Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENGENALAN ALAT

1.1 Stereoskop Saku


Dari beraneka stereoskop yang digunakan hingga sekarang, stereoskop
lensa atau stereoskop saku adalah yang paling sering digunakan karena
harganya murah, mudah dibawa, cara kerja dan pemeliharaannya
sederhana. Sebagian besar stereoskop lensa mempunyai spesifikasi yang
sama yaitu : (1) sistem lensa yang fokusnya tertentu yaitu dengan
pasangan stereo pada suatu fokus, (2) jarak lensa dapat disesuaikan
terhadap jarak pupil mata, dan, (3) dapat dilipat serta dimasukkan ke
dalam saku sehingga ia sering disebut stereoskop saku. Perbesarannya
sekitar dua hingga empat kali.
Ada lima contoh dari stereoskop ini. Yang pertama adalah yang paling
sederhana buatan Abrams. Perbesarannya dua kali. Karena sederhana,
harganya murah dan ketersediaannya juga lebih mudah. Meskipun
sederhana, jarak lensa dapat diatur sesuai dengan jarak mata pengamatnya,
yaitu antara 45 mm hingga 75 mm (Lillesand dan Kiefer, 1979).

Yang kedua, juga buatan Abrams, tapi perbesarannya sebesar dua kali
dan empat kali. Untuk perbesaran empat kali perlu ditambah lensa
pelengkap dan kaki stereoskopnya direndahkan untuk mengatur fokusnya.
Yang ketiga, stereoskop lensa yang dilengkapi dengan
‘stereomicrometer’ yang dipasang pada stereoskop itu. Stereoskop ini

1
diletakkan pada papan sekaligus sebagai kotak pembungkusnya.
Stereoskop ini disebut ‘Taschenmesstereoscope’. Ia dikembangkan untuk
pekerja medan bagi geologiwan, pakar dan peneliti kehutanan, dan pakar
bidang lain.

Keterbatasan utama stereoskop lensa ini adalah foto udara yang


diamati harus diletakkan sangat berdekatan agar letaknya di bawah lensa
saling menutupi di bawah stereoskop. Karena itu maka pengamat tidak
dapat mengamati seluruh daerah stereoskopik pada foto udara 240 mm
tanpa mengangkat salah satu foto udara tersebut.
Contoh stereoskop lensa yang terakhir ialah stereoskop lensa/prisma
tunggal. Foto stereo dipasang pada dua lembaran penyangga. Stereoskop-
nya dipasang pada sebuah pemegangnya. Stereoskop ini dapat digerakkan
sepanjang batang itu sehingga seluruh daerah pertampalan foto dapat
diamati secara stereoskopik. Pengamat melihat satu foto dengan lensa,
sedang foto lainnya diamati melalui sebuah lensa dan sebuah prisma.

1.2 Stereoskop Cermin


Stereoskop cermin dirancang untuk pengamatan stereoskopik bagi
pasangan foto stereo berukuran baku yang daerah pertampalannya luas
yaitu 60 % atau lebih. Jarak stereonya, jarak antara satu objek yang
teragambar pada pasangan foto stereo bila foto stereo itu dipasang di
bawah pengamatan stereoskopik, dibuat jauh lebih besar dari jarak pupil

2
mata, yaitu pada umumnya sejauh 25 cm sehingga dapat dihindarkan
kendala tumpang tindih yang sering dialami pada pengamatan citra dengan
menggunakan stereoskop lensa. Stereoskop tipe ini keterbatasannya karena
ukurannya terlalu besar tidak mudah untuk dibawa dan harganya lebih
mahal daripada stereoskop lensa biasa.
Stereokop cermin merupakan jenis baku yang banyak digunakan dalam
interpretasi citra. Ia terdiri dari sepasang lensa, sepasang prisma atau
cermin dan sepasang cermin yang dipasang pada empat kaki. Stereoskop
cermin ini dilengkapi dengan binokuler dan batang paralaks atau
stereometer. Binokuler digunakan untuk pengamatan foto udara dengan
perujudan yang diperbesar, baik skala tegak maupun skala mendatarnya.
Untuk mengamati seluruh daerah pertampalan harus dilakukan
pergeseran foto stereonya. Untuk memudahkan pekerjaan ini ada
stereoskop yang dibuat dengan lensa pengamatan yang dapat diputar-putar
untuk dapat mengamati atau menyiang seluruh daerah pertampalan
sehingga tidak memerlukan pergeseran stereoskop maupun foto stereonya.
Stereoskop ini disebut stereoskop cermin penyiam ‘Old Delft’ atau ‘Old
Delft scanning stereoscope’. Ia dapat digunakan dengan perbesaran 1,5
atau 4,5 kali.

1.3 Paralaksbar
Alat ini terdiri dari dari sebuah batang yang pada kedua ujungnya
terpasang masing-masing lensa. Pada kedua lensa tersebut terdapat tanda
berupa titik, silang atau lingkaran kecil yang disebut tanda apung (Floting
mark) tanda di lensa sebelah kiri disebut fixed mark, karena pada batang
terdapat titik merah atau hitam, dimana orange yang akan menggunakanya
harus menentukan konstanta batang paralaks dengan memilih salah satu
titik tersebut. Bila telah ditetapkan titik merah, maka selanjutnya lensa kiri
ini tidak diubah-ubah lagi (fixed). Lensa sebelah kanan memiliki tanda
juga yang disebut half mark. Titik ini dapat digerakkan sesuai dengan

3
posisinya pada objek yang dikehendaki dengan cara memutar-mutar skip
micrometer.
Paralaks batang digunakan untuk mengukur besarnya paralaks suatu
titik. Paralaks titik biasanya diperlukan untuk mengukur ketinggian titik
tersebut. Pengukuran tinggi ini dapat pula dilakukan dengan mistar,
paralaks tangga dan paralaks meter.

Paralaks bar (paralaks meter) berfungsi untuk mengukur beda paralaks


pada suatu obyek di foto udara. Pengukuran beda paralaks tersebut
kemudian bisa menentukan ukuran-ukuran dari obyek itu sendiri, meliputi
panjang, lebar, luas, dan ketinggian. Paralaks bar ini mempunyai ketelitian
yang lebih teliti daripada menggunakan mistar atau penggaris biasa.
Paralaks bar sendiri terdiri dari dari sebuah batang yang pada kedua
ujungnya terpasang masing-masing lensa, di kedua lensa tersebut terdapat
tanda berupa titik, silang atau lingkaran kecil yang disebut tanda apung
(Floting mark) tanda di lensa sebelah kiri disebut fixed mark, karena pada
batang terdapat titik merah atau hita, dimana jinggayang akan
menggunakanya harus menentukan konstanta batang paralaks dengan
memilih salah satu titik tersebut. Bila telah ditetapkan titik merah, maka
selanjutnya lensa kiri ini tidak diubah-ubah lagi (fixed). Lensa sebelah
kanan memiliki tanda juga yang disebut half mark. Titik ini dapat
digerakkan sesuai dengan posisinya pada obyek yang dikehendaki dengan
cara memutar-mutar skip micrometer.
Pembacaan dan pengukuran paralaks secara stereoskopik, dilakukan
dengan menggunakan batang paralaks atau meter paralaks (parallax bar)
terdiri dari dua keping kacayang diberi tanda padanya. Tanda ini disebut
tanda apung (floating mark). Masing-masing keping kaca dipasang pada
batang yang dapat diatur panjangnya yang diatur dengan memutar sekrup
mikrometer. Pengukuran dilakukan setelah foto disetel di bawah
pengamatan stereoskopik. Tanda apung kiri diletakkan pada titik yang
akan diukur paralaksnya di foto kiri, dan tanda apung kanan diletakkan

4
pada titik yang akan diukur paralaksnya pada foto kanan, dimana
peletakan dilakukan dengan melihat dari stereoskop. Kemudian dilakukan
pembacaan pada sekrup mikrometer yang dibaca dalam milimeter (mm).

