Anda di halaman 1dari 2

Kesempatan Dalam Kesempitan Mahasiswa Menciptakan Kontribusi

Dalam Kebijakan Publik


Oleh : Yusuf Mathiinul Hakim/ Unsoed
Menjadi mahasiswa berarti menjadi seorang yang diberikan kesempatan untuk
mendapat akses terhadap hal-hal yang tidak semua khalayak umum bisa dapatkan, seperti
contoh mendapat akses berkegiatan ke lingkungan eksekutif pemerintahan, mengadakan
kegiatan ke masyarakat luas dengan izin yang diringankan, dan lain-lain. Beberapa hal
tersebut, seolah diberikan kepada mahasiswa, karena posisi mereka adalah kepanjangan
tangan dari rakyat yang bisa mengarah kemana saja sesuai dengan tujuannya. Mahasiswa
adalah rakyat biasa yang dalam setiap individunya memiliki privilege masing-masing untuk
dimanfaatkan mensejahterakan dirinya, dan masyarakat umum lainnya. Alasan tersebut yang
menjadi dasar setiap dari kita, mahasiswa, untuk bisa berkontribusi besar terhadap perubahan
yang ada dalam lingkup masyarakat luas untuk segala aspek kehidupan, mulai dari ekonomi,
kesehatan, pendidikan, kebudayaan, dan banyak macamnya. Perubahan bisa terjadi dengan
beberapa cara, dan salah satunya adalah mengikuti cara kerja sistem yang berlaku, dan
menjadi poros yang ikut andil mengendalikan arah gerak kebijakan tersebut. Akses tersebut
bisa dilakukan, dan sangat mungkin dikerjakan oleh mahasiswa sebagai kalangan
cendekiawan. Jejak sejarah sudah menuliskan, bagaimana besarnya peranan organisasi Boedi
Oetomo yang digerakkan oleh massa pemuda cendikawan untuk merubah kehidupan masa itu
dalam banyak aspek. Hal ini, harus menguatkan tekad kaum muda, terkhusus mahasiswa
untuk bisa mempertahankan idealismenya dan secara bersamaan bisa beradaptasi dalam
perubahan zaman.
Pada pemaparan diatas, hal yang bisa ditarik menjadi benang merah adalah keharusan
mahasiswa melakukan langkah nyata menjadi agen perubahan dengan posisinya. Mereka
ditempatkan selama 4 tahun, untuk bisa memaksimalkan waktu, tenaga, pikiran, dan
perbuatannya ke hal yang membuahi embrio tatanan kehidupan sosial yang adil. Hal tersebut
sudah diamanatkan dalam butir Pancasila, sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Menurut penulis, yang juga merupakan mahasiswa aktif, tujuan mahasiswa untuk
berkontribusi harus bisa ditentukan, dan dikerjakan sejak awal masuk ke dunia pendidikan
tinggi. Banyak hal yang harus dibenahi dalam sistem pendidikan kita, supaya pendidikan bisa
menghasilkan kebudayaan yang mengakar menjadi peradaban. Maksud baik dari
pemerintahan menjadikan satu koridor antara bagian riset, pendidikan, dan kebudayaan harus
didukung dengan kontribusi kita sebagai mahasiswa. Mahasiswa bisa memiliki peran ganda,
sebagai penggerak perubahan dengan turun kejalan menyuarakan tuntutan, atau dengan jalan
menjadi aktor dibelakang layar untuk membuat konsep/ide yang bisa diaplikasikan
dimasyarakat dengan bentuk karya yang ilmiah. Kedua jalan tersebut, tidak ada yang salah
atau bahkan saling melemahkan, bahkan harusnya saling menguatkan.
Bukan kalimat metafora, hanya saja target penulis untuk bisa bermanfaat cukup besar.
Kesempatan yang diberikan melalui kesempatan ini, Insya Allah, akan membuat jalan target
tersebut bisa diwujudkan. Diantara target tersebut adalah dengan membantu menyetarakan
kesadaran masyarakat luas akan pesatnya perkembangan zaman. Penulis ingin memulai dari
posisi paling bawah, bagian masyarakat yang bersinggungan langsung dengan penulis
merasakan manfaat dan tujuan tersebut. Konkretnya yang akan dilakukan adalah dengan
mengadakan kegiatan, diikuti forum berkelanjutan mengenai isu pendidikan, lingkungan, dan
kebudayaan yang dikemas dalam bentuk kegiatan sederhana. Kegiatan tersebut bisa diwadahi
dalam kondisi yang dibuat paling sesuai dengan kebutuhan masyarakat target, sehingga perlu
ada observasi, assessment, dan jejak pendapat terhadap lingkungan sekitar. Langkah yang
selanjutnya, perlu dilakukan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah desa, agar
legalisasi kegiatan jelas dan saling menguatkan. Rencana tersebut tidak secara instan bisa
dilakukan, perlu ada proses yang membutuhkan waktu. Perencanaan persiapan, menurut
penulis sendiri idealnya mengambil waktu sekitar 6-10 bulan, dengan catatan untuk
mendapatkan basis massa yang sepemikiran untuk mau menjadi volunteer/penggagas
kegiatan tersebut. Memasuki tahun berikutnya, semua perencanaan perlu dieksekusi
senyatanya, agar tidak terbengkalai. Pada tahun ketiga dan seterusnya, penguatan bentuk
kegiatan tersebut bisa dilakukan, misalkan dengan membuat media yang menjadi basisnya
berupa rumah baca (untuk berkegiatan secara permanen), sehingga bentuk forum kegiatan
tersebut bisa terus berlanjut, dan harapannya di tahun keempat dan kelima setelah kuatnya
sistem forum tersebut, bisa muncul komunitas pemuda yang bisa memberdayakan lingkungan
sekitar menjadi berdikari, mulai dari segi ekonomi, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, dan
lingkungan yang sehat. Capaian terbesarnya adalah menjadi ‘kampung’/ tempat tinggal yang
mandiri. Berdikari yang dimaksud adalah mampu berdiri diatas kemampuan ‘kaki’ sendiri,
dengan menyelenggarakan kegiatan yang diinisiasi masyarakat desa dengan protokol standar
sesuai bidang yang dikembangkan, baik ranah ekonomi, pendidikan, kesehatan, lingkungan,
dan lain-lain. Target ini secara teknis ingin diterapkan dilingkungan tempat tinggal penulis,
Banyumas, Jawa Tengah.
Terciptanya lingkungan yang ideal adalah hilir tujuan konsep kebermanfaatan menurut
penulis sebagai mahasiswa. Pada prosesnya, aspek koordinasi dan menyadarkan para
eksekutif pembuat kebijakan sangatlah menentukan setiap geraknya, sehingga diplomasi
perlu terus dibuat agar bisa ikut menciptakan kebijakan publik yang nyata tujuan dan
manfaatnya. Fungsi dan peranan mahasiswa sangat menentukan, karena sikap tegas dan
kritisnya bisa menjadi setir terhadap proses pembuatan kebijakan. Insya Allah, terwujud.
Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai