Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Wilayah perkotaan merupakan wilayah dengan perkembangan yang sangat


cepat. Wilayah perkotaan menjadi pusat perekonomian, pendidikan, dan
pemerintahan. Sebagai pusat dari kegiatan tersebut, wilayah perkotaan menjadi
sangat rentan terhadap berbagai macam aksi kejahatan. Kejahatan tersebut dapat
menyerang pusat perekonomian ataupun pemerintahan dengan tujuan tertentu.
Kejahatan yang menyerang atau menetapkan targetnya pada pusat
pemerintahan dapat berupa kejahatan terorisme yang memiliki tujuan politik.
Namun, tidak semua kejahatan yang menyerang pusat pemerintahan merupakan
terorisme. Kejahatan tersebut juga dapat berupa kejahatan konvensional yang tidak
memiliki tujuan politik, seperti pencurian aset. Selain itu, pusat pemerintahan juga
rentan untuk mengalami kerusakan atau kerugian akibat tindakan-tindakan tertentu,
seperti demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat, kebakaran, bencana alam, dan
bentuk-bentuk lainnya.
Pusat pemerintahan sebagai salah satu fasilitas pelayanan publik memerlukan
suatu program untuk mencegah timbulnya kerugian yang diakibatkan oleh peristiwa-
peristiwa yang telah disebutkan sebelumnya. Meskipun kerugian yang dihasilkan
dalam ukuran materi mungkin tidak terlalu besar, namun pusat pemerintahan yang
menyimpan berbagai dokumen atau arsip juga harus dilindungi. Perlindungan dan
pencegahan terhadap kerusakan dari arsip beserta aset-aset lainnya harus dilakukan
mengingat pentingnya arsip tersebut dalam melakukan berbagai macam pengambilan
keputusan, evaluasi kebijakan, dan rahasia dari negara.
Kerusakan yang terjadi pada pusat pemerintahan dapat memberikan dampak
bagi masyarakat. Dampak tersebut dirasakan dalam bentuk sulitnya untuk mengurus
berbagai macal hal terkait birokrasi, seperti perizinan. Hal ini disebabkan oleh
kerusakan dari arsip dan kerusakan dari fasilitas pendukung dalam pengurusan
perizinan tersebut. Untuk itu, bangunan gedung pusat pemerintahan juga harus
memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan agar kegiatan pemerintahan dapat
berjalan dengan normal.
Selain memperhatikan faktor keselamatan dari sisi fisik, ancaman keamanan
lainnya yang dapat menyerang Kantor Walikota Depok adalah ancaman bagi orang-
orang yang berada di dalamnya. Orang yang bekerja atau berada di tempat tersebut
ketika terjadi suatu ancaman keamanan. Kondisi politik juga memberikan kontribusi
ancaman bagi kantor walikota Depok. Masalah dalam politik dapat menyebabkan
suatu kelompok melakukan demonstrasi, seperti yang terjadi pada kantor Walikota
Depok pada 23 Desember 2013. Pada saat itu para demonstran menuntut agar
walikota Depok mundur dari jabatannya. Para demonstran mencoba untuk masuk ke
area kantor walikota Depok, tetapi dihalangi oleh petugas sehingga sempat terjadi
ketegangan. Para demonstran kemudian menyegel pintu gerbang kantor walikota
depok dengan menggunakan rantai yang terkunci sehingga akses keluar dan masuk
menjadi terhambat.1
Aksi demonstrasi yang bersifat menyerang para petugas keamanan dapat
mengancam keselamatan dari para petugas keamanan itu sendiri. Pengelolaan
pengamanan pada saat terjadinya demonstrasi merupakan salah satu pengamanan
yang terpenting bagi kantor pemerintahan. Hal ini terlihat pada kasus demo anarkis
yang terjadi di kantor Jokowi. Dari kasus ini terlihat bagaimana pengelolaan
keamanan mulai dari pagar menjadi sangatlah penting. Ketika para petugas tidak
mampu untuk mengatasi para demonstran, keselamatan dari walikota juga dapat
terancam, begitu juga dengan para karyawan yang berada di Kantor Walikota Depok.
Ancaman terhadap kantor pemerintahan merupakan ancaman yang patut
diperhitungkan. Ancaman-ancaman terhadap kantor pemerintahan tidak hanya
terletak pada pertunjukan kekuasaannya, namun juga terhadap aset-aset yang ada di
dalamnya. Dalam pengelolaan keamanan, terdapat empat kategori yang harus
dilindungi. Pertama adalah manusia. Dalam kantor pemerintahan, orang-orang yang
bekerja di dalamnya adalah orang-orang yang perlu dilindungi, terutama adalah
pimpinan dari pemerintahan tersebut sebagai contoh Walikota, Gubernur, Presiden.
Kedua adalah aktivitas. Pada kantor pemerintahan aktivitas pemerintahan adalah hal
yang perlu dilindungi, tanpa adanya kegiatan pemerintahan maka negara akan
berhenti. Ketiga adalah barang. Hal ini merupakan hal yang sudah tentu akan
dilindungi, karena pada dasarnya perlindungan terhadap barang merupakan sebuah
perlindungan yang paling mendasar. Keempat adalah informasi. Banyak sekali
informasi yang penting di dalam kantor pemerintahan. Banyak informasi-informasi
yang rahasia dan berkaitan dengan pertahanan negara.

1
http://www.tempo.co/read/news/2013/12/23/214539662/Gembok-Kantor-Wali-Kota-Depok-
Pendemo-Telan-Kunci
1. 2. Permasalahan

Ketergantungan yang tinggi terhadap fasilitas publik seperti kantor


pemerintahan menyebabkan kantor pemerintahan memerlukan perhatian khusus
dalam mengurangi resiko terjadinya kerusakan atau kerugian pada aset yang dimiliki.
Sistem pengamanan dan pencegahan terhadap resiko kerusakan aset diperlukan untuk
menjaga agar aktifitas yang dilakukan di tempat tersebut. Perlindungan dan
pengamanan aset pada kantor pemerintahan nampaknya menjadi hal yang kurang
diperhatikan. Perlindungan hanya dilakukan pada informasi dan pejabat-pejabat
negara yang memiliki jabatan yang sangat penting, seperti Gubernur dan Presiden.
Padahal, perlindungan juga diperlukan untuk personel lainnya yang menunjang
kegiatan pemerintahan.
Kantor walikota Depok, sebagai salah satu pusat pemerintahan tentunya
memerlukan keamanan agar tetap dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Sebagai
fasilitas publik, Kantor Walikota Depok juga harus memberikan keamanan bagi para
orang yang beraktifitas di dalamnya baik bagi para karyawan dan para pengunjung.
Untuk mencegah timbulnya berbagai macam masalah yang dapat mengganggu
aktifitas di Kantor Walikota Depok, maka diperlukan suatu penelitian tentang
kerentanan tempat ini dari gangguan keamanan, kebakaran, bencana alam, kejahatan
yang dilakukan oleh pihak luar ataupun pihak yang berada di dalam. Kejahatan juga
dapat mengancam orang-orang yang berada di dalamnya, seperti Walikota dan Wakil
Walikota serta para karyawan yang bekerja di tempat tersebut.
Ancaman lainnya adalah kejahatan terhadap arsip-arsip negara. Arsip negara
yang tersimpan di kantor walikota depok selain sangat berguna untuk pengambilan
keputusan, data kependudukan, dan sebagai bukti atas berjalannya program-program
pemerintahan. Arsip-arsip yang bersifat rahasia juga sangat beresiko ketika rusak
ataupun hilang, seperti arsip perizinan perusahaan yang sangat rentan untuk
disalahgunakan. Arsip juga dapat dimanipulasi untuk menghilangkan jejak
kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang tertentu, baik oleh orang yang berada di
kantor walikota depok ataupun pihak yang bukan bagian dari karyawan di Kantor
Walikota Depok.

1. 3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem
keamanan di Kantor Walikota Depok dalam mencegah dan menghadapi ancaman
keamanan terhadap gedung, arsip, serta orang yang berada di dalam kantor Walikota
Depok. Sistem tersebut terkait dengan standar operasional dari petugas keamanan
yang berada di Kantor Walikota Depok beserta dengan kesiapan dari alat-alat yang
dapat mendeteksi dan mencegah timbulnya kebakaran di tempat tersebut. Penelitian
juga bertujuan untuk mengevaluasi bagaimana cara kerja dari petugas keamanan
dalam menghadapi kondisi darurat, seperti kebakaran, demonstrasi, dan ancaman
keamanan yang lainnya.

1. 4. Pertanyaan Penelitian

Dengan melihat pada latar belakang dan permasalahan dari penelitian ini
yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti merumuskan sebuah pertanyaan
penelitian. Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian adalah:

1. Bagaimana manajemen pengamanan fisik kantor walikota


depok?

1. 5. Signifikansi Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan, maka penelitian ini


memiliki signifikansi secara akademis dan praktis. Secara akademis, signifikansi dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:

 Memberikan kontribusi terhadap perkembangan studi mengenai


manajemen industrial sekuriti.
 Memberikan tambahan ilmu pengetahuan mengenai pengelolaan
pengamanan kantor pemerintahan.
 Memberikan pemahaman lanjutan mengenai kondisi pengamanan dari
kantor pemerintahan.