Paralaksbar

Paralaksbar

5
BAB II
FOTOGRAMETRI

2.1 Fotogrametri
Adalah teknik pemetaan melalui foto udara. Hasil pemetaan secara
fotogrametrik berupa peta foto dan tidak dapat langsung dijadikan dasar
atau lampiran penerbitan peta. Pemetaan secara fotogrametrik tidak dapat
lepas dari referensi pengukuran secara terestris, mulai dari penetapan
ground controls (titik dasar kontrol) hingga kepada pengukuran batas
tanah. Batas-batas tanah yang diidentifikasi pada peta foto harus diukur di
lapangan.
Menurut Van Hoeve Fotogrametri adalah Suatu metode atau cara
untuk mengkonstruksikan bentuk, ukuran dan posisi pada suatu benda
yang berdasarkan pemotretan tunggal maupun stereoskopik.
Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan
teknologi untuk memperoleh data dan informasi tentang suatu objek serta
keadaan disekitarnya melalui suatu proses pencatatan, pengukuran dan
interpretasi bayangan fotografis (hasil pemotretan). Salah satu bagian dari
pekerjaan fotogrametri adalah interpretasi foto udara. Oleh karena itu
dengan adanya praktikum tentang interpretasi foto udara dan pembuatan
peta tutupan lahan kali ini diharapkan mahasiswa Program Studi Teknik
Geodesi mampu melakukan interpretasi foto udara dengan menggunakan
prinsip-prinsip interpretasi yang benar serta dilanjutkan dengan pembuatan
peta tutupan lahan. Adapun prinsip yang digunakan dalam interpretasi foto
terdiri dari 7 (tujuh) kunci interpretasi yang meliputi : bentuk, ukuran,
pola, rona, bayangan, tekstur, dan lokasi. Dengan beracuan pada 7 (tujuh)
kunci tersebut maka kita dapat mengidentifikasi dengan jelas objek yang
sebenarnya.
 Interpretasi Foto Udara
Interpretasi foto udara merupakan kegiatan menganalisa citra foto
udara dengan maksud untuk mengidentifikasi dan menilai objek pada

6
citra tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip interpretasi. Interpretasi
foto merupakan salah satu dari macam pekerjaan fotogrametri yang
ada sekarang ini. Interpretasi foto termasuk didalamnya kegiatan-
kegiatan pengenalan dan identifikasi suatu objek.
Dengan kata lain interpretasi foto merupakan kegiatan yang
mempelajari bayangan foto secara sistematis untuk tujuan identifikasi
atau penafsiran objek.
Interpretasi foto biasanya meliputi penentuan lokasi relatif dan
luas bentangan. Interpretasi akan dilakukan berdasarkan kajian dari
objek-objek yang tampak pada foto udara. Keberhasilan dalam
interpretasi foto udara akan bervariasi sesuai dengan latihan dan
pengalaman penafsir, kondisi objek yang diinterpretasi, dan kualitas
foto yang digunakan. Penafsiran foto udara banyak digunakan oleh
berbagai disiplin ilmu dalam memperoleh informasi yang digunakan.
Aplikasi fotogrametri sangat bermanfaat diberbagai bidang Untuk
memperoleh jenis-jenis informasi spasial diatas dilakukan dengan
teknik interpretasi foto/citra,sedang referensi geografinya diperoleh
dengan cara fotogrametri. Interpretasi foto/citra dapat dilakukan
dengan cara konvensional atau dengan bantuan komputer.Salah satu
alat yang dapat digunakan dalam interpretasi konvensional adalah
stereoskop dan alat pengamatan paralaks yakni paralaks bar.
Didalam menginterpretasikan suatu foto udara diperlukan
pertimbangan pada karakteristik dasar citra foto udara.Dan dapat
dilakukan dengan dua cara yakni cara visual atau manual dan
pendekatan digital.Keduanya mempunyai prinsip yang hampir sama.
Pada cara digital hal yang diupayakan antara lain agar interpretasi
lebih pasti dengan memperlakukan data secara kuantitatif. Pendekatan
secara digital mendasarkan pada nilai spektral perpixel dimana tingkat
abstraksinya lebih rendah dibandingkan dengan cara manual. Dalam
melakukan interpretasi suatu objek atau fenomena digunakan
sejumlah kunci dasar interpretasi atau elemen dasar interpretasi.

7
Dengan karakteristik dasar citra foto dapat membantu serta
membedakan penafsiran objek – objek yang tampak pada foto udara.
Berikut tujuh karakteristik dasar citra foto yaitu :
1. Bentuk
Bentuk berkaitan dengan bentuk umum, konfigurasi atau
kerangka suatu objek individual. Bentuk agaknya merupakan
faktor tunggal yang paling penting dalam pengenalan objek pada
citrta foto.

2. Ukuran
Ukuran objek pada foto akan bervariasi sesuai denagn skala
foto. Objek dapat disalahtafsirkan apabila ukurannya tidak dinilai
dengan cermat.

3. Pola
Pola berkaitan susunan keruangan objek. Pengulangan bentuk
umum tertentu atau keterkaitan merupakan karakteristik banyak
objek, baik alamiah maupun buatan manusia, dan membentuk
pola objek yang dapat membantu penafsir foto dalam
mengenalinya.

4. Rona
Rona mencerminkan warna atau tingkat kegelapan gambar
pada foto.ini berkaitan dengan pantulan sinar oleh objek.

5. Bayangan
Bayangan penting bagi penafsir foto karena bentuk atau
kerangka bayangan menghasilkan suatu profil pandangan objek
yang dapat membantu dalam interpretasi, tetapi objek dalam
bayangan memantulkan sinar sedikit dan sukar untuk dikenali
pada foto, yang bersifat menyulitkan dalam interpretasi.

8
6. Tekstur
Tekstur ialah frekuensi perubahan rona dalam citra foto.
Tekstur dihasilkan oleh susunan satuan kenampakan yang
mungkin terlalu kecil untuk dikenali secara individual dengan
jelas pada foto. Tekstur merupakan hasil bentuk, ukuran, pola,
bayangan dan rona individual. Apabila skala foto diperkecil maka
tekstur suatu objek menjadi semakin halus dan bahkan tidak
tampak.

7. Lokasi
Lokasi objek dalam hubungannya dengan kenampakan lain
sangat bermanfaat dalam identifikasi.

9
BAB IIII
PETA TOPOGRAFI

3.1 Pola Aliran


Sistem fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri dari
jaringan pengaliran sungai. Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai
utama dengan cabang-cabangnya di satu wilayah dengan wilayah lainnya
sangat bervariasi. Adanya perbedaan pola pengaliran sungai di satu
wilayah dengan wilayah lainnya sangat ditentukan oleh perbedaan
kemiringan topografi, struktur dan litologi batuan dasarnya. Pola
pengaliran yang umum dikenal adalah sebagai berikut :
1. Pola Aliran Dendritik
Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang
sungainya menyerupai struktur pohon. Pada umumnya pola aliran
sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan yang homogen. Pola
aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang
dikontrol oleh jenis batuannya. Sebagai contoh sungai yang mengalir
diatas batuan yang tidak/kurang resisten terhadap erosi akan
membentuk tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada batuan
yang resisten (seperti granit) akan membentuk tekstur kasar
(renggang). Tekstur sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per
satuan luas. Mengapa demikian ? Hal ini dapat dijelaskan bahwa
resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh pada proses
pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung
akan lebih mudah dierosi membentuk alur-alur sungai. Jadi suatu
sistem pengaliran sungai yang mengalir pada batuan yang tidak
resisten akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur
halus), sedangkan sebaliknya pada batuan yang resisten akan
membentuk tekstur kasar.

10
2. Pola Aliran Radial
Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya
menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti
puncak gunungapi atau bukir intrusi. Pola aliran radial juga dijumpai
pada bentuk-bentuk bentangalam kubah (domes) dan laccolith. Pada
bentang alam ini pola aliran sungainya kemungkinan akan merupakan
kombinasi dari pola radial dan annular.

3. Pola Aliran Rectangular


Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang
resistensi terhadap erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh
kekar yang mempunyai dua arah dengan sudut saling tegak lurus.
Kekar pada umumnya kurang resisten terhadap erosi sehingga
memungkinkan air mengalir dan berkembang melalui kekar-kekar
membentuk suatu pola pengaliran dengan saluran salurannya lurus-
lurus mengikuti sistem kekar. Pola aliran rectangular dijumpai di
daerah yang wilayahnya terpatahkan. Sungai-sungainya mengikuti
jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di tempat tempat dimana
singkapan batuannya lunak. Cabang-cabang sungainya membentuk
sudut tumpul dengan sungai utamanya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai
yang dikendalikan oleh struktur geologi, seperti struktur kekar
(rekahan) dan sesar (patahan). Sungai rectangular dicirikan oleh
saluran-saluran air yang mengikuti pola dari struktur kekar dan
patahan.

4. Pola Aliran Trellis


Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang
menyerupai bentuk pagar yang umum dijumpai di perkebunan anggur.
Pola aliran trellis dicirikan oleh sungai yang mengalir lurus di
sepanjang lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari lereng yang

11
curam dari kedua sisinya. Sungai utama dengan cabang-cabangnya
membentuk sudut tegak lurus sehingga menyerupai bentuk pagar. Pola
aliran trellis adalah pola aliran sungai yang berbentuk pagar (trellis)
dan dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan sinklin dan
antilin. Sungai trellis dicirikan oleh saluran-saluran air yang berpola
sejajar, mengalir searah kemiringan lereng dan tegak lurus dengan
saluran utamanya. Saluran utama berarah searah dengan sumbu
lipatan.

5. Pola Aliran Sentripetal


Pola aliran sentripetal merupakan ola aliran yang berlawanan
dengan pola radial, di mana aliran sungainya mengalir ke satu tempat
yang berupa cekungan (depresi). Pola aliran sentripetal merupakan
pola aliran yang umum dijumpai di bagian barat dan barat laut
Amerika, mengingat sungai-sungai yang ada mengalir ke suatu
cekungan, di mana pada musim basah cekungan menjadi danau dan
mengering ketika musin kering. Dataran garam terbentuk ketika air
danau mengering.

6. Pola Aliran Annular


Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya
menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah
hilir aliran kembali bersatu. Pola aliran annular biasanya dijumpai
pada morfologi kubah atau intrusi loccolith.

7. Pola Aliran Paralel (Pola Aliran Sejajar)


Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang
terbentuk oleh lereng yang curam/terjal. Dikarenakan morfologi
lereng yang terjal maka bentuk aliran-aliran sungainya akan berbentuk
lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan cabang-cabang sungainya
yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada morfologi

12
lereng dengan kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel
kadangkala mengindikasikan adanya suatu patahan besar yang
memotong daerah yang batuan dasarnya terlipat dan kemiringan yang
curam. Semua bentuk dari transisi dapat terjadi antara pola aliran
trellis, dendritik, dan paralel.

3.2 Stadia Geomorfologi


3.2.1 Stadia Sungai
Stadia sungai adalah tahapan perkembangan suatu sungai
berdasarkan tingkat erosinya.
Macam-macam stadia sungai :
1. Stadia muda, ciri-cirinya :
a. Biasa di daerah hulu.
b. Aliran relatif lurus.
c. Erosi vertikal > erosi horisontal.
d. Penampang sungai berbentuk “V”.
e. Banyak jeram.
f. Belum ada dataran banjir.

2. Stadia dewasa, ciri-cirinya :


a. Berada di daerah bagian tengah.
b. Aliran mulai berkelok-kelok.
c. Erosi vertikal ≈ erosi horizontal.
d. Lembah lebih lebar berbentuk “U”.
e. Mulai ada dataran banjir.

3. Stadia tua, ciri-cirinya :


a. Biasanya berada di daerah hilir, dekat dengan muara
(terkadang di bagian tengah).
b. Aliran sungai bermeander.
c. Sudah ada Oxbow-lake.

13
d. Dataran banjir cukup luas.
e. Erosi lateral > erosi vertikal.

Stadia muda, dewasa dan tua.

Stadia sungai (sumber: Soetoto, 2010 ; Geomorphology)

14
3.2.2 Stadia Daerah
Ketika sungai terbentuk dan mulai mengalir menuju base level,
sungai akan memotong lembah, mengairi channel sungai, dan
membentuk morfologi yang dilewatinya ( Tarbuck & Lutgens, 1984,
hal 225 – 226 ). Pembentukan stadia daerah juga dipengaruhi oleh iklim
daerah tersebut. Stadia daerah pada daerah yang beriklim humid / basah
berbeda dengan stadia pada daerah arid / kering.
Daerah bertingkat erosi muda ditandai oleh
1. Relief bertambah dengan cepat,
2. Sungai-sungai belum berkembang luas
3. Sungai-sungai dipisahkan oleh divides yang luas

Daerah bertingkat erosi dewasa ditandai oleh


1. Relief mencapai maksimum
2. Sungai-sungai mulai berkembang
3. Divides makin sempit.

Daerah bertingkat erosi tua ditandai oleh


1. Merendahnya puncak-puncak divides
2. Relief daerah menjadi bergelombang lemah (undulating).
Permukaan bumi yang demikian disebut peneplain (hampirata).

Apabila kemudian terjadi epirogenesis atau orogenesis, maka


daerah yang terangkat ini akan tersayat atau tertoreh lagi oleh
sungai-sungai yang mengalir di daerah tersebut sehingga akan terjadi
tingkat erosi daerah muda lagi. Proses ini disebut peremajaan atau
"rejuvenation" Untuk dapat mempelajari sungai secara keseluruhan,
kita harus mengetahui klasifikasi sungai secara genetika. Menurut
Lobeck (1939, hal. 171) klasifikasi sungai tersebut terdiri atas :
1. Sungai konsekuen

15
Sungai yang mengalir searah dengan arah kemiringan
lereng yang dilewatinya. Umumnya sungai konsekuen ini
terdapat pada daerah yang mengalami peristiwa tektonik,
misalnya uplifted dome, block mountain, dan daerah pesisir
pantai.
2. Sungai subsekuen
Adalah sungai yang mengalir mengikuti arah strike
batuan atau arah jurus perlapisan batuan pada daerah dengan
batuan yang kurang resisten, atau sungai yang mengalir
mengikuti kekar – kekar dan sesar pada daerah dengan batuan
yang kristalin.
3. Sungai obsekuen
Merupakan sungai yang arah alirannya berlawanan arah
dengan arah kemiringan perlapisan batuan, dan juga
berlawanan arah dengan arah sungai konsekuen. Sungai
obsekuen umumnya hanya pendek dengan gradien sungai yang
curam, umumnya berupa anak sungai yang mengalir melewati
tebing gunung yang curam atau escarpments.
4. Sungai resekuen
Adalah sungai yang mengalir mengikuti arah jurus
kemiringan batuan dan kemiringan lereng. Tetapi sungai
resekuen terbentuk belakangan dan pada ketinggian yang lebih
rendah dengan besar kemiringan batuan lebih kecil daripada
sungai konsekuen. Sungai resekuen umumnya terdapat sebagai
anak sungai dari sungai subsekuen.
5. Sungai insekuen
Merupakan sungai yang arah alirannya tidak
dikendalikan oleh struktur batuan, tidak mengalir mengikuti
arah kemiringan perlapisan batuan. Sungai insekuen mengalir
ke semua arah yang mungkin untuk dilewati, dan hasilnya
membentuk pola penyaluran dendritik.

16
6. Sungai anteseden
Adalah sungai yang telah ada sebelum perbukitan atau
pegunungan terbentuk, sungai ini tetap mempertahankan
kedudukan selama proses uplifting berlangsung, akibatnya
sungai membentuk water gap karena mengalir melewati
punggungan atau perbukitan.
7. Sungai superimposed ( superposed )
Merupakan sungai yang mengalir sepanjang daerah
yang tertutupi oleh dataran alluvial atau sedimen yang dapat
membentuk peneplain. Apabila telah mengalami rejuvinasi,
sungai superposed akan memotong lapisan penutupnya.
Rejuvinasi dapat terjadi apabila peneplain mengalami uplifting.
8. Sungai reversed/membalik
Adalah sungai yang tidak dapat mempertahankan
kedudukannya ketika uplifting terjadi, hanya mengubah arah
alirannyamengikutikelerengandaerahnya. Sungai compound.
Merupakan sungai yang mengalir melewati dua daerah atau
lebih dengan umur geomorfologi yang berbeda.
9. Sungai composite
Adalah sungai yang mengalir melewati dua daerah atau
lebih dengan struktur geologi yang berbeda.

3.2.3 Bentang Alam


1. Bentang Alam Denudasional
Bentangalam denudasional adalah bentuk bentangalam yang
terbentuk akibat adanya proses denudasi. Proses denudasi atau
sering disebut juga proses penelanjangan merupakan proses yang
cenderung mengubah bentuk permukaan bumi menjadi bentukan
lahan yanglebih rendah, dan proses tersebut akan berhenti apabila
permukaan bumi telah mencapailevel dasar yang sama dengan

17
permukaan di sekitarnya.Ciri-cirinya atau karakteristik yang terlihat
di foto udara :
a. Umumnya topografi agak kasar sampai kasar tergantung
tingkat denudasinya.
b. Relief agak miring sampai miring.
c. Pola tidak teratur.
d. Banyak lembah-lembah kering dan erosi lereng atau back
erosion.

2. Bentang Alam Struktural


Bentangalam struktural adalah bentangalam yang
pembentukannya dikontrol olehstruktur geologi daerah yang
bersangkutan. Struktur geologi yang dimaksud disini adalahstruktur
sekunder, seperti kekar, lipatan dan sesar.Ciri-ciri bentangalam
struktural :
a. Beda tinggi yang menyolok pada daerah yang sempit.
b. Mempunyai resistensi terhadap erosi yang sangat berbeda pada
posisi atau elevasiyang hampir sama.
c. Adanya kenampakan dataran atau depresi yang sempit
memanjang
d. Dijumpai sistem gawir yang lurus (pola kontur yang lurus dan
rapat).
e. Adanya batas yang curam antara perbukitan atau pegunungan
dengan dataran yangrendah.
f. Adanya kelurusan sungai melalui zona patahan, dan membelok
tiba-tiba danmenyimpang dari arah umum.
g. Sering dijumpai (kelurusan) mata air pada bagian yang naik
atau terangkat.
h. Pola penyaluran yang umum dijumpai berupa rectangular,
trellis, concorted serta modifikasi ketiganya
i. Adanya penjajaran triangular facet pada gawir yang lurus.

18
3. Bentang Alam Fluvial
Bentangalam fluvial adalah bentangalam yang terbentuk
sebagai akibat dari prosesfluviatil atau aktivitas sungai.Ciri-cirinya :
a. Adanya endapan material lepas.
b. Berkaitan erat dengan aktivitas air sungai.
c. Daerah memiliki relief relatif datar

4. Bentang Alam Glasial


PengertianBentang alam glasial adalah bentang alam yang
berhubungan dengan proses glasial,dimana proses glasial itu tenaga
yang berpengaruhnya adalah Gletser. Menurut flint(1957) gletser
adalah massa es dan tubuh es yang terbentuk karena rekristalisasi
dari salju dan lelehan air yang secara keseluruhan atau sebagian
teletak dalam suatu lahan dan memberikankenampakan tersendiri,
yaitu suatu bentukan gerakan. Beberapa hal yang penting dalam
gletser diantaranya adalah:
a. Keadaan daerah
b. Proses
c. Endapan yang terbentuk di tepi perbatasan
gletser (moraine)

Faktor faktor Pembentukan Glasial


Proses Pembentukan Gletser Snowfall terbentuk dari bubuk
salju yang warnanya terang, dengan udara yang terjebak diantara
keenam sisinya (snowflakes). Snowflake akan mengendap pada
suatu tempatdan mengalami kompaksi karena berat jenisnya dan
udara keluar. Sisi-sisi snowflakes yang jumlahnya enam akan
hancur dan berkonsolidasi menjadi salju yang
berbentuk granular (granular snow) lalu mengalami sementasi
membentuk es geltser (glacier ice). Transisi dari bentuk salju
menjadi gletser dinamakan firn.

19
Ada dua tipe bentang alam glasial, diantaranya yaitu:
a. Alpine Glaciation → terbentuk pada daerah pegunungan.
b. Continental Glaciation → bila suatu wilayah yang luas tertutup
gletser.

Macam-Macam Bentuk Lahan Asal GlasianTipe- tipe


gletser diantaranya:
1. Valley Glasier
Merupakan gletser pada suatu lembah dan dapat
mengalir dari tempat yang tinggi ketempat yang rendah. Pada
valley glacier juga terdapat ankak-anak sungai. Valley Glacier
terdapat pada alpine glaciation.
2. Ice Sheet
Merupakan massa es yang tidak mengalir pada valley
glacier tetapi menutup dataran yangluas biasanya > 50.000
kilometer persegi. Ice sheet terdapat pada continental
glaciation, yaitu pada Greenland dan Antartika.
3. Ice cap
Merupakan ice sheet yang lebih kecil, terdapat pada
daerah pegunungan seperti valley glacier contohnya di Laut
Arktik, Canada, Rusia dan Siberia. Ice sheet dan ice cap
mengalir ke bawah dan keluar dari pusat (titik tertinggi)
4. Ice berg
Ice shet yang bergerak kebawah karena pengaruh
gravitasi dan akhirnya hilang atauterbuang dalam jumlah besar,
bila mengenai tubuh air maka balok-balok es tersebut
akan pecah dan mengapung bebas di permukaan air, hal ini
disebut ice berg.

20
5. Bentang Alam Karst
Bentangalam karst adalah bentuk bentangalam hasil dari
sisa-sisa organisme laut yangtelah mati. Jenis topografi karst
terbentuk di daerah dengan litologi batugamping, gipsum,dan batu-
batu kain dengan adanya dissolution. Ciri-ciri :
a. Pada umumnya bentuk topografinya tidak teratur.
b. Umumnya terdapat adanya aliran sungai bawah tanah.
c. Terdapat lubang-lubang hasil pelarutan air.

6. Bentang Alam Eeolian


Bentangalam aeolian adalah bentangalam yang terbentuk dari
hasil aktivitas angin. Kataaeolian sendiri berasal dari aeolus, yang
artinya dewa angin dalam mitologi Yunani.Ciri-ciri :
a. Pada umumnya wilayahnya mempunyai curah hujan atau
presipitasi tahunannya kecil.
b. Jarang terdapat tumbuh-tumbuhan.
c. Terkena sinar matahari langsung

3.3 Ordo
Alur sungai dalam suatu DAS dapat dibagi dalam beberapa orde
sungai. Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam
urutannya terhadap induk sungai di dalam suatu DAS. Dengan demikian
makin banyak jumlah orde sungai akan semakin luas pula DAS nya dan
akan semakin panjang pula alur sungainya.
Tingkat percabangan sungai (bufurcation ratio) adalah angka atau
indeks yang ditentukan berdasarkan jumlah alur sungai untuk suatu orde.

3.4 Satuan Bentuk Asal Lahan


Menurut Strahler (1983), bentuk lahan adalah konfigurasi permukaan
lahan yang dihasilkan oleh proses alam. Lebih lanjut Whitton (1984)
menyatakan bahwa bentuklahan merupakan morfologi dan karakteristik

21
permukaan lahan sebagai hasil interaksi antara proses fisik dan gerakan
kerak dengan geologi lapisan permukaan bumi. Berdasarkan kedua definisi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa bentuklahan merupakan bentang
permukaan lahan yang mempunyai relief khas karena pengaruh kuat dari
struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam yang bekerja pada batuan
di dalam ruang dan waktu tertentu. Masing-masing bentuklahan dicirikan
oleh adanya perbedaan dalam hal struktur dan proses geomorfologi,
relief/topografi dan material penyusun (Zmit, 2013).
Struktur geomorfologi memberikan informasi tentang asal-usul
(genesa) dari bentuklahan. Proses geomorfologi dicerminkan oleh tingkat
pentorehan atau pengikisan, sedangkan relief ditentukan oleh perbedaan
titik tertinggi dengan titik terendah dan kemiringan lereng. Relief atau
kesan topografi memberikan informasi tentang konfigurasi permukaan
bentuklahan yang ditentukan oleh keadaan morfometriknya. Litologi
memberikan informasi jenis dan karakteristik batuan serta mineral
penyusunnya, yang akan mempengaruhi pembentukan bentuklahan (Zmit,
2013).
Bentuklahan adalah suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh
proses alami yang memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal
dan visual dengan julat tertentu yang terjadi dimanapun bentuklahan
tersebut terdapat. Berdasarkan klasifikasi yang dikemukaan oleh Van
Zuidam (1969) dan Verstappen maka bentuk muka bumi dapat
diklasifikasikan menjadi 8 satuan bentuklahan utama (geomorfologi), yang
dapat masing-masing dirinci lagi berdasarkan skala peta yang digunakan.
Adapun satuan bentuk lahan tersebut adalah sebagai berikut (Zmit, 2013).

22
1. Bentuklahan asal structural
Bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen
atau proses tektonik, yang berupa pengangkatan, perlipatan, dan
pensesaran. Gaya (tektonik) ini bersifat konstruktif (membangun), dan
pada awalnya hampir semua bentuk lahan muka bumi ini dibentuk
oleh kontrol struktural. Bentuklahan asal struktural adalah sebagai
berikut (Suhendra, 2009).
a. Pegunungan blok sesar (simbol : S1)
b. Gawir sesar (simbol : S2)
c. Pegunungan antiklinal (simbol : S3)
d. Perbukitan antiklinal (simbol : S4)
e. Perbukitan atau pegunungan sinklinal (simbol : S5)
f. Pegunungan monoklinal (simbol : S6)
g. Pegunungan atau perbukitan kubah (simbol : S7)
h. Pegunungan atau perbukitan plato (simbol : S8)
i. Lembah antiklinal (simbol : S9)
j. Hogback atau cuesta (simbol : S10)

2. Bentuklahan asal denudasional


Proses denudasional (penelanjangan) merupakan kesatuan dari
proses pelapukan gerakan tanah erosi dan kemudian diakhiri proses
pengendapan. Semua proses pada batuan baik secara fisik maupun
kimia dan biologi sehingga batuan menjadi desintegrasi dan
dekomposisi. Batuan yang lapuk menjadi soil yang berupa fragmen,
kemudian oleh aktifitas erosi soil dan abrasi, tersangkut ke daerah
yang lebih landai menuju lereng yang kemudian terendapkan.
Pada bentuk lahan asal denudasional, maka parameter utamanya
adalah erosi atau tingkat. Derajat erosi ditentukan oleh : jenis
batuannya, vegetasi, dan relief. Bentuklahan asal denudasional adalah
sebagai berikut (Suhendra, 2009).
a. Pegunungan terkikis (simbol : D1)

23
b. Perbukitan terkikis (simbol : D2)
c. Bukit sisa (simbol : D3)
d. Perbukitan terisolir (simbol : D4)
e. Dataran nyaris (simbol : D5)
f. Kaki lereng (simbol : D6)
g. Kipas rombakan lereng (simbol : D7)
h. Gawir (simbol : D8)
i. Lahan rusak (simbol : D9)

3. Bentuklahan asal gunungapi (vulkanik)


Volkanisme adalah berbagai fenomena yang berkaitan dengan
gerakan magma yang bergerak naik ke permukaan bumi. Akibat dari
proses ini terjadi berbagai bentuk lahan yang secara umum disebut
bentuk lahan gunungapi atau vulkanik. Bentuklahan asal gunungapi
adalah sebagai berikut (Suhendra, 2009).
a. Kepundan (simbol : V1)
b. Kerucut gunungapi (simbol : V2)
c. Lereng gunungapi (simbol : V3)
d. Kaki gunungapi (simbol : V4)
e. Dataran kaki gunungapi (simbol : V5)
f. Dataran kaki fluvio gunungapi (simbol : V6)
g. Padang lava (simbol : V7)
h. Lelehan lava (simbol : V8)
i. Aliran lahar (simbol : V9)
j. Dataran antar gunungapi (simbol : V10)
k. Leher gunungapi (simbol : V11)
l. Boca (simbol : V12)
m. Kerucut parasiter (simbol : V13)

24
4. Bentuklahan asal fluvial
Bentuklahan asal proses fluvial terbentuk akibat aktivitas aliran
sungai yang berupa pengikisan, pengangkutan dan pengendapan
(sedimentasi) membentuk bentukan-bentukan deposisional yang
berupa bentangan dataran aluvial (Fda) dan bentukan lain dengan
struktur horisontal, tersusun oleh material sedimen berbutir halus.
Bentuklahan asal fluvial adalah sebagai berikut (Suhendra, 2009).
a. Dataran aluvial (simbol : F1)
b. Rawa, danau, rawa belakang (simbol : F2)
c. Dataran banjir (simbol : F3)
d. Tanggul alam (simbol : F4)
e. Teras sungai (simbol : F5)
f. Kipas aluvial (simbol : F6)
g. Gosong (simbol : F7)
h. Delta (simbol : F8)
i. Dataran delta (simbol : F9)

5. Aluvial Plain / Kipas Darat


Bentang lahan kipas aluvial merupakan hamparan bahan aluvial
yang bermula dari suatu mulut lembah di daerah pegunungan,
kemudian me-masuki wilayah dataran. Dari mulut lembah tersebut,
endapan menyebar dengan sudut kemiringan makin landai. Fraksi
kasar akan teraku-mulasi di dekat mulut lembah, sedangkan fraksi
halus akan terdapat pada daerah dataran. Sungai yang mengalir di
daerah kipas cenderung berubah-ubah arah, karena pembendungan di
daerah hulunya oleh fraksi kasar. Kipas alu-vial dapat terjadi pada
kaki gunung api, kaki tebing dari gawir sesar, atau pada lembah di
bawah suatu lembah lain, tergantung pada kondisi dan posisi daerah
erosi. Pada daerah beriklim kering, di kaki pegunung-an sering
dijumpai akumulasi endapan dari longsoran batuan dengan lereng
yang landai dan berangsur datar. Daerah tersebut dinamakan rock

25
pediment, rock plane atau conoplain. Daerah yang terletak antara
daerah erosi dan daerah endapan disebut zone of planation. Jika aku-
mulasi endapan hasil longsoran tersebut berbentuk kipas disebut
pula rock fan.

6. Bentuklahan asal marin


Aktifitas marine yang utama adalah abrasi, sedimentasi, pasang-
surut, dan pertemuan terumbu karang. Bentuk lahan yang dihasilkan
oleh aktifitas marine berada di kawasan pesisir yang terhampar sejajar
garis pantai. Pengaruh marine dapat mencapai puluhan kilometer ke
arah darat, tetapi terkadang hanya beberapa ratus meter saja. Sejauh
mana efektifitas proses abrasi, sedimentasi, dan pertumbuhan terumbu
pada pesisir ini, tergantung dari kondisi pesisirnya. Proses lain yang
sering mempengaruhi kawasan pesisir lainnya, misalnya : tektonik
masa lalu, berupa gunung api, perubahan muka air laut
(transgresi/regresi) dan litologi penyusun. Bentuklahan asal marin
adalah sebagai berikut (Suhendra, 2009).
a. Gisik (simbol : M1)
b. Dataran pantai (simbol : M2)
c. Beting pantai (simbol : M3)
d. Laguna (simbol : M4)
e. Rataan pasang-surut (simbol : M5)
f. Rataan lumpur (simbol : M6)
g. Teras marin (simbol : M7)
h. Gosong laut (simbol : M8)
i. Pantai berbatu (simbol : M9)
j. Terumbu (simbol : M10)

26
7. Bentuklahan asal pelarutan
Bentuk lahan karst dihasilkan oleh proses pelarutan pada batuan
yang mudah larut. Karst adalah suatu kawasan yang mempunyai
karekteristik relief dan drainase yang khas, yang disebabkan
keterlarutan batuannya yang tinggi. Dengan demikian Karst tidak
selalu pada batu gamping, meskipun hampir semua topografi karst
tersusun oleh batu gamping. Bentuklahan asal pelarutan adalah
sebagai berikut (Suhendra, 2009).
a. Dataran karst (simbol : K1)
b. Kubah karst (simbol : K2)
c. Lereng perbukitan (simbol : K3)
d. Perbukitan sisa karst (simbol : K4)
e. Uvala atau polye (simbol : K5)
f. Ledok karst (simbol : K6)
g. Dolina (simbol : K7)

8. Bentuk lahan asal Eolin (angin)


Gerakan udara atau angin dapat membentuk medan yang khas dan
berbeda dari bentukan proses lainnya. Endapan angin terbentuk oleh
pengikisan, pengangkatan, dan pengendapan material lepas oleh
angin. Endapan angin secara umum dibedakan menjadi gumuk pasir
dan endapan debu. Bentuklahan asal eolin adalah sebagai
berikut (Suhendra, 2009).
a. Gumuk pasir (simbol : E1)
b. Gumuk pasik barkan (simbol : E2)
c. Gumuk pasir pararel (simbol : E3)

27
9. Bentuklahan asal glasial
Bentukan ini tidak berkembang di Indonesia yang beriklim tropis
ini, kecuali sedikit di puncak Gunung Jaya Wijaya, Papua. Bentuk
lahan asal glasial dihasilkan oleh aktifitas es/gletser yang
menghasilkan suatu bentang alam (Suhendra, 2009).
Semua satuan bentuklahan tersebut memiliki karakter yang khas
dan mencerminkan ciri tertentu. Dengan demikian maka, dengan
mengenal nama satuan bentuklahan akan dapat dibayangkan sifat
alaminya. Satuan bentuklahan ini sangat penting terutama dalam
konteks kajian lingkungan, baik lingkungan fisik, biotis, maupun
kultural (Suhendra, 2009).

