Anda di halaman 1dari 13

Contoh Kasus yang ditangan Peradilan Umum

1.Pembunuhan merupakan salah satu tindak pidana yang merugikan seseorang, karena
menghilangkan nyawa seseorang dengan sengaja atau terencana. Kasus pembunuhan
merupakan salah satu contoh kasus yang diselesaikan oleh peradilan umum. Seperti
contoh kasus berikut ini.:
Hari ini persidangan terhadap John Kei kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. John Kei adalah terdakwa kasus pembunuhan. Dia diduga menjadi otak
pembunuhan mantan bos PT Sanex Steel Tan Hari Tantono alias Ayung.
Pada Selasa (25/9/2012) lalu sidang harus ditunda karena ketidakhadiran tiga saksi
lainnya dari pihak jaksa penuntut umum (JPU). Pada persidangan sebelumnya, saksi Sait
Tetlageni memberikan keterangan terkait hubungan John Kei dengan korban Ayung
yang menurutnya memburuk sejak Oktober 2011. Namun, hal tersebut dibantah oleh
kuasa hukum John Kei, Taufik Chandra. Taufik mengatakan, sebagian besar keterangan
saksi Sait Tetlageni bohong.
"Semenjak Oktober 2011 menurut saksi hubungan John Kei dan Ayung memburuk, tapi
kemudian diakui lagi olehnya pada Desember 2011 Ayung masih mengirimkan besi
untuk membantu pembangunan rumah John Kei," ujarnya.
Sementara itu, kondisi di depan dan di sekitar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dijaga
ketat polisi demi mengantisipasi keributan yang sempat terjadi pada persidangan
minggu lalu.
"Pengamanan sidang akan berjalan seperti sidang minggu lalu, kami siagakan 400
personel gabungan dari Polda Metro Jaya, Polrestro Jakarta Pusat, dan Polsektro
Gambir," ujar Kapolsektro Gambir Ajun Komisaris Besar Tatan Dirsan.
Seperti diberitakan Kompas.com sebelumnya, John Kei didakwa sebagai otak
pembunuhan mantan bos PT Sanex Steel Tan Hari Tantono alias Ayung pada 26 Januari
2012. Pada persidangan sebelumnya, JPU mendakwa John Kei dengan dakwaan primer
Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 (Ayat 1) poin 1, Pasal 56 (Ayat 2) KUHP dengan ancaman
hukuman mati, serta pasal subsider, yaitu Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman
pidana seberat-beratnya 15 tahun penjara.”

Fungsi peradilan umum :


1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pembinaan tenaga teknis,
pembinaan administrasi peradilan, pranata dan tata laksana perkara dari
lingkungan Peradilan Umum pada Mahkamah Agung dan Pengadilan di
lingkungan Peradilan Umum.
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan tenaga teknis, pembinaan
administrasi peradilan, pranata dan tata laksana perkara dari lingkungan
Peradilan Umum pada Mahkamah Agung dan Pengadilan di lingkungan
Peradilan Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3. Perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur di bidang pembinaan
tenaga teknis, pembinaan administrasi peradilan, pranata dan tata laksana
perkara dari lingkungan Peradilan Umum pada Mahkamah Agung dan
pengadilan di semua lingkungan Peradilan Umum.
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi.
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal
Peradilan Agama

Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat
pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur
dalam Undang-Undang. Peradilan Agama juga adalah salah satu diantara 3 Peradilan
Khusus di Indonesia. Dikatakan Peradilan Khusus karena Peradilan Agama mengadili
perkara-perkara perdata tertentu dan mengenai golongan rakyat tertentu. Dalam
struktur 0rganisasi Peradilan Agama, ada Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi
Agama yang secara langsung bersentuhan dengan penyelesaian perkara di tingkat
pertama dan banding sebagai manifestasi dari fungsi kekuasaan kehakiman. Kekuasaan
kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan
Pengadilan Tinggi Agama.

Fungsi Peradilan Agama :


1. Melakukan pembinaan terhadap pejabat strykturan dan fungsional dan pegawai
lainnya baik menyangkut administrasi, teknis, yustisial maupun administrasi
umum
2. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim dan
pegawai lainnya (pasal 53 ayat 1 dan 2, UU No.3 Tahun 2006)
3. Menyelenggarakan sebagian kekuasaan negara dibidang kehakiman

wewenang peradilan agama

1. Mengadili perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama dalam


tingkat banding.
2. Mengadili perkara di tingkat pertama dan terakhir sengketa
kewenangan mengadili antarpengadilan agama di daerah hukumnya.
3. Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum
Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta.
Contoh masalah Peradilan Agama

Menteri Agama Prihatin Angka Perceraian Meningkat Setiap Tahun


Palu, Gatra.com - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengaku sangat prihatin dengan
angka perceraian yang terus meningkat setiap tahunnya, karena telah terjadi pergeseran luar
biasa, terkait dengan substansi dan kesakralan perkawinan yang dianut semua agama.

“Sebagian generasi saat ini menganggap perceraian itu bukan semata karena ketidakcocokan
antara suami isti, tetapi karena sesuatu yang bisa direncanakan. Mereka sebelum nikah, sudah
saling bersepakat, antara pasangan laki-laki dan perempuan. Kalau kita nikah dua tahun saja,
atau tiga tahun saja, setelah itu kita cerai,” kata Menag saat menghadiri peresmian pelayanan
terpadu satu pintu (PTSP) dan tujuh kantor urusan agama (KUA) se Sulawesi Tengah (Sulteng)
dikutip Antara, di Palu, Senin (17/9).

Menag menjelaskan, telah terjadi pergeseran nilai, dimana semakin banyak angka kawin-cerai,
semakin berubah status sosial dilingkungan masyarakat. Telah terjadi degradasi atau penurunan
pemaknaan akan pernikahan itu.

“Semua agama meyakini, bahwa pernikahan itu adalah peristiwa sakral, tidak hanya perjanjian
antara kita sesama umat manusia yang berbeda jenis kelamin, tetapi perjanjian yang disaksikan
atas nama Tuhan. Dan semua agama sangat memuliakan pernikahan,” katanya.
Lukman mengatakan, hampir semua orang tidak mendapatkan pendidikan yang terstruktur,
sistematis dan terencana, bagaimana cara menjadi orang tua yang baik itu serta seperti apa
hubungan relasi suami istri yang harus dilakukan.

“Itulah kenapa sejak dua tahun lalu, kita serius membenahi pendidikan pra nikah, dan kita sudah
mengeluarkan tiga modul dan akan terus kembangkan,” katanya.

Menag menegaskan pendidikan bagi orang tua jauh lebih penting, karena hanya dengan orang
tua yang baik saja, akan melahirkan anak-anak yang berkualitas.

“Padahal selama ini banyak masyarakat tidak mendapatkan pendidikan sebagai orang tua, karena
menjadi orang tua itu sangat susah. Sebelum generasi muda kita menjadi ayah dan ibu nantinya,
mereka harus diberikan wawasan yang baik, agar angka perceraian dan kekerasana rumah tangga
tidak semakin meningkat,” katanya.

Berdasarkan data dari Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, tingkat perceraian
keluarga Indonesia dari waktu ke waktu semakin meningkat. Data perceraian tahun 2016
misalnya, angka perceraian mencapai 19,9% dari 1,8 juta peristiwa. Sementara data 2017,
angkanya mencapai 18,8% dari 1,9 juta peristiwa.

Meski tidak bisa dikorelasikan secara langsung antara jumlah nikah dengan jumlah cerai karena
disparitas waktu pada tahun yang sama, tetapi dapat dijadikan perbandingan kasar untuk menguji
ketahanan keluarga Indonesia.

Jika merujuk data 2017, maka ada lebih 357 ribu pasang keluarga yang bercerai tahun itu.
Jumlah yang tidak bisa terbilang sedikit. Dari jumlah itu bisa dipastikan menyimpan masalah
sosial yang tinggi. Apalagi terpapar bukti bahwa perceraian terjadi lebih banyak pada usia
perkawinan di bawah 5 tahun.

Perceraian yang terjadi dibawah 5 tahun usia perkawinan jelas memiliki kerentanan masalah
yang cukup serius.

Pertama, hampir bisa dipastikan keluarga tersebut memiliki anak Balita yang masih sangat
membutuhkan perhatian dan dukungan ekonomi keluarga.

Kedua, perceraian jelas berdampak secara psikologis bagi anggota keluarga, sehingga pasangan
dalam menghadapi masalah rentan menimbulkan masalah sosial baru.

Ketiga, munculnya problem kemiskinan baru mengingat masyarakat Indonesia menganut sistem
sosial paternalistik, yaitu ketergantungan keluarga (isteri) kepada laki-laki (suami).
PERADILAN MILITER
CONTOH KASUS PERADILAN MILITER

Tiga anggota Korps Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat pelaku
penyerangan dan pembunuhan tahanan di LP Sleman, dijatuhi hukuman penjara dan
dipecat dari militer.

YOGYAKARTA — Para pelaku penyerangan dan pembunuhan tahanan di LP Sleman, Serda


Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu Kodik, anggota Kopassus Grup 2
Kandang Menjangan Kartasura, masing-masing dihukum penjara 11 tahun, 8 tahun, dan 6 tahun
dan dipecat dari dinas militer.

Majelis hakim yang dipimpin Letkol ChK Djoko Sasmito dalam sidang hari Kamis, 5 September
di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta meyakini bahwa para terdakwa telah melakukan
pembunuhan berencana.

Dalam pembacaan keputusan hakim setebal 449 halaman, Hakim Djoko Sasmito memaparkan
fakta bahwa para pelaku berembug, membawa senjata, melakukan perjalanan dari hutan Gunung
Lawu, mencari korban di berbagai tempat di Yogyakarta, dan kemudian melakukan penyerangan
ke LP Sleman dengan pembagian tugas bagi para pelaku yang seluruhnya berjumlah 12 orang.
“Menyatakan para terdakwa tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah
melakukan tindak pidana, kesatu secara bersama-sama melakukan pembunuhan berencana dan
kedua, militer yang dengan sengaja tidak mentaati perintah dinas, yang dilakukan oleh dua orang
atau lebih secara bersama-sama. Sebagaimana diatur dan diancam dalam pasar 340 KUHP junto
pasal 55 ayat 1 KUHP dan pasal 103 ayat 1 junto ayat 3 KUHP M,” kata Djoko Sasmito.

Sejumlah anggota berbagai ormas berdemo menuntut anggota Kopassus dibebaskan dalam
sidang di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta (VOA/Nurhadi)

Sementara itu, seusai persidangan, Ketua Tim Penasihat Hukum anggota Kopassus, Kolonel
Rochmad mengatakan, unsur pembunuhan berencana tidak dapat dibuktikan.

“Sesuai dengan apa yang sudah kita sampaikan dalam materi pembelaan, bahwa unsur
perencanaan tidak ada sama sekali," kata Kolonel Rochmad.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Menejer Nasution kepada VOA memberikan
apresiasi terhadap keputusan hakim. Menurutnya, majelis hakim sudah bertindak independen.
Namun, lanjut Menejer, jika unsur pembunuhan berencana terpenuhi semestinya hukumannya
lebih tinggi dari vonis 11, 8 dan 6 tahun tersebut.

“Hanya memang, kalau misalnya kita melihat di pasal 340 KUHP, kalau pembunuhan berencana
itu kan mestinya hukumannya itu kan pidana mati, atau seumur hidup atau 20 tahun, kan? Kalau
misalnya unsur pembunuhan berencana terpenuhi. Nah, catatan awal kita memang ini tidak
matching antara hakim berhasil membuktikan bahwa ini pembunuhan berencana tetapi kemudian
divonis (dengan hukuman) yang tidak matching dengan pasal 340 itu,” jelas Menejer Nasution.

Seperti diberitakan 12 anggota Kopassus Kandang Menjangan Kartasura telah menyerang dan
membunuh empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Sleman, pada 23 Maret 2013 lalu.
Keempat tahanan itu adalah Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, Adrianus Candra Galaga,
Yohanes Juan Mambait, dan Gameliel Yermiayanto Rohi Riwu. Keempatnya ditahan karena
membunuh anggota Kopassus, Sertu Heru Santoso, di sebuah cafe di Yogyakarta beberapa hari
sebelumnya.

Seusai mendengar keputusan majelis hakim, tiga anggota Kopassus beserta tim penasehat hukum
langsung menyatakan banding. Saat keluar meninggalkan gedung pengadilan, para terdakwa ini
dielu-elukan sekitar 500 massa anggota berbagai organisasi kemasyarakatan. Serda Ucok Tigor
Simbolon bahkan sempat menyampaikan orasi pendek di depan massa yang mendukungnya.
Peradilan Tata Usaha Negara.
Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung
yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap
sengketa Tata Usaha Negara.
Fungsi peradilan tata usaha negara
1. Melakukan Pembinaan Pejabat Struktural dan Fungsional Serta Pegawai Lainnya,
Baik Menyangkut Administrasi, Tekhnis, Yustisial Maupun Administrasi Umum.
2. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim dan
pegawai lainnya.
3. Menyelenggarakan sebagian kekuasaan negara dibidang kehakiman.
Pengadilan tata usaha negara memiliki tugas, yaitu sebagai berikut.

1. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat


pertama (di pengadilan tata usaha negara);
2. Memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara di tingkat banding (di
pengadilan tinggi tata usaha negara);
3. Memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
mengadili antarpengadilan tata usaha negara di dalam daerah hukumnya.

Masalah-masalah yang menjadi jangkauan pengadilan tata usaha negara


meliputi:

(1) bidang HAM, yaitu gugatan atau permohonan yang berkaitan dengan
pencabutan hak milik seseorang, penangkapan, dan penahanan yang tidak sesuai
dengan prosedur hukum (sebagaimana diatur dalam KUHAP) mengenai
praperadilan;

(2) bidang function publique, yaitu gugatan atau permohonan yang berhubungan
dengan status atau kedudukan seseorang, misalnya, bidang kepegawaian,
pemecatan, dan pemberhentian hubungan kerja;

(3) bidang sosial, yaitu gugatan/permohonan terhadap keputusan administrasi


tentang penolakan permohonan atau permohonan suatu izin;

(4) bidang ekonomi, yaitu gugatan atau permohonan yang berkaitan dengan
perpajakan, merek, agraria, dan sebagainya.
Gejolak Belum Usai! Pimpinan KPK Digugat ke PTUN
Jakarta - Gejolak internal KPK belum usai. Pimpinan KPK digugat oleh pejabat
struktural ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Dilihat detikcom dari situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara PTUN Jakarta,
Selasa (18/9/2018), gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara
213/G/2018/PTUN.JKT yang didaftarkan pada Senin, 17 September 2018.
Para penggugat ialah:
1. Sujanarko (Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antarkomisi dan Instansi KPK)
2. Hotman Tambunan (Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal pada Pusat
Edukasi Antikorupsi KPK)
3. Dian Novianthi (Koordinator Pusat Edukasi Antikorupsi KPK)

Sementara, pihak tergugat ialah pimpinan KPK. Adapun gugatannya ialah:

1. Memerintahkan kepada Tergugat untuk menunda pelaksanaan:

2. Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: 1445 Tahun 2018


tanggal 24 Agustus 2018 yang berisi Pengangkatan Direktur Pembinaan Jaringan
Kerja Antar Komisi Dan Instansi Pada Komisi Pemberantasan Korupsi;

3.Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: 1448 Tahun 2018


tanggal 24 Agustus 2018 Tentang Pengangkatan Pejabat Struktural Setingkat
Eselon III Pada Komisi Pemberantasan Korupsi;

4 Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: 1447 Tahun 2018


tanggal 24 Agustus 2018 Tentang Pengangkatan Koordinator Pusat Edukasi Anti
Korupsi Pada Komisi Pemberantasan Korupsi;

5. Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang memberhentikan


dan mengangkat 12 orang pejabat KPK pada jabatan baru berdasarkan Keputusan
Pimpinan KPK No. 1442 Tahun 2018; Keputusan Pimpinan KPK No. 1443 Tahun
2018;
Keputusan Pimpinan KPK No. 1444 Tahun 2018; Keputusan Pimpinan KPK No.
1445 Tahun 2018; Keputusan Pimpinan KPK No. 1446 Tahun 2018;

6.Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: 1426 Tahun 2018


tanggal 20 Agustus 2018 tentang Tata Cara Mutasi Di Lingkungan Komisi
Pemberantasan Korupsi;

Dalam pokok perkara:

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat seluruhnya;

2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan


Korupsi Nomor: 1445 Tahun 2018 tanggal 24 Agustus 2018, Keputusan Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: 1448 Tahun 2018 tanggal 24 Agustus
2018, dan Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: 1447
Tahun 2018 tanggal 24 Agustus 2018;

3. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan


Korupsi yang memberhentikan dan mengangkat 13 orang pejabat KPK pada
jabatan baru berdasarkan Keputusan Pimpinan KPK No. 1442 Tahun 2018,
Keputusan Pimpinan KPK No. 1443 Tahun 2018, Keputusan Pimpinan KPK No.
1444 Tahun 2018, Keputusan Pimpinan KPK No. 1445 Tahun 2018, Keputusan
Pimpinan KPK No. 1446 Tahun 2018;

4. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan


Korupsi Nomor: 1426 Tahun 2018 tanggal 20 Agustus 2018 tentang Tata Cara
Mutasi Di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi;

5. Memerintahkan Tergugat untuk memulihkan dan mengembalikan tugas,


kewenangan, hak dan kewajiban Para Penggugat pada posisi jabatan terakhir
sebelum dirotasi oleh Tergugat;

6. Menghukum Tegugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam


perkara ini;

Anda mungkin juga menyukai