Anda di halaman 1dari 9

A.

PENDAHULUAN
Manusia memiliki emosi yang memicu timbulnya keresahan, kegelisahan, ketegangan,
atau stres. Emosi bukanlah suatu hal yang buruk. Orang hidup adalah orang yang masih
memiliki emosi karena emosi itu sendiri merupakan kumpulan perasaan yang ada dalam hati
manusia. Ragam perasaan seperti gembira, sedih, takut, benci, cinta, dan marah merupakan
bentuk emosi.
Stres adalah suatu kondisi yang dialami oleh manusia, berupa kumpulan-kumpulan
gangguan fisik dan psikis, yang disebabkan ketidakmampuan manusia menghadapi tekanan-
tekanan fisik dan terutama tekanan psikologis. Penyebab utama stres adalah perubahan
yang drastis (ekstrim) dari suatu keadaan ke keadaan yang lain Ada stres tahap awal yang
hanya menimbulkan kegugupan, kelesuan, keletihan atau otot punggung dan
tengkuk kenceng-kenceng. Ada stres tahap gawat yang menimbulkan debaran jantung amat
keras, sesak nafas, terengah-engah, badan gemetar, dingin, keringat bercucuran, bahkan
pingsan. Salah satu dampak stres adalah depresi dengan gejala-gejala: gangguan tidur, rasa
cemas, takut dan emosi yang melemah.
Kata-kata “emosi” sering dikaitkan atau diidentikan dengan seseorangyang sedang
marah atau dengan orang yang pemarah. Pengertian tersebut secara awam dikenali dan
dipakai oleh banyak orang. Pengertian emosi yang dikaitkan dengan marah, malah
terkadang diidentikkan dengan sifat suku, Emosi melekat pada setiap orang, namun apakah
setiap orang pemarah? Emosi tidak sekedar menunjukkan orang yang pemarah apalagi
merujuk kepada stereotip untuk suku tertentu. Emotion, seperti dari asal kata bahasa
Inggrisnya, merujuk pada sesuatu dan perasaan yang sangat menyenangkan atau sangat
mengganggu. Emosi dipicu dari pandangan seseorang terhadap suatu kejadian, Emosi
berkaitan dengan sikap yang membuat efek membekas dan dirasakan terhadap suatu objek
dapat bersifat positif atau negatif. Pernyataan ini menyangkut pengertian emosi yang
dirasakan oleh setiap orang. Efek positif mendekatkan pada suatu objek dan efek negatif
menjauhkan dari objek (Newcomb,dkk, 1981:91).
Kita semua kadang-kadang mengalami stress. Masyarakat sekarang yang terpacu cepat
menciptakan stres bagi banyak anggotanya. Kita terus menerus ditekan untuk mencapai
lebih banyak dalam waktu yang semakin sedikit. Polusi udara dan suara, kepadatan
lalulintas, tindak kejahatan dan beban kerja yang berlebihan semakin sering datang dalam
kehidupan kita sehari-hari. Akhirnya, kita kadang-kadang mengalami peristiwa stres berat,
seperti kematian orangtua atau bencana alam. Pemaparan dengan stres dapat
menyebabkan emosi yang menyakitkan, seperti kecemasan dan depresi. Tetapi ini juga
dapat menyebabkan penyakit fisik, baik ringan maupun parah. Tetapi reaksi seseorang
terhadap peristiwa stres sangat berbeda : sebagian orang yang menghadapi peristiwa
stres mengalami masalah psikologis atau fisik serius sedangkan orang lain yang
berhadapan dengan peristiwa stres yang sama tidak mengalami masalah apa-apa dan
bahkan mungkin merasa peristiwa tersebut sebagai sesuatu yang menantang dan menarik.
Kesehatan atau sehat dikatakan adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada
tekanan-tekanan kehidupan. Jika demikian, orang yang sehat haruslah menemukan cara-
cara untuk menjaga irama hidupnya, dengan menjaga agar stress itu berada pada
keseimbangan yang positif.

B. EMOSI
1. Pengertian Emosi
Emosi memiliki jenis yang berbeda-beda. Emosi terdiri dari sedih, takut, jijik, sedih dan
terkejut. Ragam emosi tidak memiliki acuan yang sama dan memiliki gradasi yang berbeda.
Emosi bukanlah marah, melainkan marah adalah bagian dari emosi. Emosi berkembang
karena motif dan derajat perasaan.

Menurut Richard G. Gerric dan Phillip G. Gimbardo dalam bukunya Psychology and Life hal
394 “ Emotion as a complex pattern of bodily and mental changes that includes psychological
arrousal, feelings, cognitive processes, visible expressions ( face and posture) specific
behavioural reactions made in respons to a situation perceived as personally significant.
Dinyatakan bahwa emosi dianggap sebagai perubahan mental dan fisik secara komplek,
termasuk gejala psikologi meliputi perasaan, proses kognitif, ekspressi yang terlihat, reaksi
tingkah laku khusus yang yang terjadi dalam merespon situasi yang diterima secara
signifikan.

Menurut Carolyn Saarni (2002) dalam buku (Educational Psychology 2004 :79) dia
mengatakan ” demonstrate emotional competence when we emerge from an emotion-eliciting
encounter with a sense of having accomplished what we set out to do” kita memperlihatkan
perasaan emosi, ketika dihadapkan dengan suatu perasaan untuk memenuhi apa yang kita
lakukan.

Menurut Paul Eggen & Don Kauchak (Educational Psychology 2004 : 107-108 ) “ Emotion
factors include, shame, the painful emotion aroused when people recognize that they have
failed to act or think in ways they believe are good and guilt, the uncomportable feeling
people get when they know they have caused distress for someone else. Although its
unpleasant, experiencing shame and guilt indicates that moral development is advancing and
future behaviour will improve (Damon,1988), Emphathy is the ability to experience the same
emotion someone else his feeling. 2. Factor emosi meliputi perasaan malu, perasaan
bersalah dan perasaan empati.

Charles Darwin dalam bukunya The Expression of Emotions in Man and Animal (1872-1965)
Emotion evolved other important aspects of human and nonhuman structure and functions.
Darwin juga berpandangan bahwa emosi merupakan warisan atau sesuatu yang memang
sudah ada dan akan muncul ketika berhadapan dengan situasi kejadian tertentu yang terjadi
di dunia.
2. Komponen Emosi
Komponen emosi menurut Rita L. Atkinson, Edward Smith, Richard C. Atkinson dan Daryl J.
Bem terdiri dari
 Respon Tubuh Internal, terutama yang melibatkan sistem saraf otonomik
 Keyakinan atau penilaian kognitif bahwa telah terjadi keadaan positif atau negatif
tertentu.
 Ekspresi wajah
 Reaksi terhadap emosi

3. Rangsangan dan Emosi


Jika kita mengalami suatu emosi yang kuat, seperti rasa takut atau marah, kita mungkin
merasakan sejumlah perubahan pada tubuh, termasuk denyut jantung dan pernapasan yang
cepat, rasa kering di tenggorokan dan mulut, berkeringat, gemeteran dan perasaan tertekan
di lambung. Sebagian besar perubahan fisiologis yang terjadi selama rangsangan emosional
terjadi akibat aktivasi cabang simpatik dan sistem saraf otonomik untuk mempersiapkan
tubuh melakukan tindakan darurat. Sistem simpatik bertanggung jawab untuk terjadinya
perubahan-perubahan berikut :
1. Tekanan darah dan kecepatan denyut jantung meningkat;
2. Pernafasan menjadi lebih cepat;
3. Pupil mata mengalami dilatasi;
4. Keringat meningkat sementara sekresi saliva dan mukus menurun;
5. Kadar gula darah meningkat untuk memberikan lebih banyak energi;
6. Darah membeku lebih cepat untuk persiapan kalau-kalau terjadi luka;
7. Motilitas saluran gastrointestinal menurun, darah dialihkan dari lambung dan
usus ke otak dan otot rangka;
8. Rambut di kulit menjadi tegak, menyebabkan ”merinding”
Sistem saraf simpatis mempersiapkan organisme untuk mengeluarkan energi. Saat emosi
menghilang, sistem parasimpatik yaitu sistem penghemat energi mengambil alih dan
mengembalikan organisme ke keadaan normalnya.

Aktivitas sistem saraf otonomik tersebut dipicu oleh aktivitas di daerah otak tertentu,
termasuk hipotalamus yang memiliki peranan penting dalam banyak motif biologis
dan sistem limbik. Impuls dari area-area tersebut ditransmisikan ke nuklei di batang otak yang
mengendalikan fungsi sistem saraf otonomik. Sistem otonomik kemudian bekerja langsung
pada otot dan organ internal untuk menimbulkan beberapa perubahan tubuh yang dijelaskan
sebelumnya, dan bekerja secara tidak langsung dengan menstimulasi hormon adrenal untuk
menimbulkan perubahan tubuh lainnya.

Karakteristik untuk keadaan emosional seperti marah dan ketakutan, selama organisme
harus bersiap-siap melakukan tindakan, misalnya untuk melawan dan melarikan diri.
Beberapa respons yang sama juga terjadi selama pengalaman yang menyenangkan atau
rangsangan seksual. Tetapi, selama emosi seperti kesedihan atau dukacita, sebagian
proses tubuh mungkin tertekan, atau menjadi lambat.

4. Kognisi dan Emosi


Jika kita mengalami suatu peristiwa atau tindakan, kita menginterpretasikan situasi itu
berkaitan dengan tujuan pribadi dan kesehatan kita. Hasil dari penilaian adalah keyakinan
yang positif atau negatif (”Saya memenangkan pertandingan dan saya merasa bahagia” atau
”Saya gagal dalam ujian dan saya merasa sedih”). Interpretasi ini dikenal sebagai penilaian
kognitif, yang memiliki dua bagian tersendiri : proses penilaian dan keyakinan yang
dihasilkannya.

5. Ekspresi dan Emosi


Ekspresi wajah yang menyertai emosi jelas berfungsi mengkomunikasikan emosi
tersebut. Sejak publikasi buku klasik Charles Darwin pada tahun 1872, The Expression of
Emotion in Man and Animals, para ahli psikologi menganggap komunikasi emosi memiliki
fungsi penting, yang memiliki nilai kelangsungan hidup bagi spesies. Jadi tampak ketakutan
mungkin memperingatkan kepada lainnya akan adanya bahaya, dan menghayati bahwa
seseorang sedang marah mengatakan kepada kita bahwa ia mungkin akan bertindak secara
agresif. Penelitian belum lama ini lebih luas dari tradisi Darwin, menyatakan bahwa selain
fungsi komunikatifnya, ekspresi emosi berperan pada pengalaman subjektif emosi, sama
seperti rangsangan dan penilaian.

6. Reaksi dan Emosi


Seperti kita telah ketahui bahwa salah satu komponen utama suatu emosi adalah reaksi
berada dalam suatu keadaan emosional. Walaupun sebagian reaksi saat berada di dalam
keadaan emosional adalah spesifik untuk emosi yang dialami seperti mendekati seseorang
saat gembira atau menjauhkan diri jika takut, reaksi lain tampaknya berlaku pada emosi
secara umum. Jelasnya, berada dalam keadaan emosional : (a) dapat memberi kita energi
atau mengganggu kita; (b) menentukan apa yang kita perhatikan dan pelajari; dan (c)
menentukan pertimbangan apa yang kita gunakan dalam memandang dunia.

7. Agresi dan Emosi


Emosi bukan hanya merupakan suatu reaksi umum, tetapi juga reaksi spesifik. Kita
mungkin tertawa saat kita gembira, menarik diri saat takut, menjadi agresif saat marah dan
sebagainya. Di antara reaksi emosional tipikal tersebut adalah agresi.

Perhatian khusus ini disebabkan sebagiannya karena kepentingan sosial agresi. Pada
tingkat masyarakat, pada masa di mana senjata nuklir masih tersebar luas, satu tindakan
agresif dapat menimbulkan bencana besar. Pada tingkat individual, banyak orang sering
mengalami pikiran dan impuls agresif, dan bagaimana mereka menangani pikiran tersebut
memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan mereka dan hubungan interpersonal. Alasan
lain mengapa ahli psikologi telah memfokuskan riset mereka kepada agresi adalah karena
dua teori besar tentang perilaku sosial membuat asumsi yang sangat berbeda tentang sifat
agresi. Teori psikoanalitik Freud memandang agresi sebagai suatu dorongan, dan teori
belajar-sosial memandang agresi sebagai respons yang dipelajari. Riset tentang agresi
membantu kita menilai teori yang saling bertentangan tersebut.

C. STRES
1. Pengertian Stres
Sapolsky, seperti ditulis dalam buku Psychology and Life karangan Richard G. Gerricc dan
Phillip G. Zimbardo (2005: 406) menyatakan “stress is feling that you might report for brief
for period, you felt happiness, sadness, anger, astonish and so on that reported as a kind of
background noise for much of day to day experience” stress adalah perasaan yang
menggambarkan perasaan bahagia, terkejut dan lain-lain yang digambarkan sebagai jenis
dari latar belakang gangguan atas banyaknya pengalaman secara terus menerus.
Selanjutnya sapolsky menyatakan bahwa stress adalah pola respon suatu organisma dalam
membuat stimulus yang mengganggu keseimbangan dan kemampuannya dalam
mangatasinya.

“…as an internal state which can be caused by physical demands on the body (disease
conditions, exercise, extremes of temperature, and the like) or by environmental and social
situations which are evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or exceeding our
resources for coping”(Morgan & King, 1986: 321). Jadi stres adalah suatu keadaan yang
bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan
situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Stres juga didefinisikan sebagai
tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan
psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek (Cooper, 1994).
Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak
bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang
dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu
mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya
individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari
stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk
menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi (Diana, 1991). Dengan kata
lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu
mempersepsi suatu peristiwa.

Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang
positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan
mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan
apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat
berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye, 1956).

2. Karakteristik
Stres telah menjadi topik yang populer. Media sering kali menyatakan perilaku atau penyakit
yang tidak lazim pada manusia sebagai akibat dari stres atau nervous breakdown akibat
stres. Sebagai contoh, jika seorang selebritis mencoba bunuh diri, sering kali dikatakan ia
mengalami tekanan dalam kehidupan bermasyarakatnya. Dalam kehidupan sehari-hari di
sekolah, siswa sering kali berbicara satu sama lain tentang tingkat stres. ”Saya sangat tres!”
merupakan ungkapan yang sering didengar. Tetapi apa stres itu ? Dalam pengertian umum,
stres terjadi jika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai ancaman
bagi kesehatan fisik atau psikologisnya. Peristiwa tersebut biasanya
dinamakan stresor, dan reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamakan respon stres.

Tidak terhitung banyaknya peristiwa yang dapat menyebabkan stres. Sebagian adalah
perubahan besar yang mempengaruhi banyak orang seperti perang, kecelakaan nuklir, dan
gempa bumi. Peristiwa lain adalah perubahan besar dalam kehidupan seseorang seperti
pindah ke tempat baru, pindah pekerjaan, menikah, kehilangan kawan, menderita penyakit
serius. Sumber stres dapat berada pada individu dalam bentuk motif atau keinginan yang
bertentangan. Peristiwa yang dirasakan sebagai stres biasanya masuk ke dalam salah satu
kategori berikut : peristiwa traumatik di luar rentang pengalaman manusia yang lazim,
peristiwa yang tidak dapat dikendalikan, peristiwa yang tidak dapat diperkirakan, peristiwa
yang menantang batas kemampuan dan konsep diri kita, atau konflik internal.

3. Reaksi Psikologis dan Fisiologis


Reaksi psikologis terhadap stres menghasilkan reaksi emosional mulai dari kegembiraan
(jika peristiwa menuntut, tetapi dapat ditangani) sampai emosi umum kecemasan,
kemarahan, kekecewaan dan depresi. Jika situasi stres terus terjadi, emosi kita mungkin
berpindah bolak-balik di antara emosi-emosi tersebut, tergantung pada keberhasilan kita
menyelesaikannya.

Reaksi fisiologis terhadap stres menyebabkan tubuh bereaksi terhadap stresor dengan
memulai seurutan kompleks respons bawaan terhadap ancaman yang dihayati. Jika
ancaman dapat dipecahkan dengan segera, respons darurat tersebut menghilang, dan
keadaan fisiologis kita kembali normal. Jika situasi stres terus terjadi, timbullah respons
internal yang lainnya saat kita berupaya beradaptasi dengan stresor kronis.

4. Model Stress.
Cognitif Apraisal dari situasi stres, berinteraksi dengan stresor dan sumber-sumber seperti
psikal, personal dan sosial, yang berhubungan stresor. Setiap individu merespon pada
tingkatan-tingkatan yang berbeda : seperti secara psikologi, behavior (tingkah laku), emosi
dan kognitif

D. EMOSI, STRES DAN KESEHATAN


1. Pengaruh Emosi dan Stres Terhadap Kesehatan
Kita telah melihat bahwa pemaparan dengan peristiwa stres dapat menimbulkan berbagai
maslah fisik dan psikologis. Tetapi bagaimana stres mempengaruhi kesehatan ? Taylor
(1986) telah menjelaskan empat jalur yang berbeda : jalur langsung, jalur interaktif, jalur
perilaku sehat, dan jalur perilaku sakit.
a. Jalur langsung
Respon fisiologis yang dialami tubuh saat menghadapi suatu stresor mungkin memiliki
efek negatif dan langsung pada kesehatan fisik jika respon ini dipertahankan secara
kronis. Rangsangan berlebihan (overarousal) jangka panjang sistem simpatis atau sistem
korteks adrenal dapat menyebabkan kerusakan pada arteri dan sistem organ. Stres juga
memiliki efek langsung pada kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan penyakit.
b. Jalur interaktif
Seperti yang telah kita ketahui, tidak semua orang yang terpapar dengan situasi stres
akan menjadi sakit. Juga, tidak semua orang dengan sifat kepribadian maladaptif (tidak
mampu mengekspresikan kemarahan) mengalami penyakit fisik atau psikologis. Terdapat
cukup banyak bukti bahwa penyalit akan muncul hanya jika situasi stres dan kepribadian
berinteraksi satu sama lain, atau dengan kerentanan biologis yang telah ada sebelumnya
(Cohen & Williamson, 1991). Tipe model interaktif ini sering dinamakan sebagai model
kerentanan stres, atau model diatesis stres. Diatesis adalah kerentanan atau predisposisi
terhadap suatu penyakit. Kerentanan menjadikan individu peka terhadap gangguan tertentu,
tetapi hanya terjadi jika ia menemukan stres sehingga gangguan benar-benar berkembang.

c. Jalur perilaku tidak sehat


Jika kita merasa stres, kita sering kali tidak memperhatikan diri kita sendiri secara
baik. Siswa yang mengikuti ujian begadang sepanjang malam, sering kali selama beberapa
malam secara berturut-turut. Mereka mungkin lupa makan, dan hanya mengudap junk-food.
Banyak pria yang istrinya meninggal tidak tahu bagaimana memasak untuk diri sendiri, dan
dengan demikian mungkin sedikit makan atau malahan tidak makan sama sekali. Di dalam
dukacitanya sebagian pria meningkatkan konsumsi alkohol dan merokok. Orang dalam stres
mungkin tidak melakukan kebiasaan olahraga normalnya. Masing-masing dari perilaku tidak
sehat itu mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan penyakit dan fungsi umumnya,
dan berperan dalam perkembangan penyakit. Jadi, stres dapat secara tidak langsung
mempengaruhi kesehatan dengan menurunkan perilaku kesehatan positif dan meningkatkan
perilaku negatif.
d. Jalur perilaku sakit
Model terakhir dalam hubungan stres-penyakit adalah model perilaku sakit. Stresor
menyebabkan sejumlah gejala yang tidak menyenangkan seperti gelisah, depresi, lelah,
gangguan tidur, gangguan lambung. Sebagian orang menginterpretasikan gejala tersebut
sebagai gejala penyakit dan mencari bantuan medis. Selanjutnya, perhatian yang mereka
dapatkan dari profesional dapat memperkuat perilaku sakit tersebut, artinya mereka lebih
sering untuk mencari perhatian medis untuk gejala stres mereka di kemudian
hari. Penerapan penting dari model perilaku sakit adalah bahwa laporan seseorang tentang
penyakitnya mungkin tidak memberikan informasi akurat tentang penyakit aktualnya. Orang
yang mendapatkan penguatan untuk perilaku penyakitnya mungkin melaporkan lebih banyak
penyakit dibandingkan yang sesungguhnya mereka derita. Kemungkinan laporan individu
tentang penyakitnya ini menjadikan penting bagi pemeriksa stres dan kesehatan untuk
memasukkan penilaian kesehatan yang objektif.

2. Bagaimana Menangani Emosi dan Stres


Emosi dan rangsangan fisiologis yang ditimbulkan oleh situasi stres sangat tidak nyaman,
dan ketidaknyamanan ini memotivasi individu untuk melakukan sesuatu guna
menghilangkannya. Proses yang digunakan oleh seseorang untuk menangani tuntutan yang
menimbulkan stres dinamakan coping (kemampuan mengatasi masalah). Kemampuan
mengatasi masalah memiliki dua bentuk strategi yaitu, strategi terfokus masalah dan strategi
terfokus emosi (Lazarus & Folkman, 1984).
Strategi terfokus masalah, orang dapat memfokuskan pada masalah atau situasi spesifik
yang telah terjadi, sambil mencoba menemukan cara untuk mengubahnya atau
menghindarinya di kemudian hari.
Strategi terfokus emosi, seseorang dapat memfokuskan diri untuk menghilangkan emosi
yang berhubungan dengan situasi stres, walaupun situasi tersebut tidak dapat diubah. Saat
berhadapan dengan stres, sebagian besar orang menggunakan keduanya.

E. HUBUNGAN EMOSI , STRESS DAN PENDIDIKAN


Adanya tugas sebagai guru di sekolah dengan beban yang berat bisamenimbulkan
ketidakpuasan kerja guru. Ini bisa terjadi disebabkan oleh faktor beban kerja guru yang berat
tidak sebanding dengan besarnya gaji, kurangnya penghargaan dan pengakuan dari
pimpinan, iklim organisasi yang tidak kondusif, adanya tekanan kerja (stres) yang timbul dari
akibat pekerjaan di sekolah, dan penyebab lain. Banyak faktor yang diduga berhubungan
dengan kinerja guru, antara lain: pengelolaan stress kerja, pengalaman kerja, keterampilan
teknis, tingkat pendidikan pengetahuan administrasi pembelajaran, motivasi kerja, gaya
kepemimpinan kepala sekolah, dan kecerdasan emosional. Tuntutan hidup demikian besar
pada satu sisi, sementara pada sisi lain tanggung jawab dan beban moral yang dipikul
sebagai seorang pengajar dan pendidik sangat besar sering mengakibatkan stres
kerja/tekanan mental akibat dari kerja pada guru. Belum lagi jika guru menjadi sasaran kritik
atas gagalnya suatu proses pendidikan yang dialami oleh anak didiknya. Tak jarang guru
akhirnya mengambil sikap apatis terhadap profesinya di tengah dilema tanggung
jawab serta tuntutan sosial ekonomi.