28
BAB IV
CITRA LANDSAT

4.1 Pola Aliran Sungai


Sistem fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri dari
jaringan pengaliran sungai. Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai
utama dengan cabang-cabangnya di satu wilayah dengan wilayah lainnya
sangat bervariasi. Adanya perbedaan pola pengaliran sungai di satu
wilayah dengan wilayah lainnya sangat ditentukan oleh perbedaan
kemiringan topografi, struktur dan litologi batuan dasarnya. Pola
pengaliran yang umum dikenal adalah sebagai berikut :
1. Pola Aliran Dendritik
Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang
sungainya menyerupai struktur pohon. Pada umumnya pola aliran
sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan yang homogen. Pola
aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang
dikontrol oleh jenis batuannya. Sebagai contoh sungai yang mengalir
diatas batuan yang tidak/kurang resisten terhadap erosi akan
membentuk tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada batuan
yang resisten (seperti granit) akan membentuk tekstur kasar
(renggang). Tekstur sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per
satuan luas. Mengapa demikian ? Hal ini dapat dijelaskan bahwa
resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh pada proses
pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung
akan lebih mudah dierosi membentuk alur-alur sungai. Jadi suatu
sistem pengaliran sungai yang mengalir pada batuan yang tidak
resisten akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur
halus), sedangkan sebaliknya pada batuan yang resisten akan
membentuk tekstur kasar.

29
2. Pola Aliran Radial
Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya
menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti
puncak gunungapi atau bukir intrusi. Pola aliran radial juga dijumpai
pada bentuk-bentuk bentangalam kubah (domes) dan laccolith. Pada
bentang alam ini pola aliran sungainya kemungkinan akan merupakan
kombinasi dari pola radial dan annular.

3. Pola Aliran Rectangular


Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang
resistensi terhadap erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh
kekar yang mempunyai dua arah dengan sudut saling tegak lurus.

30
Kekar pada umumnya kurang resisten terhadap erosi sehingga
memungkinkan air mengalir dan berkembang melalui kekar-kekar
membentuk suatu pola pengaliran dengan saluran salurannya lurus-
lurus mengikuti sistem kekar. Pola aliran rectangular dijumpai di
daerah yang wilayahnya terpatahkan. Sungai-sungainya mengikuti
jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di tempat tempat dimana
singkapan batuannya lunak. Cabang-cabang sungainya membentuk
sudut tumpul dengan sungai utamanya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai
yang dikendalikan oleh struktur geologi, seperti struktur kekar
(rekahan) dan sesar (patahan). Sungai rectangular dicirikan oleh
saluran-saluran air yang mengikuti pola dari struktur kekar dan
patahan.

4. Pola Aliran Trellis


Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang
menyerupai bentuk pagar yang umum dijumpai di perkebunan anggur.
Pola aliran trellis dicirikan oleh sungai yang mengalir lurus di
sepanjang lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari lereng yang

31
curam dari kedua sisinya. Sungai utama dengan cabang-cabangnya
membentuk sudut tegak lurus sehingga menyerupai bentuk pagar. Pola
aliran trellis adalah pola aliran sungai yang berbentuk pagar (trellis)
dan dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan sinklin dan
antilin. Sungai trellis dicirikan oleh saluran-saluran air yang berpola
sejajar, mengalir searah kemiringan lereng dan tegak lurus dengan
saluran utamanya. Saluran utama berarah searah dengan sumbu
lipatan.

5. Pola Aliran Sentripetal


Pola aliran sentripetal merupakan ola aliran yang berlawanan
dengan pola radial, di mana aliran sungainya mengalir ke satu tempat
yang berupa cekungan (depresi). Pola aliran sentripetal merupakan
pola aliran yang umum dijumpai di bagian barat dan barat laut
Amerika, mengingat sungai-sungai yang ada mengalir ke suatu
cekungan, di mana pada musim basah cekungan menjadi danau dan
mengering ketika musin kering. Dataran garam terbentuk ketika air
danau mengering.

32
6. Pola Aliran Annular
Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya
menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah
hilir aliran kembali bersatu. Pola aliran annular biasanya dijumpai
pada morfologi kubah atau intrusi loccolith.

7. Pola Aliran Paralel (Pola Aliran Sejajar)


Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang
terbentuk oleh lereng yang curam/terjal. Dikarenakan morfologi
lereng yang terjal maka bentuk aliran-aliran sungainya akan berbentuk
lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan cabang-cabang sungainya
yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada morfologi
lereng dengan kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel
kadangkala mengindikasikan adanya suatu patahan besar yang
memotong daerah yang batuan dasarnya terlipat dan kemiringan yang
curam. Semua bentuk dari transisi dapat terjadi antara pola aliran
trellis, dendritik, dan paralel.

4.2 Struktur
4.2.1 Lipatan
Lipatan merupakan pencerminan dari suatu lengkungan yang
mekanismenya disebabkan dua proses, yaitu bending ( melengkung )
dan bucking ( melipat ). Pada gejala bucking gaya yang bekerja
sejajar dengan bidang perlapisan, sedangkan pada bending, gaya
yang bekerja tegak lurus terhadap bidang permukaan lapisan. (hill
1953)
 Beberapa unsur lipatan
1. Plunge, sudut yang terbentuk oleh poros dengan horizontal
pada bidang vertikal.
2. Core, bagian dari suatu lipatan yang letaknya disekitar
sumbu lipatan.

33
3. Crest, daerah tertinggi dari suatu lipatan biasanya selalu
dijumpai pada antiklin
4. Pitch atau Rake, sudut antara garis poros dan horizontal
diukur pada bidang poros.
5. Depresion, daerah terendah dari puncak lipatan.
6. Culmination, daerah tertinggi dari puncak lipatan.
7. Enveloping Surface, gambaran permukaan (bidang
imajiner) yang melalui semua Hinge Line dari suatu lipatan.
8. Limb (sayap), bagian dari lipatan yang terletak Downdip
(sayap yang dimulai dari lengkungan maksimum antiklin
sampai hinge sinklin) atau updip (sayap yang dimulai dari
lengkungan maksimum sinklin sampai hinge antiklin).
Sayap lipatan dapat berupa bidang datar (planar),
melengkung (curve), atau bergelombang (wave).
9. Fore Limb, sayap yang curam pada lipatan yang simetri.
10. Back Limb, sayap yang landai.
11. Hinge Point, titik yang merupakan kelengkungan
maksimum pada suatu perlipatan.
12. Hinge Line, garis yang menghubungkan Hinge Point pada
suatu perlapisan yang sama.
13. Hinge Zone, daerah sekitar Hinge Point.
14. Crestal Line, disebut juga garis poros, yaitu garis khayal
yang menghubungkan titik-titik tertinggi pada setiap
permukaan lapisan pada sebuah antiklin.
15. Crestal Surface, disebut juga Crestal Plane, yaitu suatu
permukaan khayal dimana terletak didalamnya semua garis
puncak dari suatu lipatan.
16. Trough, daerah terendah pada suatu lipatan, selalu dijumpai
pada sinklin

34
17. Trough Line, garis khayal yang menghubungkan titik-titik
terendah pada setiap permukaan lapisan pada sebuah
sinklin.
18. Trough Surface, bidang yang melewati Trough Line.
19. Axial Line, garis khayal yang menghubungkan titik-titik
dari lengkungan maksimum pada tiap permukaan lapisan
dari suatu struktur lapisan.
20. Axial Plane, bidang sumbu lipatan yang membagi sudut
sama besar antara sayap-sayap lipatannya.

 Klasifikasi Lipatan
Klasifikasi lipatan berdasarkan unsur geometri, antara lain :
1. Berdasarkan kedudukan Axial Plane, yaitu :
a. Upright Fold atau Simetrical Fold (lipatan tegak atau
lipatan setangkup)
b. Asimetrical Fold (lipatan tak setangkup atau lipatan tidak
simetris)
c. Inclined Fold atau Over Fold (lipatan miring atau lipatan
menggantung)
d. Recumbent Fold (lipatan rebah)

2. Klasifikasi lipatan berdasarkan bentuknya, antara lain :


a. Concentric Fold
b. Similar Fold
c. Chevron Fold
d. Isoclinal Fold
e. Box Fold
f. Fan Fold
g. Closed Fold
h. Harmonic Fold
i. Disharmonic Fold

35
j. Open Fold
k. Kink Fold, terbagi atas :
- Monoklin
- Homoklin
- Terrace

3. Lipatan dapat dibagi lagi berdasarkan porosan lipatan atau


garis sumbu dan bentuknya, sebagai berikut:
a. Lipatan Paralel adalah lipatan dengan ketebalan lapisan
yang tetap; Lipatan Similar adalah lipatan dengan jarak
lapisan sejajar dengan sumbu utama;
b. Lipatan disharmonik adalah lipatan yang tidak teratur
karena lapisannya tersusun dari bahan-bahan yang
berlainan;
c. Lipatan Ptigmatik adalah lipatan terbalik terhadap
sumbunya;
d. Lipatan chevron adalah lipatan bersudut dengan bidang
planar;
e. Lipatan isoklin adalah lipatan dengan sayap sejajar yang
disebabkan oleh tekanan yang terus menerus;
f. Lipatan klin bands adalah lipatan bersudut tajam yang
dibatasi oleh permukaan planar;
g. Lipatan tegak adalah lipatan yang garis sumbunya
membagi secara simetris atau sma besar antara antiklin
dan sinklin;
h. Lipatan miring adalah lipatan yang garis sumbunya tidak
simetris, membentuk sudut;
i. Lipatan menggantung adalah lipatan mirip lipatan miring
tetapi bagian puncaknya terdorong sangat tinggi
sehingga bentuknya seperti menggantung;

36
j. Lipatan rebah adalah lipatan yang tertekan terus
menerus menyebabkan puncaknya melandai seperti
rebahan;
k. Lipatan kelopak adalah lipatan yang bagian dalamnya
bekerja daya tekanan dan sayap tengah tidak menjadi
tipis;
l. Lipatan Seretan (Drag folds) adalah lipatan yang
terbentuk sebagai akibat seretan suatu sesar.

 Bagian-bagian Lipatan
Salah satu bagian dari lipatan adalah axial plane atau axial
surface. Axial plane merupakan bidang yang memotong puncak
sehingga bagian samping dari lipatan menjadi kurang simetris.
Bagian dari lipatan yang lain adalah limbs atau dalam bahasa
Indonesia disebut sebagai sayap lipatan. Limbs adalah bidang
miring yang membangun struktur sinklin atau antiklin. Limbs
memanjang dari axial plane pada lipatan satu ke axial plane
pada lipatan lainnya. Inflection pointadalah titik dimana terdapat
perubahan pada lengkungan yang mana lengkungan ini masih
termasuk bagian dari limbs itu sendiri.
Selain itu masih ada lagi bagian-bagian lipatan lainnya.
Diantaranya adalah crest dan through. Crest adalah garis
sepanjang bagian atau daerah tertinggi dari suatu lipatan. Atau
lebih tepatnya garis yang menghubungkan titik-titik tertinggi
dari suatu lipatan pada bidang yang sama. Crest dapat pula
disebut sebagai hinge line. Adapun bidang pada lipatan tempat
terbentuknya crest disebut sebagai crestal plane.
Sedangkan through sendiri adalah kebalikan dari crest. Through
merupakan garis yang menempati bagian paling rendah dari
suatu lipatan. Dengan kata lain, garis ini menghubungkan titik-

37
titik paling rendah dari bidang yang sama. Dan bidang tempat
terbentuknya through dinamakan dengan trough line.

4.2.2 Sesar
Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah
mengalami “pergeseran yang berarti” pada bidang rekahnya. Suatu
sesar dapat berupa bidang sesar (Fault Plain) atau rekahan tunggal.
Tetapi sesar dapat juga dijumpai sebagai semacam jalur yang terdiri
dari beberapa sesar minor. Jalur sesar atau jalur penggerusan,
mempunyai dimensi panjang dan lebar yang beragam, dari skala
minor sampai puluhan kilometer. Kekar yang memperlihatkan
pergeseran bisa juga disebut sebagai sesar minor. Rekahan yang
cukup besar akibat regangan, amblesan, longsor, yang disebut
Fissure, tidak termasuk dalam definisi sesar.

 Beberapa indikasi umum adanya sesar :


1. Kelurusan pola pengaliran sungai.
2. Pola kelurusan punggungan.
3. Kelurusan Gawir.
4. Gawir dengan Triangular Facet.
5. Keberadaan zona hancuran.
6. Keberadaaan kekar.
7. Keberadaan lipatan seret (Dragfolg)
8. Keberadaan bidang gores garis (Slicken Side) dan Slicken
Line.
9. Adanya tatanan stratigrafi yang tidak teratur.
10. Keberadaan mata air panas.

38
 Klafikasi Sesar
1. Slip (pergeseran relatif)
Pergeseran relatif pada sesar, diukur dari jarak blok
pada bidang pergeseran titik-titik yang sebelumnya
berhimpit. Jarak total dari pergeseran disebut dengan Net
Slip.
Slip Fault terbagi atas:
a. Strike Slip Fault, sesar yang arah pergerakannya relatif
paralel dengan strike bidang sesar. (Pitch 00 – 100).
Sesar ini disebut juga sebagai Sesar Mendatar. Sesar
mendatar terbagi lagi atas :
- Sesar Mendatar Sinistral, yaitu sesar mendatar yang
blok batuan kirinya lebih mendekati pengamat.
- Sesar Mendatar Dextral, yaitu sesar mendatar yang
blok batuan kanannya lebih mendekati pengamat.

b. Dip Slip Fault, sesar yang arah pergerakan nya relatif


tegak lurus strike bidang sesar dan berada pada dip
bidang sesar. (Pitch 800 – 900). Dip Slip Fault terbagi
lagi atas :
- Sesar Normal, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-
Wallnya relatif turun terhadap Foot-Wall.
- Sesar Naik, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-
Wallnya relatif naik terhadap Foot-Wall.

c. Strike-Dip Slip Fault atau (Oblique Fault), yaitu sesar


yang vektor pergerakannya terpengaruh arah strike dan
dip bidang sesar. (Pitch 100 – 800). Strike-Dip Slip Fault
terbagi lagi atas kombinasi-kombinasi Strike Slip Fault
dan Dip Slip Fault, yaitu:

39
- Sesar Normal Sinistral, yaitu sesar yang pergerakan
Hanging-Wallnya relatif turun dan sinistral terhadap
Foot-Wall.
- Sesar Normal Dextral, yaitu sesar yang pergerakan
Hanging-Wallnya relatif turun dan dextral terhadap
Foot-Wall.
- Sesar Naik Sinistral, yaitu sesar yang pergerakan
Hanging-Wallnya relatif naik dan sinistral terhadap
Foot-Wall.
- Sesar Naik Dextral, yaitu sesar yang pergerakan
Hanging-Wallnya relatif naik dan dextral terhadap
Foot-Wall.

2. Separation (Pergeseran Relatif Semu)


Bila pitch tidak dapat ditemukan, maka pergeseran tidak
dapat ditentukan, maka pergeseran disebut separation.

 Unsur-unsur Struktur Sesar


Unsur-unsur struktur sesar terdiri dari :
1. Bidang Sesar, yaitu bidang rekahan tempat terjadinya
pergeseran yang kedudukannya dinyatakan dengan jurus
dan kemiringan.
2. Hanging-Wall, yaitu blok bagian terpatahkan yang berada
relatif diatas bidang sesar.
3. Foot-Wall, yaitu blok bagian terpatahkan yang relatif
berada dibawah bidang sesar.
4. Throw, yaitu besarnya pergeseran vertikal pada sesar.
5. Heave, yaitu besarnya pergeseran horizontal pada sesar.
6. Pitch, yaitu besarnya sudut yang terbentuk oleh
perpotongan antara gores garis (Slicken Line) dengan garis
horizontal (garis horizontal diperoleh dari penandaan

40
kompas pada bidang sesar saat pengukuran Strike bidang
sesar).

4.2.3 Kekar
Kekar adalah struktur retakan/rekahan terbentuk pada batuan
akibat suatu gaya yang bekerja padabatuan tersebut dan belum
mengalami pergeseran. Secara umum dicirikan oleh:
1. Pemotongan bidang perlapisan batuan;
2. Biasanya terisi mineral lain (mineralisasi) seperti kalsit,
kuarsa dsb;
3. Kenampakan breksiasi. Struktur kekar dapat dikelompokkan
berdasarkan sifat dan karakter retakan/rekahan serta arahgaya
yang bekerja pada batuan tersebut. Kekar yang umumnya
dijumpai pada batuan adalah sebagai berikut:
- Shear Joint
(Kekar Gerus) adalah retakan / rekahan yang
membentuk pola salingberpotongan membentuk sudut
lancip dengan arah gaya utama. Kekar jenis shear
jointumumnya bersifat tertutup.
- Tension Joint
Adalah retakan/rekahan yang berpola sejajar dengan
arah gaya utama,Umumnya bentuk rekahan bersifat
terbuka.
- Extension Joint
(Release Joint) adalah retakan/rekahan yang berpola
tegak lurus denganarah gaya utama dan bentuk
rekahan umumnya terbuka.

 Klasifikasi Kekar
Klasifikasi kekar ada beberapa macam , tergantung dasar
klasifikasi yang digunakan , diantaranya :

41
1. Berdasarkan bentuknya
2. Berdasarkan kerapatannya
3. Berdasarkan kecepatannya
4. Berdasarkan cara terjadinya ( genesanya )

Klasifikasi Kekar berdasarkan genesanya :


1. Shear Joint ( kekar gerus ) yaitu kekar yang terjadi
akibat adanya tegasan tekanan ( compressive stress ) .
2. Tension Joint ( Tension stress ) dibedakan atas :
- Extension Joint yaitu kekar yang terjadi akibat
pemekaran / tarikan
- Release Joint yaitu kekar yang terjadi akibat
berhentinya gaya yang bekerja .

Klasifikasi kekar berdasarkan kedudukan relatifnya yaitu :


1. Kekar menjurus ( strike joint ) kekar yang arah
jurusnya sejajar atau hampir sajajar dengan jurus
perlapisan batuan
2. Kekar kemiringan ( dip joint ) kekar yang arahnya
sejajar dengan arah kemiringan lapisan .
3. Diagonal joint yaitu kekar yang jurusnya terletak di
antara arah jurus dan kemiringan batuan yang
berasosiasi dengannya .
4. Kekar perlapisan ( bedding joint ) kekar yang sejajar
dengan bidang perlapisan batuan . Klasifikasi Kekar
berdasarkan bentuknya yaitu :
- Kekar sistematik yaitu keakar dalam bentuk
berpasangan arahnya sejajar satu dengan yang
lainnya .
- Kekar non sistematik yaitu kekar yang tidak teratur
biasanya melengkung dapat saling bertemu (

42
bersilangan ) di antara kekar lainnya atau tidak
memotong kekar lainnya dan berakhir pada bidang
perlapisan

Klasifikasi kekar berdasarkan genesa dan keaktifan gaya


yang membentuknya yaitu :
1. Kekar orde pertama yaitu sebagai hasil langsung dari gaya
pembentuk Kekar .Umumnya mempunayui bentuk dan pola
yang teratur dan ukurannya relative besar .
2. Kekar orde kedua yaitu kekar sebagai hasil pengaturan kembali
atau pengaruh gaya balik / lanjutan untuk mencapai
kesetimbangan massa batuan .

 Analisa Kekar
Secara skematis sebelum kita menganalisa kekar di
lapangan kita harus menjalankan beberapa prosedur kerja antara
lain sebagai berikut :
1. Pengumupulan / pencatatan data kekar semakin banyak
semakin akurat
2. Pengelompokan data
3. Penyajian data
4. Analisa data dengan menggunakan metode statistic yang
dilakukan Dengan :
a. Diagram Kipas
b. Histogram
c. Diagram Kontur , dengan menggunakan proyeksi
streografis dan proyeksi kutub

Tujuan Analisa Kekar di lapangan :


1. Menentukan kedudukan / arah umum dari kekar .
2. Menentukan arah umum dari gaya

43
Prosedur analisa menggunakan diagram kipas Hal ini
digunakan untuk kekar –kekar yang mempunyai kemiringan dan
diukur nilai strike dan dipnya tetapi dalam diagram kipas hanya
menggunakan nilai strike. Gambar diagram kipasnya yaitu
berupa setengah lingkaran dengan jari-jari sepanjang harga
porsentase maksimum

4.3 Litologi
Bates dan Jackson (1985), mengartikan litologi menjadi 2:
1. Litologi adalah deskripsi batuan pada singkapan berdasarkan
karakteristiknya, seperti: warna, komposisi mineral dan ukuran butir
sinonim dengan Petrografi.
2. Litologi adalah karakteristik fisik dari batuan.

4.4 Stratigrafi
Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan,
hubungan dan kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam dengan
ruang dan waktu, sedangkan dalam arti sempit ialah ilmu pemerian batuan
(Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).
Pengolongan stratigrafi ialah pengelompokan bersistem batuan
menurut berbagai cara, untuk mempermudah pemerian aturan dan
hubungan batuan yang satu terhadap lainnya. Kelompok bersistem tersebut
di atas dikenal sebagai Satuan Stratigrafi (Sandi Startigrafi Indonesia,
1996).
Batas satuan stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri
satuan tersebut sebagaimana didefinisikan Batas satuan Stratigrafi jenis
tertentu tidak harus berhimpit dengan batas satuan satuan stratigrafi jenis
lain, bahkan dapat memotong satu sama lain (Sandi Startigrafi Indonesia,
1996).

44
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Penginderaan jauh merupakan pengamatan atau pengukuran data atau
informasi mengenai sifat dari sebuah fenomena, obyek, atau benda dengan
menggunakan sebuah alat perekam tanpa berhubungan langsung dengan
obyek yang dikaji. Penginderaan jauh dikenal sebagai suatu ilmu dan seni
untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena.
Informasi diperoleh melalui analisis data piktorial dan numerik yang
diperoleh dengan suatu alat, tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah,
atau fenomena yang dikaji. Pengumpulan data dari jarak jauh dilakukan
dengan berbagai bentuk, termasuk dengan teknik pemancaran daya,
pemancaran gelombang bunyi, dan penangkapan energi gelombang.
Dalam Geologi Citra dan Penginderaan Jauh dapat diketahui berbagai
macam aspek, yaitu :
1. Alat-alat seperti : Stereoskop dan Paralaksbar
2. Fotogrametri
3. Satuan Geomorfologi
4. Foto Citra
5. Citra Landsat

5.2 Saran
1. Diharapkan pengembangan laboratorium dibuat lebih nyaman agar
mempermudah praktikan dalam kegiatan di laboratoium.
2. Diharapkan laboratorium memperlengkap peralatan yang dibutuhkan
dalam kegiatan di laboratorium.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Prayitno, Budi. 2016. Modul Praktikum Geologi Citra dan Penginderaan


Jauh. Universitas Islam Riau, Pekanbaru.
2. Anonymous. 2013. https://herydictus.wordpress.com/struktur-geologi/.
Diakses pada jam 17:24 tanggal 7 Juni 2016 di Pekanbaru.
3. Anonymous. 2014. http://fotogrametriutm2.blogspot.co.id/2014/10/apa-
itu-fotogarameri.html. Diakses pada jam 14:34 tanggal 7 Juni 2016 di
Pekanbaru.
4. Dwijayanto, Agung. 2012.
http://agungdwijayanto.blogspot.co.id/2012/05/bentuk-lahan.html. Diakses
pada jam 15:54 tanggal 7 Juni 2016 di Pekanbaru.
5. Setyobudi, Prihatin Tri. 2010.
https://ptbudie.wordpress.com/2010/12/25/pengertian-stratigrafi/#more-
312. Diakses pada jam 12:32 tanggal 7 Juni 2016 di Pekanbaru.

46

Anda mungkin juga menyukai