Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PANKREATITIS


RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT DR. H KOESNADI
BONDOWOSO

Oleh

Kelompok 5

Ananda Syafira R 162310101024

Elvinia Melifera 162310101025

Ikhwan Abiyyu 162310101084

Nur Jannah 162310101085

Karolina Korindo 16231010105

Anggun Citra M 16231010110

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
A. Anatomi Fisiologi
Pankreas adalah organ pipih yang terletak di belakang dan sedikit di
bawah lambung dalam abdomen. Organ ini memiliki dua fungsi: fungsi
endokrin dan fungsi eksokrin. Bagian eksokrin dari pangkreas berfungsi
sebagai sel asinar pankreas, memproduksi cairan pankreas yang disekresi
melalui duktus pankreas ke dalam usus halus. Sel endokrin dapat
ditemukan dalam pulau-pulau Langerhans, yaitu kumpulan kecil sel yang
tersebar di seluruh organ. Ada empat jenis sel penghasil hormon yang
teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut:
a. Sel alfa mensekresi glukagon, yang meningkatkan kadar gula darah.
b. Sel beta mensekresi insulin, yang menurunkan kadar gula darah.
c. Sel delta mesekresi somatostatin, atau hormon penghalang hormon
pertumbuhan, yang menghambat sekresi glukagon dan insulin.
d. Sel F mensekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk
fungsi yang tidak jelas, yang dilepaskan setelah makan
(Sloane, 1995).

B. Definisi
Pankreatitis adalah reaksi peradangan pankreas. Secara klinis

pankreatitis akut ditandai oleh nyeri perut yang akut disertai dengan kenaikan
enzim dalam darah dan urin. Perjalanan penyakitnya sangat bervariasi dari
ringan sampai sangat berat yang disertai dengan renjatan dengan gangguan
ginjal dan paru-paru yang berakibat fatal (Nurman, 2006).
Berdasarkan defenisi, pada pankreatitis akut, keadaan ini bersifat
reversibel jika stimulus pemicunya dihilangkan; pankreatitis kronik diartikan
sebagai desktruksi parenkim eksokrin pankreas yang bersifat ireversibel
(Mitchell et al., 2006).
Pankreatitis (inflamasi pankreas) merupakan penyakit yang serius pada
pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang
relatif ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat
dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan. (Brunner &
Suddart, 2001)

C. Etiologi
a. Metabolik
- Alkoholisme
- Hiperlipoproteinemia
- Hiperkalsemia
- Obat-obatan (misalnya, diuretik tiazid)
- Genetik
b. Mekanis
- Trauma
- Batu empedu
- Jejas iatrogenik
c. Vaskuler
- Syok
- Atheroembolisme
- Poliarteritis nodosa
d. Infeksi
- Parotitis
- Coxsackievirus
- Mycoplasma pneumoniae
(Mitchell et al., 2006).
Persentase penyebab pankreatitis akut adalah sebagai berikut:
 Batu empedu 30-50%
 Alkohol 10-40%
 Idiopatik 15%
 Trauma (kolangiopankreatografi retrograd endoskopik [ERCP],
pascaoperasi, trauma tumpul) 5% (Davey, 2006).
Batu empedu dan alkoholisme merupakan penyebab terbanyak
dari pankreatitis akut (hampir 80%). Batu empedu tertahan di sfingter
Oddi sehingga menghalangi lubang dari saluran pankreas. Tetapi
kebanyakan batu empedu akan lewat dan masuk ke saluran usus.
Meminum alkohol lebih dari 4 ons/hari selama beberapa tahun bisa
menyebabkan saluran kecil pankreas yang menuju ke saluran pankreas
utama tersumbat, akhirnya menyebabkan pankreatitis.
Mekanisme pasti alkohol dalam merusak kelenar masih belum
diketahui dengan jelas. Alkohol atau metabolitnya, yaitu asetaldehida,
mungkin memiliki efek toksik langsung pada sel asinus pankreas
sehingga terjadi pengaktifan tripsin intrasel oleh enzim-enzim lisosom,
atau mungkin menyebabkan peradangan sfingter Oddi sehingga enzim-
enzim hidrolitik tertahan di ductus pancreaticus dan asinus. Pada
pecandu alkohol, malnutrisi dapat mempermudah terjadinya cedera
pankreas. Contohnya, defisiensi trace elements, misalnya seng atau
selenium dijumpai pada pecandu alkohol dan berkaitan denganc cedera
sel asinus. Metalloenzim seperti superoksida dismutase, katalase, dan
glutation peroksidase merupakan pembersih radikal bebas yang penting
(McPhee, 2011).
Pada pasien yang tidak meminum alkohol, sekitar 50% kasus
pankreatitis akut berkaitan dengan penyakit saluran empedu. Pada
kasus-kasus ini, mekanismenya diduga berupa obstruksi ductus biliaris
communis dan ductus pancreaticus major oleh batu empedu yang
tersangkut di ampulla Vateri (McPhee, 2011).
Sebab terlazim kedua pankreatitis akut adalah penyakit saluran
empedu. Pembentukan batu bisa menyebabkan duktus koledokus
tersangkut setinggi ampulla, sehingga menyebabkan trauma atau
obstruksi duktus pankreatikus atau regurgitasi empedu ke dalam
pankreas karena “saluran bersama” tersumbat (Sabiston, 1994).
Hubungan antara pankreatitis dan saluran bersama yang
tersumbat, pertama kali diuraikan secara terperinci oleh Opie pada
tahun 1901 dan mula-mula dianggap sebagai sebab utama pankreatitis.
Penyakit empedu ditemukan dalam 5 sampai 50 persen dari orang
Amerika Utara penderita pankreatitis akut, tetapi bervariasi tergantung
pada sifat sosioekonomi populasi yang diteliti. Pada pasien yang telah
pulih dari pankreatitis akut yang menyertai kolesistitis, resiko episode
pankreatitis berikutnya berkisar dari 36 sampai 63 persen, jika
kolelitiasis dibiarkan menetap (Sabiston, 1994).
Refluks empedu atau isi duodenum ke dalam ductus pancreaticus
menyebabkan cedera pankreas. Beberapa penulis berpendapat bahwa
toksin bakteri atau asam empedu bebas mengalir melalui pembuluh
limfe dari kandung empedu ke pankreas, yang menyebabkan
peradangan. Bagaimanapun, pankreatitis akut yang berkaitan dengan
penyakit saluran empedu lebih sering terjadi pada wanita karena batu
empedu lebih sering pada wanita (McPhee, 2011).
Pankreatitis akut dapat disebabkan oleh berbagai infeksi,
termasuk infeksi virus (virus gondongan, coxsackieviruI, virus hepatitis
A, HIV, atau sitomegalovirus) dan bakteri (Salmonella typhii atau
Streptococcus hemolyticus). Pasien dengan infeksi HIV dapat
mengalami pankreatitis akut akibat infeksi HIV itu sendiri, akibat
infeksi oportunistik terkait, atau akibat terapi antiretrovirus. Pada pasien
yang terinfeksi HIV, pankreatitis pernah dilaporkan berkaitan dengan
penyalahgunaan obat intravena, terapi pentamidin, infeksi
Pneumocystis jiroveci dan Mycobacterium avium-intracellulare
complex, dan batu empedu (McPhee, 2011).
Trauma tumpul atau tembus dan cedera lain dapat menyebabkan
pankreatitis akut. Pankreatitis kadang-kadang terjadi setelah tindakan
bedah di dekat pankreas. Infark pankreas dapat terjadi akibat sumbatan
pembuluh yang mendarahi kelenjar ini. syok dan hipotermia dapat
menyebabkan penurunan perfusi sehingga terjadi degenerasi sel dan
pelepasan enzim-enzim pankreas. Terapi radiasi untuk neoplasma ganas
retroperitoneum kadang-kadang dapat menyebabkan pankreatitis akut
(McPhee, 2011).
Hiperkalsemia yang tinggi, seperti yang berkaitan dengan
hiperparatiroidisme, sarkoidosis, hipervitaminosis D, atau mieloma
multipel, menyebabkan pankreatitis akut pada sekitar 10% kasus. Dua
mekanisme diperkirakan berperan. Tingginya konsentrasi kalsium
plasma dapat menyebabkan kalsium mengendap di ductus pancreaticus
sehingga terjadi obstruksi. Selain itu, hiperkalsemia mungkin
merangsang pengaktifan tripsinogen di ductus pancreaticus (McPhee,
2011).
Pankreatitis juga berkaitan dengan hiperlipidemia, terutama dari
jenis yang ditandai oleh peningkatan kadar kilomikron plasma (tipe I,
IV, dan V). Pada kasus-kasus ini, dipostulasikan bahwa asam-asam
lemak bebas yang dihasilkan melalui kerja lipase pankreas
menyebabkan peradangan dan cedera kelenjar. Penyalahgunaan alkohol
atau pemakaian kontrasepsi oral meningkatkan resiko pankreatitis akut
pada pasien dengan hiperlipidemia (McPhee, 2011).

