Anda di halaman 1dari 3

Buku itu berjudul “PARADIGMA BARU DAKWAH KAMPUS; Strategi sukses

mengelola dakwah kampus “ buah pena dari Ari Abdillah. Buku yang terbit dipenghujung
tahun 2008 ini, sangat pas untuk ADS (aktifis dakwah sekolah), ADK (aktifis dakwah
kampus), ADP (aktifis dakwah profesi), kader dakwah disemua lini, da’i, murrabi dan
murrabiyah kampus….Berikut petikan bukunya………….
Li kulli marhalatin ahdafuha, li kulli marhalatin rijaluha (dalam setiap tahapan
da’wah memiliki tujuan dan rijalnya masing-masing). Masa transisi bangsa ini telah
memberikan pengaruh terhadap dinamika dakwah kampus. Dalam kurun waktu delapan
tahun terakhir saya merasakan perubahan itu mulai menusuk dan mempengaruhi iklim
dakwah kampus. Tuntutan akademis, meningkatnya biaya pendidikan, karakter mahasiswa
yang semakin hedonis, munculnya berbagai harokah da’wah dan semakin menurunnya energi
pergerakan mahasiswa turut memberikan warna tersendiri dalam denyut nadi da’wah
kampus. Perubahan itu ternyata mengalir keberbagai kampus dibelahan bumi nusantara. Oleh
karena itu dakwah kampus harus mampu menjawab tuntutan zaman yang terus berubah.
Perubahan itu mengharuskan dakwah kampus segera berbenah dan bermetamorfosa agar tak
tergilas oleh roda zaman itu sendiri.
Dakwah kampus yang sedang mengalami transisi zaman tidak membutuhkan
perubahan yang sifatnya parsial, tetapi ia membutuhkan perubahan yang besar dan
berkelanjutan disemua sayap da’wahnya. Oleh karena itu, transisi dakwah kampus akan sulit
dilewati ketika para pelakunya tidak memiliki akal-akal besar dan paradigma baru dalam
menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada. Buku ini akan menuntun anda untuk
menyelami lebih dalam bangunan dakwah kampus yang merupakan salah satu ruang besar
dari bangunan integral pergerakan da’wah yang lebih luas. Buku ini terdiri dari lima ruang
yang akan ditelusuri satu persatu dalam stasiun kenangan ini.
Ruang pertama, Meretas Jalan Kebangkitan Islam. Gerakan da’wah ini
teristimewakan dengan beberapa karakteristik yang membedakannya dari da’wah-da’wah
lainnya. Karakteristik itu bukan hanya sekedar formalitas, akan tetapi merupakan ekspresi inti
fikrah yang mendasari proyek besar kebangkitan Islam yang membawa da’wah menuju
kejayaannya.
Melalui da’wah dan jihad agama ini diperjuangkan. Insya Allah da’wah akan
menggapai kejayaan, keagungan, dan kepemimpinan dunia. Hal itu hanya dapat dicapai
dengan keikhlasan dalam berjuang, keteguhan menghadapi ujian, kekuatan menghadapi
tantangan, keteladanan dalam beramal, keberanian dalam megambil keputusan, kecerdasan
dalam bersiasat dan kesabaran dalam meraih kemenangan.
Ruang kedua, Tahapan Amal Da’wah dan Teori Kebangkitan. Dalam berbagai risalahnya
Ustadz Hasan Al-Banna menjelaskan tentang tahapan amal da’wah, agar Islam menemui era
kejayaannya kembali hingga tidak ada lagi fitnah dimuka bumi ini.

”Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan agama itu semata-mata
hanya milik Allah….” (Q.S : Al-Baqarah : 193).

Dalam risalah ”Bainal amsi wal yaum” yang ditulis oleh Mursyid ’Aam pertama Al-
Ikhwan Al-Muslimun, dengan jelas mengejawantahkan tahapan itu dalam dua tahapan besar.
a. Tujuan jangka pendek yang mencakup perbaikan individu, membina keluarga Islami, dan
membentuk masyarakat Islami.
b. Tujuan jangka panjang yang meliputi memperbaiki pemerintahan, membebaskan negeri
muslim dari penjajahan asing, tegaknya daulah dan Kekhilafahan Islam, dan
kepemimpinan dunia.

Disini akan diuraikan tentang tahapan amal tersebut, agar kita mampu memahami
tentang teori kebangkitan Islam yang telah digambarkan di atas. Dengan pemahaman yang
benar terhadap tahapan amal da’wah, kita berupaya melaksanakan pemahaman ini agar
menjelma dalam kehidupan yang nyata dan bukan hanya di alam pikiran saja, sehingga amal
itu dapat disaksikan dan dirasakan pengaruhnya oleh segenap manusia.
Ruang ketiga, Paradigma Baru Da’wah Kampus. Tantangan dan tuntutan zaman
menghendaki da’wah ini harus terus berjalan di semua sisinya baik secara struktural maupun
kultural dan integral di seluruh dimensi, serta putaran amalnya. Da’wah kampus berhadapan
dengan berbagai dimensi kehidupan. Sebagaimana sifat dasarnya, Islam
bersifat syamil(menyeluruh) dan mutakamil (sempurna). Oleh karena itu da’wah kampus
merupakan motor besar kaderisasi yang akan mensuplai alumninya untuk memasuki seluruh
sendi-sendi kehidupan.
Untuk menjawab berbagai tantangan dan tuntutan zaman, aktifis da’wah harus membekali
dirinya untuk melakukan mobilitas da’wah baik secara vertikal maupun horizontal. Jika
mobilitas horizontal bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat Islami, maka mobilitas
vertikal bertujuan untuk mempersiapkan sekaligus menerapkan kehendak-kehendak Allah
SWT kedalam sistem kenegaraan. Sebagaimana Rasulullah SAW telah mempersiapkan
terlebih dahulu masyarakat yang menerima konsep Islam, sampai akhirnya mendirikan
sebuah institusi politik, yaitu negara Madinah. Ada tiga kunci utama yang harus dimiliki oleh
para kader da’wah dalam melakukan mobilitas vertikal maupun horizontal.Ketiga kunci itu
adalah kredibilitas moral, kredibilitas sosial dan kredibilitas profesional. Jika ketiga kapasitas
ini dimiliki oleh kader da’wah, maka insya Allah da’wah akan diterima dimanapun dan
kapanpun kita berada.
Ruang kempat, Memahami Medan Amal Da’wah Kampus. Da’wah kampus dengan
berbagai karakter dan dinamikanya harus mampu mengoptimalkan peran dan fungsinya
sebagai marhalah yang mencetak SDM baik secara kuantitas maupun kualitas. Pembentukan
kuantitas kader dapat dilakukan dengan memperluas sarana rekrutmen, dan pembentukan
kualitas kader dilakukan melalui tadrib wa taujih al amal (pelatihan dan pengarahan kerja di
berbagai amal da’wah kampus). Amal da’wah kampus harus kita pahami secara integral agar
tidak terjadi disorientasi dalam da’wah kampus dan ashobiah antar lini da’wah.
Dalam sirah nabawiyah dijelaskan tentang kisah hijrah nabi Muhammad SAW dari
Makkah ke Madinah. Kisah itu memberikan pelajaran kepada kita tentang kolektifitas dan
integralitas amal serta kecerdasan akal yang saling bersatu padu hingga menuai kesuksesan
gemilang untuk perkembangan da’wah Islam dimassa depan. Da’wah kampus pun harus
mengambil pelajaran berharga dalam mengelola dinamika dan strategi kerjanya. Setiap kader
harus memahami pembagian amal da’wah bukan untuk bekerja secara parsial, akan tetapi hal
tersebut bertujuan untuk pembagian fokus kerja agar roda da’wah ini berjalan secara
profesional dan sinergis. Sebagaimana Rasulullah SAW membagi medan amal kepada Abu
bakar, Abdullah, Asma dan Amir, keempatnya mampu bekerja secara optimal dalam
melakukan pembagian peran untuk meyelamatkan Rasulullah SAW dari pengejaran kafir
Quraisy dan selanjutnya Islam berkembang sangat cepat di Madinah.
Aktifis da’wah kampus harus melakukan harmonisasi sebagai upaya mengoptimalkan
potensi masing-masing lini da’wah dan mengefektifkan sinergi antar lembaga. harmonisasi
mencakup pembagian atau kerjasama peran, bidang garap, isu, obyek da’wah dan hal-hal
lain, sehingga tercegah kondisi tumpang tindih, kesenjangan atau saling memperlemah antar
elemen da’wah kampus.
Ruang kelima, Sukses Mengelola Da’wah Kampus. Da’wah kampus sejatinya tidak
akan pernah berdiri tegak ketika terjebak dengan putaran zaman. Hal ini menuntut perubahan
dan penyesuaian diri dengan kebutuhan ummat dan kondisi terkini. Perubahan mendasar yang
dinantikan akan terjadi apabila aspek-aspek terkait dalam kultur da’wah kampus mulai
berbenah.
Perubahan, kata ini seolah menjadi kunci dari mandeknya aktualisasi da’wah kampus
dewasa ini. Perubahan tentu saja membutuhkan berbagai macam sarana. Salah satunya adalah
struktur-organisasi dan perangkat-perangkatnya. Kalau kita telaah lebih dalam, sesungguhnya
keberadaan tandzim/organisasi itu tidak lebih dari sebuah upaya untuk mensistematiskan
proses perubahan itu sendiri. Tujuannya jelas, agar perubahan mampu terwujud secara tepat
dan akurat. Agar perubahan itu mampu menjadi semacam obat penawar dan bukan sengat
yang melumpuhkan.
Oleh karenanya, tandzim/organisasi menentukan dan membuat berbagai fungsi dan
alat, agar perubahan yang diinginkan tercapai dalam jangka waktu tertentu. Tapi akan
menjadi masalah ketika fungsi dan alat itu tak dipahami dengan baik, pada akhirnya yang
terjadi adalah disorientasi. Akibatnya, perubahan dan prosesnya seolah-olah berkutat dan
berputar hanya pada tingkat wacana dan ide semata, tapi sebenarnya kita telah terbiasa
dengan kerja perencanaan. Kerja yang senantiasa kita orientasikan jauh kedepan dalam
jangka waktu yang panjang.
Diserambi belakang, saya suguhkan tulisan yang membahas Islam dan keterlibatan
dalam pemerintahan dengan berbagai polemik yang ada didalamnya. Buku ini akan lebih
nikmat jika anda menyelami ruang demi ruang hingga sudut-sudut sempitnya. Disana akan
banyak nilai yang tak kasat mata, dengan apa yang saya sebut sebagai “the hidden
conection”.

Anda mungkin juga menyukai