Anda di halaman 1dari 36

1.

PENDAHULUN

Ikan patin termasuk komoditas ikan yang banyak diminati dan produksinya di
Indonesia mengalami peningkatan secara signifi kan selama beberapa tahun terakhir,
yaitu pada tahun 2004 produksinya adalah sebesar 23.962 ton dan meningkat menjadi
52.470 ton pada tahun 2008. Ikan Patin adalah salah satu ikan air tawar yang sangat
populer dikonsumsi di seluruh dunia (Thuy dkk., 2002). Ikan patin mengandung
komponen–komponen yang meliputi vitamin, mineral dan asam lemak omega 3, yang
bermanfaat bagi kesehatan manusia (Klemeyer dkk., 2008). Ikan patin memiliki
kandungan lemak yang tinggi dan merupakan sumber asam lemak tidak jenuh yang
sangat bagus, termasuk asam lemak omega 3 yang memiliki fungsi positif bagi
kesehatan manusia. Asam lemak Omega-3 seperti asam eikosa pentaenoat (C20:5)
dan asam dokosa heksaenoat (C22:6) terdapat dalam minyak atau lemak ikan.
Keuntungan mengkonsumsi asam lemak omega-3 adalah adanya tendensi dapat
menurunkan kadar kolesterol dan lemak dalam darah sehingga tidak terjadi
penimbunan pada dinding pembuluh darah (Park, 2005). Pada umumnya proses
pengolahan ikan patin di Indonesia menghasilkan produk filet yang kemudian dijual
dalam bentuk filet segar maupun beku. Rendemen pada proses pengolahan fi let ikan
patin ini sekitar 45%, bagian selebihnya termasuk isi perut, lemak abdomen, tulang,
kulit dan hasil perapian (trimming) sebesar 55% belum dimanfaatkan secara optimal
(Sathivel dkk., 2002). Proses pengolahan ikan umumnya menghasilkan limbah hingga
di atas 50% dari keseluruhan berat ikan yang diolah. Limbah dari proses pengolahan
ikan biasa digunakan untuk bahan pembuatan pakan ikan dengan minyak sebagai
hasil samping atau untuk proses remediasi tanah (Zuta dkk., 2003). Menurut Hwang
dkk. (2004), isi perut patin termasuk didalamnya saluran pencernaan, hati, empedu
dan lemak simpanan (lemak abdomen) merupakan sumber lemak yang potensial
dengan kandungan omega 3 yang tinggi. Penelitian profi l dan komposisi asam lemak
dari limbah telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti (Sathivel dkk., 2002;
Hwang dkk., 2004),

1
Minyak ikan adalah salah satu zat gizi yang mengandung asam lemak kaya
manfaat karena mengandung sekitar 25% asam lemak jenuh dan 75% asam lemak tak
jenuh. Asam lemak tak jenuh atau polyunsaturated fatty acid yang disingkat
PUFA,diantaranya DHA dan EPA dapat membantu proses tumbuh-kembangnya otak
(kecerdasan), perkembangan indra penglihatan, dan sistim kekebalan tubuh balita.
Kandungan minyak di dalam ikan ditentukan beberapa faktor, yaitu jenis ikan, jenis
kelamin, umur (tingkat kematangan), musim, siklus bertelur, letak geografis perairan
dan jenis makanan yang dikonsumsi ikan tersebut (Ackman, 1982 dalam Fauziah,
2013).

Minyak ikan merupakan salah satu jenis minyak yang mempunyai kandungan
asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan kandungan asam lemak
jenuhnya. Bila dibandingkan dengan hewan darat maka lemak pada hewan air
memiliki komposisi asam lemak yang lebih kompleks yang terdiri atas asam lemak
jenuh dari C-14 sampai C-22 dan asam lemak tak jenuh dari satu hingga enam ikatan
rangkap. Minyak ikan merupakan hasil ekstraksi lipid yang dikandung dalam ikan
dan bersifat tidak larut dalam air (Winarno, 1992 dalam Isnani, 2013). Komposisi
minyak ikan berbeda dengan minyak nabati dan lemak hewan darat. Minyak ikan
pada umumnya mempunyai komposisi asam lemak dengan rantai karbon panjang dan
ikatan rangkap banyak. Asam lemak Omega-3 mempunyai ikatan rangkap pertama
terletak pada atom karbon ketiga dari gugus metil. Ikatan rangkap berikutnya terletak
pada atom karbon ketiga dari ikatan rangkap sebelumnya. Gugus metil adalah gugus
terakhir dari rantai asam lemak. Contoh asam lemak Omega-3 adalah asam
eikosapentaenoat (EPA), dan asam dekosaheksaenoat (DHA) (Estiasih, 2009).

Hidrolisis sempurna pada minyak menghasilkan komponen asam lemak dan


gliserol, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Hal ini merupakan salah satu cara yang
umum untuk mendapatkan Gambaran yang jelas mengenai struktur secara garis besar
Trigliserida Asam lemak Gliserol.

2
Gambar 4. Reaksi hidrolisis sempurna minyak (Isnani, 2013).

Salah satu kandungan minyak ikan yang amat dibutuhkan tubuh adalah omega-3.
Omega-3 merupakan asam lemak esensial yang sangat penting bagi kesehatan.
Omega-3 merupakan nama nomeklatur dari asam lemak tidak jenuh yang memiliki
ikatan rangkap banyak. Sebenarnya kata “omega” berasal dari bahasa Yunani yang
berarti terakhir atau ujung pada asam lemak. Jadi, asam lemak omega-3 (w-n atau n-
3), yaitu asam lemak dengan posisi ikatan rangkap pertamanya terletak setelah atom
karbon k-3 dihitung dari ujung netral gugus metilnya. Biasanya asam lemak omega-3
ini memiliki rantai ikatan karbon yang panjang dan mengandung banyak ikatan
rangkap. Makin banyak ikatan rangkapnya, akan makin tinggi derajat
ketidakjenuhannya. Hal ini menentukan titik cair lemaknya. Adapun asam lemak
omega-3 yang telah dikenal dan dominan adalah eikosapentanoat acid (EPA) dan
dokosaheksanoat acid (DHA). Asam-asam lemak omega-3 EPA dan DHA yang
terdapat pada minyak ikan laut dapat menurunkan kadar lemak jenuh dan kolesterol
darah serta mempengaruhi fungsi sel trombosit (Estiasih, 2009).

2. TINJAUAN UMUM
2.1 Morfologi dan Karakterstik Ikan Patin

3
Ikan Patin merupakan anggota kelompok catfish dari perairan Asia Tenggara yang
beriklim tropis suhu berkisar 22-26ºC dengan pH 6,5-7.5. Ikan patin termasuk ikan
dasar, namun sesekali muncul ke permukaan air untuk menghirup oksigen langsung
dari udara. Pada habitat aslinya di sungai dan muara sungai, patin brsifat karnivora
dengan makanan berupa ikan-ikan kecil, cacing, serangga, udang-udang kecil dan
molusca (Susanto & Amri, 1997). Adapun dikolam ikan ini bersifat amnivora, yaitu
pemakan hewan dn tumbuh-tumbuhan. Ikan patin biasanya hidup bergerombol dan
berpijah pada bulan Maret sampai Mei atau pada akhir musim hujan. Ikan patin
memiliki alat pernafasan tambahan sehingga dapat bertahan pada kondisi perairan
yang kandungan oksigenya terlalu rendah. Di samping itu ikan patin mampu bertahan
di luar habitatnya selam lebih dari enam jam tanpa media air.

Secara umum, ikan patin memiliki bentuk tubuh memanjang, agak pipih dan
tidak bersisik dengan kulit yang halus dan licin. Panjang ikan untuk keperluan
kosumsi umumnya berkisar 30-35 cm, namun panjang ikan dapat mencapai 120 cm.
Warna tubuh patin pada bagian punggung yakni keabu-abuan atau kebiru-biruan
dengan bagian perut berwarna putih keperakan. Kepala patin relatif kecil dengan
mulut terletak di ujung agak bawah, yang merupakan golongan khas catfish. Pada
sudut mulutnya terdapat dua dua pasang sungut ( kumis ) prndek yang berfungsi
sebagai alat peraba. Ikan patin bersirip lima yaitu, sebuah sirip punggung (dorsal fin),
sebuah sirip ekor (cau dal fin), sebush sirp dubur (anal fin), dan sepasang sirip dada
(pectoral fin). Sirip punggung mempunyai sebuah jari-jari keras yang berubah
menjadi patil besar dan bergerigi di belakangnya, sedangkan jari-jari lunak pada sirip
ini berjumlah 6-7 buah. Pada permukaan punggung terdapat sirip lemah (adipose fin)
yang ukuranya sangat kecil. Sirip ekornya agak panjang, terbentuk laying-layang
yang simetris dan mempunyai 30-33 jari-jari lunak. Pada sirip perut terdapat satuj
jari-jari kersanya yang berbuah menjadi patil dan 12-13 jari-jari lunak (Amin &
Khairuman, 2009).

2.2 Klasifikasi Ikan Patin

4
Saanin (1984) mengklasifikasikan ikan patin sebagai

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Subordo : Siluroidei

Famili : Schilbeidae

Genus : Pangesius

2.3 Jenis Jenis Ikan Patin

Ada sekitar 13 jenis patin yang terdapat di Indonesia. Namun hanya beberapa jenis
saja yang umumnya dikembangbiakan oleh pembudidaya. Jenis patin yang paling
popular dan dikembngkan secara intensif oleh para petani adalah jenis Ptin siam dan
payin lokal (Pangasius pangasius spp). Patin lokl sendiri ada beberapa jenis,
misalnya saja patin jamabal (Pangasius Djambal Bleeker) yang ternyata dagingnya
banyak dijadikan fillet dan diekspor. Patin jamabal ini secara alami hidup di perairan
dan sungai-sungai

1) Patin Jambal (P. Djambal Bleeker)

5
Patin jambal merupakan salah satu jenis patin yang berasala dari perairan Indonesia.
Biasanya, kita bias menemukan ikan patin ini di Sungai Batanghari yang terdapat di
Jambi. Selain iti, ikan patin jambal ini bias dilihat di Sungai Barito serta Sungai
Kahayan di Kalimanatan Barat, Sungai Musi di Sumatera Selatan dan sungai
Inderagiri di Sumatera Utara. Selain di pulau Sumatera, Patin jamabal juga
ditemukan di beberapa peraiaran di Pulau Jawa, seperi di Sungai Berantas dan juga
Sungai Bengawan Solo.

Ikan patin jambal memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh jenis ikan patin
lainnya, salah satunya adalah karena dagingnya yang memiliki tekstur lebih lembut
serta berwarna putih. Tetapi patin jmbal memiliki beberapa kekurangan yang sering
kali membuat petani berfikir ulang untuk membudidayakannya. Kemampuan adaptasi
patin jamabal ini tidak terlalu bagus, selain fekunditasnya yang rendah. Artinya,
kemampuan indukan ikan patin jambal untuk menghasilkan telur yang matang lebih
rendah dibandingkan dengan jenis ikan patin lainya. Tetapi bukan berarti paytin
jambal tidak disukai oleh pembudidaya.

2) Patin Siam

Patin ini mempunyai nama latin sebagai Pangasius hypothalamus. Patin siam ini
terkenal dengan badanya yang lebih besar dari jenis patin lainnya. Sebab itulah, ikan
ini disebut sebagai patin Bangkok, dan sebenarnya patin ini juga berasal dari
Bangkok, Thailand.

Kelebihan yang dimiliki ikan oatin siam ini adalah kandungan lemaknya lebih
rendah dibandingkan kandungan ikan patin lainnya. Selain itu, perkembangbiakan
patin siam ini juga cukup menakjubkan. Hanya dalam tempo satu setengah bulan
hingga dua bulan saja, patin siam ini mampu mencapai bobot hingga dua kilogram.

3) Patin pasupati

6
Jenis ikan patin yang selanjutnya adalah patin pasupati. Merupakan hasil
persilangan antara patin siam antara patin siam dan patin jambal. Beberapa
keunggulan yang dimiliki oleh patin pasupati ini adalah sebagi berikut :

 Memilik daging dengan tekstur lembut dan halus, selain itu, dagingnya
berwarna putih bersih dan cocok untuk dijadikan komoditas fillet.

 Mempunyai pertumbuhan sangat cepat sehingga sangat sesuai untuk


dibudidayakan

 Memiliki ketahanan dan adaptasi uyang luar biasa sehingga memudahkna


patin dalam mengembangbiakkannya. Daya toleransi patin paupati terhadap
kualitas air sangat bagus. Selain itu, resistensi potologisnya bias diandalkan.
Maka tidak heran, jika jenis patin ini dapat dibududayakan dan dijadikan
bahan fillet.

4) Patin Pedado

Jenis patin selanjutanya adalah patin pedado. Patin pedado merupakan salah
satu jenis patin yang berasala dari Sumatera. Biasanya ikan ini hidup di Sungai Brito
dan Kahayan.

Patin pedado memiliki beberapa keungguala, separti mempunyai tekstur daging


yang putih dan kenyal. Selain itu, patin pedado juga memiliki toleransi yang tinggi
terhadap ketersediaan oksigen di dalam air. Kemampuanya ini melebihi patin
jamabal.

5) Patin Hibrida Nasutus

Jenis patin selanjutanya adalah patin hibrida nasutus. Patin ini merupakan hasil
persilangan antara patin betina berjenis siam dan patin jambal berjenis nasustus.
Hasilnya cukup menakjubkan, sebab jenis hibrida ini juga ternyata mempunyai
toleransi yang tinggi terhadap oksigen. Hibrida jenis ini sangat unggu dan bias
dikembangbiakkan secara besar-besaran sehingga bias menjadi bahan baku
komoditas ekspor.

7
6) Patin Basa

Patin basa memiliki nama latin P. boucorti. Patin jenis ini diperkenalkan
pertama kali di Vietman dan diperdagangkan di sana. Kandungan lemak yang
dimiliki patin basa ini ternyata lebih tinggi dibandingkan jenis patin lainya, bahkan
lebih tinggi dari lema patin siam.

Patin basa memiliki kemampuan tumbuh dan berkembang lebih lama. Untuk
menghasilkan bobot hingga 2 kg/ekor, hal ini menjadikan patin basa agak kurang
menarik untuk dikembangbiakkan. Namun, ternyata keunggulan patin basasangatlah
menarik. Rasa yang dimiliki patin ini sangat gurih, berbeda halnya dengan patin
siam. Sebab ituhlah, patin basa memiliki harga di atas rata-rata di pasaran.

7) Patin Juaro

Patin yang mempunyai nama latin P. polyuranodon yang mempunyai ciri khas
mampu berenang dengan sigap dan cepat dibandingkan dengan jenis ikan patin
lainnya. Patin juaro umumnya merupakan jenis patin yang berasal dari perairan di
Sumatera dan Jawa. Hingga kini, penyebaran patin juaro hingga ke pancanegara,
yaitu Thailand dan Vietnam.

8) Patin Lancang

Patin lancing memiliki nama latin P. macronema. Pstin lancing banyak di


temuakn diperairan Sumatera, Kalimantan, dan juga jawa. Patin lancing juga
ditemukan di beberapa perairan Imdocina.

Patin lancing terkenal rakus,sehingga bisa mendaptkan bobot yang berat dalam
tempo singkat. Di perairan Sumatera, patin lancaang menjadi primadona para
pemancing. Alasanya terkadang bobot setiap ekornya bisa mencapai 5 kg.

9) Patin Lawang

8
Patin lawing memiliki nama latin P. nieuwenbuissii. Ikan ini merupakan favorit
para pemancing di perairan Sumatera dan Kalimantan. Ikan patin lawang ini
memiliki panjang maksimal hingga 80 inci dan berat hingga 5 kg. ikan patin lawang
ini banyak di budidayakan dikermba-keramba.

10) Pangasius Mikronimus.

Jenis lain ikan patin adalah Pangasius Mikronimus. Jenis ini merupakan salah
satu jenis asli yang tumbuhnya di danau-danau, sungai dan waduk di perairan
Indonesia. Pangasius Mikronimus memilki tubuh yang lebih besar dibandingkan
dengan jeni ikan patin lainnya, sehingga dagingnya bisa digunakan sebagi bahan
dasar indusri fillet ikan patin. Selain warna dagingnya yang putih, rasanya juga cukup
lezat. Sebab ituhlah, beberapa petani ditanah air lebih memilih untuk
membudidayakan jenis ini.

2.4 Kandungan Nutrisi Ikan patin

Ikan patin, seperti halnya jenis ikan lain, merupakan bahan makanan penting
sebagai sumber zat gizi bagi masyarakat. Hasil analisis proksimat daging ikan
mempunyai kadar air 75,75-79,42%; kadar protein 12-94-7,59%; kadar lemak 1,81-
6,57% serta kadar abu 0,16-0,23%. Ikan patin mengandung kadar protein yang cukup
tinggi dan mengandung semua asam amino esensial serta mengandung lisin dan
arigin uang lebih tinggi dibandingkan dengan protein susu dan daging (Suryaningrum
et al., 2010). Susunan kimiawi daging ikan patin dipengaruhi oleh berbagi faktor,
seperti jenis ikan, pakan, umur, musim, dan lokasi budidaya (Thammapat et al.,
2010). Susunan asam amino dari beberapa jenis ikan patin dapat dilihat pada tabel 2.
Ikan patin tidak mengandung asam amino esensial sistin. Namun, semua jenis ikan
patin mengandung lisin dalam jumlah yang berlebih. Lisin merupakan asam amino
esensial yang sangat dibutuhkan tubuh sebagai bahan dasar antibodi, memperlancar
system sirkulasi, dan mempertambahkan pertumbuhan sel-sel normal. Bersama prolin
dan vitamin C, lisin akan membentuk jaringan kolagen serta menurunkan kadar
trigliserida darah yang berlebih. Kekuranga lisin menyebabkan mudah lelah, sulit
berkonsentrasi, rambut rontok, anemia, prtumbuhan terhambat, dan gamgguan

9
reproduski (Tan, 2010). Adapun arginine merupakan asam amino non-esensial, tetapi
didalam tubuh disintetis dalam jumlah terbatas sehingga kadang dibutuhkan
tambahan dari sumber makanan. Peran arginine yang sangat penting adalah dalam hal
meningktakna imunitas selular. Araginin juga dapat mempercepat proses
penyembuhan luka, meningkatkan kemampuan untuk melawan kangker dan
memprlambat pertumbuhan kangker.

Tabel 1. Kandungan Asam Amino Beberapa Jenis Ikan Patin

Asam Amino Patin Siam P. Jambal % P. Pasupati P. Nasutus %


% %
Glisin 21,5 24,7 21,0 24,3
Alinin 3,8 3,3 2,8 3,1
Valin 3,2 2,2 3,3 2,3

Leusiri 5,4 2,7 2,9 2,3

Isoleusin 3,4 2,4 2,9 2,4

A. aspartate 0,3 6,5 6,6 6,8

Asam 5,1 9,9 10,0 10,6


glutamate

Lisin 10,7 10,3 10,2 10,3

Arginin 15,0 16,3 15,6 15,9

Histidin 26 1 0,9 1,1

Serin 4,4 2,5 2,4 2,6

Treonin 7,2 2,8 2,9 3,3

Fenilalanin 2,6 4,0 4,2 4,3

Tirosin 2,3 1,6 2,0 2,2

Sistin - - - -

Metionin 2,0 3,7 3,9 4,1

10
Prolin 3,3 2,3 2,2 2,8

Mijyak ikan mengandung mineral sodium yang tingg, berkisar 222-594 mg/100 g,
kalium 330-340 mg/100 g, magnesium 11,9-12,3 mg/100 g, dan kalsium 5,50-10,10
mg/100 g, (Orban, et al., 2008)

Lemak ikan patin mengandung asam lemak jenuh yang lebih tinggi, yakni 50,28-
64,42% dari total asam lemak. Adapun kandungna asam lemak tak jenuh tunggalnya
berkisar 27,79-43,49% sedangkan kandungan asam lemak tak jenuh gandanya rendah
(6,93-13,07% dari total asam lemak). Profil asam lemka pada beberapa jenis ikan
patin dapat dilihat pada tabel 2. Asam lemak jenuh didominasi oleh asam lemak
palmitat (C16), sedangkan asam leamk tak jenuh tunggal didominasi oleh asam oleat
(C18 : 1n-9) atau yang dikenal sebagai omega 9. Asam oleat atau omega 9 memiliki
daya perlindungan yang mampu menurunkan LDL, meingkatkan HDL kolestrol serta
lebih stabil bila dibandingkan dengan omega 3 dan omeg 6. Omega 9 dapat mencegah
terjadinya penyakit jantung (Muchtadi, 2000).

Kandungan lemak omega 9 pada beberapa jenis ikan patin berkisar 26,99-37,7%
dan kandungan tertimggi diperoleh dari patin pasupati (Suryaningrum et al., 20110b).
ikan patin mengandung omega 3, meskipun dengan kadar yang auh lebih rendah
dibandingkan dengan ikan laut. Omega 3 didominasi oleh DHA sdangkan kandungan
EPA sangat kecil yakni kurang dari 1%. Kandungan omega 3 pada ikan patin berkisar
2,85-6,65% dan omega 6 berkisar 5,00-12,50%. Rasio perbandingan asam lemak
omega 6 dan omega 3 pada ikan patin yang cukup baik yaitu kurang dari 10 : 1. Studi
epidemologi menunjukan bahwa konsumsi lemak yang memiliki rasio perbandingan
asam lemak omega 6 dan omega 3 lebih dari 10 : 1. Dianggap tidak sehat ( Muchtadi,

Tabel 2. Komposisi asam lemak berbagi jenis ikan patin

Asam lemak Patin siam Patin jambal Patin pasupati Patin nasurus
C6 : 0 0,13 0,00 0,00 0,11

C8 : 0 0,26 0,01 0,00 0,30

11
C9: 0 0,05 0,01 0,00 0,11

C10 : 0 0,11 0,01 0,00 0,10


C11 : 0 0,04 0,00 0,00 0,04
C12 : 0 0,29 0,10 0,00 0,19
C13 : 0 0,12 0,02 0,02 0,01
C14 : 0 10,35 3,04 5,60 6,23
C15 : 0 1,30 0,37 0,42 9,51
C16 ; 0 31,99 40,85 26,46 51,23
C17 : 0 1,56 0,48 0,05 0,47
C18 : 0 2,60 3,55 3,21 2,98
C19 : 0 0,00 0,10 0,46 0,35
C20 : 0 0,74 0,12 0,10 0,05
C21 : 0 2,08 0,17 0,23 0,69
C22 : 0 0,00 0,68 1,65 0,06
C23 : 0 0,88 0,65 1,22 0,81
C24 : 0 0,46 0,12 0,13 0,05

Jumlah asam lemak tak jemuh 53,09 50,28 - -


%
C14 : 1n 0,21 0,10 0,05 0,05
C15: 1n 4,46 0,12 0,07 0,25
C16 : 1n 0,38 0,14 5,87 0,28
Jumlah asam lemak tak jenuh 34,97 36,17 43,34 27,79
tunggal %
C18 : 2n-6 7,75 9,92 12,50 4,59
C18 : 3n-3 0,00 0,03 0,00 0,09
C20 : 2n 0,00 0,00 0,00 0,00
C20 : 2n-3 0,23 0,75 0,00 0,15
C20 : 4n-6 0,00 0,00 0,00 0,41
C22 : 2n 0,00 0,00 0,00 0,73
C22 :4n-6 0,53 0,00 0,00 0,00
C22 : 5n-3 0,00 0,01 0,03 0,06
C22 : 6n-3 (DHA) 1,77 1,58 0,27 0,55
Jumlah asam lemak jenuh 10,28 12,39 12,77 6,93
ganda (PUFA) %

Sumber : Suryaningrum et al., (2010ƅ)

12
Menurut Thammpat et al. (2010), kadar lemak pada berbagai bagian anatomi ikan
pati berkisar 2,95-93,32% (KB). Kadar lemak terendah terdapat pada bagian ekor
(2,95%), sedangkan kadar lemka tertinggi diperoleh pada organ abdomen ikan
( 93,32%). Adapun pada bagian punggung, kandungan lemaknya berkisar 2,95-
5,45%. Pada perut ikan bagian bawah (belly) kandungan lemaknya sebesar 54,43%.
Karbohidrat pada ikan patin terdapat dalam jumalah yang sangat sedikit, yaitu sekitar
0-1,7% yang terdapat dalam bentuk glikogen.

3. MINYAK IKAN PATIN

3.1 Definisi Minyak Ikan

Minyak ikan adalah sumber asam n-3 yang baik seperti EPA dan DHA. Minyak
ikan menghasilkan sebagai produk sampingan dari makanan ikan di industryi dan ada
beberapa teknik yang tersedia untuk mengekstraksi minyak setelah ikan dipanen.
Proses reduksi basah adalah metode yang paling seseuai yang diadospi oleh mayoritas
pabrik untuk menghasilkan minyak ikan. Sebagai alternatif, minyak ikan juga
diperoleh dari sumber-sumber kelautan lainnya seperti krills, hati hiu, alga dan
organisme hasil rekayasa genetika. Produksi global minyak mentah kurang dari 1
juta ton dari 20 juta ton ikan utuh dan tetelan ikan. mengonsumsi ikan berlememak
adalah cara terbaik untuk meningkatkan efek asam lemak n-3 karena ikan
mengandung lebih banyak protein, vitamin dan mineral dari sesendok minyak ikan.
minyak ikan juga mengandung vitamin larut lemak ( A, D dan E ), alkigliserol,
squalena, wax dan sterol. Beberapa alat canggih tersedia saat ini untuk mendeteksi
dan menganalisa senyawa bioaktif yang terdapat pada lipida ikan ini. Minyak ikan
bias berbuah menjadi tengik jika tidak disimpan dengan baik atau telah mengalami

13
penyalahgunaan suhu. Oksisai minyak ikan mengarah pada pembentukan
hidroperxside dan produk lainya yang menyebabkan penurunan kualitas minyak
ikan. tersedia berbagai teknik kimia yang untuk memahami tingkat kegunaan pada
minyak ikan. Rancidity dapat dikontrol dengan menggunakan antioksidan atau
dengan penyimpanan minyak yang aman. Asam lemak n-3 pada ikan memiliki
aplikasi yang meluas dan telah menjadi nutrisi penting bagi kesejahtraan keseluruhan
manusia. Penggunann ini untuk pengembangan syaraf dan mental sebagai agen anti-
inflamsi anti-piretik, dan anti-aritmia, terbukti dari waktu ke waktu dan telah menjadi
topic diskusi diseluruh dunia.

Isi perut ikan patin termasuk di dalamnya saluran pencernaan, hati, empedu dan
lemak simpanan (lemak abdomen) merupakan sumber lemak yang potensial dengan
kandungan omega 3 yang tinggi (Hwang et al., 2006; Ilza & Yusni, 2015). Menurut
Hastarini, Fardiaz, Irianto, dan Budhijanto (2013) ekstraksi minyak ikan kasar dari isi
perut ikan patin menghasilkan rendemen sekitar 20,34-30,05%. Minyak ikan dari isi
perut ikan jambal siam memiliki perbandingan antara omega 3 dengan omega 6
adalah 1 : 6,8 (Ilza & Yusni et al., 2015; Ilza, 2016). Hasil penelitian Ho dan Paul
(2009) menunjukkan kadar EPA pada Tra catfish (Pangasius hypophthalmus) sebesar
0,76 mg/100g dan DHA 4,74%. Sedangkan pada ikan air tawar lainnya seperti
Korean catfish (Silurus asotus) dengan bobot 300-400 g/ekor memiliki kadar omega-
3 EPA sebesar 2,7-3,7% (b/b) dan DHA 4,4-9,4% (b/b) (Hwang et al., 2006); ikan lele
(Clarias sp.) dengan bobot 200-250 g/ekor memiliki kadar omega-3 EPA 0,96% dan
ikan lele dengan bobot 100 g/ekor memiliki kadar DHA 3,14% (Ningsih, 2013);
kadar omega-3 EPA pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus Peters) berkisar
antara 1,87-2,28% dan DHA 4,22-4,66% (Partina, Indra, & Undang, 2015); dan kadar
omega-3 DHA pada ikan gabus (Channa striatus) 15,18% (Haniffa, Paul, Kumaresan,
& Abdul, 2014). Minyak ikan yang pada umumnya memiliki kandungan omega 3
(EPA) cukup tinggi tersebut bisa bermanfaat untuk menjaga kesehatan dan mencegah
beberapa penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, diabetes, dan sebagainya
(Nugroho et al., 2014).

14
Pada proses untuk mendapatkan minyak ikan dengan kualitas yang baik terdapat
dua tahap penting yang harus diperhatikan yaitu ekstraksi minyak dan pemurnian
minyak. Mutu minyak ikan kasar tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain bahan baku, penanganan, suhu, tekanan dan kandungan partikel pada minyak
ikan (Rosell, 2009). Proses pemasakan pada temperatur tinggi menyebabkan minyak
mengalami pirolisis yaitu suatu dekomposisi karena panas (Edwar, Heldrian, Ety, &
Delmi, 2011). Lama waktu pemasakan juga memberikan hasil kualitas minyak yang
berbeda (Hadipranoto, 2005). Menurut Ketaren (2005) indikator kerusakan minyak
antara lain ditunjukkan oleh angka peroksida dan asam lemak bebas yang tinggi.

3.2 Kandungan Gizi Minyak ikan Patin

Minyak ikan adalah salah satu zat gizi yang mengandung asam lemak kaya
manfaat karena mengandung sekitar 25% asam lemak jenuh dan 75% asam lemak tak
jenuh. Asam lemak tak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty acid yang disingkat
PUFA, diantaranya DHA, ARA dan EPA dapat membantu proses tumbuh-
kembangnya otak (kecerdasan), perkembangan indra penglihatan, dan sistim
kekebalan tubuh bayi balita. Kandungan minyak di dalam ikan ditentukan beberapa
factor, yaitu jenis ikan, jenis kelamin, umur (tingkat kematangan), musim, siklus
bertelur, letak geografis perairan dan jenis makanan yang dikonsumsi ikan tersebut[4]
. Asam lemak linolenat (C18:3,w-3) yang termasuk kedalam klas Omega-3 dan asam
lemak linoleat (C18:2,w-6) yang termasuk kedalam klas Omega-6 adalah asam lemak
esensial yaitu asam lemak yang dibutuhkan tubuh dan mengandung ikatan rangkap
yang tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia[5] . Manfaat Omega-3 dan Omega-6
yang sangat besar bagi tubuh manusia dan merupakan asam lemak esensial baginya,
sementara itu zat ini ketersediaannya terbatas dan mahal, untuk memperolehnya
diperlukan teknologi yang relatif canggih dan keahlian yang tinggi (sampai dengan
saat ini diperoleh dari ikan laut) mendorong kita untuk mencari sumber alternative
dari ikan air tawar, dalam hal ini ikan budi-daya yaitu ikan patin.

Ikan patin mempunyai potensi dalam pemanfaatan minyaknya sebagai sumber


asam lemak tak jenuh Omega-3 dan Omega-6 dalam peningkatan pemenuhan

15
kebutuhan pangan dan gizi masyarakat. Potensi ini terlihat dari analisis kandungan
gizi ikan ini yaitu mengandung 16,08% protein, kandungan lemak sekitar 5,75%,
karbohidrat 1,5%, abu 0,97% dan air 75,7%. Jika dibandingkan dengan kadar lemak
ikan air tawar lain seperti ikan gabus dan ikan mas yaitu 4,0% dan 2,9%, ikan patin
memiliki kadar lemak yang lebih tinggi. Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini
dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif asam lemak tak jenuh Omega-3 dan
Omega-6 dari minyak ikan patin

1) Kadar Minyak Ikan Patin

Hasil analisis kadar minyak pada ikan patin dapat dilihat pada tabel 3. Kadar
minyak ikan patin ratarata dengan berat 650-879 gram adalah 3,827%. Hasil ini jauh
lebih besar dibandingkan dengan kadar minyak ikan Cod (Gadus morrhua) aitu
sebesar 0,4%. Akan tetapi kadar ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
kadar lemak ikan laut dalam yaitu sekitar 4,8%.

Tabel 3. Hasil analisis kadar minyak pada ikan patin

Sampel Berat Kadar Minyak


Ikan Minyak
I 650 gr 25,60 gr 4,2 %

II 750 gr 32,56 gr 4,35 %

III 879 gr 27;35 gr 2,94 %

Rerata 3,827 %

2) Analisa Angka Asam

Angka asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang
terdapat dalam minyak. Angka asam yang diperoleh dalam minyak ikan patin yang
diteliti berkisar antara 3,667-19,521 mgKOH/gr (0,37%-1,95%), sementara dalam
angka asam dari minyak ikan komersil adalah 3%. Angka asam yang besar

16
menunjukkan terbentuknya asam lemak bebas yang besar dari hidrolisis minyak.
Makin tinggi angka asam makin rendah kualitas minyaknya.

Tabel 4. Angka asam pada minyak ikan patin

Sampel Berat Ikan Angka Asam


I 650 gr 3,667 mg KOH/gr
II 750 gr 12,614 mg KOH/gr
III 879 gr 19,521 mg KOH/gr

3) Analisis Angka Penyabunan

Angka penyabunan menunjukkan secara relatif besar kecilnya molukul asam


lemak yang terkandung dalam minyak. Minyak yang disusun oleh asam lemak
berantai C pendek berarti mempunyai berat molukul relatif kecil akan mempunyai
angka penyabunan kecil dan sebaliknya minyak dengan berat molukul besar
mempunyai angka penyabunan yang relatif besar

Tabel 5. Angka penyabunan dari ikan patin

Sampel Berat Ikan Angka Penyabunan

I 650 gr 101,005

II 750 gr 91,319

III 879 gr 192,656

4) Analisis Angka Peroksida

Dalam penelitian ini angka peroksida ditentukan karena angka peroksida


merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan minyak. Asam lemak
tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk
peroksida. Semakin kecil angka peroksida berarti kualitas minyak semakin baik.

17
Angka peroksida yang diperoleh adalah berkisar antara 0,778-17,78 mek/kg
menunjukkan bahwa angka peroksida pada minyak ini besar, sementara dalam
spesifikasi minyak ikan laut dalam adalah lebih kecil atau sama dengan 5 mek/kg

Tabel 6. Angka Peroksida dari minyak ikan patin

Sampel Berat Ikan Angka Peroksida

I 650 gr 0,788 mek/kg

II 750 gr 7,013 mek/kg

III 879 gr 17,78 mek/kg

5) Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Asam Lemak Omega-3, Omega-6, DHA,


EPA, dan ALA

Analisis komposisi asam lemak ikan patin dilakukan secara kualitatif dan
kuatitatif menggunakan instrumen Kromatografi Gas (GC). Untuk mengidentifikasi
komponen-komponen asam ;emak ikan patin yaitu dengan menyamakan waktu
retensi sampe dengan waktu retensi asam lemak standar dari SupelcoTM 37
Componen FAME Mix (Bellefonte, USA) yang telah diketahui dengan pasti jenis
asam lemaknya. Waktu retensi EPA , DHA dan ARA standar dan sample minyak ikan
patin dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Waktu retenesi EPA, DHA, dan ARA standar (std) dan sampel (smp)

Waktu Retensi
Sampel EPA DHA ARA
Std smp Std Smp Std Smp
I 35,009 35,035 40,531 40,571 32,962 32,918
II 35,007 34,959 40,552 40,502 33,015 33,004
III 35,073 35,067 40,634 40,615 30,731 30,774
Dari Tabel 5 dapat diidentifikasi bahwa secara kualitatif lemak ikan patin memiliki
kandungan Omega-3, EPA dan DHA, kandungan Omega-6, ARA, hal ini terlihat
adanya kesamaan waktu retensinya.

18
EPA, (C20:5,w-3) dapat juga ditulis (C20:5n3) atau dengan nama sistematis
asam cis-5, 8, 11, 14, 17- eikosapentaenoat. Hasil asam lemak tak jenuh majemuk
EPA dari minyak ikan patin yang diteliti adalah berkisar 0,21%-2,48%, dapat dilihat
Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Analisis kuantitatif kandungan EPA pada minyak ikan patin

Sampel Berat Ikan w/w EPA


I 650 gr 0,83 %
II 750 gr 2,48 %
III 879 gr 0,21 %

DHA, (C22:6,w-3) atau dapat ditulis juga (C22: 6n3), dari minyak ikan patin yang
diteliti adalah berkisar 0,95-9,96%. Nama sistematis DHA adalah asam cis-
4,7,10,13,16,19-heksaenoat. Hasil ini terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil analisis kuantitatif kandungan DHA minyak ikan patin

Sampel Berat Ikan w/w DHA


I 650 gr 2,6 %
II 750 gr 9,96 %
III 879 gr 0,95 %

ARA, (C20:4,w-6) atau dapat juga ditulis (C20: 4n6), dari minyak ikan patin yang
diteliti adalah berkisar 0,349-1,105%. Hasil ini dapat dilihat pada Table 8.

19
3.3 Proses Pengolahan Minyak Ikan

3.3.1 Minyak Ikan Kasar

3.3.1.1 Definisi Minyak Ikan Kasar

Minyak ikan kasar di hasilkan dari proses ekstraksi minyak ikan. Pada proses
untuk mendapatkan minyak ikan dengan kualitas yang baik terdapat dua tahap
penting yang harus diperhatikan yaitu ekstraksi minyak dan pemurnian minyak. Mutu
minyak ikan kasar tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bahan baku,
penanganan, suhu, tekanan dan kandungan partikel pada minyak ikan (Rosell, 2009).
Proses pemasakan pada temperatur tinggi menyebabkan minyak mengalami pirolisis
yaitu suatu dekomposisi karena panas (Edwar, Heldrian, Ety, & Delmi, 2011). Lama
waktu pemasakan juga memberikan hasil kualitas minyak yang berbeda
(Hadipranoto, 2005). Menurut Ketaren (2005) indikator kerusakan minyak antara lain
ditunjukkan oleh angka peroksida dan asam lemak bebas yang tinggi. Untuk
menjadikan minyak ikan kasar yang memenuhi standar mutu pangan (food grade)
maka perlu dilakukan pemurnian dengan tujuan mendapatkan minyak yang bebas dari
komponen yang tidak diinginkan atau komponen pengotor (Bimbo, 1998) sehingga
dihasilkan minyak ikan dengan rasa dan bau yang enak, warna menarik, dan
memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi dan digunakan sebagai
bahan mentah dalam industri (Bimbo, 1998; Ketaren, 2005). Tahapan tahapan
pemurnian minyak ikan yang umumnya dilakukan yaitu penyaringan, degumming,
netralisasi, pemisahan sabun, pemucatan, dan deodorisasi (Firestone, 1989).

Berdasarkan tingginya produksi minyak ikan kasar tersebut, Pusat Penelitian


dan Pengembangan Daya Saing Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

20
melakukan penelitian pemurnian minyak ikan kasar untuk menjadikan minyak ikan
tersebut bernilai jual tinggi dengan memenuhi standar food grade.

3.3.1.2 Proses Pengolahan Minyak Ikan Kasar

Proses produksi minyak ikan meliputi proses ekstraksi dan pemurnian.


Ekstraksi minyak ikan adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari
bahan yang mengandung minyak atau lemak (Ketaren, 1986).

Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahanbahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang relative tinggi
dengan menggunakan panas (suhu). Cara ini sering dipakai untuk mengekstrak lemak
atau minyak hewan yang dilakukan dengan pemanansan jaringan. Penggunaan panas
dalam proses ini merupakan suatu hal yang spesifik, yaitu bertujuan untuk
menggumpalkan protein yang terdapat pada dinding sel bahan dan untuk
memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak
yang terkandung didalamnya. Metode rendering dibedakan menjadi dua yaitu wet
rendering dan dry rendering (Winarno, 1980).

a) Wet Rendering

Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama
berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau
tertutup dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60
pound tekanan uap (40-60 psi). Penggunaan temperatur rendah pada wet rendering
dilakukan jika diinginkan flavor netral dari minyak atau lemak. Bahan yang akan
diekstraksi ditempatkan pada ketel yang diperlengkapi dengan alat pangaduk
kemudian air ditambahkan dan campuran dipanaskan perlahan - lahan sampai suhu 18
50°C sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik keatas akan naik keatas dan
kemudian dipisahkan. Proses wet rendering dengan menggunakan temperatur rendah

21
kurang begitu popular, sedangkan proses wet rendering dengan mempergunakan
temperatur yang tinggi disertai dengan tekanan uap air, dipergunakan untuk
menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar. Peralatan yang digunakan
adalah autoclave atau digester. Dalam metode ini air dan bahan yang akan diekstraksi
dimasukan kedalam digester dengan tekanan uap air sekitar 40 sampai 60 pound
selama 4-6 jam. Pada proses ini suhu yang digunakan harus diatas titik didih air.
Karena pemanasan bahan, minyak atau lemak akan terpisah atau mengapung pada
permukaan air. Dengan demikian minyak atau lemak dapat dipisahkan (Ketaren,
1986; Qaishum, dkk, 2011).

Berikut Alur proses pembuatan minyak ikan kasar dengan metode wet Rendering
dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Bahan baku

Ikan patin

Cacah semua bagian ikan yang telah ditimbang untuk


dilakukan ekstraksi minyak

Pemasakan sampel dilakukan dengan suhu 100o C


selama 4 jam

Pengepresan sampel dengan menggunakan kain


blacu

Dekantasi selama 3 jam

Minyak Ikan Kasar

Gambar 10. Alur proses minyak ikan kasar (Aditia dkk, 2014)
22
b) Dry Rendering

Dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan air selama proses
berlangsung. Dry rendering dilakukan didalam oven vakum. Bahan yang diperkirakan
mengandung minyak atau lemak dimasukkan kedalam oven tanpa penambahan air.
Pemanasan dilakukan pada suhu 220°F sampai 230°F (105°C- 110°C). Pemanasan ini
menyebabkan minyak yang berada pada bahan yang mengandung minyak keluar dari
pori pori bahan (Ketaren, 1986; Qaishum, dkk, 2011)

3.3.1 Proses Pemurnian Minyak Ikan

Minyak ikan sesudah diisolasi dari sumbernya mungkin mengandung bahan-


bahan resin, karbohidrat, protein, sterol, fenolat, zat warna, fosfatida dan asam lemak
bebas (Buckle dkk, 1985). Komponen-komponen ini tidak dikehendaki karena
mengakibatkan efek yang merugikan seperti warna gelap, menurunkan titik asap,
mengendap ketika minyak dipanaskan. Selain itu juga dapat menurunkan daya terima
karena membentuk citarasa dan aroma yang tidak diinginkan atau menurunkan

stabilitas dan umur simpan produk minyak tersebut (Estiasih, 2009). Oleh
karena itu, perlu dilakukan pemurnian untuk menghilangkan asam lemak bebas,
fosfatida, bahan-bahan resin dan protein (Buckle dkk, 1985).

Tahap-tahap pemurnian minyak ikan yang umum dilakukan meliputi


Degumming, alkali refining, pencucian, Bleaching, dan Deodorisasi (Young, 1978
dalam Pudjiati, 1995).

1) Pemisahan gum (Degumming)

23
Pada proses penghilangan kotoran terlarut ini terlebih dahulu dilakukan
perlakuan pendahuluan yang bertujuan untuk:

(1) Menghilangkan kotoran dan memperbaiki stabilitas minyak dengan mengurangi


jumlah ion logam terutama besi dan tembaga. Pada proses deodorisasi,
pertambahan jumlah asam pada minyak akibat perlakuan pendahuluan lebih kecil
dibandingkan dengan tanpa perlakuan pendahuluan.
(2) Untuk memudahkan proses pemurnian selanjutnya dan mengurangi minyak yang
hilang selama proses pemurnian terutama pada proses netralisasi.

Salah satu perlakuan pendahuluan yang umum dilakukan terhadap minyak


yang akan dimurnikan dikenal dengan proses pemisahan gum (degumming) (Setiasih
dan Sukarti, 2008). Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau
lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin,
tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak (Ketaren, 1986).

Ada beberapa cara melakukan pemisahan gum, diantaranya:

(1) Degumming dengan asam


Degumming dengan cara ini tidak digunakan untuk minyak makan, proses ini
paling efektif untuk menghilangkan lendir, adapun asam yang digunakan adalah asam
sulfat dengan beberapa konsentrasi dan paling efektif untuk minyak teknis. Proses
penambahan minyak dengan asam sulfat selain menggumpalkan lendir juga
mengendapkan protein, zat warna namun apabila asam sulfat yang ditambahkan
bereaksi dengan gliserida menyebabkan sulfonasi dan warna menjadi merah dan
sukar dihilangkan.
(2) Degumming dengan pemanasan
Minyak yang akan dibersihkan umumnya dipanaskan pada suhu 240oC-280oC
menyebabkan koloid dan lendir terkoagulasi. Koagulasi/endapan yang terbentuk
sukar dipisahkan misalnya dengan penyaringan dan akan menyerap minyak lebih
banyak. Minyak yang tak tahan panas dapat mengalamai pemekatan/polimerisasi
hingga cara ini kurang disukai.
(3) Degumming hidrasi

24
Selain untuk menghilangkan lendir dan gum metode ini paling cocok untuk
menghasilkan lesitin. Mekanisme menghilangkan gum dengan metode hidrasi
dengan memanaskan minyak pada suhu 80oC selanjutnya ditiupkan uap hingga suhu
menjadi 100oC proses ini dibiarkan berlangsung selama 10-15 menit. Setelah itu
akan terlihat endapan-endapan yang turun kadang-kadang akibat peniupan ini
terbentuk flokulasi dan endapan kotoran sebanyak 2%. Degumming ini khusus untuk
minyak hewan, untuk menghilangkan protein, fosfatida, kotoran lain terutama
flokulasi yang larut dalam minyak yang dikenal dengan anhydrous.
(4) Degumming dengan absorbansi
Minyak yang akan dibersihkan umumnya ditambahkan absorben, jenis-jenis
absorben yang biasa digunakan adalah tanah liat yang bersifat menggumpal dan
menyerap kotoran-kotoran koloid dan zat warna dan kreselguler. Pada proses
penghilangan gum ini umumnya mengalami ekses minyak sebesar 0,5-1,0% tidak
hanya gum yang terserap tapi juga minyak yang hilang, semakin banyak absorben
yang ditambahkan makin banyak minyak yang hilang.
(5) Degumming dengan phisis
Minyak yang akan dibersihkan dialiri arus listrik yang mengakibatkan
terbentuknya flokulasi endapan lendir dan kotoran. Besar aliran listrik yang
digunakan sebesar 100-700 MA selama 30-60 detik.
(6) Degumming dengan reagen khusus
Minyak yang akan dibersihkan menggunakan reagen asam format, amida
asam format, glisiral, asam cuka, glikol, dan alkohol. Mekanismenya minyak
ditambah dengan reagen kemudian diaduk akan terbentuk endapan, endapan ini
kemudian dipisahkan dengan penyaringan atau sentrifugasi. Metode ini sama dengan
proses netralisasi atau deasidifikasi (Setiasih dan Sukarti, 2008).
2) Netralisasi
Asam lemak bebas merupakan pengotor dalam minyak ikan yang harus
dihilangkan. Asam lemak bebas mempunyai stabilitas terhadap oksidasi yang lebih
rendah dibandingkan trigliserida sehingga keberadaannya meningkatkan kerentanan
minyak ikan terhadap oksidasi. Produk hasil oksidasi akan mempengaruhi citarasa
dan aroma produk itu sendiri. Asam lemak bebas tertentu terutama asam lemak

25
berantai pendek bersifat volatil dan berperan membentuk aroma dari produk pangan
(Estiasih, 2009).

Oleh karena itu, perlu dilakukan netralisasi yaitu suatu proses untuk
memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak. Namun cara yang sering
digunakan adalah cara alkali yaitu dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan
basa pereaksi lainnya, sehingga membentuk sabun (soap stock) (Ketaren, 1986).

Prinsip netralisasi ini adalah alkali dapat bereaksi dengan asam lemak bebas
membentuk sabun. Sabun dan fraksi tidak tersabunkan dipisahkan sehingga kadar
asam lemak bebas dalam minyak menjadi berkurang. Reaksi antara alkali dan asam
lemak bebas dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Reaksi Penyabunan

Pada cara netralisasi ini jumlah dan konsentrasi alkali yang digunakan harus
tepat. Jika jumlahnya berlebihan, kelebihan alkali akan menyebabkan reaksi
hidrolisis trigliserida dan membentuk sabun yang berlebihan. Reaksi ini tidak
dikehendaki karena akan menurunkan jumlah atau rendemen minyak hasil netralisasi.
Kehilangan minyak akibat bereaksi dengan alkali disebut sebagai kehilangan akibat
proses netralisasi yang harus diusahakan serendah-rendahnya. Sebaliknya jika jumlah
dan konsentrasi alkali kurang, reaksi penyabunan tidak sempurna dan masih banyak
asam lemak bebas yang tertinggal dalam minyak (Estiasih, 2009).

Pada cara netralisasi ini jenis alkali yang biasa digunakan adalah soda kaustik
(NaOH) yang lebih efektif dibandingkan senyawa alkali yang lemah. Pemurnian
alkali dapat mengurangi kadar asam lemak bebas sampai kadarnya dalam minyak
0,01-0,03% (Estiasih, 2009).

26
Soda kaustik banyak digunakan karena lebih efisien dan lebih murah
dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu, penggunaan kaustik
membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir
dalam minyak. Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH menghasilkan sabun.
Sabun yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifugasi.
Dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara mekanis,
maka netralisasi dengan menggunakan soda kaustik dapat menghilangkan fosfatida,
protein, resin dan suspensi dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan proses
pemisahan gum. Komponen minor dalam minyak berupa sterol, klorofil, Vitamin E
dan karotenoid hanya sebagian kecil dapat dikurangi dengan proses netralisasi
(Setiasih dan Sukarti, 2008).

3) Pemucatan
Pemucatan adalah suatu tahapan proses pemurnian untuk menghilangkan zat-
zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan
mencampurkan minyak dengan sejumlah kecil adsorben seperti tanah serap (Fuller
earth), lempung aktif (Actived Clay) dan arang aktif atau dapat juga menggunakan
bahan kimia. Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak
tergantung dari macam warna dan tipe warna dalam minyak dan sampai seberapa
jauh warna tersebut akan dihilangkan. Umumnya proses ini dapat mengurangi
jumlah logam sekitar 0,001-0,1 ppm, pembentukan peroksida sebagai hasil dari
proses oksidasi minyak dan lemak juga akan berkurang selama proses pemucatan
(Ketaren, 1986).

3.4 Mutu Minyak Ikan

Codex Allimentarius commission telah menetapkan standar mutu minyak ikan


secara umum, bukan khusus untuk minyak ikan. Standar mutu tersebut juga dapat
diterapkan untuk minyak ikan seperti dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel tersebut juga
memberi panduan untuk pemecahan masalah yang berkitan dengan mutu minyak.

Tabel. 10 Panduan Mutu dan Masalah yang dapat Timbul atau Efek Merugihkan dari
berbagai Parameter Mutu.

27
Parameter Mutu Masalah atau Efek Spesifikasi CODEX”
Merugihkan (CAC RS 19-1981 rev. I
1989
Warna Warna minyak yang gelap Tidak ada Standar
kemungkinan disebabkan
oleh kontaminan yang
biasanya dihilangkan
dengan pemurnian alkali,
atau warna dapat
mengindikasikan
pemanasan yang
berlebihan selama
pemurnian
Bilangan iodon Bilangan iodon beragam Tidak ada standar
bergantung pada sepsis
ikan. bilangan iodon
merupakan ukuran
ketakjenuhan minyak.
Semakin tinggi nilainya,
semakin rentan minayk
terhadap oksidasi.
Bilangan asam Minyak kasar yang  Maksimum 0,6 mg
mempunyai bilanagn asam KOH/g minyk
yang tinggi menunjukan untuk minyak yang
mutu rendah yang telah disabunkan
diakibatkan proses
 Maksimum 4 mg
pengolahan atau kerusakan
KOH/g untuk
minyak selama
minayk virgin
penyimpanan
 Maksimum 4 mg

28
KOH/g untuk
minyak hasil
pengepresan dingin
(cold pressing)
Bilangan peroksida Merupakan indicator  10 mek/kg minyak
ketenngikan (oksidasi). untuk minyak
Bilanagn peroksida virgin
menunjukan oksidasi
 5 mek/kg untuk
yang baru terjadi
minyak lain
Bilangan p-anisidin Bilangan p-anisidin juga Tidak ada standar
mengukur produk hasil
oksidasi yang menunjukan
oksidasi yang telah terjadi
Bilangan totoks Merupakan hubungan Tidak ada standar
antara bilanagn peroksida
dan bilangan anasidin
yang menunjukan tingkat
oksidasi lemak/minyak
didefinisikan sebagai 2
(PV) = AN. Bilangan
totoks menunjukan
oksidasi total
Kadar Air Air dinyatakan sebagi Maksimum 0,20%
pengotor kadarnya yang
tinggi dalam minyak dapat
menyebabkan kerusakan
selama penyimpanan.
Sabun Sabun yang dapat Maksimum 0,005%
terbentuk jik dalam
minyak terdapat air dan

29
bereaksi dengan asam
lemak bebas dengan
katalis alkali, atau dapat
disebabkan oleh proses
penghilangan sabun ari
tahap pemurnian alkali
karena pencucian yang
tidak senpuran.
Bahan tidak larut Kelompok ini termasuk Maksimum 0,05%
nprotein, abu, kotoran dan
bahan-bahan lain dalm
jumlah sangat kecil. Pada
penyimpanan, bahan tidak
larut mengendap.
Bergantung pada jenisnya
bahan tidak larut dapat
menurunkan stabilitas
minyak terhadap oksidasi.
Bahan tidak Bahan tidak tersabunkan Tidak ada standar
tersabunkan meliputi sterol,
hidrokarbon, eter gliseril,
dan lemk alcohol. Pigmen
tertentu, vitamin dan
produk oksidasi lemak
dapat dimasukan kedalam
bahan tidak tersabunkan.
Bahan tidak tersabunkan
beragam tergantung pada
jenis ikan.
Peptisida organo-klorin, Sejumlah besar senyawa Tidak ada standar

30
organo-fosforus, dan termasuk dalam kelomok
senyawa hidrokarbon ini. Peptisida yang terdapat
berklorin lainya. minyak mencerminkan
kondisi lingkungan daerah
penangkapan ikan.
kadarnya dalam minyak
seharusnya sesuai dengan
peraturan yang diterbitakn
negara yang bersangkutan.
Total kolestrol Kolesterol merupakan Tidak ada standar
bagian terbesar dri fraksi
tidak tersabunkan tidak
bisa dihilangkan kecuali
dengan pelucutan vakum
(vacuum stripping)
Besi Besi merupakan proksidan  Maksimum 1,5
dan dapat dihilangkan mg/kg untuk
dengan degumming, minyak hasil
pemurnian alkali, atau penyabunan
pengkelatan
 Maksimum 1,5
mg/kg untuk
minyak virgim
 Maksimum 1,5
mg/kg untuk
minyak hasil
pengepresan
daging
Tembaga Temabag merupakan  Maksimum 0,1
prooksidan dan dapat mg/kg untuk

31
dihilangkan dengan minyak hasil
degumming, pemurnian penyabunan
alkali, atau pengkelatan
 Maksimum 0,4
mg/kg untuk
minyak virgin

 Maksimum 0,4
mg/kg untuk
minyak hasil
pengepresan
daging
Arsen Merupakan logam berat Maksimum 0,1 mg/kg
yang bisa terdapat dalam
air laut. Dapat dihilangkan
dengan pemurnian alkali
Timah Logam berat yang dapat Maksimum 0,1 mg/kg
dihilangkan dengan
pemurnian alkali.
Merkuri Logam berat yang dapat Tidak ada standar
dihilangkan dengan
pemurnian alkali
Selenium Logam berat yang dapat Tidak ada standar
dihilangkan dengan
pemurnian alkali
Kadmium Logam berat yang dapat Tidak ada standar
dihilangkan dengan
pemurnian alkali
Sanitasi Kontaminasi oleh mikroba Batasan ada dalam CAC/
enterobakteria, salmonella, RCP 1-1969, rev.2, 1985
kolifrom, atau Escherichia

32
coli, merupakan indikator
kondisis sanitasi
pengolahan minyak.
Vitamin Minyak Larut Biasanya merupakan Tidak ada standar
bagian dari bahan tidak
tersabunkan. Kadar
vitamin A dan/ atau D
yang tinggi
mengindikasikan bahwa
minyak merupakan
minyak dari hati (liver oil)
bukan dari bagian daging
ikan (body oil)

Standar dari Codex Allimentarus commision tersebut merupakan tidak spesifk


untuk minyak ikan, merupakan standdar mutu minyak internasional yang ada. Codex
Allimentarus commission mendefinisikan minyak atau lemak untuk produk paangan
merupakan bentuk gliserida dan asam lemak. Minya/lemak ini berasal dari tumbuhan,
henwan, atau produk hasil laut. Minyak/lemak tersebut dapat mengandung sejumlah
kecil lipid dan seperti fosfolipid, bahan tidak tesabunkan, atau asam lemak bebas
yang secara alami terdapat dalam minyak atau lemak.

Standar mutu Codex Allimentarus commission tersebut membedakan antara


minyak virgin dan non-virgin. Minyak virgin didefinisikan oleh Codex Allimentarus
commission sebagai minyak atau lemak yang diperoleh tanpa mengubah minyak,
dengan menggunakan pengolahan mekanis saja atau panas saja. Minyak virgin dapat
dimurnikan melalui pencucian dengan air, pengendapan, penyaringan, dan
sentrifugasi saja, dan tidak boleh di murnikan secara kimiawi.

Adapun minyak hasil pengepresan dingin (old pressing) didefinisikan oleh


Codex Allimentarus commission sebagai lemak atau minyak nabati yang diperoleh

33
tanpa mengubah lemak/minyak melalui pengolahan mekanis saja atau panas saja.
Minyak ini dapat dimurnkan melalui pencucian dengan air, pengendapan,
penyaringan, dan sentrifugasi saja dan tidak boelh dimurnkan secara kimiawi.

Pada saat ini beberapa pengkajian yang berkaitan dengan minyak ikan tengah
dikembangkan tetapi belum dipublikasikna. Kesulitan yang mungkin ada dalam
menentukan.

4. PENUTUP

Ikan patin mempunyai potensi dalam pemanfaatan minyaknya sebagai sumber


asam lemak tak jenuh Omega-3 dan Omega-6 dalam peningkatan pemenuhan
kebutuhan pangan dan gizi masyarakat. Potensi ini terlihat dari analisis kandungan
gizi ikan ini yaitu mengandung 16,08% protein, kandungan lemak sekitar 5,75%,
karbohidrat 1,5%, abu 0,97% dan air 75,7%. Jika dibandingkan dengan kadar lemak
ikan air tawar lain seperti ikan gabus dan ikan mas yaitu 4,0% dan 2,9%, ikan patin
memiliki kadar lemak yang lebih tinggi. Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini

34
dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif asam lemak tak jenuh Omega-3 dan
Omega-6 dari minyak ikan patin.

Minyak ikan adalah salah satu zat gizi yang mengandung asam lemak kaya
manfaat karena mengandung sekitar 25% asam lemak jenuh dan 75% asam lemak tak
jenuh. Asam lemak tak jenuh atau polyunsaturated fatty acid yang disingkat
PUFA,diantaranya DHA dan EPA dapat membantu proses tumbuh-kembangnya otak
(kecerdasan), perkembangan indra penglihatan, dan sistim kekebalan tubuh balita.
Kandungan minyak di dalam ikan ditentukan beberapa faktor, yaitu jenis ikan, jenis
kelamin, umur (tingkat kematangan), musim, siklus bertelur, letak geografis perairan
dan jenis makanan yang dikonsumsi ikan tersebut (Ackman, 1982 dalam Fauziah,
2013).

DAFTAR PUSTAKA

Estiasih, Teti. 2009. Minyak Ikan. Teknologi dan Penerapanya untuk Pangan dan
Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Hastarini1 Ema, Fardiaz2 Dedy, Irianto1 Hari Eko, Budijanto2 Slamet. 2012.
Karateristik Minyak Ikan dari Limbah Prngolahan Fillet Ikan Patin Siam
(Pangasius hypopthalmus dan Patin Jambal (Pangasius djambal). Institut
Pertanian Bogor. Jakarta

35
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta,
pp. 120-126.

Nurbaya Sari Rodiah , Bandol Utomo Bagus Sediadi, Basmal Jamal, Hastarini Ema.
2016. Pemurnian Minyak Ikan Patin dari Hasi Samping Pengasapan. Refining
of Pangasius Oil from Fish Smoking By-products. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Daya Saing Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.
Jakarta.

Rasyid Abdullah. 2003. Asam Lemak Omega -3 dari Minyak Ikan. Lipi. jakarta

RM, Puspita dan Wiyono, Ahmad. 2014. Budidaya Patin Cepat Panen. Infra Pustaka.
Jakarta.

Setiasih dan Sukarti. 2008. Teknologi Pengolahan Lemak dan Minyak. Widya
Padjajaran. Bandung.

Suryaningrum, Th. Dwi dkk. 2012. Membuat Fillet Ikan Patin. Penebar Swadaya.
Jakarta.

T. Panagan Almunady, Yohandini Heni, Wulandari Mila. 2012. Analisis Kualitatif


dan Kuantitatif Asam Lemak Tak Jenuh Omega-3, Omega-6 dan Karakterisasi
Minyak Ikan Patin (Pangasius pangasius). Universitas Sriwijaya. Sumatra
Selatan.

36

Anda mungkin juga menyukai