D. Klasifikasi

Pankreatis akut memiliki keparahan yang berkisar dari kelainan yang


relatif ringan dan sembuh dengan sendirinya hingga penyakit yang dengan
cepat menjadi fatal serta tidak responsif terhadap berbagai terapi.
Berdasarkan pada beratnya proses peradangan dan luasnya nekrosis parenkim
dapat dibedakan:

a. Pankreatitis akut tipe intersitial


Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan
tampak pucat. Tidak didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada,
minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah intersitial melebar karena
adanya edema ekstraselular, disertai sebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear (PMN). Saluran pankreas dapat terisi dengan bahan-
bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus. Meskipun bentuk ini
dianggap sebagai bentuk pankreatitis yang lebih ringan, namun pasien
berada dalam keadaan sakit yang akut dan berisiko mengalami syok,
gangguan keseimbangan cairan serta elektrolit dan sepsis.

b. Pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik,


Secara makroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai
dengan perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis
lemak pada jaringan-jaringan di tepi pankreas, nekrosis parenkim dan
pembuluh-pembuluh darah sehingga mengakibatkan perdarahan dan dapat
mengisi ruangan retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, dapat timbul
abses atau daerah-daerah nekrosis yang berdinding, yang subur untuk
timbulnya bakteri sehingga dapat menimbulkan abses yang purulen.
Gambaran mikroskopis adalah adanya nekrosis lemak dan jaringan
pankreas, kantong-kantong infiltrat yang meradang dan berdarah
ditemukan tersebar pada jaringan yang rusak dan mati. Pembuluh-
pembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah yang nekrotik
menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi peri vaskular, vaskulitis yang
nyata sampai nekrosis dan trombosis pembuluh-pembuluh darah.

E. Manifestasi klinis

 Nyeri
Nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis yang
menyebabkan pasien datang ke rumah sakit. Rasa sakit dan nyeri tekan
abdomen yang disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan
edema pada pankreas yang mengalami inflamasi tersebut sehingga timbul
rangsangan pada ujung-ujung saraf. Peningkatan tekanan pada kapsul
pankreas dan obstruksi duktus pankreatikus juga turut menimbulkan rasa
sakit.
 Mual dan muntah
Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut. Muntahan
biasanya berasal dari isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah
empedu. Gejala panas, ikterus, konfusidan agitasi dapat terjadi.
 Hipotensi
Hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan
hipovolemia serta syok yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar
cairan yang kaya protein, karena cairan ini mengalir kedalam jaringan dan
rongga peritoneum. Pasien dapat mengalami takikardia, sianosis dan kulit
yang dingin serta basah disamping gejala hipotensi. Gagal ginjal akut
sering dijumpai pada keadaan ini.
 Gangguan pernapasan
Gangguan pernafasan serta hipoksia lazim terjadi dan pasien dapat
memperlihatkan gejala infiltrasi paru yang difus, dispnoe, tachipnoe dan
hasil pemeriksaan gas darah abnormal. Depresi miokard, hipokalsemia,
hiperglikemia dan koagulopati intravaskuler diseminata dapat pula terjadi
pada pankreatitis akut (Brunner & Suddart, 2001)

F. Patofisiologi
Sebagai kontras adanya berbagai fakror etiologi yang menyertai
pankreatitis akut, terdapat rangkaian kejadian patofisiologis yang uniform
yang terjadi pada timbulnya penyakit ini. Kejadian ini didasarkan pada
aktivasi enzim di dalam pankreas yang kemudian mengakibatkan
autodigesti organ.
Dalam keadaan normal pankreas pankreas terlindung dari efek enzimatik
enzim digestinya sendiri. Enzim ini disintesis sebagai zimogen yang
inaktif dan diaktivasi dengan pemecahan rantai peptid secara enzimatik.
Selain itu terdapat inhibitor di dalam jaringan pankreas, cairan pankreas
dan serum sehingga dapat menginaktivasi protease yang diaktivasi terlalu
dini. Dalam proses aktivasi di dalam pankreas, peran penting terletak pada
tripsin yang mengaktivasi semua zimogen pankreas yang terlihat dapam
proses autodigesti (kimotripsin, proelastase, fosfolipase A).
Hanya lipase yang aktif yang tidak terganting pada tripsin. Aktivasi
zimogen secara normal dimulai oleh enterokinase di duodenum. Ini
mengakibatkan mulanya aktivasi tripsin yang kemudian mengaktivasi
zimogen yang lain. Jadi diduga bahwa aktivasi dini tripsinogen menjadi
tripsin adalah pemicu bagi kaskade enzim dan autodigesti pankreas.

