Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TUGAS GOOD CORPORATE GORVENANCE

“UPAYA PERLINDUNGAN HAK STAKE HOLDER”

DOSEN : IGA Agung Omika Dewi,SE.,M.SA.,Ak.,CA

Nama Kelompok:

I Kadek Ary Sugrayana 116210388

Putu Krisnathan Anugraha 116210394

Desak Nyoman Wulandari 116210410

Made Yudi Artawa 116210483

Ni Kadek Rahmawati 116210485

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL DENPASAR

2019
KATA PENGANTAR

OM SWASTYASTU

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai dari mata kuliah Etika Bisni dan Profesi dengan judul
“UPAYA PERLINDUNGAN HAK STAKE HOLDER”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Denpasar, 13 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 4
1.2 Rumusan masalah .......................................................................................................... 4
1.3 Tujuan penulisan ............................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 6
2.1 Perlindungan terhadap Hak Pemegang Saham .......................................................... 6
2.2 HAK KARYAWAN ....................................................................................................... 9
2.1 Hak Konsumen ............................................................................................................. 12
BAB III PENUTUP .................................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 13
3.2 Saran.............................................................................................................................. 13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik yang ada
di Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat. Dirancanglah suatu sistem yang dikenal dengan
good corporate governance (GCG). Sebagimana dikatakan oleh Joel bajan (2002), perusahaan
(korporasi) saat ini telah berkembangdari sesuatu yang relative tidak tidak jelas menjadi institusi
ekonomi dunia yang amat dominan. Kekuatan dan pengaruh perusahaan ini sedemikian besarnya
sehingga telah menjelma menjadi “monster raksasa” yang mendikte hampir seluruh hidup kita,
mulai dari apa yang kia pakai, apa yang kitahasilkan dan apa yang kita kerjakan. Itulah sebabnya,
sering kali terjadi pemerintah suatu Negara yangseharusnya menjadi kekuatan terakhir sebagai
pengawas, penegak hukum, dan pengendali perusahaan-perusahaan tidak berdaya
menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh
tersebut.

Gagasan tentang Good Corporate Governance telah melanda dunia, disusul pemopuleran
istilah good governance. Dengan penerapan GCG dalam suatu perusahan akan meningkatkan
kridibelitas bagi pemengang saham dalam menanamkan modalnya dlaam perusahan yang
bersangkutan. Sehingga peran stake holder memiliki person yang rentan untuk dilindungi baik itu
di bawah peraturan pemerintah atau sejenisnya.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana bentuk perlindungan hak pemegang saham?
2. Apakah peran karyawan terhadap pemegang saham ?
3. Apakah konsumen dapat dikatakan pemegang saham?
4. Apakah yang dimaksud dengan pemegang saham dan kreditur?

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk Dapat Mengetahui bentuk perlindungan hak pemegang saham
2. Untuk Dapat Mengetahui peran karyawan terhadap pemegang saham
3. Untuk Dapat Mengetahui konsumen dapat dikatakan pemegang saham
4. Untuk Dapat Mengetahui pengertipemegang saham dan kreditur
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perlindungan terhadap Hak Pemegang Saham

