Anda di halaman 1dari 17

Gizi buruk adalah kondisi tubuh terparah yang mengalami kekurangan

gizi dalam kurun waktu yang lama (menahun). Hal ini umumnya terjadi
pada anak-anak, gizi buruk pada anakseringkali disebabkan oleh
kurangnya asupan makanan bergizi seimbang, di samping itu bisa juga
disebabkan oleh penyakit-penyakit tertentu yang menyebabkan
terganggunya proses pencernaan makanan ataupun terganggunya
penyerapan zat gizi penting yang diperlukan oleh tubuh.
Dalam istilah medis Gizi Buruk disebut sebagai Malnutrisi Energi Protein
(MEP) Berat, MEP itu sendiri ada dua macam yaitu MEP ringan dan
berat. Pada MEP ringan disebut juga sebagai gizi kurang, belum
menunjukkan gejala klinis yang khas, anak yang mengalami gizi kurang
hanya terlihat kurus dan gangguan pertumbuhan. Sedangkan MEP berat
atau gizi buruk, anak sudah memiliki gejala-gejala klinis yang khas
beserta gangguan biokimiawi dalam tubuh. Gizi buruk dikenal juga
dengan sebutan Busung Lapar yang memiliki tiga bentuk klinis, yaitu
Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor.

Gizi Buruk : Gejala, Penyebab, dan


Penanganan
Oleh dr. Ahmad Muhlisin

Gizi buruk adalah kondisi tubuh terparah yang mengalami kekurangan gizi
dalam kurun waktu yang lama (menahun). Hal ini umumnya terjadi pada anak-
anak, gizi buruk pada anakseringkali disebabkan oleh kurangnya asupan
makanan bergizi seimbang, di samping itu bisa juga disebabkan oleh penyakit-
penyakit tertentu yang menyebabkan terganggunya proses pencernaan makanan
ataupun terganggunya penyerapan zat gizi penting yang diperlukan oleh tubuh.
Dalam istilah medis Gizi Buruk disebut sebagai Malnutrisi Energi Protein
(MEP) Berat, MEP itu sendiri ada dua macam yaitu MEP ringan dan berat. Pada
MEP ringan disebut juga sebagai gizi kurang, belum menunjukkan gejala klinis
yang khas, anak yang mengalami gizi kurang hanya terlihat kurus dan gangguan
pertumbuhan. Sedangkan MEP berat atau gizi buruk, anak sudah memiliki
gejala-gejala klinis yang khas beserta gangguan biokimiawi dalam tubuh. Gizi
buruk dikenal juga dengan sebutan Busung Lapar yang memiliki tiga bentuk
klinis, yaitu Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor.
Kenali Ciri-Ciri Gizi Buruk Pada Anak
Ketika seorang mengalami masalah kekurangan gizi, maka tanda dan gejala
utama yang dapat kita amati antara lain: anak terlihat kurus, pertumbuhan
kurang, dan berat badannya kurang. Biasanya anak susah/tidak mau
makan,kadang rewel, sering menderita sakit yang berulang, dan terkadang timbul
pembengkakan pada tungkai atau bahkan seluruh tubuh. Secara lebih rinci
berikut ciri-ciri gizi buruk pada anak:

# Ciri-Ciri Anak Kurang Gizi (MEP Ringan)


Yang menonjol adalah ganggun pertumbuhan:

 Anak terlihat kurus


 Berat badan sulit bertambah, atau bahkan cenderung turun
 Tinggi badan bisa normal atau kurang berdasarkan usianya
 Perbandingan antara berat badan terhadap tinggi badan normal atau dibawah
normal
 Pengukuran lingkar lengan atas (Lila) didapatkan hasil lebih kecil dari normal
 Pematangan tulang terhambat
 Aktifitas dan perhatian kurang dibandingkan dengan anak-anak sehat lainnya.
 Tebal lipatan kulit biasanya berkurang
# Ciri-Ciri Marasmus (MEP berat)
 Terlihat sangat kurus, raut muka seperti orang tua.
 Sering rewel dan cengeng.
 Kulit kendor dan keriput, terlihat kering dan teraba dingin
 Ketika kulit dicubit ringan dan dilepas, kulit lama kembali, yang artinya
turgor berkurang.
 Lapisan lemak dibawah kulit sedikit, sehingga kulit tampak tipis.
 Otot-otot mengecil (atropi) sehingga kontur tulang terlihat jelas.
 Tekanan darah dan denyut jantung lebih rendah dibanding anak sehat yang
sebaya dengannya.
# Ciri-Ciri Kwashiorkor (MEP berat)
 Anak lebih cendrung apatis, kurang merespon
 Bisa mengalami anemia yang ditandai dengan kulit pucat, bibir dan selaput
kelopak mata tampat pucat.
 Rambut menjadi mudah dicabut, teksturnya rusak dan berwarna karat
 Gangguan pencernaan, seperti diare, sakit perut, atau mual-mual.
 Ada pembesaran hati, perut tampak membesar
 Kulit menjadi sensitif sehingga mudah teriritasi dan timbul borok (dermatosis)
 Edema atau pembengakakan pada tungkai, perut, atau bahkan seluruh tubuh.
Lebih lanjut tentang: Kwashiorkor
Gizi buruk disebut Marasmus-kwashiorkor apabila gejalanya merupakan
gabungan dari kedua kondisi di atas.

Penyebab Gizi Buruk


Seperti telah disinggung sebelumnya malnutrisi terjadi ketika tubuh tidak
mendapatkan nutrisi yang cukup, baik karena asupannya yang kurang atau karena
gangguan penyerapan zat nutrisi oleh tubuh.

Penyebab paling umum dari kekurangan gizi pada anak-anak adalah kondisi
kesehatan jangka panjang yang:

 menyebabkan kurangnya nafsu makan


 mengganggu proses normal pencernaan
 menyebabkan tubuh memerlukan energi yang besar
Contoh jenis penyakit seperti ini termasuk kanker pada anak, penyakit jantung
bawaan, fibrosis kistik dan cerebral palsy.
Di samping itu, faktor-faktor di bawah ini juga mempengaruhi:

# Sanitasi
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan pada tahun 2008 bahwa secara
global, separuh dari semua kasus gizi pada anak balita disebabkan oleh air yang
tidak aman, sanitasi yang tidak memadai atau kebersihan yang kurang. Kondisi
seperti ini sering menyebabkan diare berulang dan infeksi cacing usus.
# Kesenjangan sosial
Di hampir semua negara, anak-anak dari kelurga kurang mampu memiliki tingkat
gizi buruk tertinggi. Karena hal ini tentu saja akan mempengaruhi ketersidaan
makanan bergizi untuk anak-anak.

# Penyakit
Diare dan infeksi lainnya dapat menyebabkan kekurangan gizi karena
menurunnya penyerapan nutrisi, penurunan asupan makanan, peningkatan
kebutuhan metabolik, dan hilangnya nutrisi langsung. Infeksi parasit, khususnya
infeksi cacing usus (helminthiasis), juga dapat menyebabkan kekurangan gizi.
Penyebab utama diare dan infeksi cacing usus pada anak-anak di negara
berkembang adalah kurangnya sanitasi dan kebersihan .

Anak-anak dengan penyakit kronis seperti HIV memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami kekurangan gizi, karena tubuh mereka tidak dapat menyerap nutrisi
juga. Penyakit seperti campak adalah penyebab utama dari kekurangan gizi pada
anak-anak; sehingga imunisasi bisa menjadi solusi untuk masalah ini.
# Faktor ibu
Gizi anak-anak usia di bawah 5 tahun sangat bergantung pada tingkat gizi dari
ibu mereka selama kehamilan dan menyusui. Tingkat gizi ibu selama kehamilan
dapat mempengaruhi ukuran tubuh bayi yang baru lahir. Kekurangan iodium
pada ibu biasanya menyebabkan kerusakan otak pada anak, dan beberapa kasus
menyebabkan keterbelakangan fisik dan mental yang ekstrim. Hal ini
mempengaruhi kemampuan anak untuk mencapai potensi pertumbuhan dan
perkembangannya.

Pada tahun 2011 UNICEF melaporkan bahwa tiga puluh persen rumah tangga di
negara berkembang tidak mengkonsumsi garam beryodium, yang menyumbang
41 juta bayi dan bayi baru lahir di antaranya mengalami defisiensi yodium.

# Jenis kelamin
Sebuah studi di Bangladesh pada tahun 2009 melaporkan bahwa tingkat
kekurangan gizi lebih tinggi pada anak perempuan daripada anak-anak laki-
laki. Studi lain menunjukkan bahwa, di tingkat nasional, perbedaan antara tingkat
prevalensi gizi antara anak laki-laki dan perempuan umumnya kecil. Anak
perempuan sering memiliki status gizi yang lebih rendah di Asia Selatan dan
Asia Tenggara dibandingkan dengan anak laki-laki. Sedangkan, di daerah
berkembang lainnya, status gizi anak perempuan sedikit lebih tinggi.
Penanganan Gizi Buruk
Jika Anda mencurigai seorang anak mengalami gizi buruk, maka segeralah di
bawa ke puskesmas atau dokter untuk dilakukan pemeriksaan status gizi anak
dan menentukan faktor-faktor penyebabnya agar dapat dilakukan penanganan
yang sesuai.

Gizi buruk pada anak ditangani dengan tiga fase, yaitu stabilisasi, transisi, dan
rahabilitasi dengan melakukan langkah-langkah seperti pada table di bawah ini:

Poin 1,2,3,4 dilakukan penanganan sebagaimana mestinya oleh penyedia layanan


kesehatan, selanjutnya antibiotik bisa diberikan apabila diketahui ada infeksi
yang menyeratai. Dokter juga akan memberikan suplemen vitamin A dengan
dosis yang disesuaikan usia anak. Multivitamin dan mineral terutama asam folat
juga diberikan di hari pertama sebanyak 5 mg dan selanjutnya 1 mg perhari.
Pemberian makanan diberikan secara bertahap, karena tubuh yang tadinya tidak
mendapatkan cukup makanan perlu beradaptasi, makanan terbaik adalah
yang tinggi proteindan karbohidrat.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi pada hakikatnya merupakan masalah kesehatan masyarakat, namun


penanggulanggannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu
pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.
Masalah gizi, meskipun sering berkait dengan masalah kekurangan pangan,
pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada kasus
tertentu, seperti dalam keadaan krisis (bencana kekeringan, perang, kekacauan sosial, krisis
ekonomi), masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga,
yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk kebutuhan semua anggota
keluarganya. Menyadari hal itu, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan kebijakan
yang menjamin setiapa anggota masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah
dan mutunya. Dalam konteks itu masalah gizi tidak lagi semata-mata masalah kesehatan
tetapi juga maslah kemiskinan, pemerataan dan masalah kesempatan kerja.
Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih
didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), kuarang viatamin A (KVA), dan masalah
obesitas terutama di kota-kota besar.
Dari sekitar 5 juta anak balita (27,5 persen) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6
juta anak (19,2 persen) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3 persen)
(Depkes,2004 mengutip BPS 2003).
Berdasarkan uraian diatas tentang masalah gizi dengan berbagai kompleksitas
masalah, maka penulis akan mencoba membahas tentang masalah gizi kurang dan gizi buruk.

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui arti dari gizi buruk dan gizi kurang.
2. Memahami permasalahan apa saja yang dapat ditimbulkan oleh gizi
kurang.
3. Mengetahui penyebab timbulnya gizi kurang dan gizi buruk, baik itu
penyebab langsung maupun penyebab tidak langsung.
4. Untuk mengetahui cara penanggulangan masalah gizi kurang dan gizi
buruk.
5. Untuk mengetahui status gizi dari berbagai jenis indikator.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Arti Gizi Kurang dan Gizi Buruk


Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai
oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran, yang merupakan bentuk terparah dari proses
terjadinya kekurangan gizi menahun.
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannnya tiap bulan sampai usia minimal dua tahun (baduta). Apabila
pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi
kesehatan dunia, dia dapat dikatakan bergizi baik. Jika beratnya sedikit di bawah standar
disebut bergizi kurang, dan yang bersifat kronis apabila jauh di bawah standar dikatakan
bergizi buruk. Jadi, istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat
atau akut.
Anak yang bergizi kurang, berarti kekurangan gizi pada tingkat ringan atau sedang,
belum menunjukkan gejala sakit. Dia seperti anak-anak lain, yang akan beraktivitas, bermain
dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus dan staminanya
mulai menurun. Pada fase lanjut (gizi buruk) akan rentan terhadap infeksi, terjadi pengurusan
otak, pembengkakan hati, dan berbagai gangguan yang lain seperti peradangan kulit, infeksi,
kelainan organ dan fungsinya.

B. Masalah Gizi Kurang di Indonesia


Salah satu masalah gizi kurang Indonesia yaitu Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Dampak dari tingginya angka BBLR ini akan berpengaruh pada tingginya angka kematian
bayi. Selain itu, masalah gizi kurang lainnya yaitu kurang gizi makro seperti kurang kalori
protein, dan kurang gizi mikro seperti gangguan gangguan akibat kekurangan yodium,
anemia kekurangan zat gizi besi serta kekurangan vitamin A.
Berdasarkan data Departemen kesehatan tahun 2004 yang dikutip dari BPS tahun
2003, dapat diketahui bahwa dari sekitar 5 juta anak balita terdapat 27,5 persen yang
kekurangan gizi, 19,2 persen yang berada dalam tingkat gizi kurang, dan 8,3 persen termasuk
gizi buruk.
Meskipun jumlahnya relatif lebih sedikit, kasus gizi buruk lebih cepat menarik
perhatian media massa karena dapat terlihat nyata dengan penderitaan anak yaitu sakit,
kurus, bengkak (busung), dan lemah. Selain itu mereka mudah dikenal dan dihitung karena
dibawa ke rumah sakit. Berbeda dengan anak gizi kurang, meskipun jumlahnya lebih
banyak, mereka kurang mendapat perhatian karena tidak mudah diketahui secara umum.
Pada dasarnya banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dan masyarakat untuk
menjaga agar anak yang sehat dan bergizi kurang dapat terhindar dari gizi buruk. Salah
satunya adalah dengan memantau pertambahan berat badan anak (terutama baduta) dengan
KMS.
Berikut ini merupakan tabel rujukan berat badan untuk anak perempuan usia 0 sampai
36 bulan berdasarkan WHO-NCHS
UMUR Nilai BB (Kg)
(bulan) -3 SD -2 SD -1 SD Me +1 SD +
0 1,8 2,2 2,7 3,2 3,0
1 2,2 2,8 3,4 4,0 4,5
2 2,7 3,3 4,0 4,7 5,4
3 3,2 3,9 4,7 5,4 6,2
4 3,7 4,5 5,3 6,0 6,9
5 4,1 5,0 5,8 6,7 7,5
10 5,9 6,9 7,9 8,9 9,9
36 9,7 11,2 12,6 14,1 16,1

Berikut ini merupakan tabel pengklasifikasian status gizi berdasarkan tiga jenis indikator
yaitu berat badan menurut tinggi badan, berat badan menurut umur, dan tinggi badan
menurut umur.
Klasifikasi WHO : Gabungan 3 Jenis Indikator
BB/TB BB/U TB/U Status Gizi
Normal Rendah R Baik, pernah kurang gizi
N N R Baik
N T Tinggi Jangkung, baik
R R T Buruk
R R N Buruk, kurang
R N T Kurang
T T R Lebih, mungkin obes
T N R Lebih, pernah kurang gizi
T T N Lebih, tidak obes

Selain itu dalam mengukur status gizi dapat pula digunakan indeks antropometri.
Dalam antropometri gi median sama dengan persentil 50. nilai median dinyatakan sama
dengan 100% (untuk standar). Setelah itu dihitung persenyase terhadap nilai median untuk
mendapatkan ambang batas. Yayah K Husaini memberi contoh, andai kata nilai median berat
badan anak umur 2 tahun adalah 12 kg, maka 80% median sama dengan 9,6 kg, dan 60%
median sama dengan 7,2 kg. Kalau 80%dan 60% dianggap ambang batas maka anak yang
berumur 3 tahun mempunyai berat badan antara 7,2 kg sampai 9,6 kg (antara 60% dan 80%
media) dinyatakan staus gizi kurang dan di bawah 7,2 kg (dibawah 60% median) dinyatakan
status gizi buruk.
Berikut ini merupakan tabel status gizi berdasarkan indeks antropometri (sumber :
Yayah K. Husaini, Antreopometri sebagai Indeks Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Medika,
No 8 tahun XXIII,1997,halaman 269)

Status Gizi Indeks


BB/U TB/U
Gizi Baik > 80 % > 90 %
Gizi Sedang 71 % - 80 % 81 % - 90 %
Gizi Kurang 61 % - 70 % 71 % - 80 %
Gizi Buruk ≤ 60 % ≤ 70 %

C. Penyebab Timbulnya Masalah Gizi Kurang dan Gizi Buruk


Dalam kerangka konsep makro sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi
masalah gizi menurut UNICEF (1988), masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:
angsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi
kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak
yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita
gizi kurang. Demikian pula anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan
tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit. Asupan makanan yang kurang,
dalam hal ini pemberian Air Susu Ibu dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI)
merupakan penyebab langsung terjadinya gizi kurang dan gizi buruk.
dak langsung
Terdapat tiga penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu:
 Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diaharapkan mampu untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik
jumlah maupun mutu gizinya. Namun kadang-kadang bencana alam, perang, maupun
kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini.
 Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan masyarakat diharapkan dapat
menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang
dengan baik, baik fisik, mental, dan sosial. Suatu studi positive deviance mempelajari
mengapa dari sekian banyak bayi dan anak balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil
yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya berprofesi sebagi petani. Dari studi ini
diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh terhadap timbulnya gizi buruk. Anak yang
diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, mengerti akan pentingnya ASI, Posyandu,
kebersihan, anaknya akan lebih sehat.
 Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistem pelayanan kesehatan yang ada
diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar
yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Pelayan kesehatan yang dimaksu
yaitu imunisasi, penanganan diare dengan oralit, tindakan cepat pada anak balita yang tidak
naik berat badan, pendidikan dan penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di
Posyandu, Penyediaan Air Bersih, kebersihan lingkungan, dan sebagainya.
Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan
keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, makin baik
tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak
keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.
masalah dimasyarakat
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat
berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung.
masalah
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya
masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang
disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak
tahun 1997. Keadaan tersebut telah memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat
kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.
Skema Gizi Buruk
D. Penanggulangan Gizi Kurang dan Gizi Buruk
Penanggulanga gizi kurang dan gizi buruk perlu dilakukan secara terpadu antar
departemen dan kelompok profesi, melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan pangan,
penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status sosial ekonomi,
pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta peningkatan teknologi hasil pertanian dan
teknologi pangan. Semua upaya ini bertujuan memperoleh perbaikan pola konsumsi pangan
masyarakat yang beranekaragam, dan seimbang dalam mutu gizi.
Upaya penanggulangan masalah gizi kurang dan gizi buruk yang dilakukan secara
terpadu antara lain:
1. Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui
peningkatan produksi beraneka ragam pangan serta pengawasan makanan dan
minuman.
2. Peningkatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang diarahkan
pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat
rumah tangga.
3. Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari
tingkat pos pelayan terpadu (Posyandu), hingga Puskesmas dan Rumah Sakit.
4. Peningkatan upaya keamanan pangan gizi melalui Sistem Kewaspadaan
Pangan Dan Gizi (SKPG).
5. Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi dibidang pangan dan gizi
masyarakat.
6. Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk
pangan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas.
7. Intervensi langsung kepada sasaran mulai pemberian makanan tambahan
(PMT), distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, tablet dan sirup besi seerta
kapsul minyak beryodium.
8. Peningkatan kesehatan lingkungan.
9. Upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, yodium dan zat besi.
10. Upaya penelitian dan pengembangan pangan gizi

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh
kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran, yang merupakan bentuk terparah dari proses
terjadinya kekurangan gizi menahun.
 Salah satu masalah gizi kurang Indonesia yaitu Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Dimana
dampak dari tingginya angka BBLR ini akan berpengaruh pada tingginya angka kematian
bayi.
 Masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh asupan makanan yang kurang dan juga penyakit,
hal inilah yang merupakan penyebab langsung. Sedangkan yang merupakan penyebab tidak
langsung dari timbulnya masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah ketahanan pangan
keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan anak kurang memadai, dan pelayanan
kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Selain itu yang menjadi pokok maslahnya yaitu
kemiskinan, kurang pendidikan dan kurang keterampilan, dan yang menjadi akar
permasalahannya yaitu krisis ekonomi langsung.
 Penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk dapat dilakukan melalui upaya-upaya peningkatan
pengadaan pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status
sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta peningkatan teknologi hasil
pertanian dan teknologi pangan.

B. Saran
 Dengan adanya masalah gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita yang masih merajalela di
masyarakat maka diperlukan ketahanan pangan di tingkat Rumah Tangga.
 Sebaiknya petugas kesehatan senantiasa memperbaiki pola asuh anak balita dengan
membekali ibu-ibu ilmu tentang penata laksanaan makan pada anak yaitu berupa gizi
seimbang.
 Untuk memecahkan masalah gizi buruk dan gizi kurang yang sifatnya sangat kompleks ini
diperlukan tenaga-tenaga gizi yang berpendidikan memadai yang mampu mengembangkan
ilmu gizi, melalui penelitian-penelitian dan senantiasa menerapkan hasil temuannya kedalam
program-program nyata.
PEMBAHASAN
A. Pengertian gizi buruk

Gizi buruk atau malnutrisi dapat diartikan sebagai asupan gizi yang buruk. Hal ini bisa diakibatkan oleh kurangnya asupan makanan,
pemilihan jenis makanan yang tidak tepat ataupun karena sebab lain seperti adanya penyakit infeksi yang menyebabkan kurang
terserapnya nutrisi dari makanan. Secara klinis gizi buruk ditandai dengan asupan protein, energi dan nutrisi mikro seperti vitamin yang
tidak mencukupi ataupun berlebih sehingga menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan.
Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi
energi, protein serta makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus ( menurut
BB terhadap TB ) dan hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor.

B. Penyebab Gizi Buruk


Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu:
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak
memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak
bisa menyerap zat-zat makanan secara baik
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
1. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
3. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu:
1. Keluarga miskin
2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.

C. Jenis-jenis gizi buruk


Gizi buruk terbagi menjadi empat jenis yaitu Kwasiorkor, Marasmus dan Marasmic-Kwashiorkor serta Obesitas.
a) Kwasiorkor
Kwasiorkor memiliki ciri-ciri:
1. Edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab
2. Pandangan mata sayu
3. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok
4. Terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel
5. Terjadi pembesaran hati
6. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
7. Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
8. Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut
9. Anemia dan diare.
b) Marasmus
Marasmus memiliki ciri-ciri:
1. Badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit
2. Wajah seperti orang tua
3. Mudah menangis/cengeng dan rewel
4. Kulit menjadi keriput
5. Jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)
6. Perut cekung, dan iga gambang
7. Seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
8. Diare kronik atau konstipasi (susah buang air).
c) Marasmic-Kwashiorkor
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak
mencolok.
d) Obesitas

Obesitas adalah masalah gizi yang disebabkan kelebihan kalori dan ditandai dengan akumulasi jaringan lemak secara berlebihan di
seluruh tubuh, dimana terdapat penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh.
Obesitas berarti berat badan (BB) yang melebihi BB rata-rata. Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih besar dari nilai tengah
kisaran berat badannya yang normal berarti mengalami obesitas.
Obesitas sendiri digolongkan menjadi 3 kelompok:
• Obesitas ringan: kelebihan berat badan 20-40%;
• Obesitas sedang: kelebihan berat badan 41-100%; dan
• Obesitas berat: kelebihan berat badan >100%.
Apa perbedaan obesitas dan overweight? Obesitas (kegemukan) adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang
berlebih, yang membuat BB seseorang jauh di atas normal dan dapat membahayakan kesehatan. Sementara overweight (kelebihan berat
badan) adalah keadaan dimana BB seseorang melebihi BB normal, dengan perbedaan yang tidak terlalu jauh.
Obesitas seharusnya disorot sebagai masalah kelebihan gizi yang cukup akut sehingga dikategorikan sebagai Gizi Buruk. Tidak hanya
kekurangan gizi, kelebihan gizi pun berdampak negatif bagi kesehatan seseorang.
Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia pada tahun 2000, jumlah penduduk yang overweight diperkirakan mencapai 76.7 juta jiwa
(17.5%) dan pasien obesitas berjumlah lebih dari 9.8 juta jiwa (4.7%). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa overweight
dan obesitas di Indonesia telah menjadi masalah besar yang memerlukan penanganan secara serius.Mengapa seseorang dapat
mengalami obesitas?
Berikut beberapa penyebab utama:
a) Faktor genetik
Seseorang dapat mengalami obesitas karena sudah merupakan keturunan dari orangtuanya, sehingga secara genetik hal tersebut tidak
dapat dihindari. Di dalam suatu keluarga, sudah pasti ditemukan kesamaan pola makan dan gaya hidup antara orangtua dan anak.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.
b) Faktor lingkungan
Ternyata lingkungan seseorang pun memegang peranan cukup berarti dalam membentuk keobesitasan pada tubuh seseorang. Termasuk
di antaranya adalah perilaku atau pola hidup, contohnya makanan yang dikonsumsi, aktivitas fisik yang dilakukan, dan lain-lain.
c) Faktor psikis
Stres, depresi, kelelahan yang amat sangat, seringkali mempengaruhi kebiasaan makan dan pola hidup seseorang. Biasanya makan akan
menjadi tidak teratur atau justru terlalu banyak makan makanan kurang bergizi seperti junk food, ditambah kurangnya konsumsi zat
bermanfaat seperti sayur mayur dan buah-buahan.

D. Pencegahan Gizi Buruk


Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak, yaitu:
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan
sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2. Anak diberi makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan
komposisinya untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan
standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan
setelah pulang dari rumah sakit.
5. Jika anak menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula.
Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak.
Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang
sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa
gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.

E. Penanganan Gizi Buruk

Orang yang obesitas harus memilih program penurunan berat badan yang aman. Unsur-unsur yang harus dipertimbangkan dalam memilih
program penurunan berat badan yaitu:
• Diet aman dan memenuhi semua kebutuhan harian yang dianjurkan (vitamin, mineral dan protein).
• Program penurunan berat badan harus diarahkan kepada penurunan berat badan secara perlahan dan stabil.
• Sebelum sebuah program penurunan berat badan dimulai, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh.
Untuk diagnosa terjadinya gizi buruk, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan :
• Memeriksa tinggi dan berat badan pasien untuk menentukan BMI (body mass index)
• Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidak normalan
• Melakukan pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ tubuh lain
• Memeriksa penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk
Untuk penanganan gizi buruk. Dokter atau ahli gizi biasanya akan mengusulkan untuk pengaturan pola makan, termasuk jenis dan jumlah
makanan. Bila diperlukan dapat juga diberikan suplemen atau vitamin untuk membantu memenuhi kebutuhan vitamin yang kurang
tersebut. Apabila penyebab gizi buruk karena penyakit atau kondisi medis tertentu maka, terapi lain disarankan untuk menanganinya.
F. Gizi Buruk di Indonesia
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada
dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi makro adalah
masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro
umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro.
Kesepakatan global dalam bidang pangan dan gizi terutama World Summit for Children 1990, international Conference on Nutrition 1992 di
Roma dan World Food Summit 1996 menetapkan sasaran program pangan dan perbaikan gizi yang harus dicapai oleh semua negara.
Sasaran global tersebut sampai saat ini menjadi salah satu acuan pokok di dalam pembangunan program pangan dan gizi di semua
negara termasuk Indonesia. Pembangunan program pangan dan gizi di Indonesia selam 30 tahun terakhir menunjukan hasil yang positif.
Analisis penyediaan pangan tahun 1999 secara makro disimpulkan bahwa persediaan energi dan protein per kapita/hari masing-masing
sebesar 2.890 Kkal dan 62,7 gram, telah memenuhi kecukupan yang dianjurkan. Masalah pangan baru terlihat pada tingkat konsumsi
rumah tangga. Data tahun 1998 menunjukan bahwa antara 49% sampai 53% rumah tangga di berbagai daerah mengalami defisit energi
(konsumsi < 70% kebutuhan energi). Defisit pangan di tingkat rumah tangga disertai distribusi pangan antar anggota keluarga yang tidak
baik didasari pengetahuan atau perilaku gizi yang belum memadai berakibat munculnya masalah kurang gizi.
Gambaran makro perkembangan keadaan gizi masyarakat menunjukan kecenderungan yang sejalan. Prevalensi kurang energi protein
pada balita turun dari 37,5% pada tahun 1989 menjadi 26,4% pada tahun 1999. Penurunan serupa juga terjadi pada prevalensi masalah
gizi lain. Prevalensi gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A, dan anemia gizi pada tahun 1998 masing-masing 9,8%, 0,3%, dan
50,9%. Dibandingkan dengan sasaran global yang disepakati, keadaan gizi masyarakat di Indonesia masih jauh ketinggalan. Sebagai
contoh, pada tahun 2005 diharapkan terjadi penurunan prevalensi kurang energi protein menjadi 20%, gangguan akibat kurang yodium
menjadi 5%, anemnia gizi menjadi 40%, dan bebas masalah kebutaan akibat kurang vitamin A.
Krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997 semakin memperburuk keadaan gizi masyarakat. Selama krisis, ada kecenderungan meningkatnya
prevalensi gizi kurang dan gizi buruk terutama pada kelompok umur 6-23 bulan. Munculnya kasus-kasus marasmus, kwashiorkor
merupakan indikasi adanya penurunan ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Upaya untuk mencegah semakin memburuknya keadaan
gizi masyarakat di masa mendatang harus dilakukan segera dan direncanakan sesuai masalah daerah sejalan dengan kebijakan
pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang
Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi sebagai daerah otonom, mengatur kewenangan pemerintahan daerah dalam
merencanakan dan melaksanakan pembangunan termasuk pembangunan di bidang pangan dan gizi. Iklim baru ini merupakan peluang
untuk percepatan pencapaian sasaran nasional dan global. Adanya kebijakan dan strategi yang tepat, program yang sistematis mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan akan sangat mendukung pencapaian sasaran nasional.
Obesitas seharusnya disorot sebagai masalah kelebihan gizi yang cukup akut sehingga dikategorikan sebagai Gizi Buruk. Tidak hanya
kekurangan gizi, kelebihan gizi pun berdampak negatif bagi kesehatan seseorang. Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia pada tahun
2000, jumlah penduduk yang overweight diperkirakan mencapai 76.7 juta jiwa (17.5%) dan pasien obesitas berjumlah lebih dari 9.8 juta
jiwa (4.7%). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa overweight dan obesitas di Indonesia telah menjadi masalah besar yang
memerlukan penanganan secara serius.
Menurut Departemen Kesehatan, pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat
gizi kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%).
"Makanan dan gizi merupakan basis dari pembangunan manusia, sosial dan ekonomi. Sekitar 1 Milyar penduduk dunia saat ini mengalami
masalah dalam penyediaan makanan. Sepertiga dari seluruh anak-anak di dunia (171 juta anak) ada dalam keadaan kurang gizi kronik",
tulis Prof. Tjandra dalam surat elektronik kepada Kepala Pusat Komunikasi Publik.
Gizi buruk pada anak sampai saat ini masih menjadi masalah di Indonesia. Diketahui sampai tahun 2011 ada sekitar 1 juta anak di
Indonesia yang mengalami gizi buruk. "Ada sekitar 1 juta anak gizi buruk di Indonesia diantara 240 juta penduduk Indonesia," ujar Direktur
Bina Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Dr dr Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS, dalam acara seminar Hospital Expo di JCC,
Jakarta.
Dr Slamet menuturkan kebanyakan berada di daerah timur Indonesia seperti di daerah NTT dan Maluku. Salah satu faktor penyebabnya
karena letak geografisnya seperti jarak yang jauh dari fasilitas kesehatan.
“Berdasarkan hasil riset para ahli kesehatan gizi, di negara ini gizi buruk telah mencapai kurang lebih 35%. Itu semua dapat terlihat di saat
pertumbuhan balita usia satu tahun hingga lima tahun,” kata ahli gizi Institut Pertanian Bogor Ali Khomsan saat ditemui di sela-sela acara
pelatihan kader Posyandu di Gedung PKK Jabar Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung.
G. Gizi Buruk di Makassar

Kasus gizi buruk masih menghantui Sulawesi Selatan, yang pertumbuhan ekonominya diklaim mencapai 8 persen. Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Selatan mencatat ada 116 kasus anak balita gizi buruk selama Januari hingga Maret 2011. Empat daerah kantong gizi
buruk di Sulsel adalah Kota Makassar, Kabupaten Pangkep, Maros, dan Jeneponto.
Kepala Seksi Bina Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Sulsel Astati Mada Amin mengatakan hal itu di Makassar, Kamis (12/5/2011) di sela-
sela kampanye Proyek Perbaikan Gizi Melalui Pemberdayaan Masyarakat (proyek NICE).
"Prevalensi tingkat gizi buruk di Makassar tahun 2010 ialah 6,8 persen, sedangkan Jeneponto 5,5 persen. Angka ideal tingkat gizi buruk
harus di bawah 5 persen. Masih tingginya kasus gizi buruk harus dikaji dari banyak hal, tetapi salah satunya ialah minimnya keberpihakan
pemerintah terhadap anggaran gizi," kata Astati.
Minimnya anggaran perbaikan gizi sangat kentara di daerah. Astati mencontohkan Kabupaten Tana Toraja yang mengalokasikan hanya
Rp 5 juta untuk program gizi. "Apa yang bisa dilakukan dengan dana segitu, paling hanya untuk administrasi saja," ujarnya.
Adapun di tingkat provinsi, anggaran gizi yang diterima dinas kesehatan tahun 2011 mencapai Rp 350 juta, sudah termasuk Rp 150 juta
untuk sosialisasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Air Susu Ibu. Namun, Astati menambahkan, anggaran itu pun lebih
terserap untuk pelatihan penambahan kapasitas dan rapat-rapat teknis.
Berdasarkan Riset Kesehatan Daerah Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan tahun 2010, tingkat prevalensi gizi
buruk nasional menurun dari 5,4 persen tahun 2007 menjadi 4,9 persen tahun 2010. Kendati demikian, masih ada kesenjangan
antarprovinsi.
Sebanyak 18 provinsi di Indonesia setidaknya masih memiliki tingkat prevalensi gizi buruk yang tinggi, seperti di antaranya di Sulsel (6,4
persen), Nusa Tenggara Barat (10,6 persen), dan Nusa Tenggara Timur (9 persen).
Untuk menekan tingkat gizi buruk, Proyek Perbaikan Gizi Melalui Pemberdayaan Masyarakat yang disebut NICE, dimulai sejak tahun 2008
di Sulsel, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Konsultan keuangan Proyek NICE Sulsel, Herman, mengatakan, di Sulsel proyek ini mencakup 206 desa dengan anggaran Rp 21,456
miliar. Setiap desa mendapatkan anggaran Rp 140 juta yang dicairkan dalam tiga periode. Dana ini dicairkan langsung ke kelompok gizi
masyarakat (KGM) yang ada di tiap desa. "KGM menyusun program mereka sendiri yang sesuai dengan kondisi gizi masyarakat
setempat. Kegiatan mereka pun berintegrasi dengan posyandu. Masyarakat harus diberdayakan dalam proyek ini agar ketika donor
berganti, sistemnya sudah jalan," ujar Herman.

H. Peran Pemerintah dalam menanggulangi masalah gizi buruk di Indonesia

Hingga kini Indonesia masuk dalam lima besar untuk kasus gizi buruk. Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian kesehatan
(kemenkes) menyediakan anggaran hingga Rp.700 miliar per tahunnya. Saat ini kemenkes memprioritaskan penanggulangan gizi buruk di
enam provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, NTB dan NTT. Enam provinsi itu diprioritaskan karena masih
banyaknya kasus gizi buruk ditemukan. Demikian yang dikemukakan oleh Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih di Seminar
Nasional Pangan dan Gizi 2012 di Jakarta.
"Masalah gizi itu penting karena berhubungan dengan kualitas bangsa Indonesia. Kita punya program Seribu Hari Pertama untuk Negeri
yaitu masa kritis perkembangan fisik dan intelektual anak," ujarnya. Program tersebut merupakan penjabaran dari gerakan Scaling-Up
Nutrition Movement, yang dicanangkan PBB pada September 2011.
"PBB mengajak negara-negara anggotanya untuk melakukan perbaikan gizi yang antara lain memfokuskan pada seribu hari pertama
kehidupan. Kami telah mengirimkan surat kepada Sekjen PBB menyampaikan kesanggupan bergabung dalam gerakan ini," kata Menkes.
Secara nasional, diperkirakan ada sekitar 4,5 persen dari 22 juta balita atau 900 ribu balita mengalami gizi kurang atau gizi buruk.
Meski demikian, Menkes mengungkapkan bahwa angka prevalensi gizi kurang pada balita telah menurun dari 31 persen pada tahun 1990
menjadi 17,9 persen pada tahun 2010.
Menkes juga menyatakan Indonesia berhasil menanggulangi masalah gizi mikro dimana defisiensi vitamin A sudah tidak lagi menjadi
masalah kesehatan masyarakat serta gangguan akibat kekurangan yodium makin berkurang. "Pemerintah tidak lagi memberikan kapsul
yodium sebagai pencegahan. Demikian pula untuk prevalensi anemia gizi telah ada perbaikan dan masalah gizi mikro lainnya seperti zink,
kalsium, fosfor, beberapa vitamin dan mineral esensial selalu dipantau," ujarnya.

I. Peran Pemerintah kota Makassar dalam menanggulangi masalah gizi buruk


Mengantisipasi kasus gizi buruk akan meluas di Makassar Sulawesi Selatan, Dinas Kesehatan Kota Makassar memprogramkan
penanganan 100 hari kerja.
"Penangangan gizi buruk telah disiapkan program 100 hari kepada para penderita. Tak hanya itu kita libatkan semua elemen dari tingkat
posyandu hingga puskesmas," kata Kadis Dinkes Makassar Naisyah Tun Azikin, di Makassar.
Penanganan gizi buruk selama ini ditangani langsung di puskesmas dan posyandu lalu dirujuk ke rumah sakit setempat, sudah menjadi
prosedur tetap. Namun, bila puskesmas dan posyandu yang menangani pasien tidak disokong dana awal pastinya akan menjadi kendala.
penanganan gizi buruk dan daerah rawan gizi di Makassar mestinya didorong dengan membangun posko pengaduan serta penanganan
gizi buruk sehingga diyakini berfungsi secara optimal pada masyarakat mengingat angka penderita gizi buruk cukup tinggi.
Penanganan kasus gizi buruk dalam kondisi parah dibantu susu, makanan bergizi, telur dan vitamin. Dan untuk gizi kurang, diberikan
asupan gizi berupa asupan susu dan makanan bergizi. "Program ini dianggap langsung menyentuh masyarakat dan penderita gizi buruk
yang ditangani Puskesmas dan Posyandu.
Sedangkan anggaran penanganan gizi buruk, telah diusulkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2011
dengan alokasi Rp1,2 miliar. Selain program gizi buruk, program lain juga direncanakan melakukan sertifikasi 14 Posyandu dan
Puskesmas serta 24 Puskesmas Pembantu (Pustu) sebagai mutu pelayanan kesehatan di masyarakat yang berkualitas. Banyak upaya
dilakukan untuk mengatasi masalah Gizi buruk di Indonesia, dan diharapkan di tahun 2015, prevalensi gizi buruk dapat turun menjadi
3,6%.Prevalensi anak balita gizi kurang dan buruk turun 0,5 % dari 18,4% pada 2007 menjadi 17,9% pada 2010.

BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
• Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya tingkat
konsumsi energi, protein serta makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama.
• Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro.
• Tipe gizi buruk terbagi menjadi empat tipe yaitu Kwasiorkor, Marasmus dan Marasmic-Kwashiorkor serta Obesitas.
• Gizi buruk dapat disebabkan karena kurangnya asupan gizi dan makanan terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
• Gizi buruk dapat dicegah dengan cara memberikan makanan yang bergizi tetapi sesuai dengan kebutuhan.
• Penanganan gizi buruk dapat dilakukan dengan memberikan makanan yang bergizi. Tetapi bagi penderita obesitas dapat di tangani
dengan cara diet yang aman dan dianjurkan
• Terdapat banyak kasus gizi buruk termasuk di Indonesia, selain itu di Makassar pada khususnya juga banyak ditemukan kasus gizi
buruk. Mereka tidak tinggal diam dalam menghadapi gizi buruk, salah satu program yang di lakukan adalah program 100 hari kerja.

b. Saran

• Diharapkan bagi masyarakat agar tidak tinggal diam jika melihat anak yang mengalami gizi buruk, dan sekiranya dapat di laporkan ke
posyandu atau puskesmas terdekat agar dapat segera di tangani.
• Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi buruk terlambat. Seharusnya penanganan pelayanan
kesehatan dilakukan disaat penderita gizi buruk belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi buruk merebak barulah
pemerintah melakukan tindakan (serius). Keseriusan pemerintah tidak ada artinya apabila tidak didukung masyarakat itu sendiri.
• Dapat dijadikan referensi bagi penulis lain yang akan menulis tentang hal yang sama dengan objek penulisan ini.

http://fajri31.blogspot.com/2016/05/makalah-gizi-buruk-bab-i-pendahuluan-a.html

https://blogbintang.files.wordpress.com/2012/09/blogbintangmakalah-gizi-buruk-lengkap.pdf

Anda mungkin juga menyukai