Adapun mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain adalah


refluks isi duodenum dan refluks cairan empedu, akticasi sistem
komplemen, stimulasi, sekresi enzim yang berlebihan. Isis duodenum
merupakan campuran enzim pankreas yang aktif, asam empedu, lisolesitin
dan lemak yang telah mengalami emulsifikasi; semuanya ini mampu
manginduksi pankreatitis akut. Asam empedu mempunyai efek detergen
pada sel pankreas, meningkatkan aktivasi lipase dan fosfolipase A,
memecah lesitin menjadi lisolesitin dan asam lemak dan menginduksi
spontan sejumlah kecil proenzim pankreas yang lain. Selanjutnya perfusi
asam empedu ke dalam duktus pankreatikus yang utama menambah
permeabilitas sehingga mengakibatkan perubahan struktural yang jelas.
Perfusi 16,16 dimetil prostaglandin E2 mengubah penemuan histologik
pankrataitis tipe edema ke tipe hemoragik.
Kelainan histologis utama yang ditemukan pada pankreatitis akut
adalah nekrosis keoagulasi parenkim dan poknosis inti atau kariolisis yang
cepat diikut oleh degradasi asini yang nekrotik dan absopsi debris yang
timbul. Adanya edema, perdarahan dan trombosis menunjukkan kerusakan
vaskular yang terjadi bersamaan.
Patogenesis pada pankreatitis akut berupa sekresi sejumlah enzim oleh
pankreas; amilase dan lipase disekresikan dalam bentuk aktif, sementara
protease, elastase, dan fosfolipase disekresikan sebagai proenzim yang
dalam keadaan normal harus diaktifkan oleh tripsin di dalam duodenum.
Tripsin sendiri normalnya diaktifkan oleh enteropeptidase duodenal.
Patogenesis pankreatitis akut berpusat pada aktivasi tripsin yang tidak
tepat di dalam pankreas; tripsin yang sudah diaktifkan tersebut akan
mengubah berbagai proenzim menjadi enzim aktif dan prekalikrein
menjadi kalikrein yang akan mengaktifkan sistem kinin serta pembekuan.
Hasil nettonya berupa inflamasi pankreas dan trombosis. Ciri-ciri
pankreatitis meliputi proteolisis jaringan, lipolisis dan pendarahan, terjadi
karena efek destruktif enzim-enzim pankreas yang dilepas dari sel-sel
asiner (Mitchell et al., 2006).
Mekanisme yang dikemukakan untuk aktivasi enzim pankreas meliputi
hal-hal berikut ini:
 Obstruksi duktus pankreatikus. Batu empedu dapat terjepit di dalam
ampula Vateri; di sebelah proksimal obstruksi, cairan kaya enzim
menumpuk dan menimbulkan jejas parenkim pankreas. Leukosit
dalam jaringan parenkim akan melepaskan sitokin proinflamantorik
yang menggalakkan inflamasi lokal dan edema (Mitchell et al.,
2006).
 Jejas primer sel asiner. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
kerusakan karena virus (parotitis), obat-obatan, trauma, atau
iskemia (Mitchell et al., 2006).
 Defek transportasi-intraseluler proenzim. Enzim-enzim eksokrin
pankreas mengalami kesalahan arah dalam perjalanannya, yaitu
menuju lisosom dan bukan menuju sekresi; hidrolisis proenzim di
dalam lisosom akan menyebabkan aktivasi dan pelepasan enzim
(Mitchell et al., 2006).
 Alkohol dapat meningkatkan jejas sel asiner lewat perjalanan
proenzim intraseluler yang salah arah dan pengendapan sumbatan
protein yang mengental serta bertambah banyak di dalam duktus
pankreatikus sehingga terjadi inflamasi dan obstruksi lokal
(Mitchell et al., 2006).
Alkohol mempunyai efek toksik yang langsung merangsang
spingter Oddi sehingga terjadi spasme yang menyebabkan
peningkatan tekanan di dalam saluran bilier dan saluran-saluran di
dalam pankreas serta merangsang sekresi enzim pankreas dan
mengakibatkan pankreatitis. Alkohol juga mengurangi jumlah
inhibitor tripsin sehingga pankreas menjadi lebih mudah dirusak
tripsin (Price & Wilson, 2005).
 Pankreatitis herediter ditandai oleh serangan rekuren pankreatitis
yang hebat dan sudah dimulai sejak usia kanak-kanak. Kelainan ini
disebabkan oleh mutasi germ line (garis-turunan sel tunas) pada:
Gen tripsinogen kationik (PRSSI), menimbulkan kehilangan suatu
tempat pada tripsin yang esensial untuk inaktivasi enzim itu sendiri
(mekanisme pengaman yang penting untuk mengatur aktivitas
enzim tripsin).
Gen inhibitor protease serin, Kazal tipe I (SPINK I), yang
menimbulkan protein yang cacat sehingga tidak lagi mampu
memperlihatkan aktivitas tripsin (Mitchell et al., 2006).
 Obat-obatan mengakibatkan pankreatitis karena hipersensitivitas
atau terbentuknya zat metabolik yang toksik. Hipertrigliserida
dapat memicu pankreatitis akut karena asam lemak bebas yang
tinggi dalam darah akan menyebabkan toksik atau mempercepat
inflamasi pada sel-sel pankreas (Graber et al., 1996).

G. Pemeriksaan penunjang
 CT-Scan : menentukan luasnya edema dan nekrosis
 Ultrasound abdomen: dapat digunakan untuk mengidentifikasi inflamasi
pankreas, abses, pseudositis, karsinoma dan obstruksi traktus bilier.
 Endoskopi : penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa
fistula, penyakit obstruksi bilier dan striktur/anomali duktus pankreas.
Catatan : prosedur ini dikontra indikasikan pada fase aAspirasi jarum
penunjuk CT : dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.
 Foto abdomen : dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar berbatasan
dengan pankreas atau faktor pencetus intra abdomen yang lain, adanya
udara bebas intra peritoneal disebabkan oleh perforasi atau pembekuan
abses, kalsifikasi pankreas.
 Pemeriksaan seri GI atas : sering menunjukkan bukti pembesaran
pankreas/inflamasi.
 Amilase serum : meningkat karena obstruksi aliran normal enzim pankreas
(kadar normal tidak menyingkirkan penyakit)
 Amilase urine : meningkat dalam 2-3 hari setelah serangan.
 Lipase serum : biasanya meningkat bersama amilase, tetapi tetap tinggi
lebih lama.
 Bilirubin serum : terjadi pengikatan umum (mungkin disebabkan oleh
penyakit hati alkoholik atau penekanan duktus koledokus).
 Fosfatase Alkaline : biasanya meningkat bila pankreatitis disertai oleh
penyakit bilier.
 Albumin dan protein serum dapat meningkat (meningkatkan permeabilitas
kapiler dan transudasi cairan kearea ekstrasel).
 Kalsium serum : hipokalsemi dapat terlihat dalam 2-3 hari setelah timbul
penyakit (biasanya menunjukkan nekrosis lemak dan dapat disertai
nekrosis pankreas).
 Kalium : hipokalemia dapat terjadi karena kehilangan dari gaster;
hiperkalemia dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis jaringan, asidosis,
insufisiensi ginjal.
 Trigliserida : kadar dapat melebihi 1700 mg/dl dan mungkin agen
penyebab pankreatitis akut.
 LDH/AST (SGOT) : mungkin meningkat lebih dari 15x normal karena
gangguan bilier dalam hati.
 Darah lengkap : SDM 10.000-25.000 terjadi pada 80% pasien. Hb
mungkin menurun karena perdarahan. Ht biasanya meningkat
(hemokonsentrasi) sehubungan dengan muntah atau dari efusi cairan
kedalam pankreas atau area retroperitoneal.
 Glukosa serum : meningkat sementara umum terjadi khususnya selama
serangan awal atau akut. Hiperglikemi lanjut menunjukkan adanya
kerusakan sel beta dan nekrosis pankreas dan tanda aprognosis buruk.
Urine analisa; amilase, mioglobin, hematuria dan proteinuria mungkin ada
(kerusakan glomerolus).
 Feses : peningkatan kandungan lemak (seatoreal) menunjukkan gagal
pencernaan lemak dan protein (Dongoes, 2000).

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pankreatitis akut bersifat simtomatik dan
ditujukan untuk mencegah atau mengatasi komplikasi. Semua asupan per
oral harus dihentikan untuk menghambat stimulasi dan sekresi pankreas.
Pelaksanaan TPN (total parental nutrition) pada pankreatitis akut biasanya
menjadi bagian terapi yang penting, khusus pada pasien dengan keadaan
umum yang buruk, sebagai akibat dari stres metabolik yang menyertai
pankreatitis akut. Pemasangan NGT dengan pengisapan (suction) isi
lambung dapat dilakukan untuk meredakan gejala mual dan muntah,
mengurangi distensi abdomen yang nyeri dan ileus paralitik serta untuk
mengeluarkan asam klorida.

1. Penanganan Nyeri. Pemberian obat pereda nyeri yang adekuat merupakan


tindakan yang esensial dalam perjalanan penyakit pankreatitis akut karena
akan mengurangi rasa nyeri dan kegelisahan yang dapat menstimulasi
sekresi pankreas.
2. Perawatan Intensif. Koreksi terhadap kehilangan cairan serta darah dan
kadar albumin yang rendah diperlukan untuk mempertahankan volume
cairan serta mencegah gagal ginjal akut.
3. Perawatan Respiratorius. Perawatan respiratorius yang agresif diperlukan
karena risiko untuk terjadinya elevasi diafragma, infiltrasi serta efusi
dalam paru dan atelektasis cenderung tinggi.
4. Drainase Bilier. Pemasangan drainase bilier dalam duktus pankreatikus
melalui endoskopi telah dilakukan dengan keberhasilan yang terbatas.
Terapi ini akan membentuk kembali aliran pankreas dan akibatnya, akan
mengurangi rasa sakit serta menaikkan berat badan.
5. Penatalaksanaan Pasca-akut. Antasid dapat diberikan ketika gejala akut
pankreatitis mulai menghilang. Pemberian makanan makanan per oral
yang rendah lemak dan protein dimulai secara bertahap. Kafein dan
alkohol tidak boleh terdapat dalam makanan pasien.
6. Pertimbangan Geriatri. Pankreatitis akut dapat mengenai segala usia;
meskipun demikian, angka mortalitas pankreatitis akut meningkat
bersamaan dengan pertambahan usia.
7. Tindakan bedah
Tindakan segera untuk eksplorasi bedah pada umumnya tidak dilakukan,
kecuali pada kasus-kasus berat di mana terdapat:

1. Perburukan sirkulasi dan fungsi paru sesudah beberapa hari terapi intensif.
2. Pada kasus pankreatitis hemoragik nekrosis yang disertai dengan rejatan
yang sukar diatasi.
3. Timbulnya sepsis.
4. Gangguan fungsi ginjal yang progresif.
5. Tanda-tanda peritonitis.
6. Bendungan dari infeksi saluran empedu.
7. Perdarahan intestinal yang berat.
Tindakan bedah juga dapat dilakukan sesudah penyakit berjalan beberapa
waktu (kebanyakan sesudah 2-3 minggu perawatan intensif) bilamana
timbul penyulit seperti pembentukan pseudokista atau abses, pembentukan
fistel, ileus karena obstruksi pada duodenum atau kolon, pada perdarahan
hebat retroperitoneal atau intestinal.

I. Pathway
J. Asuhan keperawatan

1.Anamnesa.
-Biodata

pada biodata diperoleh data tentang nama, umur, jenis kelamin, tempat
tinggal, pekerjaan, pendidikan dan status perkawinan. Dimana beberapa
faktor tersebut dapat menempatkan klien pada resiko pada pankreatitis
akut.

-Keluhan utama

nyeri hampir selalu merupakan keluhan yang diberikan oleh pasien dan
nyeri dapat terjadi di epigastrium, abdomen bawah atau terlokalisir pada
daerah torasika posterior dan lumbalis. Nyeri bisa ringan atau parah atau
biasanya menetap dan tidak bersifat kram (Sabiston, 1994).

-Riwayat penyakit sekarang

riwayat kesehatan juga mencakup pengkajian yang tetap tentang nyeri,


lokasi, durasi, faktor-faktor pencetus dan hubungan nyeri dengan
makanan, postur, minum alkohol, anoreksia, dan intoleransi makanan
(Hudak dan Gallo, 1996).

-Riwayat penyakit lalu

 Kaji apakah pernah mendapat intervensi pembedahan seperti


colecystectomy, atau prosedur diagnostik seperti EKCP. Kaji apakah
pernah menderita masalah medis lain yang menyebabkan pankreatitis
meliputi :
- ulkus peptikum

- gagal ginjal

- vaskular disorder

- hypoparathyroidism

- hyperlipidemia
 Kaji apakah klien pernah mengidap infeksi virus dan buat catatan
obat-obatan yang pernah digunakan (Donna D, 1995).
-Riwayat kesehatan keluarga

kaji riwayat keluarga yang mengkonsumsi alkohol, mengidap


pankreatitis dan penyakit biliaris (Donna D, 1995).

-Pengkajian psikososial

penggunaan alkohol secara berlebihan adalah hal yang paling sering


menyebabkan pankreatitis akut. Perlu dikaji riwayat penggunaan alkohol
pada klien, kapan paling sering klien mengkonsumsi alkohol. Kaji
apakah klien pernah mengalami trauma seperti kemtian anggota
keluarga, kehilangan pekerjaan yang berkontribusi terhadap peningkatan
penggunaan alkohol. (Donna D, 1995)

-Pola aktivitas

klien dapat melaporkan adanya steatorea (feses berlemak), juga


penurunan berat badan, mual, muntah. Pastikan karakteristik dan
frekuensi buang air besar (Huddak & Gallo, 1996).

Perlu mengkaji status nutrisi klien dan cacat faktor yang dapat
menurunkan kebutuhan nutrisi (Suzanna Smletzer, 1999).

2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
Kaji adanya peningkatan temperatur, takikardi, dan penurunan tekanan
darah (Donna D, 1995). Demam merupakan gejala yang umum
biasanya (dari 39° C). demam berkepanjangan dapat menandakan
adanya komplikasi gastrointestinal dari penyakit seperti peritonitis,
kolesistitis atau absese intra abdomen (Huddak & Gallo, 1996).

b. Sistem gastrointestinal
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri abdomen. Juga terdapat
distensi abdomen bagian atas dan terdengar bunyi timpani. Bising usus
menurun atau hilang karena efek proses peradangan dan aktivitas enzim
pada motilitas usus. Hal ini memperberat ketidakseimbangan cairan
pada penyakit ini.

Pasien dengan penyakit pankreatitis yang parah dapat mengalami asites,


ikterik dan teraba massa abdomen (Huddak & Gallo, 1996).

c. Sistem cardiovaskular
Efek sistemik lainnya dari pelepasan kedalam sirkulasi adalah
vasodilatasi perifer yang pada gilirannya dapat menyebabkan hipotensi
dan syok.

Penurunan perfusi pankreas dapat menyebabkan penurunan faktor


depresan miokardial (MDF). Faktor depresan miokardial diketahui
dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Seluruh organ tubuh
kemudian terganggu (huddak & Gallo, 1996).

d. Sistem sirkulasi

Resusitasi cairan dini dan agresif diduga dapat mencegah pelepasan


MDF. Aktivasi tripsin diketahui dapat mengakibatkan abnormalitas
dalam koagulitas darah dan lisis bekuan. Koagulasi intravaskular
diseminata dengan keterkaitan dengan gangguan perdarahan
selanjutnya dapat mempengaruhi keseimbangan cairan (Sabiston,
1994).

e. Sistem respirasi
Pelepasan enzim-enzim lain (contoh fosfolipase) diduga banyak
menyebabkan komplikasi pulmonal yang berhubungan dengan
pankretitis akut. Ini termasuk hipoksemia arterial, atelektasis, efusi
pleural, pneumonia, gagal nafas akut dan sindroma distress pernafasan
akut (Huddak & gallo, 1996).

f. Sistem metablisme
Komplikasi metabolik dari pankreatitis akut termasuk hipokalsemia dan
hiperlipidemia yang diduga berhubungan dengan daerah nekrosis lemak
disekitar daerah pankreas yang meradang. Hiperglikemia dapat timbul
dan disebabkan oleh respon terhadap stress. Kerusakan sel-sel inset
langerhans menyebabkan hiperglikemia refraktori. Asidosis metabolik
dapat diakibatkan oleh hipoperfusi dan aktivasi hipermetabolik anaerob
(Huddak & Gallo,1996).

g. Sistem urinari
Oliguria, azotemia atau trombosis vena renalis bisa menyebabkan gagal
ginjal (Sabiston, 1994).

h. Sistem neurologi
Kaji perubahan tingkah laku dan sensori yang dapat berhubungan
dengan penggunaan alkohol atau indikasi hipoksia yang disertai syok
(Donna D, 1995)

i. Sistem integumen

Membran mukosa kering, kulit dingin dan lembab, sianosis yang dapat
mencerminkan dehidrasi ringan sampai sedang akibat muntah atau
sindrom kebocoran kapiler.

Perubahan warna keunguan pada panggul (tanda turney grey) atau pada
area periumbilikus (tanda cullen) terjadi pada nekrosis hemoragik yang
luas (Sandra M, 2001).

MASALAH KEPERAWATAN

a. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi


b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan mual muntah
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan diaphoresis, mual, muntah
d. Pola pernafasan yang tidak efektif berhubungan imobilisasi akibat rasa
nyeri yang hebat, infiltrat pulmoner, efusi pleura dan atelektasis
e. Resiko infeksi berhubungan dengan imobilisasi, proses inflamasi,
akumulasi cairan
f. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
permanen.
Daftar Pustaka

Davey, P., 2006, At A Glance: Medicine, Penerbit Erlangga, Jakarta


McPhee, S.J., 2011, Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran Klinis,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta


Mitchell, R.N., et al., 2006, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta


Nurman, A., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, ed. IV, Balai Penerbit

FKUI, Jakarta
Price, S.A., & Wilson, L.M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai