net/publication/324602791
CITATIONS READS
0 4,022
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Gina Lova Sari on 19 April 2018.
AL-ARD
JURNAL
AL-ARD: JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN TEKNIK LINGKUNGAN
Vol.3 No.1 - September 2017(06-13)
www.al-ard.uinsby.ac.id
Abstract
The abundance of plastic waste is caused by inadequate management. The element of plastic waste
consists of crude oil and natural gas that can be reuse as fuel. The conversion technique which can
be applied is thermal cracking as known as pyrolysis that combined with a catalyst. The addition of
a catalyst can accelerate the process of crude oil formation so that the volume increases and makes
the quality better. The pyrolysis can convert waste into oilup to 81% that are consist of paraffin,
isopropyl, olefin, naphthal and aromatics so feasible to use as fuel.
Keywords: catalyst, crude oil, fuel, plastic waste, pyrolysis.
Abstrak
Volume sampahplastik yang melimpahdisebabkanolehtidakmaksimalnyapengelolaan yang
dilakukan. Jikadiihatdariunsurpenyusunnya, sampah plastik terdiridari minyak bumi dan gas alam
yang apabiladikonversidapat dimanfaatkan kembalimenjadi bahan bakar. Teknik konversi yang
dapat diaplikasikan adalah thermal cracking yang lazimnya dikenalsebagai pirolisis
dandikombinasikan dengan penambahan katalis. Penambahan katalis mampu mempercepat proses
pembentukan minyak sehingga jumlah yang dihasilkan lebih banyak dan kualitasnya meningkat.
Pirolisissampahplastikdapat menghasilkan minyak hingga 81% yang termasuk dalam kategori
parafin, isoparafin, olefin, naphthene dan aromatik sehingga layak dimanfaatkan sebagai bahan
bakar.
Kata kunci: Bahan bakar, katalis, minyakbumi, pirolisis, sampah plastik.
khususnya plastik yang bersifat non- menyajikan tinjauan tentang teknologi dan
degradable (Santoso, 2010; Rizka dan Juliastuti, proses konversi sampah plastik menjadi
2013; Obeid dkk., 2014) umumnya minyak sehingga dapat dimanfaatkan dan
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bernilai ekonomi berdasarkan beberapa
kerajinan. Selain itu, plastik dapat peneltian dan aplikasi yang dilakukan.
dikumpulkan dan dijual untuk diproses lebih
lanjut oleh perusahaan daur ulang (Ermawati, 2. KARAKTERISTIK DAN POTENSI
2011). SAMPAH PLASTIK
Pemanfaatan sampah plastik dinilai kurang Plastik merupakan material yang terbentuk
menarik sehingga daya jualnya terbilang dari proses polimerisasi karbon dan hidrogen
rendah terutama barang kerajinan. Hal ini yaitu proses penggabungan beberapa molekul
mengakibatkan upaya reduksi plastik sederhana menjadi molekul besar. Menurut
seringkali tidak efektif walaupun jumlahnya Santoso (2010); Ermawati (2011); Surono
cukup banyak. Komposisi sampah plastik (2013) dan Obeid dkk. (2014), plastik
menurut Pahlevi dalam Surono (2013); Straka merupakan material yang kuat dan tidak
dan Bicakova (2014); dan Syamsiro dkk. mudah pecah, ringan, anti karat, mudah
(2014) mencapai 10-15% atau 13,0-19,5 diwarnai dan dibentuk, serta isolator panas
ton/hari dari jumlah keseluruhan sampah dan listrik yang baik. Sifatnya tersebut
perkotaan. Namun sangat disayangkan sampah menyebabkan penggunaan plastik dalam
plastik dengan jumlahnya yang besar hanya berbagai aktivitas di kehidupan sehari-hari
dibuang ke TPA atau dibakar tanpa cukup besar sehingga menghasilkan sampah
dimanfaatkan semaksimal mungkin (Ermawati, dengan jumlah yang besar pula (Sarker dkk.,
2011; Marnoto dan Sulistyowati, 2012; Obeid 2012; Rizka dan Juliastuti, 2013).
dkk., 2014; Straka dan Bicakova, 2014). Plastik terbagi menjadi 2 jenis yaitu
Jika plastik dilihat dari proses thermoplastik dan thermosets. Thermoplastik
pembuatannya yang menggunakan hasil merupakan plastik yang jika dipanaskan
distilasi minyak bumi jenis nafta dan gas alam hingga suhu tertentu akan mencair dan dapat
(Bajus dan Hejakova, 2010), maka sampah dibentuk kembali sesuai kebutuhan.
plastik berpotensi untuk diolah menjadi bahan Thermoplastik umumnya digunakan sebagai
bakar alternatif (Ermawati, 2011; Sarker dkk., bahan pembuat botol kemasan dan dapat
2012; Harshal dan Syailendra, 2013; Surono, didaur ulang. Sedangkan thermosets adalah
2013). Pemanfaatan ini mendapatkan plastik yang apabila dipanaskan tidak dapat
perhatian serius dari beberapa negara seperti mencair kembali. Plastik jenis ini digunakan
Jepang dan Cina (Nishiro dkk., 2003; Surono, sebagai bahan baku kantong plastik (Bajus dan
2013; Straka dan Bicakova, 2014). Hajekova, 2010; Surono, 2013). Thermoplastik
Pemanfaatan tersebut selain dapat mengurangi terbagi menjadi beberapa jenis yang
volume sampah yang ditimbulkan, juga dapat selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
membantu mengatasi masalah global lain yaitu Salah satu bahan baku pembuatan plastik
semakin menipisnya ketersediaan minyak adalah hasil distilasi minyak bumi jenis nafta
bumi sementara kebutuhannya terus dengan titik didih maksimal 36-270°C
meningkat (Ermawati, 2011; Liu dkk., 2012; (Radionsono dkk., 2006). Dalam
Tamilkolundu dan Murgunsen, 2012; Harshal pemanfaatannya nafta digunakan sebagai
dan Syailendra, 2013; Syamsiro dkk., 2014). pelarut, bahan kimia, plastik, dan bahan bakar
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kendaraan jenis bensin (Surono, 2013). Oleh
teknik pemanasan dapat digunakan untuk karena itu, sampah plastik berpotensi untuk
mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar diolah kembali menjadi bahan bakar kembali
(Guan dkk., 2009; Ermawati, 2011). Melalui (Rodiansono, Trisurnayanti, dan Triyono
proses pemanasan, hidrokarbon yang 2006).
merupakan komponen penyusun plastik akan
menguap menjadi gas. Selanjutnya gas tersebut 3. KONVERSI SAMPAH PLASTIK
dikondensasi dan terbentuklah zat cair yang MENJADI BAHAN BAKAR
kualitasnya hampir sama dengan bahan bakar Pemanfaatan sampah plastik dilakukan
(Bajus dan Hajekova, 2010). Berdasarkan dengan merubah bentuknya yang padat
uraian proses tersebut maka pemahaman menjadi cair dan gas dengan prinsip
mengenai proses konversi tersebut sangat pemanasan. Sampah plastik tidak diolah
penting. Makalah ini bertujuan untuk dengan cara dibakar karena prosesnya yang
Gina Lova Sari / Al-Ard: Jurnal Teknik Lingkungan Vol.3 No.1 - Agustus 2017 8
tidak sempurna akan menghasilkan senyawa 673°K) yang dilengkapi dengan pengaduk.
bersifat karsinogen seperti polychloro Thermal cracking adalah proses pemanasan
dibenzodioxins dan polychloro dibenzo-furans. polimer tanpa menggunakan O2, proses ini
Untuk menghilangkan sifat karsinogennya, lazimnya disebut pirolisis. Teknologi
maka sampah plastik harus dibakar dengan pemanasan lain yang hampir sama dengan
suhu yang tinggi hingga 1000°C sehingga pirolisis adalah gasifikasi tetapi prosesnya
dibutuhkan biaya yang besar (Ermawati, membutuhkan sedikit O2 (lihat Gambar 1).
2011). Pembakaran sampah plastik tidak Sedangkan catalytic cracking adalah
bernilai ekonomi karena hanya menghasilkan pemanasan polimer dengan bantuan katalis
asap dan abu (Gambar 1) yang tidak dapat sehingga prosesnya lebih cepat dengan suhu
dimanfaatkan. yang lebih rendah. Dalam prosesnya, pirolisis
dan gasifikasi juga dapat disebut catalytic
Tabel 1. Jenis dan Karakteristik Berbagai cracking karena dalam aplikasinya
Plastik ditambahkan katalis sehingga menghasilkan
Monomer Penyusun minyak dan gas dengan jumlah dan kualitas
Titik Leleh
Jenis Simbol
(°C) yang lebih baik (Harshal dan Syailendra, 2013:
Glikol (EG) dan
PET terephtalic acid (TPA)
Surono, 2013; Syamsiro dkk., 2014).
(polyethylene 250 atau dimetyl ester atau
terephthalate) asam terepthalat
(DMT)
HDPE
(high density 200-280 -
polyethylene)
PVC (polyvinyl
160-180 Monomer vinil klorida
chloride)
LDPE
(low density 160-240 -
polyethylene)
PP
Gambar 1. Perbedaan Pembakaran,
(polypropylene Polimerisasi gas Gasifikasi, dan Pirolisis
200-300 (Sumber: Bajus dan Hajekova, 2010; Anonim, 2011:
atau propilena
polypropene) Sarker dkk., 2012; Obeid dkk., 2014; Syamsiro dkk., 2014)
Monomer-monomer
stirena hasil Berdasarkan beberapa penelitian yang telah
PS (polystyrene) 180-260
dehidrogenase etil dilakukan, teknologi yang lebih efektif
benzena digunakan dalam proses konversi sampah
kondensasi bisphenol
PC
280-310 A dengan fosgen dalam
plastik menjadi bahan bakar adalah pirolisis
(polycarbonat) dan gasifikasi yang dikombinasikan dengan
media alkali.
ABS catalytic cracking (Bajus dan Hajekova, 2010;
(acrylonitrile
180-240
Acrylonitrile, Marnoto dan Sulistyowati, 2012; Sarker dkk.,
butadiene butadiene, styrene 2012; Obeid dkk., 2014; Syamsiro dkk., 2014).
styrene)
PA (polyamide)
Perbedaan antara pirolisis dan gasifikasi dapat
260-290 - dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan gambar
atau nilon
Homopolimer (asetal tersebut, diketahui bahwa perbedaannya
PA (polyacetal) 185-225 homopolimer) dan adalah suhu, kebutuhan O2, dan produk yang
kopolimer. dihasilkan.
(Sumber: Mujiarto, 2005; Bajus dan Hejakova, 2010; Santoso,
2010; Ermawati, 2011; Surono, 2013)
Apabila dilihat dari suhu yang digunakan
maka pirolisis menjadi teknik pemanasan yang
Upaya untuk memanfaatkan sampah plastik lebih efisien dibandingkan gasifikasi karena
menjadi bahan bakar dapat dilakukan dengan energi yang diperlukan lebih sedikit. Jika
metode perekahan (cracking). Cracking adalah dilihat dari jumlah O2 yang dibutuhkan, maka
proses pemecahan polimer yang molekulnya diketahui bahwa pirolisis tidak membutuhkan
besar menjadi senyawa dengan berat molekul suplai udara ke dalam reaktornya sehingga laju
lebih rendah. Ada beberapa jenis teknologi pemanasan akan lebih cepat. Sedangkan
cracking yaitu hydro cracking, thermal cracking, gasifikasi masih membutuhkan sedikit udara
dan catalytic cracking. Hydro cracking adalah dalam prosesnya sehingga dibutuhkan suplai
proses perekahan polimer dengan bantuan udara ke dalam reaktor yang terus dikontrol
hidrogen (tekanan 3-10 Mpa dan suhu 423- agar tidak berlebihan. Kebutuhan udara ini
umumnya ditunjukkan dengan air fuel ratio
9 Gina Lova Sari / Al-Ard: Jurnal Teknik Lingkungan Vol.3 No.1 - Agustus 2017
(AFR). Jika AFR adalah 0, maka proses disebut dengan meningkatnya suhu akan terjadi
pirolisis. Jika AFR adalah <1,5 maka proses pemutusan rantai polimer dengan ikatan yang
disebut gasifikasi. Sedangkan jika AFR >1,5 lemah. Ikatan yang terputus dan bersifat tidak
maka proses disebut pembakaran. Semakin stabil sehingga mudah bereaksi dengan
banyak udara yang dibutuhkan maka semakin molekul lain dan membentuk senyawa baru
banyak pula emisi gas yang dihasilkan sehingga pada tahap perambatan. Selanjutnya, senyawa
berpotensi untuk mencemari udara. yang terbentuk akan terpecah membentuk
Jika dilihat dari produk yang dihasilkan, senyawa yang lebih sederhana dan stabil.
pirolisis dan gasifikasi jelas menghasilkan Senyawa-senyawa tersebut kemudian
produk yang berbeda. Pirolisis menghasilkan tervolatilisasi menmbentuk gas (Harshal dan
gas, minyak sintetis dan arang sedangkan Syailendra, 2013; Syamsiro dkk., 2014).
gasifikasi menghasilkan gas sintetis, abu, dan Sebagai contoh pirolisis plastik LDPE, pada
tar. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan tahap awal hingga prambatan akan
teknik pemanasan yang digunakan sebaiknya membentuk senyawa etilena dengan rumus R-
disesuaikan dengan produk yang diharapkan. CH2-CH2R + CH2=CH2. Pada suhu tertentu,
Jika produk yang diharapkan adalah minyak etilena merupakan senyawa yang stabil, tetapi
maka pirolisis adalah teknik yang tepat (Bajus R yang terbentuk masih bersifat tidak stabil.
dan Hajekova, 2010; Obeid dkk., 2014). Apabila Oleh karena itu, pada tahap penghentian
produk yang diinginkan adalah gas dalam etilena akan terpecah lagi dan membentuk
jumlah besar yang digunakan sebagai energi senyawa yang stabil. Adapun rumus kimia
pembangkit listrik maka gasifikasi yang lebih senyawa tersebut adalah C3H7 + CH3 C4H10
tepat. (Sumarni dan Purwanti, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Bajus dan
4. PIROLISIS DAN CATALYTIC CRACKING Hajekova (2010) menjelaskan bahwa gas yang
Pirolisis adalah proses pemecahan struktur dihasilkan dari proses dekomposisi sampah
polimer kompleks menjadi lebih sederhana plastik jenis LDPE, HDPE, PS, PP, PVC, dan PET
pada suhu 350-900°C tanpa menggunakan O2 pada suhu 350-500°C mengandung CO, CO2,
(Sumarni dan Purwanti, 2008; Harshal dan dan berbagai senyawa aromatik. Senyawa
Syailendra, 2013; Obeid dkk., 2014; Syamsiro aromatik tersebut meliputi benzena, toluena,
dkk., 2014). Proses konversi sampah plastik xylena, etil benzene, dan stirena. Marnoto dan
dimulai dari proses drying sehingga Sulistyowati (2012) juga melaporkan bahwa
didapatkan plastik yang bersih dan kering. pirolisis plastik PS menghasilkan produk yang
Kondisi plastik tersebut akan mempengaruhi mengandung stirena, toluena, isopropil
kualitas produk yang dihasilkan. Kemudian benzene, benzene, dan xylene. Gas yang
proses dilanjutkan dengan pemanasan reaktor terbentuk kemudian dikondensasi dan
dengan suhu 350-900°C. Panas yang terbentuk menghasilkan minyak dengan kandungan
dari suhu tersebut menyebabkan polimer- aromatik dan gas yang mengandung CO, CO2,
polimer plastik di dalam reaktor melunak. dan CH4 (Bajus dan Hejakova, 2010).
Bersamaan dengan itu, polimer yang Minyak hasil kondensasi pirolisis tergolong
merupakan molekul besar, strukturnya ke dalam jenis parafin, isoparafin, olefin,
terdekomposisi menjadi senyawa dengan berat naphthene dan aromatik yang merupakan
molekul yang lebih rendah dan stabil (Harshal bahan-bahan penyusun bahan bakar pada
dan Syailendra, 2013; Syamsiro dkk., 2014). umumnya (Obeid dkk., 2014). Oleh karena itu,
Gas yang terbentuk mengandung berbagai minyak hasil pirolisis memiliki kualitas yang
unsur dan senyawa yang kemudian dipisahkan mirip dengan bahan bakar cair seperti bensin
melalui proses kondensasi sehingga dihasilkan dan solar. Hal ini menyebabkan minyak hasil
minyak dan gas. Rodiansono dkk. (2006) pirolisis dapat dimanfaatkan sebagai bahan
melaporkan bahwa pirolisis mampu bakar maupun bahan substitusinya. Harshal
menghasilkan minyak dan gas yang jumlahnya dan Syailendra (2013) melaporkan bahwa nilai
masing-masing sebanyak 70-80% dan 5-10%. kalor minyak pirolisis dengan solar hampir
Ilustrasi sederhana proses tersebut disajikan setara yang nilainya masing-masing adalah
pada Gambar 2. 41,8 MJ/kg dan 42,0 MJ/kg. Tamilkolundu dan
Sumarni dan Purwanti (2008) menjelaskan Murgunsen (2012) juga menjelaskan bahwa
bahwa mekanisme dekomposisi polimer minyak hasil pirolisis sampah plastik dapat
melalui 3 tahap yaitu awal, perambatan, dan menjadi alternatif bahan bakar dengan nilai
perhentian. Pada tahap awal yang ditandai kalori yang mencapai 40,0 MJ/kg. Pernyataan
Gina Lova Sari / Al-Ard: Jurnal Teknik Lingkungan Vol.3 No.1 - Agustus 2017 10
ini juga didukung oleh hasil dari beberapa disebabkan oleh luas permukaan zeolit Y
penelitian yang disajikan pada Tabel 2. lebih besar dibandingkan zeolit alami
Berdasarkan Tabel 2, terdapat beberapa sehingga kontaknya lebih baik. Hasil
faktor yang mempengaruhi kualitas dan penelitian yang lain dapat dilihat pada
kuantitas minyak yang dihasilkan. Faktor- Tabel 2.
faktor tersebut meliputi suhu, waktu, jenis Menurut Syamsiro dkk. (2014) dan Obeid
plastik, dan penggunaan katalis dan jenisnya dkk. (2014), katalis yang digunakan dalam
katalisnya (Bajus dan Hajekova, 2010; Santoso, proses pirolisis dapat dipisahkan dan
2010; Tamilkolundo dan Murugesan, 2012; digunakan kembali sehingga dapat mengurangi
Sarker, 2012; Surono, 2013; Obeid dkk., 2014: biaya operasional. Selain itu, emisi gas yang
Syamsiro dkk., 2014). dihasilkan oleh pirolisis dengan katalis bebas
a. Suhu dan Waktu dari dioksin dan furan yang bersifat toksik,
Semakin tinggi suhu dan semakin lama sehingga ramah terhadap lingkungan (Harshal
proses pirolisisnya maka akan semakin dan Syailendra, 2013).
banyak jumlah minyak yang dihasilkan
(Sumarni dan Purwanti, 2008). Dilihat dari 5. PENGUJIAN MINYAK HASIL PIROLISIS
produk yang dihasilkan, pirolisis juga SEBAGAI BAHAN BAKAR
menghasilkan gas tetapi diminimalkan Santoso (2012) melakukan uji terhadap
dengan peningkatan suhu sehingga minyak minyak pirolisis yang dihasilkan melalui
yang terbentuk lebih banyak. Seperti hasil kompor. Hasil pengujian menyatakan bahwa
penelitian Santoso yang menunjukkan
efisiensi minyak pirolisis paling tinggi adalah
hubungan antara jumlah minyak dan gas
50%. Santoso (2010) juga membandingkan
yang dihasilkan berbanding terbalik
karena adanya peningkatan suhu reaktor. efisiensi tersebut dengan minyak tanah dan
Lebih lanjut Bajus dan Hajekova (2010) bensin yang nilainya masing-masing adalah
melaporkan bahwa nilai kalori dari gas 24% dan 68%. Pengujian minyak hasil
yang terbentuk mencapai 50,8-52,7 MJ/kg pirolisis juga dilakukan sebagai bahan
yang hampir setara dengan nilai kalori gas substitusi solar yang digunakan pada
metan yaitu 55,7 MJ/kg. kendaraan bermotor berbahan diesel oleh
b. Jenis Plastik Tamilkolundu dan Murugesan (2012).
Jenis plastik yang digunakan dalam Konsumsi bahan bakar antara minyak pirolisis
konversi sampah plastik menjadi minyak yang dicampur dengan solar dibandingkan
menentukan kualitasnya. Hal ini dengan solar dengan nilai masing-masing
dikarenakan monomer penyusunnya yang adalah 0,61 kg/jam dan 0,69 kg/jam.
berbeda yang dapat dilihat pada Tabel 1 Sedangkan efisiensi termal yang dicapai oleh
dan Tabel 2. campuran minyak adalah 27,4% dan solar
c. Penggunaan Berbagai Jenis Katalis
adalah 22,5%. Bahkan Harshal dan Syailendra
Sarker dkk. (2012); Sonowane, Shindikar,
dan Khaladkar (2014); dan Syamsiro dkk.
(2013) dalam tulisannya menjelaskan bahwa
(2014) menyatakan bahwa penggunaan mesin diesel dapat bekerja menggunakan
katalis dalam proses pirolis mampu minyak pirolisis sebagai bahan bakar tunggal.
mempercepat konversi yang menghasilkan Hal ini dikarenakan efisiensi termalnya
minyak dengan kualitas lebih baik. yang
Syamsiro dkk. (2014) menjelaskan bahwa
katalis mampu meningkatkan perekahan
yang terjadi dalam proses pirolisis. Rantai
hidrokarbon yang panjang mampu
dikonversi menjadi gas hidrokarbon lebih
cepat sehingga minyak yang terbentuk dari
kondensasi akan semakin banyak. Penulis
yang sama membandingkan kinerja katalis
menggunakan zeolit alami dengan zeolit Y.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
zeolit Y mampu mengkonversi rantai
hidrokarbon menjadi lebih pendek
dibandingkan zeolit alami. Hal ini
11 Gina Lova Sari / Al-Ard: Jurnal Teknik Lingkungan Vol.3 No.1 - Agustus 2017
Gambar 2. Bagan Alir Proses Pirolisis Sampah Plastik Menjadi Minyak dan Gas
(Sumber: Anonim, 2011)