Anda di halaman 1dari 3

JOURNAL READING

Plasma Rich in Growth Factors for the Treatment of Dry Eye


after LASIK Surgery
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Mata

RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun oleh :

Nafiatul Aliah

30101407262

Pembimbing :

dr. Djoko Heru S., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


RSUDDR. LOEKMONO HADI KUDUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
Growth Factor Plasma Rich untuk Terapi dari Dry Eye setelah Operasi Lasik

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kegunaan tetes mata Growth
Factor di Plasma Rich (PRGF) tetes mata pada pasien dengan penyakit mata kering setelah
dilakukan bedah LASIK (Laser –Assisted in situ Keratomileusis)

Material and Methods: Penelitian ini menggunakan metode longitudinal, retrospektif,


komparatif, dan penelitian diskriptif untuk 77 mata dari 42 pasien dengan dry eye syndrome
setelah bedah LASIK. Studi ini di design untuk mengevaluasi efektivitas dari terapi PRGF
dibandingkan dengan terapi konvensional (control grup). Pengukuran hasil meliputi tanda
dan gejala dari dry eye syndrome yang dievaluasi sebelum dan sesudah terapi. Persentasi dari
perubahan sebelum dan sesudah terapi untuk setiap variable klinis diukur dengan
membandingkan kedua grup.

Hasil: Ada 1-4 siklus terapi dengan tetes mata PRGF (1 siklus = 6 minggu). Hasil
menunjukkan perubahan signifikansi statis pada indeks permukaan penyakit bola mata
(38,12%), visual analogue scale (42,47%), dan skor tes Schirmer (88,98%) setelah terapi
PRGF (p<0.005). Tidak ada kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan setelah terapi
PRGF.

Kesimpulan: Hasil ini menunjukkan bahwa terapi tetes mata PRGF efektif untuk
memperbaiki dry eye syndrome setelah bedah LASIK, dibandingkan dengan konvensional
terapi. Terapi dengan tetes mata PRGF adalah alternative untuk pengobatan pasien yang
menderita dry eye syndrome post operasi

PENDAHULUAN

Laser-assisted in situ keratomileusis (LASIK) adalah prosedur optalmologis yang digunakan


untuk mengkoreksi kelainan refraksi, di Amerika, sekitar 650.000 bedah LASIK dilakukan
setiap tahunnya. Ini melibatkan pembuatan penipisan dari superficial corneal flap oleh
microkeratome yang diikuti dengan ablasi jaringan kornea dengan laser eksimer, dan
akhirnya, reposisi dari flap. Dry Eye Syndrome (DES) adalah suatu konsekuensi yang ada
pada kebanyakan pasien setelah bedah LASIK, dan merupakan alasan primer ketidak puasaan
pasien. Alasan utama penyebab DES setelah bedah LASIK adalah kerusakan saraf kornea
iatrogenic. Saat dilakukan prosedur flap stroma anterior dan ablasi laser eksimer dari kornea,
antara pleksus saraf sub-basal dan stroma kornea dirusak. Dengan segera setelah prosedur ini
dilakukan, pasien menunjukkan gejala DES, seperti mata kering, sensasi terbakar, berduri,
fotofobia, rasa tidak nyaman dimata, dan bahkan reduksi dari ketajaman penglihatan post-
operasi.

Kondisi puncak biasanya di beberapa bulan pertama setelah operasi, dan kemudian
gejala mulai membaik kebanyakan pasien hingga terjadi resolusi komplit pada 6-12 bulan
setelah operasi. Terapi konvensional meliputi penggunaaan tetes air mata artificial sebagai
inisial terapi untuk lubrikasi dari permukaan bola mata, tetapi, sayangnya, tetes air mata
artificial tidak cukup memuaskan. Punctal plugs dan kortikosteroid dapat juga digunakan
untuk manajemen dari DES post LASIK. Walaupun, pada akhirnya penggunaan jangka
panjang yang dimilikinya mempunyai efek samping meningkatkan Tekanan Intra Okular
(TIO) dan pembentukan katarak. Beberapa penelitian mendemonstrasikan bahwa reduksi
sensitivitas kornea secara langsung dan tidak langsung meningkatkan dari epitheliopati
kornea. Oleh karena itu, penyembuhan cepat dari inervasi kornea adalah penting untuk
memulihkan homeostasis kornea. beberapa penelitian menyarankan untuk penggunaan nerve
groeth factor (NGF), derivate substansi peptide P, atau Insulin-like growth factor-1 (IGF-1)
untuk mempercepat penyembuhan dari sensitivitas kornea setelah operasi LASIK. Walaupun
hasil kurang memuaskan pada percobaan klinis, mereka digunakan secara terbatas sebagai
rekombinan growth factors tetap tidak efisien biaya.

Autologous serum (AS) sering digunakan sebelumnya untuk terapi DES setelah
LASIK,. Hasil yang memuaskan diamati setelah terapi AS direkomendasikan untuk sejumlah
growth facor terkait untuk regenerasi dari permukaan bola mata, yang utamanya berisi
trombosit darah. Walaupun

Anda mungkin juga menyukai