Anda di halaman 1dari 18

A.

Definisi Myoma Uteri


Mioma uteri adalah tumor yang paling umum pada traktus genitalis
(Derek Llewellyn- Jones, 2014).
Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya (www.
Infomedika. htm, 2014).
Mioma uteri terbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos
jaringan fibrosus, sehingga mioma uteri dapat berkonsisten padat jika jaringan
ikatnya dominan dan berkonsentrasi lunak jika otot rahim yang dominan.
Mioma uteri biasa juga disebut leiomioma uteri, fibroma uteri,
fibroleiomioma, mioma fibroid atau mioma simpel. Mioma terdiri atas
serabut- serabut otot polos yang diselingi dengan jaringan ikat dan dikelilingi
kapsul yang tipis. Tumor ini dapat berasal dari setiap bagian duktus muller,
tetapi paling sering terjadi pada miomatreium. Disini beberapa tumor dapat
timbul secara serentak. Ukuran tumor dapat bervariasi dari sebesar kacang
polong sampai sebasar bola kaki. Degenarasi ganas mioma uteri, ditandai
dengan terjadinya perlunakan serta warna yang keabu- abuan, terutama jika
mioma tumbuh dengan cepat atau ditemukan pada pot menopause. Adanya
bagian nekrotik, lunak dan perdarahan pada potongan mioma perlu diwaspadai
adanya proses ganas. Bila berasal dari miometrium, maka dinding uterus
menebal, sehingga terjadi pembesaran uterus.
B. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan
diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma
merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik
dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas
kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik,
adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
1. Estrogen.
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan
pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang
tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik
dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia
endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan
anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B
hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen
kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada
jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang
lebih banyak daripada miometrium normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu:
mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor
estrogen pada tumor.
3. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL,
terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat
dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi
sinergistik antara HPL dan Estrogen.

Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang


diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :

1. Umur :
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini
paling sering memberikan gejala klinis antara 35 – 45 tahun.
2. Paritas :
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif
infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas
menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang
menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik :
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka
kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini
tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.

4. Fungsi ovarium :
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke,
berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.
Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi
hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh
estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti
peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal
dan insulin-like growth factor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson
dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh
estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan
mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih
kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang
bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada
itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan
setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.
C. Simtomatologi
Gejala tergantung pada besar dan posisi mioma. Kebanyakan mioma
kecil dan beberapa yang besar tidak menimbulkan gejala dan hanya terdeteksi
pada pemeriksaan rutin. Jika mioma terletak subendometrium, mungkin
disertai minoragia. Jika perdarahan yang hebat menetap, pasien mungkin
mengalami anemia. Ketika uterus berkontraksi, dapat timbul nyeri kram.
Mioma subendometrium yang bertangkai dapat menyebabkan perdarahan
persisten dari uterus.
Dimanapun posisinya didalam uterus, mioma besar dapat
menyebabkan gejala penekanan pada panggul, disuria dan sering kencing serta
konstipasi atau nyeri punggung jika uterus yang membesar menekan rectum.
Mioma servic dapat menyebabkan nyeri panggul dan kesulitan melakukan
hubungan seksual. Mioma fibrosa dapat tidak menunjukan gejala/
menyebabkan perdarahan vagina abnormal. Gejala lain akibat tekanan pada
organ – organ sekitarnya mencakup nyeri, sakit kepala, konstipasi dan
masalah – masalah perkemihan. Menorrhagi dan metroragi terjadi karena
fibroid (dapat merusak lapisan uterus).
D. Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.
1. Lokasi
Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan
infeksi. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan
traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan
seringkali tanpa gejala.
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi
menjadi tiga jenis yaitu :
a. Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai
tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan
uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di
dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter.
Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu
massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di
sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari
tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus,
sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang
bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis
parasitik.
b. Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel
apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan
berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang
berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah
perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma
subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam
otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan
otot rahim dominan).
c. Mioma Uteri Submukosa
Terletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun
tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis,
dan pada keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini
memperluas permukaan ruangan rahim.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang
lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri
subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi
sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada
jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan
perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga
sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
Atropi : setelah menopause dan rangsangan estrogen
menghilang. Degenerasi hialin (merupakan perubahan degeneratif
yang paling umum ditemukan):
1. Jaringan ikat bertambah
2. Berwarna putih dan keras
3. Disebut “mioma durum”
Degenerasi kistik:
1. Bagian tengah dengan degenerasi hialin mencair
2. Menjadi poket kistik
Degenerasi membatu (calcareous degeneration) :
1. Terdapat timbunan kalsium pada mioma uteri.
2. Padat dan keras
3. Berwarna putih
Red degeneration (carneous degeneration) :
1. Terjadi paling sering pada masa kehamilan.
2. Estrogen merangsang tumbuh kembang mioma.
3. Aliran darah tidak seimbang (edema sekitar tungkai dan tekanan
hamil).
4. Terjadi kekurangan darah menimbulkan nekrosis, pembentukan
trombus, bendungan darah dalam mioma, warna merah
(hemosiderosis/hemofusin).
5. Proses ini biasanya disertai nyeri, tetapi dapat hilang sendiri.
Komplikasi lain yang jarang ditemukan meliputi: kelahiran
preterm, ruptur tumor dengan perdarahan peritoneal, shock dan
bahkan mencetuskan DIC.
Degenerasi Mukoid :
Daerah hyaline digantikan oleh bahan gelatinosa yang lembut.
Biasanya terjadi pada tumor yang besar, dengan aliran arterial yang
terganggu.
Degenerasi Lemak:
Lemak ditemukan di dalam serat otot polos.
Degenerasi sarkomatous (transformasi maligna)
Terjadi pada kurang dari 1% mioma. Kontroversi yang ada saat
ini adalah apakah hal ini mewakili sebuah perubahan degeneratif
ataukah sebuah neoplasma spontan. Leiomyosarkoma merupakan
sebuah tumor ganas yang jarang terdiri dari sel-sel yang mempunyai
diferensiasi otot polos.
E. Gambaran Klinik
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan
apa-apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam
uterus. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi :
1. Besarnya mioma uteri.
2. Lokalisasi mioma uteri.
3. Perubahan-perubahan pada mioma uteri.
Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35 % – 50% dari pasien yang terkena.
Adapun gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri:
a. Perdarahan abnormal, merupakan gejala klinik yang sering ditemukan
(30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa: menoragi, metroragi,
dan hipermenorrhea. Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe.
Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya area
permukaaan dari endometrium yang menyebabkan gangguan kontraksi
otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah di sekitarnya dan
ulserasi dari lapisan endometrium.
b. Penekanan rahim yang membesar :
1. Terasa berat di abdomen bagian bawah.
2. Gejala traktus urinarius: urine frequency, retensi urine, obstruksi
ureter dan hidronefrosis.
3. Gejala intestinal: konstipasi dan obstruksi intestinal.
4. Terasa nyeri karena tertekannya saraf.
c. Nyeri, dapat disebabkan oleh :
1. Penekanan saraf.
2. Torsi bertangkai.
3. Submukosa mioma terlahir.
4. Infeksi pada mioma.
d. Infertilitas, akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di
cornu. Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat
menghalangi implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan
kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa.
e. Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan
edema ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.
f. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan.
Penanganan berdasarkan pada kemungkinan adanya keganasan,
kemungkinan torsi dan abdomen akut dan kemungkinan menimbulkan
komplikasi obstetrik, maka :

1. Tumor ovarium dalam kehamilan yang lebih besar dari telur angsa harus
dikeluarkan.
2. Waktu yang tepat untuk operasi adalah kehamilan 16 – 20 minggu.
3. Operasi yang dilakukan pada umur kahamilan dibawah 20 minggu harus
diberikan substitusi progesteron :
a. Beberapa hari sebelum operasi.
b. Beberapa hari setelah operasi, sebab ditakutkan korpus luteum
terangkat bersama tumor yang dapat menyebabkan abortus.
4. Operasi darurat apabila terjadi torsi dan aboment akut.
5. Bila tumor agak besar dan lokasinya agak bawah akan menghalangi
persalinan, penanganan yang dilakukan :
a. Coba reposisi, kalau perlu dalam narkosa.
b. Bila tidak bisa persalinan diselesaikan dengan sectio cesarea dan
jangan lupa, tumor sekaligus diangkat.
F. Komplikasi
1) Perdarahan sampai terjadi anemia.
2) Torsi tangkai mioma dari :
a) Mioma uteri subserosa.
b) Mioma uteri submukosa.
3) Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4) Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
a). Pengaruh mioma terhadap kehamilan.
1. Infertilitas.
2. Abortus.
3. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
4. Inersia uteri.
5. Gangguan jalan persalinan.
6. Perdarahan post partum.
7. Retensi plasenta.
b). Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
1. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
2. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.
G. Pemeriksaan penunjang
a. USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometriium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga
dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua
pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik
USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak
dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
b. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola
gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga
bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk
tak teratur.
c. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
d. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
e. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
f. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi
hati, ureum, kreatinin darah.
g. Tes kehamilan.
I. Penanganan
Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan
secara konservatif dan penanganan secara operatif.
1. Penanganan konservatif sebagai berikut :
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b. Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
c. Pemberian zat besi.
d. Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi
gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa
yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Terapi agonis
GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena
memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah
selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi
darah. Namun obat ini menimbulkan kahilangan masa tulang
meningkat dan osteoporosis pada wanita tersebut.
e. Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai
efek terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat
dengan pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin
2. Penanganan operatif, bila :
a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
b. Pertumbuhan tumor cepat.
c. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
e. Hipermenorea pada mioma submukosa.
f. Penekanan pada organ sekitarnya.
Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :
a. Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih
menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan
fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi
pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada
kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus,
juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi
pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit
dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau
sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus
dilahirkan dengan seksio sesarea.
Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians
Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut :
1. Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
2. Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
3. Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan
kehamilan dan keguguran yang berulang.
b. Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada
penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah
bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut:
1. Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat
teraba dari luar dan dikeluhkan olah pasien.
2. Perdarahan uterus berlebihan :
3. Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang
selama lebih dari 8 hari.
4. Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
5. Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
a. Nyeri hebat dan akut.
b. Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang
kronis.
c. Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang
dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih.
c. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi
kemungkinan dapat hamil sekitar 30 – 50%. Dan perlu disadari oleh
penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan
histerektomi.
Lama perawatan :
c. 1 hari pasca diagnosa keperawatan.
d. 7 hari pasca histerektomi/ miomektomi.
Masa pemulihan :
e. 2 minggu pasca diagnosa perawatan.
f. 6 minggu pasca histerektomi/ miomektomi.
Penanganan Radioterapi
a. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad
risk patient).
b. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
c. Bukan jenis submukosa.
d. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
e. Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan
menopause.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN MIOMA UTERI
1. Pengkajian.
Data subjektif :
a. Pasien mengeluh nyeri saat menstruasi.
b. Pasien mengatakan ada perdarahan abnormal.
c. Pasien merasa penuh pada perut bagian kanan bawah.
d. Pasien mengeluh adanya perubahan pola BAK dan BAB.
e. Pasien merasa haidnya tidak teratur.
Data objektif :
a. Ada benjolan pada perut bagian bawah yang padat, kenyal, permukaan
tumor rata serta adanya pergerakan tumor.
b. Pemeriksaan ginekologi dengan pemeriksaan bimanual di dapat tumor
menyatu dengan rahim atau mengisi kavum douglas.
c. Infertilitas atau abortus.
2. Diagnosa.
a. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya penekanan syaraf.
b. Resiko terjadi anemi berhubungan dengan perdarahan abnormal yang
ditandai dengan perdarahan pervagina berlebihan, pasien lemah, sklera
pucat.
c. Gangguan pola eliminasi; disuria berhubungan dengan pembesaran uterus
yang menekan vesika urinaria.
d. Gangguan pola eliminasi; konstipasi berhubungan dengan pembesaran
uterus yang menekan rektum.
e. Resiko terjadinya infertilitas berhubungan dengan penutupan saluran
indung telur.
f. Resiko terjadinya abortus berhubungan dengan adanya distorsi rongga
uterus.
3. Intervensi
1. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Gunakan teknik
berhubungan tindakan keperawatan komunikasi
dengan tindakan selama 1x24 jam, terapeutik untuk
pembedahan diharapkan skala nyeri mengetahui
berkurang dengan kriteria pengalaman nyeri
hasil : pasien
a. Mampu mengontrol 2. Lakukan pengkajian
nyeri nyeri secara
b. Melaporkan bahwa komprehensif
nyeri berkurang meliputi lokasi,
c. Menyatakan rasa karakteristik, durasi,
nyaman setelah nyeri frekuensi, kualitas
berkurang dan faktor
d. TTV dalam batas presipitasi
normal (TD : 120- 3. Observasi reaksi
140/60-80 mmHg, N : non verbal dari
60-100, RR : 16-24 ketidak nyamanan
x/menit, T : 36,5- 4. Kontrol lingkungan
37,5°C) yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
5. Tingkatkan istirahat
6. Ajarkan terapi non
farmakologis seperti
teknik distraksi dan
relaksasi
7. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian analgesik
8. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala
2 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Anjurkan pasien
integritas kulit tindakan keperawatan menggunakan
berhubungan selama 2x24 jam pakaian yang
dengan luka post diharapkan tidak terjadi longgar
pembedahan kerusakan integritas kulit 2. Jaga kebersihan
dengan kriteria hasil : kulit agar tetap
a. Integritas kulit yang bersih dan kering
baik bisa 3. Mobilisasi pasien
dipertahankan 4. Monitor kulit akan
b. Tidak ada luka/lesi adanhya kemerahan
pada kulit 5. Oleskan lotion /
c. Perfusi jaringan baik baby oil pada daerah
d. Mampu melindungi yang tertekan
kulit dan 6. Monitor status
mempertahankan nutrien pasien
kelembapan kulit dan
perawatan alami
Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Bersihkan
berhubungan tindakan keperawatan lingkungan setelah
dengan nekrosis selama 3x24 jam dipakai pasien lain.
jaringan diharapkan tidak ada 2. Gunakan sabun
tanda-tanda infeksi. antimikroba untuk
Dengan kriteria hasil : cuci tangan
a. Klien bebas dari tanda 3. Cuci tangan setiap
dan gejala infeksi. sebelum dan sesudah
b. Klien menunjukkan tindakan
kemampuan untuk keperawatan
mencegah timbulnya 4. Gunakan baju,
infeksi. sarung tangan
c. Jumlah leukosit alam sebagai alat
batas normal pelindung
5. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan local
6. Monitor granulosit
dan WBC
7. Pertahankan teknik
asepsis pada pasien
yang beresiko
8. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
9. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
Gangguan
7 citra Setelah dilakukan 1. Kaji secara verbal
. tubuh berhubungan tindakan keperawatan dan nonverbal
dengan perubahan selama 2x24 jam respon pasien
pada bentuk tubuh diharapkan pasien terhadap tubuhnya
karena proses menerima perubahan 2. Monitor frekuensi
peyakit tubuh dengan kriteria mengkritik dirinya
hasil : 3. Jelaskan tentang
a. Body image positif pengobatan,
b. Mampu perawatan, kemajuan
mengidentifikasi dan prognosis
kekuatan personal penyakit
c. Mendiskripsikan 4. Dorong pasien
secara faktual mengungkapkan
perubahan fungsi perasaannya
tubuh 5. Fasilitasi kontak
d. Mempertahan dengan individu lain
interaksi sosial dalam kelompok
kecil
Defisiensi
8 Setelah dilakukan 1. Gambarkan proses
. pengetahuan tindakan keperawatan penyakit, dengan
berhubungan selama 1 x 24 jam cara yang tepat
dengan kurangnya diharapkan pasien dan 2. Gambarkan tanda
informasi keluarga menunjukkan dan gejala yang biasa
pemahaman tentang muncul pada
kondisi dan perawatan penyakit, dengan
dengan kriteria hasil : cara yang tepat
a. Menunjukkan 3. Identifikasi
pemahaman tentang kemungkinan
kondisi dan penyebab, dengan
perawatan cara yang tepat
b. Mengembangkan 4. Sediakan
rencana untuk informasipada pasien
perawatan diri, tentang kondisi,
termasuk modifikasi dengan cara yang
gaya hidup yang tepat
konsisten dengan 5. Diskusikan
mobilitas atau perubahan gaya
pembatasan aktivitas. hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan
penyakit
6. Diskusikan pilihan
terapi dan
penanganan
7. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan
cara yang tepat
Ansietas
9 Setelah dilakukan 1. Gunakan
. berhubungan tindakan keperawatan pendekatan yang
dengan perubahan selama 2 jam diharapkan menenangkan
gambaran utuh kecemasan menurun 2. Jelaskan semua
dengan kriteria hasil : prosedur dan apa
a. Pasien mampu yang dirasakan
mengidentifikasi dan selama prosedur
mengungkapkan 3. Pahami perspektif
gejala cemas pasien terhadap
b. Vital sign dalam situasi stres
batas normal 4. Temani pasien
c. Postur tubuh, untuk memberikan
ekspresi wajah, keamanan dan
bahasa tubuh dan mengurangi takut
tingkat aktivitas 5. Dengarkan dengan
menunjukkan penuh perhatian
berkurangnya 6. Identifikasi tingkat
kecemasan kecemasan
7. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
8. Kolaborasi dalam
pemberian obat
untuk mengurangi
kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2012. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. EGC

Carpenito, L.J. 2005. Nursing Diagnosis : Application to Clinical Practice.Edisi


VIII, Philadelphia, Lippincot Company, USA

Doenges, M.E. dan Moorhouse, M.F. 2007. Rencana Perawatan Maternal/Bayi :


Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, Edisi II,
EGC, Jakarta.

Gordon et.al,2001,Nursing Diagnoses : Definition and Clasification 2001-


2008,Philadelphia,USA.

Hacker Moore. 2005. Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai