.5-54.5 %.

Menurut Potter (1973) berbagai kerusakan dapat terjadi pada daging


selama proses pembekuan maupun thawing secara lambat. Nutrien daging beku
akan terlarut dalam air dan hilang bersama cairan daging yang keluar selama
proses penyegaran kembali (thawing) yang disebut drip. Konsitituen yang
terkandung dalam drip berhubungan dengan tingkat jerusakan sel pada saat
pembekuan akan menyebabkan kerusakan pada saat pembekuan dan panyimpanan
beku. Faktor yang mempengaruhi penurunan nutrien atau drip salah satunya yaitu
temperatur saat proses thawing. Perubahan suhu yang drastis atau tinggi
menyebabkan terjadinya shock temperature terhadap serabut otot dan sarkolema,
yakni terjadinya pengerutan serabut otot termasuk serabut kolagen yang
berpengaruh terhadap kualitas memegang air sehingga presentase drip yang
dihasilkan akan semakin banyak (Lawrie, 1979). Selain itu temperatur suhu dari
pembekuan ke suhu thawing juga mempengaruhi daya ikat air dari daging
tersebut.Perubahan suhu pembekuan ke suhu thawing yang tidak terlalu jauh maka
shock temperature yang terjadi lebih minimal sehingga daya ikat air pada daging
masih cukup tinggi (Ulia et al. 2006).Thawing pada suhu 50ºC menyebabkan
kehilangan kemampuan mengikat air, hal ini disebabkan penerapan panas pada
daging mengakibatkan adanya perubahan stniktur jaringan daging. lni sesuai
dengan pendapat Aberle, dkk (2001), mengatakan bahwa penunman daya ikat air
mulai dapat terdeteksi pada pemanasan daging diatas 40ºC menyebabkan
perubahan daya ikat air daging akan nyata.

Faktor-faktor yang mempengaruhi susut masak menurut Soeparno (1994)


adalah panjang serabut otot, waktu memasak, ukuran sampel, dan penampang
lintang daging.Lawrie (1979) menyatakan adanya fakor lain yaitu temperatur dan
waktu masak, ukuran sampel, hanya sedikit pengaruhnya, sedangkan penampang
lintang daging mempunyai pengaruh besar.Pada suhu di atas 63ºC miofibril secara
aktif memendek, diikuti pengerutan jaringan kolagen yang memberi kontribusi
untuk pengeluaran cairan sarkoplasma. Kerusakan serabut otot selama pembekuan
dan thawing menggunakan metode thawing dalam udara terbuka dan air mengalir
pada suhu kamar akan menyebabkan daya ikat airnya menurun. Selama
pemasakan akan terjadi pemendekan miofibril serta pengerutan serabut kolagen
sehingga berakibat jumlah cairan yang hilang semakin banyak dan susut masak
meningkat. Menurut Neckson (1978), bahwa thawing pada suhu 10ºC dan 28ºC
tidak menyebabkan penyerapan kembali Mangan demikian kehilangan cairan
dapat diminimumkan.

2.1.6 Pengaruh Curring Terhadap Daging dan Ikan

Curing merupakan suatu cara perlakuan pendahuluan pada daging segar


sebelum proses pengawetan selanjutnya dilakukan, seperti untuk pembuatan
daging corned (corned beef), dendeng (dried meat), sosis dan lain-lain. Daging
yang telah di curing bertujuan mengawetkan, mempersiapkan daging pada
penggunaan berikutnya, menghambat pertumbuhan mikrobia serta menimbulkan
rasa dan flavour yang enak (Astawan, 2004).

Menurut Soeparno (1994) curing adalah cara prosesing daging dengan


menambahkan beberapa bahan seperti garam (NaCl), Na-nitrit, Na-nitrat dan gula
(dekstrosa atau sukrosa atau pati-pati hidrolisis), serta bumbu-bumbu. Tujuan
curing, antara lain adalah untuk mendapat warna yang stabil, aroma, tekstur dan
kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama prosesing
serta memperpanjang masa simpan produk daging.

Banyak perubahan dapat terjadi selama proses curing, terutama perubahan


yang dipengaruhi akan penambahan garam nitrat dan nitrit. Hal tersebut
disebabkan karena nitrat dan nitrit memegang peranan penting baik khemis
maupun mikrobiologis, yaitu bahwa nitrit merupakan agensia yang dapat
memperbaiki warna dan flavour, menghambat pertumbuhan Cl.botulinum serta
berfungsi sebagai antioksidan (Eakes and Blumer, 1975). Dalam curing
penggunaan nitrit dapat menghambat Cl.botulinum (Christiansen, 1980) dan bila
bereaksi dengan mioglobin, nitrit yang telah menjadi nitrit oksid akan
membentuk warna merah cerah (Cassen, et al., 1979). Perubahan nitrit menjadi
nitrit oksid meliputi beberapa tahap. Pada pH 5,4–6,0 nitrit dalam larutan terdapat
dalam bentuk asam nitrit (HNO2). Pada kondisi sedikit asam, asam nitrit akan
mengalami dekompisisi oleh komponen daging sehingga terbentuk nitrit oksid
(NO) dan asam nitrat (HNO3). Pigmen daging curing akan terbentuk dengan
segera apabila mioglobin bersinggungan secara langsung dengan nitrit oksid
sehingga terbentuk nitrit oksid mioglobin (nitrosomioglobin) yang berwarna
cerah. Bila yang digunakan nitrat, maka nitrat diubah dulu menjadi nitrit oleh
bakteri pereduksi nitrat (Forrest et al., 1975). Adanya pemanasan selama proses
pengolahan akan menyebabkan nitrosomioglobin berubah menjadi
nitrosilhemokrom yang bersifat stabil dan berwarna merah jambu sebagai ciri
khas dari produk daging curing. Jadi dalam proses curing nitrit tidak memberikan
pewarnaan, tetapi hanya berfungsi menstabilkan atau memperbaiki warna produk.
Christiansen (1980) juga melakukan penelitian mengenai pengaruh pH
dalam hubungannya dengan penghambatan pertumbuhan Cl.botulinum,dikatakan
bahwa pH merupakan factor yang sangat penting dalam menunjang peranan
nitrit sebagai agensia anti botulinal. Pada produkproduk daging curing,
kondisi pH yang paling baik akan meningkatkan efek anti botulinal adalah
disekitar pH 4,6. Menurut Buckle et al., (1985) pada pH 5,8 atau lebih rendah
dibutuhkan untuk: menghasilkan struktur terbuka dalam urat daging yang
meningkatkan penyerapan garam kedalam jaringan secara lebih cepat dan
sempurna, membantu mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme baik pada
permukaan dan didalam jaringan dimana bakteri pencemar anaerobik hanya
tumbuh secara perlahan pada pH dibawah 5,6, membantu mempertahankan warna
merah muda yang diinginkan yang dapat dicapai dengan baik bila pH daging
dibuat 5,8 atau lebih rendah.
Asam askorbat sering ditambahkan dalam proses curing untuk membantu
stabilitas warna, flavor daging dan kemampuannya juga sebagai antioksidan.
Selain itu peran asam askorbat dalam proses curing yaitu mempercepat
pembentukkan nitrit oksid dari nitrit sehingga di peroleh warna yang diharapkan
dan residu nitrit yang tertinggal pada produk daging curing semakin sedikit.Sato
et al., (1973) dalam Borenstein, B dan E. G Imith, (1976) menduga bahwa asam
askorbat pada konsentrasi tinggi menggeser kesetimbangan antara ion Fe2+ dan
Fe3+ atau berperan sebagai penangkap oksigen. Dalam proses curing nitrit harus
direduksi menjadi nitrit oksid. Reaksi ini dipercepat dengan adanya
reduktan.Reduktan yang sering digunakan adalah garam sodium asam askorbat
(vitamin C) atau isomernya yaitu asam isoaskorbat (eritorbat). Reduktor akan
memberikan elektron pada nitrit sehingga terbentuk nitrit oksid (Forrest, et al,.
1975). Menurut Fiddler, et al., (1973) dalam Cassens., et all (1979) penambahan
asam askorbat dan eritorbat mampu mempercepat pembentukan nitrit oksid dari
nitrit. Reaksi pewarnaan pada curing dengan penambahan asam askorbat dapat
terjadi secara lambat karena adanya zat pereduksi yang dapat mereduksi
metmioglobin menjadi mioglobin (Price, Watts and Lehman, 1952 dalam
Borenstein, 1976) dan kemudian bereaksi dengan nitrit oksid menghasilkan nitrit
oksid mioglobin yang berwarna merah cerah.
DAFTAR PUSTAKA

[USDA] United State Department of Agriculture. 2001.Nutrient data base for


standard reference, release 14. Agricultural Research ServiceUnited
States Department of Agriculture. Maryland
Abustam E, AliHM. 2010. Pengaruh Jenis Otot Dan Level AsapCairTerhadap
Daya Ikat Air Dan Daya Putus Daging Sapi Bali Prarigor. Laporan
Penelitian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin. Makassar.hlm.1-5.
Achmad Subagio, Wiwik Siti Windrati, Mukhammad Fauzi dan Yuli Witono.
2005. Pengaruh Asam Askorbat Terhadap Pembentukan Gel Miofibril
Ikan Mata Besar (Selar crumenophthalmus).J. Teknol. Indust. Pangan,
71(2), 126-131.

Addrizo RJ. 2000.Use of goat milk and goat meat as the therapeutic aid in
cardiovascular disease. Clemson agronomy
Allen, H.D., et al. 1998. Pediatric Therapeutic Cardiac Catheterization: A
Statement for Healthcare Professionals From the Council on
Cardiovascular Disease in the Young. Circulation97: 609-625
Anaeto MJ, Adeyeye A, Chioma GO, Olarinmoye AO, Tayo GO. 2010. Goat
products: meeting the challenges of human health and nutrition. Agric
Biol J N Am. 6:1231-1236.
Anggorodi, H. R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum.PT. Gramedia Pustaka
Utama :Jakarta.

Boles, J.A., and P.J. Shand. 2008. Effect of Muscle Location, Fiber Direction, and
Slice Thickness on the Processing Characteristics and Tenderness of Beef
Stir-Fry Strips From the Round and Chuck. Meat Sci., 78: 369 – 374

Bouton, P.E., P.V. Harris, dan W.R. Shorthose. 1971. Jurnal of Food Science.
Hal.435.
Brahmantiyo, B. 2000. Sifat Fisik Dan Kimia Daging Sapi. Brahman Press
Buckle, K.A et al., 1985.Ilmu Pangan, Penerjemah Hari Purnomo Adiono.UI
Press, Jakarta.
Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., and Wootton, M. 2007.Ilmu Pangan,
Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia.Jakarta
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.A. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan
Terjemahan Hari P. dan Adiono.Universitas Indonesia Press.Jakarta.
Chairita. 2008. Karakteristik bakso ikan dari campuran surimi ikan laying
(Decapterus spp.) dan ikan kakap merah (Lutjanus sp.) pada penyimpanan
suhu dingin [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Cross, H.R, & A.J. Overby.(1988). Meat Science, Milk Science and Technology.
Amsterdam-Oxford-New York-Tokyo: Elsevier Science Publishers B.V.
Desroiser, N W. (1988). Teknologi Pengawetan Pangan, Terjemahan Mucji
Muljohardjo. Universtas Indonesia, Jakarta.
Eakes, B.D and Blumer, T.N., 1975. Effect of Various Levels of Potassium Nitrite
and Sodium Nitrite an Color and Flavor of Cured Loins and Country-style
Hams.J. Food Sci. 40 : 973-976.
Forrest, J.C., E.B. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge, dan R.A. Merkel. 1975.
Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco.

Forrest, J.C., E.B. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge, dan R.A. Merkel. 1992.
Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco.
ipta. Jakarta.
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Lawrie,R. A. 2003. Ilmu Daging Edisi V, terjemahan Aminuddin
Paraksasi.Universitas Indonesia. Jakarta.
Lawrie, R.A. 1991. Meat Science 4thEdition.Pergamon Press, New York.

Lawrie,R.A. 1979. MeatScience.3rdEdition.Pergamon Press. Oxford.

Lubis, D.A. 1963. Ilmu Makana Ternak. Jakarta: Pembangunan.


Nurwantoro dan S. Mulyani.2003.Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak.
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Onyango CA,IzumimotoM,KutimaPM. 1998. Comparison of some physical and


chemical properties of selected game meats. Meat Sci. 49:117-125.

Putra, G.M dan Budiana, N.S., 2008.Beef Cet-3. Penebar Swadaya, Jakarta.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan.Tidak Dipublikasikan

Setyaningsih D., A. Apriyantono dan M. P. Sari.2010. Analisis Sensori Untuk


Industri Pangan dan Agro.IPB Press. Bogor.
Sihombing, D.T.H. 1997. Petunjuk Praktis Beternak Babi.Fakultas Peternakan,
IPB. Edisi Pertama. Bogor.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan ke-3. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan III. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Soeparno.1992. Ilmu dan Teknologi Daging.Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Surisdiarto dan Koentjoko.1990. Ilmu Makanan Ternak Khusus Non
Ruminanasia.Malang: Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
T. Suryati, M. Astawan & T. Wresdiyati. 2006. Karakteristik Organoleptik
Daging Domba yang Diberi Stimulasi Listrik Voltase Rendah dan Injeksi
Kalsium Klorida.Media Pternakan. 29(1):1-6

Tambunan.2010. Strategi Belajar Mengajar. FMIPA, Unimed, Medan.


Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen.PT. Gramedia


Pustaka Utama. Jakarta.
Witjaksono.2009. Kinerja Produksi Pendederan Lele Sangkuriang Clarias sp.
Melalui Penerapan Teknologi Ketinggian Media Air 15 Cm, 20 Cm, 25
Cm, dan 30 Cm. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wood, J, et al. 2001. Organizational Behaviour: An Asian Pasific Perspective.
Australia.

Anda mungkin juga menyukai