PRINSIP PERLINDUNGAN TERHADAP HAK PEMEGANG SAHAM


Prinsip GCG yang disusun OECD terdiri dari lima prinsip yang dianggap ideal yang harus
tercakup dalam setiap penerapan corporate governance. Jika kelima prinsip tersebut dijabarkan
dan dianalisis ke dalam hukum Perseroan Terbatas di Indonesia , dapat diketahui hal-hal sebagai
berikut:
A. Perlindungan Terhadap hak-hak Pemegang Saham
UUPT mengenal beberapa prinsip ini, misalnya prinsip pencatatan saham atau bukti
pemilikan maupun prinsip perolehan informasi yang relevan mengenai perseroan pada waktu yang
tepat, demikian juga pada perusahaan publik.
B. Persamaan Perlakuan terhadap Seluruh Pemegang Saham
Hukum Perusahaan di Indonesia telah mengatur prinsip ini, seperti yang diatur dalam
UUPT ditegaskan bahwa : Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:
1. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
2. Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
3. Menjalankan hak lainnya berdasarkan UUPT.
Akan etapi perlindungan terhadap setiap pemegang saham ternyata belum equel.
Jika ditelusuri lebih jauh, prinsip ini salah satu aspek yang perlu diprioritaskan dalam penerapan
dan atau pengaturan corporate governance di Indonesia. Dalam praktinya masalah perlindungan
pemegang saham minoritas masih sarat kontrovesi, dan sering sekadar hanya merupakan wacana
normatif.Contoh lain, penerapan Pasal 62 ayat (1) UUPT, yang menentukan bahwa.
“Setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli
dengan harga yang wajar, apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang
merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa: perubahan anggaran dasar, b. pengalihan atau
penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen)
kekayaan bersih Perseroan; atau, penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan”.
Ketentuan pasal ini sangat limitatif dan tidak menentukan secara imperative mewajibkan perseroan
membeli saham dari pemegang saham minoritas, maupun sanksi jika perseroan menolak membeli
saham tersebut, dengan kata lain pemegang saham minoritas tertutup untuk memanfaatkan pasal
62 UUPT.
C. Peranan Stakeholders dan Corporate Governance
Prinsip ini merupakan wacana baru dalam praktik bisnis di Indonesia di bawah payung
UUPT, tidak ada ketentuan hukum perusahaan yang secara jelas dan tegas mengatur hubungan
organisasi perseroan dengan stakeholder di luar Perseroan Terbatas, kecuali atuturan
tanggungjawab sosial perusahaan (pasal 74) UUPT.
D. Keterbukaan dan Transparansi
Hukum Perusahaan yang berlaku di Indonesia tampaknya baru mengakomodir
prinsip disclosure and transparancy bahwa kewajiban Direksi dan Komisaris dalam menjalankan
tugas-tugasnya harus dilandasi iktikad baik, tidak ada ketentuan yang jelas mengatur kewajiban,
atau sanksi apabila perseroan tidak menerapkan keterbukaan dan atau transparansi.
E. Akuntabilitas Dewan Komisaris (Board of Directors)
Kerangka Corporate Governace harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan,
pengawasan yang efektif terhadap manajemen yang dilaksanakan oleh dewan komisaris, serta
akuntabilitas dewan komisaris terhadap pemegang saham maupun perseroan.
F. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham
1. Perlindungan dari Peundang-Undangan
Secara mendasar bahwa sejak awal perusahaan akan melakukan aktivitas di
pasar modal, sudah disiapkan seperangkat peraturan yang maksudnya sebagai rangkaian
tindakan preventif, agar emiten adalah benar-benar emiten yang dapat dipertanggung jawabkan
dengan itikad baik akan membagi power dan intensisnya kepada masyarakat. Peraturan yang
mengatur tentang syarat materil maupun formal, prosedur dan pelaksanaan emisi saham
tersebut merupakan upaya awal kepada pemegang saham publik, perlindungan tahap
berikutnya ada dan antisipasi oleh peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh bappepam
sebagai institusi yang berwenang untuk mengawasi pasar modal di Indonesia. Bapepam adalah
otoritas dari pasar modal yang berwenang untuk mengawasi jalannya aktivitas di pasar
modal.Karena seperti dijelaskan diatas bahwa kepentingan pemegang saham harus dilindungi
untuk menciptakan citra pasar modal yang baik agar dapat lebih menarik investor untuk
menanamkan modalnya di pasar modal. Dengan kata lain bahwa sebagian dari sistem
perlindungan hukum bagi pemegang saham publik berada di tangan Bapepam.Perlindungan
terhadap pemegang saham dimuat dalam ketentuan perundang-undangan dalam pasar modal,
seperti UU pasar modal dan pperlindungan terhadap pemegang saham yang dilakukan
Bapepam dapat dilihat dari UU pasar modal pasal 82 ayat (2) peraturan no IX.E.1
2. Perlindungan dari Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan GCG dalam pengelolaan perusahaan dapat memberikan
perlindungan terhadap pemegang saham karena dalam GCG terdapat prinsip-prinsip yang
dapat melindungi kepentingan perusahaan, pemegang saham, manajemen, dan investor
sertapihak-pihak yang terkait dengan perusahaan.Ide dasar dari GCG adalah memisahkan
fungsi dan kepentingan diantara para pihak dalam suatu perusahaan, seperti perusahaan yang
menyediakan modal atau pemegang saham, pengawas dan pelaksana sehari-hari usaha
perusahaan dan masyarakat luas. Dan GCG juga dijadikan sebagai suatu aturan atau standar
yang mengatur perilaku pemilik perusahaan,Direksi, Manajer, dengan merinci tugas dan
wewenang serta bentuk pertanggung jawaban kepada pemegang saham.
Melindungi kepentingan pemegang saham minoritas yang beresiko dirugikan oleh
kekuasaan pemegang saham mayoritas. Ini beberapa pasal yang dapat berusaha mengatur
kepentingan pemegang saham baik mayoritas dan minoritas:
a) Tindakan Derivatif
Ketentuan ini mengatur bahwa Pemegang saham dapat mengambil alih untuk mewakili
urusan perseroan demi kepentingan perseroan, karena ia menganggap Direksi dan atau
Komisaris telah lalai dalam kewajibannya terhadap perseroan.
1. Pemegang saham dapat melakukan tindakan-tindakan atau bertindak selaku wakil
perseoran dalam memperjuangkan kepentingan perseroan terhadap tindakan perseroan
yang merugikan, sebagai akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh anggota
Direksi dan atau pun oleh komisaris (lihat ps.85 (3) jo. ps.98 (2) UUPT).
2. Melalui ijin dari Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi
kedudukan perseroan, pemegang saham dapat melakukan sendiri pemanggilan RUPS
(baik RUPS tahunan maupun RUPS lainnya) apabila direksi ataupun komisaris tidak
menyelenggarakan RUPS atau tidak melakukan pemanggilan RUPS (lihat ps.67
UUPT).
b) Hak Pemegang Saham Minoritas

Pada dasarnya ketentuan-ketentuan di bawah ini terutama ditujukan untuk melindungi


kepentingan pemegang saham minoritas dari kekuasaan pemegang saham mayoritas.
1. Hak Menggugat
Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan
melalui Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi kedudukan perseroan,
bila tindakan perseroan merugikan kepentingannya (ps. 54 UUPT)

2. Hak Atas Akses Informasi Perusahaan


Pemegang saham dapat melakukan pemeriksaan terhadap perseroan,
permintaan data atau keterangan dilakukan apabila ada dugaan bahwa perseroan
dan atau anggota direksi atau komisaris melakukan perbuatan melawan hukum
yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga (lihat ps.110 UUPT).

3. Hak Atas Jalannya Perseroan


Pemegang saham dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan
Negeri untuk membubarkan perseroan (lihat ps.117 UUPT).
4. Hak Perlakuan Wajar
Pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli
dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan
perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa:
 Perubahan anggaran dasar perseroan;
 Penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh
kekayaan perseroan; atau
 Penggabungan, peleburan atau pengambilalihan perseroan.

2.2 HAK KARYAWAN


a) Hak Karyawan Menjadi Anggota Serikat Tenaga Kerja
Anda sebagai tenaga kerja memiliki hak untuk membentuk dan menjadi anggota dari
serikat tenaga kerja. Anda dan rekan tenaga kerja Anda sangat diperbolehkan untuk
mengembangkan dan meningkatkan potensi kerja Anda sesuai dengan minat dan bakat. Tidak
hanya itu saja, Anda sebagai tenaga kerja mendapatkan jaminan dari perusahaan (tempat Anda
bekerja) dalam hal keselamatan, kesehatan, moral, kesusilaan dan perlakuan yang sesuai
dengan harkat serta martabat berdasarkan norma dan nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan.

b) Hak Karyawan Atas Jaminan Sosial dan K3 (Keselamatan serta Kesehatan Kerja)

Sebagai tenaga kerja, Anda berhak mendapatkan jaminan sosial yang berisi
tentang kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pemeliharaan kesehatan. Bila isi ketentuan
perjanjian kerja mengenai hal ini dirasa meragukan, Anda sebagai tenga kerja berhak untuk
mengajukan keberatan kepada pihak pemberi kerja atau perusahaan. Peraturan mengenai hak
karyawan atas jaminan sosial ini tertulis dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, UU
No. 03 Tahun 1992, UU No. 01 Tahun 1970, Ketetapan Presiden (Keppres) No. 22 Tahun
1993, Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 1993, Peraturan Menteri (Permen) No. 4
Tahun 1993, dan No. 1 Tahun 1998.

c) Hak Karyawan Menerima Upah yang Layak

Upah Minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para
pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam
lingkungan usaha atau kerjanya. Oleh karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap
provinsi berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Provinsi.

d) Hak Karyawan atas Pembatasan Waktu Kerja, Istirahat, Cuti & Libur

UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 79 mengenai waktu kerja:

 Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.


 Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:
o istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah
bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat
tersebut tidak termasuk jam kerja;
o istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1
(satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1
(satu) minggu;
o cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah
pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas)
bulan secara terus menerus; dan
o Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan
dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1
(satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam)
tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan
ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat
tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku
untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
o Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama.

 Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya
berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.
 Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan
Keputusan Menteri.

e) Hak Karyawan Membuat Perjanjian Kerja (PKB)

Anda yang telah tergabung dalam Serikat Tenaga Kerja memiliki hak untuk dapat
membuat Perjanjian Kerja atau PKB yang dilaksanakan berdasarkan proses musyawarah.
Perjanjian Kerja tersebut berisi tentang berbagai persetujuan bersama di antaranya hak dan
kewajiban pengusaha beserta karyawan, jangka waktu berlakunya perjanjian dan perjanjian
yang disepakati oleh keduanya. Peraturan mengenai hak membuat perjanjian kerja ini
tertulis dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan UU No. 21 Tahun 2000.
2.1 Hak Konsumen

Hak Konsumen adalah:

 hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang


 dan/atau jasa;
 hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
 hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
 hak untuk didengan pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
 hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
 hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
 hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
 hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
 hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, Proses,
output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang
kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan
komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. Tata kelola perusahaan adalah
rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan,
pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Good Public Governance
merupakan sistem atau aturan perilaku terkait dengan pengelolaan wewenang oleh para
penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya secara bertanggung jawab dan akuntabel. GPG
pada dasarnya mengatur pola hubungan antara penyelenggara negara dan masyarakat, antara
penyelenggara negara dan lembaga negara, serta antar lembaga negara. Penerapaan GPG
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perwujudan Good Corporate Governance dalam
dunia usaha.

3.2 Saran

Perusahaan merupakan sekumpulan orang yang melakukan produktivitas secara terstuktur


dan tertanam suatu sistem oprasional perusahaan dan sangat dibutuhkan pengendalian internal
dalam menjalankan perusahaaan itu sendiri agar dapat bekerja secara berkesinambungan. Dengan
adanya GCG dan GPG dalam departemen perusahaan dan depatrtemen pemerintahan sangat
membantu dalam mengawasi dan memberikan kode etik bagi pekerja dalam departemen tersebut.
Hal itu sangat penting bagi kemajuan di masa yang akan datang bagi suatu perusahaan. Diharapkan
dengan penulisan makalah ini yang jauh dari kata sempurna dapat memberikan hal yang baru bagi
pembaca.

Anda mungkin juga menyukai