Secara praktis, signifikansi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

 Memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada kantor pemerintahan


dalam mengelola keamanan kantor.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Kerangka Konsep

2. 1. 1. Sekuriti

Sekuriti merupakan penerapan metode dan prosedur yang digunakan untuk


membuat hidup anda aman terhadap kerentanan, ancaman, dan resiko. Sekuriti juga
bagian dari kepolisian yang dibentuk dengan tujuan dan bermaksud untuk membantu
utgas dari kepolisian yang ada (Ian, 2006). Sekuriti merupakan suatu satuan yang
dibentuk oleh instansi pemerintah atau oleh badan swasta yang berkecimpung dalam
jasa pengamanan yang bertugas menjaga kondisi keamanan dan ketertiban di
lingkungan wilayah kerja agar keadaan tetap normal (Kevin William, 1975). Sekuriti
yang berada di bandara, mall, hotel, rumah sakit, dan tempat lainnya harus memiliki
kemampuan untuk menjaga keamaman dan ketertiban yang ada serta dibantu juga
dengan peralatan yang memadai untuk menjalankan tugasnya (Milton, 1988).

Jenis pengamanan yang dilakukan oleh sekuriti meliputi:

 Pengamanan fisik

 Pengamanan personel

 Pengamanan informasi

Pengamanan yang dilakukan oleh sekuriti meliputi usaha untuk mencegah,


mengatasi, dan meminimalisir timbulnya potensi kerentanan, kehilangan, ancaman
Fungsi dari sekuriti adalah melindungi dan mengamankan lingkungan atau
kawasan kerja dari setiap ganggungan keamanan dan ketertiban serta pelanggaran
peraturan kerja lainnya. Dalam melakukan tugasnya, sekuriti berperan sebagai
pimpiman dalam bidang keamanan dalam perusahaan tempat mereka bertugas, selain
itu, tugas dari sekuriti adalah membantu kinerja dari polisi dalam pembinaan
keamanan dan ketertiban, terutama dalam bidang hulum dan security mindedness
dalam lingkungan kerja (Handoyo, 2003).
Pemerintah Hongkong mengeluarkan sebuah peraturan mengenai bagaimana
sebuah pengamanan dilakukan. Pada Baseline IT Security Policy, dijelaskan
mengenai beberapa konsep pengamanan fisik. Pertama peraturan tersebut mengatur
di mana instalasi komputer akan dilakukan. Peraturan tersebut menyatakan bahwa
tempat tersebut haruslah jauh dari kemungkinan terkena bencana alam, dibuat
dengan rancangan arsitektur yang kuat, sehingga terhindar dari risiko terjadinya
kehilangan. Kedua peraturan ini mengatur mengenai perlengkapan yang dibutuhkan
oleh setiap personel pengamanan, yaitu disediakannya alat komunikasi dan tidak
diperkenankan untuk ditinggalkan dalam keadaan apapun. Ketiga adalah kendali
akses, yaitu pengendalian mengenai siapa saja yang mampu mendapatkan akses
menuju suatu tempat. Dalam hal ini peraturan tersebut menngatur mengenai
penggunaan kunci khusus berupa kartu dan kata sandi.

2. 1. 2. Crime Prevention

Pencegahan kejahatan sebagai sistem dasar itu mengacu pada pencegahan


pertama, bukan pencegahan sekunder atau tersier. Hal ini dilakukan sebelum
kejahatan tersebut terjadi, atau berkaitan dengan lingkungan di mana kejahatan
tesebut terjadi, dan itu membuat penggunaan menggunakan kontrol atas perilaku
tersebut secara langsung maupun tidak langsung. Setiap sistem pencegahan
kejahatan harus berhasil memenuhi syarat-syarat ini dasar.
Program pencegahan kejahatan dapat didiskusikan pada beberapa tingkatan:
(1) keamanan fisik yang melibatkan pintu dan jendela. Hal ini dapat dilihat sebagai
pendekatan untuk merancang peralatan. (2) keamanan fisik pada tingkat pemanfaatan
ruang kota yang lebih canggih. Perencanaan bangunan apartemen, jalan-jalan, taman,
bandara, terminal bus, dll. (3) perencanaan sosial atau program pendidikan yang
ditujukan untuk korban potensial. Ini akan termasuk program identifikasi, program
pendamping, dan program pengawasan umum. (4) perencanaan fisik-sosial dengan
penekanan pada ilmu pengetahuan dan penelitian. Persimpangan manusia dan
lingkungan dasar untuk pendekatan semacam itu. Sepeti yang Sommer (Jeffery:
1977) telah menyatakan, perencana dan desainer harus memiliki beberapa gagasan
tentang apa yang mereka desain.

2. 1. 3. Security Survey
Berdasarkan uraian lengkap dari Fennelly (2004:19), security survey adalah
pemeriksaan kritis dan analisis dari pabrik industri, tempat bisnis, rumah, atau
institusi publik atau privat untuk memastikan status keamanan terbaru,
mengidentifikasi kekurangan atau kelebihan, menentukan pengamanan yang
dibutuhkan, dan membuat rekomendasi untuk meningkatkan keamanan secara
keseluruhan.
Penjelasan lengkap tentang security survey tidak jauh berbeda dengan apa
yang telah dijelaskan dalam crime prevention. Perbedaannya hanyalah bahwa survey
secara umum tidak menjadi “tindakan”, hanya sekedar rekomendasi dasar untuk
dilakukannya tindakan tersebut.

2. 1. 4. Security awareness

Pada dasarnya, awareness (kesadaran) ditujukan pada pemberitahuan kepada


publik maupun pegawai tentang apa itu pencegahan kejahatan, bagaimana cara
kerjanya, apa yang bisa diperbuat mereka, kenapa mereka harus bertindak, dan
layanan apa yang tersedia bagi mereka.
Komponen dalam awareness ini terdiri dari artikel koran, televisi, radio, dan
lainnya. Informasi yang diberikan haruslah sederhana dan berulang. Kampanye yang
dilakukan, bila mungkin, haruslah berlanjut terus menerus, setidaknya dalam jangka
waktu yang teratur.

2. 1. 4. Executive Protection

Eksekutif perusahaan merupakan mereka yang menempati jabatan tertentu


dalam perusahaan. Mereka mendapatkan posisi penting dalam perusahaan sehingga
apabila terjadi masalah dengan eksekutif akan berdampak signifikan terhadap
perusahaan. Misalnya penculikan, terorisme, dst. Oleh karena itu dibutuhkan adanya
proteksi yang khusus terhadap eksekutif atau disebut sebagai proteksi eksekutif
(Executive Protection). Banyaknya aktivitas khusus yang dilakukan oleh para
eksekutif memunculkan bentuk proteksi yang khusus juga terhadap mereka.
Misalnya mengukur kerawanan dari wilayah tempat eksekutif beraktivitas,
pengamanan kendaraan pribadi, rumah tinggal dan kantor tempat bekerja, dst.

2. 1. 5. Internal Crime Control


Hampir setiap perusahaan menderita kerugian yang disebabkan oleh
pencurian internal atau internal theft. Internal Theft atau pencurian internal
merupakan pencurian yang dilakukan oleh orang yang menjadi bagian secara legal
dari perusahaan, salah satunya yakni karyawan perusahaan. Pencurian internal akan
terjadi pada umumnya ketika ada tiga unsur yang terpenuhi yakni: motif, hasrat, dan
kesempatan. Barang-barang yang biasanya dicuri dalam pencurian internal
bermacam-macam, baik berupa uang, maupun aset perusahaan.

2. 2. Kerangka Teori

2. 2. 1. Manajemen Sekuriti

Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki


arti "seni melaksanakan dan mengatur." Manajemen belum memiliki definisi yang
mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan
manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini
berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk
mencapai tujuan organisasi (Robbins dan Mary, 2007). Dalam pasal 1 Peraturan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 mengatakan
bahwa manajemen sekuriti didefinisikan sebagai bagian dari manajemen secara
keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,
pelaksanaan, prosedur, proese, dan sumber daya yang dibutuhkan dalam rangka
pengamanan pengendalian resiko. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen
sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan
pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif
berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien
berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai
dengan jadwal (Griffin, 2006)
Berikut adalah lima fungsi manajemen yang merupakan elemen-elemen dasar
yang penting di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer
dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. menurut Henry Fayol
(Handoko, 2000:21) menyebutkan lima fungsi dasar manajemen, yaitu:
Planning atau perencanaan merupakan pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan
organisasi dan penentuan strategi kebijaksanaan proyek program prosedur metode
sistem anggaran dan standar yg dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Dalam
memecahkan masalah manajemen sekuriti harus memiliki cara khusus dalam
menyelesaikannya, karena setiap masalah mempunyai cara tersendiri dalam
penyelesaiannya.
Penanganan sekuriti yang dapat dilakukan (Stoner, 1993):
 Identifikasi masalah
 Analisis dan Perencanaan
 Pelaksanaan
 Pengawasan
 Menganalisa dan Evaluasi
Tahap perencanaan juga harus memperhatikan sumber daya manusia yang ada.
Apakah sudah mecukupi dan layak dalam menjalankan fungsinya sebagai sekuriti
atau tidak. Serta dalam tahap ini juga harus dipikirkan tentang bagian dari setiap
pekerja yang ada dalam instansi tentang pekerjaan yang harus dilakukan, kondisi
pekerjaan, serta jam kerja.
Organizing atau pengorganisasian berarti penentuan sumber daya dan
membagi tugas pekerjaan dengan bawahan sehingga tujuan dari perancangan dan
pengembangan suatu organisasi atau kelompok kerja yang akan dapat membawa ke
arah tujuan, mengatur peralatan, dan perlengkapan apa yang dibutuhkan. Dalam
sekuriti dikenal sistem rantai komando (chain command) dimana menjelaskan tugas
dari masing-masing bagian, serta penjelasan mengenai pembagain wewenang
(authority) dan tanggung jawab (responsibility) (Davies, 2008)
Security service merupakan salah satu dari bagian organizing. Di dalamnya
berkaitan tentang peralatan yang digunakan oleh pihak sekuriti dalam menjalankan
tugas. Peralatan tersebut, yaitu:
 Sistem pengamanan kendaraan
 CCTV
 Fire detector
 Peralatan access control
 X-RAY
 Metal detector
 Bom detector
Staffing atau penyusunan personalia adalah penarikan (recruitment),
pelatihan, dan pengembangan serta penempatan dan pemberian orientasi pada
karyawan dalam lingkungan kerja yang menguntungkan dan produktif.
Leading atau fungsi pengarahan merupakan tugas yang dilaksanakan oleh
manajemen sebagai pemimpin dalam organisasi dalam hal pengambilan keputusan,
peran interpersonal dan informasional. fungsi pengarahan adalah bagaimana
membuat atau mendapatkan para karyawan melakukan apa yg diinginkan dan harus
mereka lakukan. Manajer dalam sekuriti harus bertanggung jawab terhadap kualitas
setiap anggotanya agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Cara yang
dilakukan oleh manajer dalam melakukan pengarahan adalah dengan memotivasi
terhadap setiap anggotanya.
Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara dan alat
untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah
ditetapkan agar tetap berada pada jalur yang sudah ditetapkan, serta melakukan
perbandingan antara kebijakan yang telah diambil dan melihat apakah perlu
dilakukan perbaikan atau tidak.
Manajemen dapat dikatakan sebagai suatu proses dalam mencapai suatu
tujuan yang dalam pencapaiannya memiliki beberapa proses yaitu identifikasi,
analisis, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang
dilakukan secara sistematik agar semua komponen berjalan seperti seharusnya
(2001).
Pengembangan sistem perlindungan dan penegakan tampaknya datang
dengan cepat dan canggih dari abad 14 sampai abad ke-18. Benih untuk
pembangunan ini ditanam selama revolusi sosial yang menandakan akhir dari elemen
yang tersisa dari struktur feodal di paruh kedua abad ke-13. Berbagai jenis lembaga
kepolisian pribadi terbentuk.
Pada abad ke-19 polisi ada karena ambruknya sistem kontrol sosial terhadap
kota london pada saat menjadi kota industri. Penegak hukum memberi tanggung
jawab bagi para penjaga kontrol sosial yang meliputi preventing, detecting, dan
arresting.
Sir Robert Peel pada tahun 1882 tertarik untuk menciptakan, kepolisian yang
terpadu, profesional, dan kuat. Dia memprakarsai RUU reformasi hukum pidana dan
ia mereorganisasi kepolisian metropolitan, dirujuk sebagai "peelers" atau, lebih
umum "bobbies." Dia juga melakukan upaya-upaya untuk mendesentralisasikan
upaya polisi dan mengembangkan tanggung jawab masing-masing komunitas untuk
keamanan sendiri. Kepolisian modern itu sering disebut dengan "bobby".
Sekuriti secara filosofis merupakan serangakaian dari prediksi tentang
lingkungan dimana individu maupun kelompok bersama-sama melakukan tindakan
yang membebaskan mereka dari rasa takut dan juga untuk menjaga keamanan di
dalam masyarakat itu. Sekuriti tidak hanya melihat struktur sosial yang ada tetapi
juga melihat kondisi ekonomi, dana hukum dalam melakukan pencegahan kejahatan.
Sekuriti dikuasai oleh raja dan sistem feodal yang ada pada saat itu untuk
mengontrol masyarakat kelas bawah, dimana pada abad ke-18 inggris mengalami
masalah yang sangat sulit yang diakibatkan dari adanya revolusi industri. Dengan
adanya revolusi industri banyak masyarakat yang mengalami kemiskinan yang
menyebabkan tingginya angka kejahatan. Hal ini membuat pemerintah melakukan
pemantauan tentang tingkat kesejahteraan masyarakat. pemantau ini berkembang
sebagai suatu bentuk penjaga keamanan yang bertujuan untuk mencegah kejahatan
ataupun gangguan yang timbul, serta membantu tugas dari polisi (Read, 2002)
Penerapan pengawasan keamanan swasta menimbulkan beberapa pertanyaan
mendasar terkait implikasi pengawasan keamanan swasta terhadap timbulnya
kerentanan terhadap munculnya tindak kejahatan yang baru. Dibutuhkan pengujian
kembali terhadap lembaga hukum fundamental yang menjadi landasan dasar peran,
dan kekuasaan keamanan swasta yang telah melemah akibat banyaknya peraturan
yang ada. Selama lembaga ini tidak diperiksa atau dikaji ulang, tidak akan ada
peraturan yang cukup untuk menanggulangi masalah yang ditimbulkan oleh
perkembangan pengawasan keamanan swasta dan sistem peradilan swasta yang ada.
Keamanan dan sistem peradilan pidana swasta berkembang sesuai dengan perubahan
struktur yang sedang terjadi didalam masyarakat, sehingga sulit untuk dituntaskan
dalam beberapa waktu kedepan (Shearing dan Stenning, 1981).
Bahasan mengenai pengamanan tidak jauh dari kata desain pengamanan yang
telah dilakukan beberapa perubahan yang memiliki suatu tujuan tertentu. Tujuan dari
desain tersebut adalah mengurangi resiko ancaman yang akan, dan telah terjadi serta
melakukan pendeteksian dini guna menjaga keamanan dan menunda kejahatan itu
terjadi, menghilangkan adanya korban kejahatan melalui sistem pengendalian yang
ada (Griebel dan Phillips, 2001)
Pencegahan kejahatan tidak hanya merupakan tanggung jawab dari pihak
penegak hukum, tetapi juga merupakan tanggung jawab setiap anggota masyarakat,
karena penegak hukum tidak dapat menyelesaikan setiap masalah yang memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Kekuatan sosial, ekonomi, pendidikan dan hukum
yang luar biasa memiliki manifestasi mereka dalam faktor-faktor tertentu seperti
daerah suram, kurangnya ruang bermain, program sekolah yang tidak cocok,
perceraian, di mana polisi memiliki sedikit kontrol, tapi mereka dapat, dengan
kewenangannya, menuntut solusi baik secara langsung maupun dalam jangka waktu
yang lama. Sebuah rencana perawatan sosial membutuhkan berkelanjutan, kerjasama
konsisten rumah, sekolah, gereja, pemerintah kota, dan organisasi sosial. Di balik
rencana tersebut polisi secara efektif bisa mendaftar (Eleanor, 1944).
BAB III

METODE PENELITIAN

3. 1. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian mengenai keamanan perkantoran Walikota Depok ini


menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dengan tema pengelolaan
pengamanan merupakan sebuah tema yang memerlukan pemahaman mendalam dan
menyeluruh mengenai seluruh konseptual dari apa yang terjadi. Tim peneliti telah
melakukan observasi awal di kantor Walikota Depok. Observasi ini menghasilkan
pengetahuan dasar mengenai wilayah perkantoran Walikota Depok yang tergolong
luas dan cukup lengkap, serta personel pengamanan yang ada di kantor Walikota
Depok. Dari observasi awal ini, peneliti melihat bahwa sistem pengamanan yang ada
di kantor Walikota Depok sangatlah minim. Menurut peneliti, ini terjadi karena
tujuan kantor Walikota Depok yang merupakan tempat pelayanan publik, di mana
masyarakat bebas keluar dan masuk wilayah tersebut untuk mengurus keperluannya
masing-masing.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis data yang akan menjadi
bahan analisa, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data
yang diperoleh secara langsung di lapangan oleh peneliti. Data primer ini diperoleh
berdasarkan hasil dari wawancara terhadap informan yang dinilai memiliki informasi
yang terpercaya dan informatif. Wawancara tidak berstruktur akan dilakukan untuk
memperoleh informasi. Informan yang akan memberikan informasi dalam penelitian
ini merupakan Kepala Seksi Pembinaan dan Penyuluhan pada Bidang Penegakan
Peraturan dan Perundang-Undangan Satuan Polisi Pamong Praja dan petugas
SATPOL PP, yang dirasa cukup mampu dalam memberikan informasi terkait
pengamanan. Sedangkan data sekunder merupakan data pendukung yang didapatkan
berupa catatan atau rekaman kejadian. Data sekunder yang dipergunakan dalam
penelitian ini berfungsi sebagai data tambahan. Data sekunder yang akan digunakan
dalam penelitian ini ialah hasil pencatatan atau arsip mengenai kejahatan yang
pernah terjadi di Kantor Walikota Depok. Selain itu, Standart Operating Procedure
(SOP) pun diperlukan untuk melihat dan mempelajari standar yang digunakan terkait
pengamanan lingkungan kantor Walikota Depok.
Setelah melakukan pencarian data sekunder dan melakukan wawancara tidak
berstruktur, maka yang dilakukan peneliti berikutnya adalah melakukan security
survey yang bertujuan untuk menilai loss prevention yang dilakukan oleh Satpol PP.
Waktu pegumpulan data ini akan dilakukan pada bulan Mei tahun 2014.

3. 2. Teknik Analisis Data

Setelah melakukan pengumpulan data, tahap selanjutnya adalah melakukan


analisis data. Analisis data dalam penelitian ini akan dimulai dengan melakukan
koding. Coding merupakan dua kegiatan yang dilakukan secara bersamaan, yakni
melakukan reduksi data dan menganalisis kategori data. Koding dilakukan untuk
mengelompokkan data yang didasarkan dari konsep yang telah lebih dahulu dibahas
sebelumnya. Dalam analisis ini, peneliti melakukan tiga tahap koding, yaitu, open
coding, axial coding, selective coding. Open Coding dilakukan bersamaan sesaat
setelah dilakukannya pengumpulan data. Peneliti menempatkan tema dan
menetapkan inisial sebagai kode atau label pada usaha meringkas data yang
terkumpul ke dalam kategori-kategori. Setelah melakukan open coding, maka yang
selanjutnya dilakukan adalah axial coding. Dalam axial coding peneliti mulai dengan
mengatur seperangkat kode inisial atau konsep pendahuluan. Pada tahap kedua ini,
peneliti fokus pada tema kode inisial daripada pada datanya itu sendiri. selama
melakukan axial coding, peneliti mempertanyakan masalah sebab dan akibat, kondisi
dan interaksi, strategi dan proses, dan mencari kategori atau konsep yang dapat
disatukan bersama-sama. Dan tahap koding yang terakhir adalah selective coding.
Selective Coding berarti melakukan pengamatan data dan kode-kode sebelumnya.
Peneliti melihat dengan lebih selektif pada kasus yang dapat mengilustrasikan tema
dan membuat perbandingan pada seluruh koleksi data yang telah dilengkapi. Tiap
tahap dilakukan untuk mengkategorisasi segala jenis informasi yang didapat dari
wawancara dan observasi.
Setelah dilakukan coding, peneliti kemudian melakukan analisis. Data
tersebut kemudian dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah dibahas pada bab
sebelumnya. Setelah melakukan analisis data, maka peneliti dapat melakukan
penaksiran terhadap pengelolaan keamanan di area Kantor Walikota Depok.

3. 3. Sistematika Penulisan
Bab 1 merupakan pembahasan dari pendahuluan yang terdiri dari latar belakang,
permasalahan, pertanyaan penelitian.

Bab 2 merupakan pembahasan dari kajian literatur yang terdiri dari kerangka konsep.

Bab 3 merupakan pembahasan dari metode penelitian, yang terdiri dari, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, dan sistematika penulisan.

Bab 4 merupakan pembahasan dari temuan dan analisa data.

Bab 5 merupakan pembahasan dari kesimpulan dan rekomendasi.

3. 4. Hambatan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan hambatan-hambatan yang


membuat penelitian ini lebih sulit untuk dilakukan, tidak seperti yang telah
direncanakan. Hambatan-hambatan tersebut adalah sebagai berikut:

 Sulitnya mendapatkan akses untuk meneliti kantor Walikota Depok


 Peneliti sering kali dipersulit untuk bertemu dengan informan.
BAB IV

ANALISIS DATA

4.1 Temuan Data Lapangan

Setelah peneliti melakukan observasi, maka ditemukanlah beberapa hal


menyangkut keamanan dan keselamatan yang dirasa masih kurang. Akses keluar
masuk tidak dibatasi dan setiap orang bebas untuk keluar ataupun masuk ke gedung
Pajak tersebut. Ketika masuk ke dalam kantor, tidak ada pihak yang dilarang atau
dicurigai sedikitpun. Tidak terlihat adanya petugas keamanan yang benar-benar
menjaga gedung tersebut. Apabila ada petugas keamanan yang terlihat, itupun hanya
petugas yang berlalu-lalang saja. Begitu masuk gedung, terdapat satu orang yang
menjaga meja resepsionis, namun terlihat petugas tersebut tidak proaktif
menanyakan kepentingan pengunjung walaupun pengunjung terlihat bingung. Bisa
dikatakan bahwa petugas resepsionis ini tidak begitu peduli dengan keadaan
sekitarnya. Ia baru akan membantu apabila ada yang bertanya. Toilet yang ada di
kantor pelayanan tidak dipisah antara laki-laki dan perempuan, bahkan diperkirakan
toilet antara pengunjung dan karyawan digabung. Dari sisi fasilitas pelayanan,
terlihat hanya sisi belakang gedung lantai dasar saja yang dipasang teralis besi pada
jendela. Selain itu pengamanan dokumen terlihat buruk. Hal ini bisa dilihat dari
beberapa sisi gedung, yaitu banyak dokumen–dokumen yang berceceran dan tidak
ditata dengan rapi. Dari sisi keamanan bencana, tidak ada fasilitas keamanan sepert
sprinkle. Yang ada hanya hydrant di bagian belakang gedung. CCTV yang dipasang
hanya terlihat dibeberapa sisi dan menunjukkan bahwa banyak blind spot didalam
gedung. Penyusunan ruang kerja juga buruk, antar meja cukup rapat dan dibatasi
dengan bilik-bilik yang memungkinkan untuk dijadikan tempat bersembunyi dan
luput dari pengawasan.
Gedung kantor Walikota Depok terletak di jl. Margonda yang berdekatan
dengan Polres Depok dan Rumah Sakit Mitra Keluarga. Kantor Walikota Depok
berada di daerah yang bisa dikatakan sebagai pusat dari kegiatan masyarakat. Terlihat
dari sepanjang jalan Margonda yang diisi oleh banyak pusat perbelanjaan. Selain
pusat perbelanjaan terdapat terminal depok yang memiliki waktu aktif yang cukup
lama dan bisa dikatakan aktif sepanjang hari. Lalu terdapat Polres Depok yang
letaknya sangat dekat dengan kantor Walikota Depok, ada di seberang jalan dari
kantor Walikota Depok. Kantor Walikota Depok hanya dapat diakses dengan
menggunakan jalan Margonda. Dengan adanya pusat perbelanjaan, Rumah Sakit,
Terminal, dan Polres, hal ini menunjukan adanya pemusatan kegiatan masyarakat di
sekitar kantor Walikota Depok.
Pada kantor Walikota Depok terdapat dua pintu gerbang yang memisahkan
antara komplek perkantoran dengan wilayah depan dari kantor Walikota Depok. Pada
bagian depan dapat ditemukan satu pintu gerbang atau pagar yang memisahkan
antara jalan dengan wilayah kantor Walikota Depok. Gerbang tersebut dirancang
untuk mampu menahan dorongan-dorongan dari luar gerbang. Hal ini akan sangat
terlihat apabila terjadi unjuk rasa yang berlangsung dengan anarkis. Dapat dilihat
bahwa sisi dalam pagar terdapat satu bagian yang mencuat keluar yang gunanya
untuk menyanggah pagar tersebut agar tidak jatuh. Tinggi dari pagar tersebut adalah
sekitar 150 cm. Jadi pagar ini hanya setinggi orang dewasa. Dapat dikatakan bahwa
rancangan dari pagar itu sendiri tidak memberikan suatu kesan bahwa kantor
Walikota Depok sebagai sebuah tempat yang sangat dijaga ketat. Pintu gerbang dari
kantor Walikota Depok tidak menggunakan pagar yang ujung-ujungnya dibuat dalam
bentuk yang tajam atau diberikan pecahan-pecahan beling agar tidak ada orang yang
melompatinya. Pada rancangannya terlihat jelas bahwa orang akan dengan mudah
melompati pagar tersebut.
Dari pagar depan, terdapat jalan yang mengarahkan pengunjung untuk masuk
ke dalam kompleks perkantoran Walikota Depok. Sebelumnya terdapat jalan dengan
lebar 10 meter dan panjang 100 meter yang menghubungkan antara gerbang utama
kepada gerbang kedua. Gerbang kedua ini berfungsi sebagai pembatas antara
komplek perkantoran dengan komplek depan Walikota Depok. Gerbang tersebut
memiliki rancangan yang sama namun tanpa bagian penahannya. Jadi gerbang ini
lebih lemah dibandingkan dengan gerbang utama. Kedua gerbang tersebut
menggunakan warna hitam. Hal ini tidak diketahui maksud dari penggunaan warna
tersebut.
Setelah masuk kedalam gerbang, terdapat jalan yang menghubungkan antara
gerbang dengan gedung yang berada di dalam kompleks perkantoran Walikota
Depok. Di sebelah kanan sisi jalan, terdapat lapangan yang biasa digunakan sebagai
tempat upacara bendera dan kegiatan lainnya. Sementara itu, disisi kiri terdapat
gedung berlantai dua dan gedung dengan lima enam lantai. Gedung berlantai dua
merupakan gedung yang digunakan sebagai pusat pelayanan pajak dan bank.
Sedangkan, gedung berlantai lima merupakan gedung yang digunakan secara
bersama-sama oleh beberapa instansi pemerintahan yang ada di kota Depok.
Selanjutnya, gedung yang akan dibahas adalah gedung berlantai dua yang digunakan
sebagai kantor pelayanan pajak di kota Depok.
Jarak yang ada antara gerbang dengan kompleks perkantoran dinilai cukup
untuk menghalau gangguan dari luar. Dengan jarak yang jauh tersebut dapat
mengurangi niat seseorang untuk melakukan kejahatan. Sayangnya disepanjang jalan
tersebut lampu penerangan yang ada dapat dibilang masih kurang dan tidak dapat
menyinari seluruh jalan yang ada sehingga pada malam hari jalanan tersebut sangat
gelap karena lampu jalan hanya ada di sebelah gerbang saja sehingga jika ada orang
yang keluar dari salah satu gedung tidak dapat terlihat wajahnya serta minimnya alat-
alat pengamanan elektronik yang ada
Gedung berlantai dua yang digunakan sebagai pusat pelayanan pajak di Kota
Depok memiliki warna cat krem. Gedung ini memiliki dua pintu masuk utama yang
terpisah. Pintu masuk pertama adalah pintu masuk pada lantai 1 yang digunakan
sebagai tempat pelayanan pajak dan bank. Pintu masuk lainnya adalah pintu masuk
ke lantai 2 yang merupakan ruang konsultasi pelayanan pajak dan pimpinan dari
institusi tersebut. Di gedung ini tidak terdapat tangga yang menghubungkan antara
lantai 1 dan lantai 2 yang berada di dalam gedung. Akan tetapi, terdapat perbedaan
dari pembuatan tangga ini dengan gedung yang lainnya. Pada gedung ini, tangga
dibuat di luar gedung. Tangga ini digunakan sebagai akses untuk menuju ke lantai
dua dari gedung ini.
Tata ruang di gedung ini pada lantai 1 secara umum terbagi menjadi dua
fungsi, yaitu sebagai pelayanan pajak dan sebagai bank (Bank BJB). Pada tempat
pelayanan pajak terdapat meja resepsionis yang juga berfungsi sebagai tempat
pengambilan nomor antrian. Di ruangan ini juga terdapat bangku sebagai tempat bagi
pengunjung untuk mengantri. Sedangkan, pelayanan menggunakan meja tinggi yang
berhadapan langsung dengan para pengunjung. Ruangan untuk Bank BJB memiliki
pintu tersendiri dengan desain yang disesuaikan dengan kebutuhan bagi bank itu
sendiri.
Tata ruang gedung di lantai dua digunakan sebagai ruang kerja bagi para
karyawan. Ruangan setiap karyawan dipisahkan dengan sekat yang membentuk
ruangan tersendiri bagi para karyawan. Pada setiap ruangan tidak terdapat identitas
dari karyawan tersebut yang menunjukkan jabatan dari karyawan tersebut. Tidak
terdapat meja resepsionis yang berada di depan pintu masuk ruangan ini.
Penerangan di dalam gedung masih remang-remang. Penerangan tidak dapat
memberikan pencahayaan kepada orang-orang yang beraktivitas di dalamnya.
Penerangan dari lampu tidak begitu memberikan efek. Hal ini akan semakin gelap
ketika cuaca mendung dan pada saat malam hari. Cahaya matahari yang masuk juga
terhalang oleh kaca yang berwarna gelap.
Pintu masuk dan keluar dari gedung ini terpisah antara lantai 1 dan lantai dua.
Tidak diketahui alasan pemisahan pintu masuk dari kedua lantai tersebut. Akses
keluar masuk dari gedung ini terpusat dari kedua pintu tersebut. Tidak terdapat pintu
darurat yang dapat digunakan sebagai akses keluar ketika terjadi bencana alam
ataupun ancaman lainnya seperti kejahatan.
Penjagaan dari gedung ini dilakukan oleh dua orang petugas yang bergantian
setiap tiga hari. Petugas ini merupakan orang yang memegang seluruh kunci ruangan
dari dari gedung ini. Petugas bukan merupakan seorang petugas keamanan secara
khusus. Petugas ini juga merupakan petugas kebersihan dari gedung ini.
Aset yang terdapat di dalam gedung ini adalah arsip-arsip tentang data pajak
di wilayah kota Depok. Tidak terdapat penyimpanan aset berharga seperti uang dan
surat-surat berharga lainnya. Aset lainnya adalah komputer yang digunakan oleh para
karyawan untuk melakukan fungsi pelayanan kepada masyarakat.
Jendela yang ada di gedung ini terdapat di bagian depan dan belakang.
Ukuran jendela terdapat yang berukuran besar dan berukuran kecil. Pada lantai 1
bagian depan, jendela berukuran besar dan tidak dapat teralis yang menjadi
penghalang ketika kaca jendela tersebut pecah. Begitu juga dengan jendela yang
terdapat di lantai dua bagian depan juga tidak terdapat teralis. Bagian belakang lantai
dua juga tidak terdapat teralis. Teralis hanya terdapat di jendela bagian belakang
lantai 1 gedung ini. Tidak diketahui alasan pemasangan teralis di tempat tersebut.
Dari pengamatan yang dilakukan, tidak terdapat CCTV yang dipasang di
gedung ini. Pengakuan dari petugas penjaga gedung juga menyatakan bahwa tidak
ada CCTV yang dipasang di gedung ini. Petugas juga tidak mengetahui mengapa
tempat tersebut tidak dipasang CCTV. CCTV juga dianggap tidak perlu oleh petugas
tersebut. Petugas hanya memegang kunci ruangan di gedung ini dan melakukan
pengamanan dan penjagaan secara manual.
Alarm untuk mendeteksi adanya kebakaran juga tidak dipasang. Begitu juga
dengan alat pencegah bahaya kebakaran lainnya seperti sprinkler, fire extinguisher,
serta hydrant. Secara umum, alat untuk mencegah terjadinya bahaya kebakaran
sangat minim dan sangat bergantung kepada ketelitian dan kewaspadaan dari petugas
dan orang-orang yang berada di gedung tersebut.
Jumlah orang yang bekerja di dalam gedung berjumlah sekitar 18 orang.
Mereka adalah para karyawan dan petugas keamanan yang berada di gedung
tersebut. Semua orang yang bekerja di gedung ini mendapatkan akses toilet sebanyak
1 buah. Penggunaan toilet harus antri dan tidak dipisahkan antara toilet laki-laki dan
perempuan.
Dari hasil observasi lapangan yang telah dilakukan mengenai keamanan
gedung Kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Walikota Depok,
diketahui bahwa letak kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Walikota Depok berada di sebelah kiri komplek perkantoran, dimana untuk mencapai
kesana harus melewati dua buah gerbang. Gerbang yang pertama merupakan gerbang
depan yang berhadapan dengan jalan raya, dan gerbang kedua adalah gerbang
komplek perkantoran. Jarak antara kedua gerbang tersebut sekitar 100 meter,
dihubungkan dengan jalan dengan lebar sekitar 10 meter dimana sebelah kanan jalan
adalah lapangan sedangkan sebelah kiri jalan adalah perpustakaan yang sedang
dibangun. Tinggi kedua gerbang tersebut hampir setara dengan tinggi laki-laki
dewasa pada umumnya sehingga ada kemungkinan untuk dapat dilompati dengan
mudah. Pada kedua gerbang tidak terlihat adanya gembok maupun rantai untuk
mengunci gerbang tersebut. Kondisi kedua gerbang tersebut dalam keadaan yang
baik dan berfungsi dengan sebagaimana mestinya. Di bagian depan kantor terdapat
taman yang biasa digunakan sebagai tempat parkir motor untuk pengunjung yang
datang sehingga aktivitas di depan kantor cukup ramai. Pada bagian depan luar
kantor penerangan masih dinilai kurangan karena hanya terlihat beberapa tiang
lampu dan dua buah lampu kecil yang tidak mampu menerangi bagian depan dari
kantor tersebut karena terlalu tinggi dan cahaya lampu akan tertutupi pepohonan
yang ada dibawahnya.
Pada bagian pintu luar gedung, digunakan pintu yang terbuat dari kaca bening
biasa sehingga dapat terlihat dari luar. Pintu tersebut yang tidak terhubung dengan
alat alarm atau suatu sistem keamanan dan tidak diberikan kunci tambahan. Sama
halnya dengan pintu, pada bagian jendela luar terbuat dari kaca biasa yang tidak
dilindungi dengan pagar jeruji serta tidak terhubung dengan sistem alarm dan tidak
terdapat kunci tambahan untuk pengamanan. Jarak antar jendela tidak terlalu jauh,
sekitar 1 meter jarak antar jendela, selain itu letak jendela juga tidak terlalu tinggi
dari tanah, yakni sekitar 25 cm sehingga jika jendela tersebut dipecahkan untuk
melewatinya hanya cukup dengan melompatinya. Pintu dan jendela tersebut dapat
dengan mudah untuk dirusak dengan cara dipecahkan dan orang dapat masuk dengan
mudah.
Penerangan di dalam gedung menggunakan beberapa lampu secara menyebar
dalam satu ruangannya, selain itu juga dinyalakan pada siang hari dengan saklar yang
mudah dijangkau sehingga ruangan dalam gedung terang pada siang hari tanpa
mengandalkan cahaya dari matahari karena semua jendela yang ada tertutupi lapisan
buram. Di dalam ruangan gedung tidak terdapat lampu darurat. Pada malam hari
lampu yang ada di dalam gedung dimatikan, sedangkan diluar gedung hanya terdapat
satu lampu pada pintu masuk dan satu lampu lagi pada pintu samping.
Pencahayaan yang memadai merupakan suatu hal yang sangat penting.
Penerangan yang ada di dalam gedung sudah mampu menyinari seluruh sudut
ruangan yang ada sehingga tidak ada sudut-sudut ruangan yang gelap. Sayangnya
lampu ini hanya hidup pada siang hari dan pada malam hari tidak ada lampu yang
dinyalahkan dan tidak terdapatnya lampu darurat dapat menyebabkan ruang menjadi
sangat gelap ketika listrik digedung tersebut padam. Penggunaan lapisan buram pada
kaca juga dapat menghambat penggelihatan petugas pengamanan dalam melihat
segala pergerakan yang ada didalam ruangan tersebut. Penggunaan lampu didalam
ruangan secara minimum di malam hari dapat membantu petugas pengamanan dalam
mengawasi gedung tersebut. Dengan pencahayaan yang memadai dapat menghambat
pelaku dalam menjalankan aksinya serta dapat membantu petugas keamanan dalam
mejalankan tugasnya
Pada bagian dalam ruangan pintu yang digunakan ada dua jenis pintu, yaitu
yang terbuat dari kaca dan kayu. Pintu yang terbuat dari kayu dipasang pada ruang
arsip dan pintu yang dibuat dari kaca dipasang pada ruangan informasi pengunjung.
Pintu tersebut diatasnya terdapat alat nomor antrian. kedua pintu tersebut tidak
terhubung dengan alat alarm atau sistem keamanan apapun. Engsel pintu kaca
terletak di atas sedangkan engsel pintu kayu terletak di dalam. Di ruangan depan
terdapat kantor bank BJB dan loket pelayanan. Dibagian loket pelayanan terdapat
dua buah kamera CCTV, yang satu mengarah ke arah loket sedangkan yang satu lagi
mengarah ke kursi pengunjung dan pintu masuk.

4.2 Analisis Data

Dari data yang telah diperoleh, dapat terlihat bahwa hampir tidak ada
pencatatan peristiwa kejahatan yang terjadi di Komplek Kantor Walikota Depok
secara umum. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap petugas pengamanan
Gedung Pelayanan Pajak pun tidak ada catatan khusus mengenai kejahatan yang
pernah terjadi. Ini yang kemudian menjadikan pengamanan di Komplek Kantor
Walikota Depok ini menjadi hampir nihil. Hipotesa yang digunakan peneliti dalam
menjawab bagaimana kenihilan ini dapat terjadi adalah karena tidak adanya
pemahaman mengenai aset khusus apa yang semestinya mereka lindungi. Lebih
spesifiknya lagi, diperkirakan bagian keamanan Walikota Depok tidak memiliki
standar khusus mengenai bagaimana cara mengamankan aset yang ada.
Ketidaktahuan akan aset yang harusnya dilindungi ini kemudian menyebabkan
pengamanan di tempat tersebut menjadi semakin lemah.

Bila digambarkan, sistem pengamanan yang ada di Komplek Kantor Walikota


Depok ini seperti segitiga terbalik di atas, dimulai dari ketiadaan SOP. Dalam setiap
ruang lingkup pekerjaan atau jabatan, SOP diperlukan agar sumber daya manusia
yang berperan di dalamnya mengerti betul apa peran dan tugas masing-masing.
Dengan ketiadaan SOP ini, maka sudah dapat dipastikan bahwa tugas dari masing-
masing personel yang ada, termasuk personel keamanan pun menjadi tidak jelas.
Tidak adanya dasar aturan yang digunakan ini juga dapat mengakibatkan adanya
tumpang tindih dalam kegiatan pengamanan antara lembaga yang berada di komplek
Kantor Walikota Depok. Setiap gedung memiliki petugas keamanannya sendiri yang
merangkap sebagai petugas kebersihan. Setiap petugas tersebut hanya bertanggung
jawab atas gedung yang dijaganya dan tidak memiliki hubungan dengan petugas
gedung lainnya.
Masalah tidak adanya SOP dalam pengamanan gedung di Komplek Kantor
Walikota Depok juga menimbulkan masalah pada pengaplikasian kinerja dari
masing-masing pihak, baik pihak pengamanan maupun pihak yang berkegiatan di
tempat tersebut. karena ketiadaan SOP inilah, maka pengaplikasian menjadi sulit
dilakukan, bahkan tidak ada hal yang bisa diaplikasikan, karena sumber aplikasinya
tidak ada. Petugas pengamanan yang bertugas di tempat tersebut pun tidak memiliki
SOP sama sekali, sehingga pengaplikasian pengamanan gedung perkantoran yang
sesuai standar tidak dapat dilakukan. Ketika pengaplikasian pengamanan ini tidak
dapat dijalankan, maka seharusnya, atasan atau pejabat tinggi harus segera
mengambil inisiatif untuk melakukan pengamanan are tersebut, namun ternyata tidak
adanya inisiatif dari Walikota Depok sebagai struktur organisasi tertinggi dari
Pemerintahan Kota Depok untuk mengintegrasikan keamanan di lingkungan
Komplek Kantor Walikota Depok menimbulkan ketidakjelasan dalam melakukan
proses pengamanan lebih lanjut. Akibatnya, sistem pengamanan juga tidak jelas
karena tidak ada komando yang jelas sehingga pihak yang seharusnya menjaga dan
merancang keamanan menjadi tidak jelas pula, sehingga keamanan diserahkan pada
masing-masing instansi yang berada di Komplek Kantor Walikota Depok. Sementara
itu, keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai petugas keamanan di Komplek
Kantor Walikota Depok tidak berfungsi secara maksimal. Satpol PP hanya diberi
tugas untuk menjaga keamanan bagian luar gedung di Komplek Kantor Walikota
Depok. Sementara itu, keamanan setiap gedung menjadi tanggung jawab dari
seorang penjaga gedung yang menjaga gedung tersebut setiap hari, dari pagi hingga
malam hari. Pengamanan di gedung-gedung tersebut pun dilakukan hanya
sekadarnya saja dan tidak memperhatikan standar pengawasan yang baik.
Pengaplikasian sistem pengamanan yang lainnya juga seharusnya diterapkan
untuk membangun gedung-gedung yang ada dalam Komplek Kantor Walikota
Depok. Gedung-gedung yang ada tidak dibangun dengan standar yang baik sehingga
kekokohan gedung pun dipertanyakan, baik dari segi serangan manusia atau
kerusakan gedung itu sendiri. Akibat tidak adanya SOP yang jelas, maka
pengaplikasian pembangunan pun dilakukan sekadarnya saja. Terlihat dari
pemasangan tralis besi yang kurang kokoh, sehingga timbul indikasi mudah dibobol
oleh manusia atau mudah lepas apabila gedung mengalami kerusakan. Termasuk
pada pemasangan CCTV dan penerangan yang seharusnya menjadi maksimal karena
kedua hal tersebut merupakan hal yang penting untuk pengamanan gedung tersebut.
namun karena tidak ada standar pemasangan, akibatnya pemasangan CCTV pun
bersifat asal dan kurang maksimal.
Selain itu, jika dilihat dari sudut pandang security, jelas aplikasi pengamanan
yang ada di gedung ini tidak memenuhi standar keamanan. Terdapat kerangka
keamanan standar yang diusulkan terdiri dari kerangka untuk mengumpulkan
persyaratan keamanan dan menerapkan, mengoperasikan, memantau, review,
2
mempertahankan dan meningkatkan security standard. Terkait dengan security
standard seorang manajer kemanan yang bertugas untuk menganalisa fase rencana,
identifikasi batas sistem (pembentukan konteks), realisasi penilaian risiko dan
spesifikasi dari rencana perawatan resiko. Proses planning dari seorang manager
managemen keamanan harus memiliki rencana, dari rencana sederhana untuk
sekarang sampai tujuan jangka waktu yang jauh, seperti menentukan kegiatan-
kegiatan yang akan dilakukan dengan melibatkan tampilan konseptualisasi peristiwa
masa depan dan membuat keputusan hari ini yang akan mempengaruhi tindakan
esoknya. Jika peristiwa masa depan dapat ditentukan dengan akurasi, maka rencana
aksi dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan organisasi. Walaupun masa depan
tidak pasti, hanya saja meramalkan peristiwa yang akan datang dengan baik dapat
mengurangi resiko yang dapat terjadi.3 Misalnya saja, dapat memprediksi kejahatan
akan terjadi jika pintu pagar tidak diberikan gembok pagar, dan memprediksi
kejahatan yang akan terjadi jika tidak adanya CCTV dan alat pendeteksi kebakaran
seperti yang dijelaskan oleh informan. Jadi bila ditelaah lebih lanjut,
ketidaklengkapan alat-alat pengamanan serperti pengadaan CCTV dan alat
pendeteksi kebakaran bukan menjadi tanggung jawab pengurus gedung, melainkan
tidak adanya posisi sebagai manajer manajemen keamanan yang mampu dan
berkapabilitas untuk membuat planning, suatu skenario yang berisikan tentang
ancaman-ancaman kejahatan yang mungkin akan terjadi di masa depan, bagaimana
mencegahnya dan alat apa saja yang diperlukan untuk mengecilkan atau bahkan
menghilangkan kesempatan kejahatan tersebut untuk terjadi.
Dan jika terdapat hambatan dalam menciptakan sutau posisi yang mampu
memanajemen semua urusan keamanan, maka pengamanan fisik merupakan aspek
penjagaan yang paling mendasar,4 seperti pengadaan CCTV dan alat pendeteksi
kebakaran dilakukan oleh orang yang bertanggung jawab di gedung tersebut. Kamera
pengawas CCTV juga merupakan bentuk pengamanan fisik yang utama digunakan
2
Kokolakis, A. T. (2010). A Security Standards' Framework to Facilitate Best Practices' Awareness and
Conformity. Information Management & Computer Security , 18, 350-364
3
Sennewald, C. A. (2003). Effective Security Management. Burlington: Elsevier Science.
4
Fennelly, L. J. (2004). Handbook of Loss Prevention and Crime Prevention Fourth Edition. Oxford:
Elsevier Butterworth–Heinemann.
dalam mengurangi resiko serta mencegah kejahatan. Dalam suatu penelitian yang
mengevaluai efektivitas 44 buah CCTV di area publik disimpulkan bahwa CCTV
mengurangi kriminalitas di beberapa keadaan, yaitu kota dan pusat kota, perumahan
umum, transportasi umum, dan parkir mobil.5 Tujuan utama dari CCTV juga tidak
harus dalam pengangkapan pencuri melainkan juga dalam meningkatkan strategi
penggentar melalui keamanan sehingga dapat mencegah pencurian.6
Akibat tidak adanya SOP yang jelas dan tertata, maka pengaplikasian
keamanan dan keselamatan bagi gedung, aset, manusia, serta kegiatan yang ada di
dalamnya menjadi terancam kapanpun. Karena kedua hal tersebut alfa, maka detail-
detail yang dibutuhkan untuk melengkapi keamanan serta keselamatan pun menjadi
terlupakan, bahkan tidak lagi diperhatikan. Berikut merupakan beberapa detail yang
seharusnya menjadi perhatian penting pengamanan agar terhindar dari hal-hal yang
tidak diinginkan.:
a. Pagar. Pagar merupakan satu bagian penting dalam pengamanan
suatu area, karena pagar dibuat untuk melindungi area dalam gedung
dari luar. Pagar digunakan untuk mendefinisikan area-area khusus
atau tertentu, menghindarkan kejadian penerobosan tidak terduga ke
dalam suatu area, mencegah atau menunda penerobosan yang tidak
berizin, dan mengontrol atau mengatur pejalan kaki dan lalu lintas
kendaraan.7 Tinggi pagar depan yang dimiliki Wallikota Depok hanya
sekitar 150 cm, sedangkan dalam sistem keamanan maksimum, tinggi
dari pagar harus sekitar 7 kaki8 atau sekitar 213 cm. Ini membuktikan
bahwa pagar pengaman kantor pemerintahan ini masih dibawah
standar.
b. Jendela. Dilihat dari pengamanannya di sector jendela, pengamanan
yang ada dikantor pajak dapat dikategorikan minimum. Hal ini
berdasarkan karateristik pengamanan minimum yaitu hanya terdapat
kunci yang ringkas dan penghalang fisik yang juga ringkas. 9 Tentu hal
ini menunjukkan betapa lemahnya pengamanan di kantor pajak depok.
Mungkin hal ini dikarenakan lemahnya kesadaran akan pengamanan

5
Welsh, B.C and Farrington, D.P, Making Public Places Safer : Surveilance and Crime Prevention.
Oxford University Press, 2009
6
Fennely, Op.cit, page 27
7
Fennely, Op.cit,. 158-159
8
Fennely, Ibid.
9
Fennely, Op.cit, 139
dan anggapan bahwa tidak ada barang yang berharga dan bisa dicuri
di kantor pajak. Pengamanan harusnya lebih dapat ditingkatkan lagi
dengan pengamanan penghalang yang baik, paling tidak pemasangan
teralis merata diseluruh bagian jendela kantor pajak.
c. Penerangan. Penerangan di dalam gedung masih remang-remang.
Penerangan tidak dapat memberikan pencahayaan kepada orang-orang
yang beraktivitas di dalamnya. Penerangan dari lampu tidak begitu
memberikan efek. Hal ini akan semakin gelap ketika cuaca mendung
dan pada saat malam hari. Cahaya matahari yang masuk juga
terhalang oleh kaca yang berwarna gelap. Fenelly dalam bukunya
mengatakan bahwa pencahayaan yang baik dapat membuat pelaku
pencurian menjadi jera,10 dengan menempatkan pencahayaan pada
bagian bagian yang strategis dan penting menciptakan atmosfir yang
tidak mendukung untuk dilakukannya kejahatan, dalam bukunya juga
dilakukan pembagian kondisi pencahayaan dalam suatu tempat yaitu
cahaya terang, kegelapan, dan cahaya redup11, pembagian ini menjadi
signifikan untuk dibahas karena dalam beberapa kasus yang
melibatkan pencurian dan penerobosan, cahaya yang terang dapat
mencegah pelaku melewati atau berada di tempat tersebut karena
dengan adanya cahaya yang terang memudahkan penjaga untuk
menemukan pencuri yang berada di area tersebut. Kondisi kedua
adalah kegelapan, dimana kegelapan menyulitkan pelaku untuk
menemukan hal atau sesuatu yang mereka cari, contohnya untuk
membobol pintu dan menemukan dokumen tertentu, kegelapan juga
mendorong pelaku untuk menggunakan pencahayaan eksternal
sehingga lebih mudah dicurigai dan ditemukan. Yang terakhir seperti
kondisi yang berada di area yang kami teliti adalah kondisi
penerangan yang remang, kondisi ini memberikan pelaku kejahatan
suatu keuntungan karena dengan adanya cahaya remang memudahkan
pelaku untuk menemukan sasarannya, namun tidak cukup terang bagi
petugas pengamanan untuk mengenali dan menemukan pelaku
kejahatan.

10
Fennely, Op.cit 220
11
Fennely, Op.cit 217
d. Pintu Keluar dan Masuk. Pintu masuk dan keluar dari gedung ini
terpisah antara lantai satu dan lantai dua. Tidak diketahui alasan
pemisahan pintu masuk dari kedua lantai tersebut. Akses keluar
masuk dari gedung ini terpusat dari kedua pintu tersebut. Tidak
terdapat pintu darurat yang dapat digunakan sebagai akses keluar
ketika terjadi bencana alam ataupun ancaman lainnya seperti
kejahatan. Kondisi ini meyulitkan praktisi keamanan untuk mendesain
sistem akses kontrol yang efektif untuk mencegah dan mengurangi
tingkat orang yang tidak dikenal masuk keadalam gedung, menurut
analisa kami bahwa kondisi ini disebabkan penggunaan gedung
sebagai pusat pelayanan masyarakat yang menyebabkan adanya
keterbukaan dari pihak pengelola agar dapat memudahkan masyarakat
untuk mengakses gedung tersebut. Kembali ke pembahasan tentang
pintu diatas, bahwa sebenarnya terdapat perbedaan kegunaan dari
kedua pintu tersebut yaitu pintu lantai pertama yang secara khusus
dipergunakan untuk pelayanan pajak sedangkan pintu lantai kedua
digunakan untuk pelayanan surat lainnya selain dari pelayanan pajak
di lantai satu, sehingga posisi pintu dipisahkan untuk memudahkan
masyarakat untuk menemukan tempat yang sesuai dengan kebutuhan
mereka. Pintu darurat yang tidak ada di tempat ini kemungkinan
disebabkan oleh ukuran gedung yang tidak terlalu besar, kondisi yang
hanya dua lantai serta tidak terlalu luas menyebabkan akses keluar
ketika terjadi bencana sangat mudah, dan ketidakadaannya lift di
gedung tersebut sehingga akses untuk turun dari lantai dua ke lantai
satu dari gedung tidak akan terganggu ketika terjadi bencana.
e. CCTV. Dari pengamatan yang dilakukan, tidak terdapat cctv yang
dipasang di gedung ini. Pengakuan dari petugas penjaga gedung juga
menyatakan bahwa tidak ada cctv yang dipasang di gedung ini.
Petugas juga tidak mengetahui mengapa tempat tersebut tidak
dipasang cctv. Cctv juga dianggap tidak perlu oleh petugas tersebut.
Petugas hanya memegang kunci ruangan di gedung ini dan melakukan
pengamanan dan penjagaan secara manual. Ketidakadaaanya CCTV
menurut kelompok kami merupakan suatu bentuk pengabaian
alternatif yang dapat digunakan dalam melakukan pencegahan dan
pengamanan dari kejahatan, menurut fenelly, CCTV merupakan suatu
alat yang reliabel dan efektif secara pengeluaran untuk memberikan
efek jera kepada penjahat,12 CCTV dapat digunakan untuk melakukan
pencegahan, pengamanan dan penangkapan serta dapat menjadi bukti
yang kuat didalam pembuktian aksi kejahatan. Premis awal CCTV
digunakan untuk mencegah potensial pelaku kejahatan untuk
melakukan kejahatan dengan adanya kesadaran bahwa mereka sedang
diawasi oleh kamera CCTV, namun pada aplikasinya CCTV berfungsi
pula untuk menangkap pelaku yang identitasnya dapat dikenali
berdasarkan rekaman yang ada didalam CCTV. Peran lain adalah
dengan mendeteksi penyusup yang masuk kedalam gedung, dan
mengikuti gerakan yang dilakukan oleh penyusup tersebut di sekitar
gedung13, selain itu CCTV juga berfungsi besar dalam kondisi darurat
dan bencana alam, kamera yang terpasang diseluruh tempat dapat
menunjukkan dimanakah konsentrasi individu didalam gedung,
mencari individu yang terjebak pada ruang-ruang gedung tersebut
sehingga memudahkan proses penyelamatan, tentu saja jika jaringan
dari CCTV tidak rusak diakibatkan oleh bencana tersebut.
f. Alarm. Secara umum, alat untuk mencegah terjadinya bahaya
kebakaran sangat minim dan sangat bergantung kepada ketelitian dan
kewaspadaan dari petugas dan orang-orang yang berada di gedung
tersebut. Kondisi ini menyebabkan keadaan keseluruhan dari gedung
ini menjadi tidak aman, karena sistem keamanan menurut Fenelly
tidak hanya berupa pengamanan secara fisik terhadap aksi kejahatan
namun juga pengamanan dari bencana, contohnya adalah penggunaan
alarm untuk kebakaran dan untuk keamanan. 14 Dengan adanya sinergi
ini diharapkan kondisi yang membahayakan terhadap aset dapat
dikurangi serta diminimalisir dampaknya.
g. Gedung Lantai Dua. Tata ruang gedung di lantai dua digunakan
sebagai ruang kerja bagi para karyawan. Ruangan setiap karyawan
dipisahkan dengan sekat yang membentuk ruangan tersendiri bagi
para karyawan. Pada setiap ruangan tidak terdapat identitas dari

12
Fennely, Op.cit 236
13
Ibid. 238
14
Fennely, Op.cit 242
karyawan tersebut yang menunjukkan jabatan dari karyawan tersebut.
Tidak terdapat meja resepsionis yang berada di depan pintu masuk
ruangan ini. Terhadap kondisi ini kelompok kami melihat bahwa
kondisi yang bersekat-sekat tanpa adanya akses pandangan kedalam
sekat tersebut memungkinkan terjadinya ancaman kekerasan didalam
tempat kerja yang termasuk juga sebagai ancaman terhadap asset,
berkaitan dengan konsep CPTED dimana surveillance dalam kondisi
tersebut menjadi buruk sehingga memudahkan pelaku kejahatan untuk
melakukan aksinya15, kondisi sekat yang tidak menunjukkan identitas
dari pemiliknya menghilangkan faktor private space yang
dikonsepkan sebagai teritoriality dalam CPTED.
h. Toilet. Penggunaan toilet harus antri dan tidak dipisahkan antara toilet
laki-laki dan perempuan. Sedangkan toilet yang dikhususkan untuk
karyawan tidak kamu kunjungi karena berada di ruang kerja
karyawan. Kembali ke pembahasan toilet pengunjung, sebagai gedung
pelayanan masyarakat kondisi ini menurut kelompok kami sangat
miris, karena dengan digabungnya toliet laki-laki dan perempuan
menyebabkan hilangnya privasi dan munculnya kesempatan terjadi
pelecehan seksual ketika mengantri untuk menggunakan toilet
tersebut.
i. Petugas Kebersihan dan Keamanan Gedung. Penyerahan tanggung
jawab kepada petugas kebersihan dirasa cukup tepat, karena dialah
yang bertanggung jawab membersihkan seluruh gedung. Maka
diperlukan akses yang mudah ke semua area gendung. Selain itu,
pemusatan pada satu orang dalam pemegangan kunci tentu akan
mempermudah dalam akses keluar dan masuk ruangan. Karena ketika
hendak akan membuka kunci hanya perlu menghubungi satu orang.
Namun juga menjadi merepotkan manakala orang tersebut tidak ada
ditempat atau susah ditemui, tentu akan sangat mempersulit. Ditinjau
dari sisi keamanan hal ini juga menjadi salah satu kerentanan, karena
apabila ada orang yang berniat berbuat jahat dan ingin menduplikasi
kunci, maka dia juga akan tau harus menemui siapa.
j. Waktu Shift Petugas. Jeda waktu 3 hari yang diberikan untuk
pergantian shift juga dirasa sudah cukup tepat. hal ini untuk
15
Fennely, Op.cit 337
menghindari saling lempar tanggung jawab antar petugas manakala
ada masalah. Apabila waktunya terlalu cepat, misalnya sehari maka
rotasi kunci juga akan sangat cepat dan rentan kehilangan atau saling
lempat tanggung jawab seperti yang tadi dijabarkan.

Manajemen keamanan kantor Walikota Depok pada dasarnya menggunakan


sistem pengamanan Minimum Security. Hal ini sangat terlihat dari pada bagaimana
usaha pengamanan yang dilakukan oleh satuan pengamanan yaitu satpol pp bersama
divisi rumah tangga hanya dengan menggunakan pagar-pagar biasa dan penggunaan
kunci-kunci biasa. Secara fisik, pengamanan yang mereka lakukan memang cocok
dengan pengalaman kerugian yang mereka terima. Kantor Walikota Depok
menggunakan sistem pengamanan minimum karena pihak stakeholder tidak merasa
bahwa aset mereka berada dalam risiko kehilangan yang besar. Oleh karena itu
dengan berprinsip pada “usaha pengamanan tidak boleh lebih besar biayanya
dibandingkan kerugiannya,” maka minimum security digunakan untuk
mengamankan.
Kondisi ini terlihat tidak hanya pada penggunaan pagar dan kunci, namun
juga pada penggunaan CCTV yang tidak strategis, tidak adanya standar operasional
pengamanan, tidak digunakannya teralis-teralis besi pada kaca jendela, tidak adanya
personel pengamanan di dalam gedung, tidak adanya hydrant, tidak dipasangnya
sprinkle, tidak adanya fire detector, dan juga pembuatan gedung yang bisa dikatakan
sangat minim kualitasnya.
BAB V

PENUTUP

5. 1. Kesimpulan

Kompleks perkantoran pemerintahan merupakan suatu tempat yang menjadi


pusat pemerintahan di suatu daerah. Pengamanan terhadapnya merupakan sebuah
usaha yang harus dilakukan mengingat adanya risiko-risiko yang mengancam. Pada
kantor Walikota Depok, sebagai pusat pemerintahan di Depok, usaha pengamanan
yang dilakukan oleh para pengambil keputusan adalah dengan menggunakan
minimum security. Hal ini mengartikan bahwa pemerintah depok hanya
menggunakan pagar-pagar biasa dan penggunaan kunci-kunci yang biasa untuk
memberikan pengamanan pada wilayah perkantoran tersebut.
Dengan digunakannya model minimum security ada beberapa hal yang
menjadi perhatian dalam penelitian ini. Pertama adalah kurangnya pengamanan aset
negara yang seharusnya dilindungi dari risiko loss event. Kedua adalah tidak adanya
standar operasional dalam melakukan pengamanan. Para pemegang keputusan justru
melimpahkan usaha pengamanan kepada satpol pp yang notabene bukanlah
pengaman, namun penegak tata tertib. Ketiga adalah penggunaan CCTV yang tidak
dengan penaksiran strategis. Instalasi CCTV tidak berada pada tempat yang strategis.
Pada gedung kantor pajak yang menjadi pusat penelitian ini, tidak dipasang satupun
CCTV. Keempat, pada gedung kantor pajak tidak dipasang alat-alat keamanan
ataupun antisipasi bencana. Dalam gedung tersebut tidak ada alat-alat pencegah
ataupun antisipasi kebakaran seperti fire extinguisher.
Manajemen pengamanan pada gedung kantor pajak berbentuk minimum
security. Akan tetapi pengelolaan keamanan yang dilakukan bukan hanya minim
namun juga jauh dari yang seharusnya. Pada beberapa contoh lainnya mengenai
pengamanan minimum dari kantor pemerintahan, penggunaan strategi yang baik
seperti dimulai dengan melakukan penaksiran terhadap risiko, lalu melakukan
pengelolaan risiko, dan sampai pada aplikasi dari rekomendasi yang telah
didapatkan. Namun pada gedung kantor pajak walikota depok, tidak ditemukan
adanya usaha-usaha untuk melakukan hal tersebut.
Oleh karena itu, dengan melihat informasi penelitian yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa usaha pengamanan di gedung kantor pajak
walikota depok sangatlah buruk. Diperlukan usaha yang lebih untuk memberikan
keamanan pada gedung tersebut. Diperlukan adanya inisiatif dari pemegang
keputusan untuk melakukan pengamanan dan membentuk standar operasional
mengenai bagaimana seharusnya gedung pemerintahan melakukan pengelolaan
pengamanan.
DAFTAR PUSTAKA

Fennely, Lawrence J. (2004). Handbook of Loss Prevention – 4th Edition. Oxford:


Elsevier Butterworth-Heinemann.

Kokolakis, A. T. (2010). A Security Standards' Framework to Facilitate Best


Practices' Awareness and Conformity. Information Management & Computer

Mythen, Gabe (2004). A Critical Introduction to the Risk Society. London: Pluto
Press.

Denney, David (2005). Risk and Society. London: SAGE Publications.

Purpura, Philip P. (2002). Security and Loss Prevention – An Introduction. Boston:


Butterworth Heinemann.

New York State Office of Homeland Security Annual Report 2008

http://www.tempo.co/read/news/2013/12/23/214539662/Gembok-Kantor-Wali-Kota-
Depok-Pendemo-Telan-Kunci

Anda mungkin juga menyukai