TINJAUAN PUSTAKA
Teh hijau diolah tanpa mengalami oksidasi, tidak memberi kesempatan terjadinya
fermentasi. Setelah layu daun teh langsung digulung, dikeringkan, dan siap untuk dikemas.
Biasanya pucuk teh diproses langsung dengan uap panas (steam) atau digoreng (pan frying)
untuk menghentikan aktivitas enzim. Warna hijau tetap bertahan dan kandungan taninnya
relative tinggi (Sujayanto, 2008). Teh hijau kerap digunakan untuk membantu proses
pencernaan dan juga karena kemampuannya dalam membunuh bakteri. Kandungan polifenol
yang tinggi dalam teh hijau dimanfaatkan untuk membunuh bakteri-bakteri perusak dan juga
bakteri yang menyebabkan penyakit di rongga mulut (penyakit periodontal) (Kushiyama et
al., 2009). Konsumsi teh hijau juga dipercayai memiliki efek untuk menurunkan angka
mortalitas pasien-pasien dengan penyakit pneumonia, menjaga kesehatan kulit, mencegah
penyakit diabetes dan mencegah penyakit jantung (Watanabe et al., 2009).
Komposisi senyawa-senyawa dalam teh hijau sangatlah kompleks yaitu protein (15-
20%); asam amino seperti teanine, asam aspartat, tirosin, triptofan, glisin, serin, valin, leusin,
arginin (1-4%); karohidrat seperti selulosa, pectin, glukosa, fruktosa, sukrosa (5-7%); lemak
dalam bentuk asam linoleat dan asam linolenat; sterol dalam bentuk stigmasterol; vitamin
B,C,dan E; kafein dan teofilin; pigmen seperti karotenoid dan klorofil; senyawa volatile
seperti aldehida, alkohol, lakton, ester, dan hidrokarbon; mineral dan elemen-elemen lain
seperti Ca, Mg, Mn, Fe, Cu, Zn, Mo, Se, Na, P, Co, Sr, Ni, K, F, dan Al (5%) (Cabrera et al.,
2006).
Teh hijau adalah jenis teh tanpa fermentasi yang proses pengolahannya terdiri dari tiga
tahap, yaitu pemanasan, penggulungan, dan pengeringan. Tahap pemanasan berupa pelayuan
daun dengan cara penguapan maupun penyangraian. Kandungan katekin dalam teh hijau
tidak boleh mengalami perubahan akibat terjadinya oksidasi enzimatis sebelum maupun
selama proses pengolahan. Oleh karena itu perlu dilakukan penginaktifan enzim polifenol
oksidase dengan cara memanaskan daun teh pada proses pelayuan. Suhu yang digunakan
berkisar antara 250-3000C selama 10-15 menit dengan pengadukan 4-5 kali per menit agar
daun tidak hangus. Proses pelayuan juga dapat mengurangi kadar air sampai sekitar 60-70%
dan menyiapkan daun untuk digulung. Proses penggulungan bertujuan untuk membentuk
mutu secara fisik dan harus segera dilakukan setelah proses pelayuan. Sementara proses
pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air, memekatkan cairan sel daun, serta
memperbaiki bentuk gulungan (Takeo 1992).
2.2 Teh Oolong
Teh Oolong adalah teh hasil semioksidasi enzimatis alias tidak bersentuhan lama dengan udara saat
diolah. Teh Oolong terletak diantara teh hijau dan teh hitam. Fermentasi terjadi namun hanya
sebagian (30-70%). Hasilnya, warna teh menjadi cokelat kemerahan.
Teh hitam didapat dari hasil penggilingan yang menyebabkan daun terluka dan mengeluarkan
getah. Getah itu bersentuhan dengan udara sehingga menghasilkan senyawa tea flavin dan
tearubugin. Artinya, daun teh mengalami perubahan kimiawi sempurna sehingga semua
kandungan katekin terfermentasi menjadi tea flavin dan tearubugin. Warna hijau bakal
berubah menjadi kecoklatan dan selama proses pengeringan menjadi hitam. Teh hitam paling
dikenal luas dan banyak dikonsumsi (Sujayanto, 2008).
Teh instan merupakan teh kering yang diolah lebih lanjut sehingga dihasilkan serbuk
teh yang langsung dapat diseduh dengan air dingin atau air hangat tanpa menyisakan residu.
Teh jenis ini merupakan teh berbentuk bubuk yang tinggal dilarutkan dalam air panas atau
air dingin. Pembuatan teh instan dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap ekstraksi dan
pengeringan. Pada tahap ekstraksi digunakan air panas sebagai pelarut agar dapat
mengekstrak semua komponen teh sehingga akan dihasilkan flavor khas teh yang maksimal.
Sedangkan tahap pengeringan dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain pengering
semprot (spray dryer), pengering beku (freeze dryer) dan kristalisasi menggunakan gula dan
panas (Daroini, 2006). Menurut (Winarno, 1993), faktor yang memengaruhi pembuatan teh
instan sebagai berikut:
a. Suhu pengkristalan, kecepatan pengkristalan dipengaruhi oleh suhu yang digunakan,
jumlah gula yang ditambahkan saat proses dan proses pengadukan. Pada saat larutan
mulai mengental, maka pengadukan secara merata ke seluruh bagian bahan dipercepat
agar permukaan larutan yang kontak dengan udara semakin banyak dan proses
pendinginan semakin cepat serta pembentukan kristal yang halus akan semakin cepat
pula. Larutan campuran teh dan gula yang dipanaskan akan mengalami peningkatan
viskositas lalu jika didinginkan akan memadat dan membentuk kristal.
b. Penambahan gula, semakin banyak jumlah gula yang digunakan maka kristal teh
instan semakin cepat terbentuk. Penambahan gula pada pembuatan teh instant
berfungsi sebagai pemanis serta mempercepat terjadinya proses kristalisasi atau
proses terbentuknya kristal dari partikel teh karena gula berfungsi sebagai pengikat air
dan menyebabkan peningkatan viskositas bahan sehingga partikel teh mengalami
pemadatan atau pengkristalan.
c. Penambahan gula tanpa adanya penggunaan panas tidak akan menghasilkan
terbentuknya teh instan. Penggunaan panas dalam pembuatan teh instan juga salah
satu faktor yang berpengaruh. Hal ini dikarenakan dengan adanya panas dapat
mempercepat terjadinya penguapan air sehingga peningkatan viskositas bahan akan
semakin cepat pula dan kristal akan cepat terbentuk.
d. Penggunaan bahan pencampur dalam pembuatan teh instan dengan komposisi yang
tidak tepat atau terlalu banyak dapat menyebabkan lemahnya aroma dan kekuatan rasa
teh.
e. Penggunaan pengeringan yang tidak seragam akan mengakibatkan timbulnya
perbedaan kadar air yang cukup signifikan dalam pembuatan minuman instan.
Umumnya spray dryer digunakan untuk pembuatan minuman instan (Herawati,
2008).