Stres kerja, oleh para ahli perilaku organisasi, telah dinyatakan sebagai agen penyebab
dari berbagai masalah fisik, mental, bahkan output organisasi. Stres kerja tidak hanya
berpengaruh terhadap individu, tetapi juga terhadap biayaorganisasi dan industri. Banyak
studi yang menghubungkan stres kerja dengan berbagai hal, misalnya stres kerja
dihubungkan dengan kepuasan kerja, kesehatan mental, ketegangan, ketidak hadiran, dan
sering juga dihubungkan dengan kinerja.

Salah satu alasan penting mempelajari stres pada guru adalah bahwa berdasarkan
pengalaman, stres pada guru dapat mempunyai efek yang merugikan pada diri guru, siswa
dan lingkungan kerjanya. Stres tersebut dapat berbentuk kelelahan fisik, emosi sikap yang
negatif terhadap siswa, dan keinginan untuk mengurangi tugas-tugas personal (Schwab dan
Jackson, 1986). Konsekuensi dari kelelahan fisik dan emosi ini bisa berbentuk ketidakhadiran
guru, sehingga bisa jadi mendorong ketidakhadiran siswa dan tidak adanya prestasi
akademis.

Stres pada guru mungkin bisa ditandai dengan munculnya gejala-gejala seperti tidak
sabaran, baik dalam sosialisasi maupun saat menghadapi siswa di kelas, lekas marah,
sensitif atau mudah tersinggung, bersikap apatis, kurang dapat konsentrasi dalam mengajar,
pelupa, peka terhadap kritik yang ditujukan pada dirinya, atau bisa muncul efek organisatoris/
kelembagaan yaitu sering absen(tidak masuk) kerja dengan berbagai alasan. Menghindari
tanggung jawab, produktivitas kerja/mengajar rendah atau turun, dan justru sering dihinggapi
rasa benci terhadap pekerjaan sebagai gejala yang ekstrim.

Menurut Sullivan dan Bhagat (1992), dalam studi mereka mengenai stress kerja (yang diukur
dengan role ambiguity, role conflict, dan role overload) dan kinerja, pada umumnya
ditemukan bahwa stres kerja berhubungan secara negative dengan kinerja. Kerja guru
merupakan kumpulan dari berbagai tugas untuk mencapai Tujuan pendidikan. Motivasi
dalam menjalankan tugas merupakan aspek penting bagi kinerja atau produktivitas
seseorang, ini disebabkan sebagian besar waktu guru digunakan untuk bekerja. Guru akan
berusaha mencapai kinerja tertentu sesuai dengan yang dikehendaki sekolah, jika merasa
senang dan puas dengan pekerjaannya.

Setiap guru yang merasa puas akan bekerja pada tingkat kapasitas penuh. Keinginan yang
timbul dalam diri guru untuk bekerja atau biasa disebutdengan motivasi kerja akan
mendorong guru untuk selalu memberikan yangterbaik bagi sekolah tempat ia bekerja. Guru
tersebut akan berusaha mencari cara dan melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan
kualitas kerja dan mutu sekolahnya. Guru yang termotivasi, tidak akan puas dengan apa
yangdidapat/dicapainya, dalam dirinya ada keinginan untuk meningkatkan apa yang sudah
dicapai. Guru juga akan selalu berusaha terus untuk mendapatkan apa yang diinginkan,
dengan berusaha meningkatkan mutu secara terus-menerus maka berarti pula
meningkatkan kinerja dari guru tersebut. Guru yang mempunyai motivasi kerja akan dapat
meningkatkan kinerjanya.
F. KESIMPULAN
Baik kondisi emosi maupun stres berpengaruh terhadap kesehatan manusia, oleh
karenanya tiap orang harus mampu mengantisipasinya dengan baik, sehingga kondisi
kesehatannya tetap stabil tidak terpengaruh oleh faktor ekternal yang tidak menyenangkan.

Emosi memiliki jenis yang berbeda-beda. Emosi memiliki terdiri dari sedih, takut, jijik, sedih
dan terkejut. Ragam emosi tidak memiliki acuan yang sama dan memiliki gradasi yang
berbeda. Emosi bukanlah marah, melainkan marah adalah bagian dari emosi. Emosi
berkembang karena motif dan derajat perasaan. Emosi memiliki hubungan
yangmempengaruhiterhadapkebudayaan.
Stres pada guru mungkin bisa ditandai dengan munculnya gejala-gejalaseperti tidak sabaran,
baik dalam sosialisasi maupun saat menghadapi siswa di kelas, lekas marah, sensitif atau
mudah tersinggung, bersikap apatis, kurang dapat konsentrasi dalam mengajar, pelupa,
peka terhadap kritik yang ditujukan pada dirinya, atau bisa muncul
efek organisatoris/ kelembagaan yaitu sering absen(tidak masuk) kerja dengan berbagai
alasan. Menghindari tanggung jawab, produktivitas kerja/mengajar rendah atau turun, dan
justru sering dihinggapi rasa benci terhadap pekerjaan sebagai gejala yang ekstrim.

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, Rita L dkk. Pengantar Psikologi Jilid Dua. Tangerang : Interaksara.Cooper, C. L., &
Payne, R. (1994). Causes, Coping & Consequences of Stress at Work. USA: John Wiley &
Sons, Ltd.

Greenberg, J., & Baron, R. A. (1993). Behavior In Organizations: Understanding And Managing
The Human Side Of Work. USA: Allyn & Bacon.

Morgan, C. T., King, R. A, & Weisz, J. R. (1986). Introduction to Psychology (7th ed.). New York:
McGraw-Hill Book Co.

Newcomb, Turner, dan Converse. 1981. Psikologi Sosial. Bandung: CV. Dipenogoro.

Selye, H. (1983). Selye’s Guide To Stress Research (vol. 3). New York: Van Nostrand Reinhold
Company, Inc.

Woolfolk, Anita. 2004. Educational Psychology. USA : Ohio State University.


Gerring, Richard J & Philip G. Zimbardo. Psychology and life. Boston : Pearson.
Eggen, Paul & Don Kauchak. Educational Psychology : Windows on classrooms. New Jersey :
Pearson.

Luthans, F. (1992). Organizational Behavior (6th ed.). Singapore: McGraw-Hill, Inc.

Mitchell, T. R., & Larson, J. R. (1987). People in Organizations: An Introduction to Organizational


Behavior (3rd ed.). USA: McGraw-Hill, Inc.

Quick, J. C., & Quick, J. D. (1984). Organizational Stress And Preventive Management. USA:
McGraw-Hill, Inc.

Rice, P. L. (1999). Stress and Health (3rd ed.). California: Brooks/Cole Publishing Company.

Selye, H. (1956). The Stress of Life. New York : McGraw Hill.

Danandjaja, James. 1988. Antropologi Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.


Gerungan, W.A. 1996. Psikologi Sosial. Bandung. Eresco.
Mendatu, Achmanto. Apakah arti emosi? www.e-psikologi.com
Newcomb, Turner, dan Converse. 1981. Psikologi Sosial. Bandung: CV. Dipenogoro.
Rahmat. Memahami Sifat Marah. www.percikan-iman.co

Anda mungkin juga menyukai