ABSES SUBMANDIBULA
DISUSUN OLEH :
Panji Arga Bintara G99172132
Anggie Herwanlistanto G99172002
Ridha Hayu Arsaningtyas G99172140
PEMBIMBING :
drg. Eva Sutyowati Permatasari, Sp.BM, MARS
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus
pada daerah submandibula.7,8 Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher
bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang
submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar
limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.8
Akhir-akhir ini abses leher bagian dalam termasuk abses submandibula sudah
semakin jarang dijumpai. Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas dan
kesehatan mulut yang meningkat. Walaupun demikian, angka morbiditas dari
komplikasi yang timbul akibat abses submandibula masih cukup tinggi sehingga
diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan.5
II. Epidemiologi
Abses submandibula sudah semakin jarang dijumpai, hal ini disebabkan
penggunaan antibiotik yang luas dan kesehatan mulut yang meningkat.5 Rana dkk
dalam penelitiannya menyatakan bahwa diantara abses leher dalam, abses
submandibula merupakan abses leher dalam yang paling sering terjadi (60%).6
Pada penelitian yang dilakukan oleh Paolo Rizzo ditemukan bahwa
penderita abses submandibula berusia antara 12 sampai 96 tahun dengan rata-rata
usia sekitar 57 tahun. Angka kejadian abses submandibula lebih banyak ditemukan
pada laki-laki (51,9%) dibanding perempuan (48,1%).7
Diantara penderita-penderita abses submandibula didapatkan bahwa
mayoritas penderita abses submandibula adalah pria dengan presentasi 53%
dibandingkan dengan wanita yang hanya mencapai 43%. Selain pada pria presentasi
penderita abses submandibula terbanyak juga terdapat pada kelompok umur >50
tahun mencapai 33%. Berdasarkan penelitan abses submandibula ini didapatkan
juga pada anak-anak dengan usia termuda 1 tahun dan yang tertua pada umur 70
tahun,oleh karena itu tidak ada batasan umur pada abses submandibula, seperti yang
2
diungkapkan oleh Sakaguchi bahwa abses submandibula dapat ditemui dari umur
1-81 tahun.5
3
melekat pada kartilago tiroid dan os hioid. Lapisan ini berjalan ke bawah
sampai ke toraks, menutupi trakea dan esofagus serta bersatu dengan
perikardium. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari divisi viscera yang
berada pada bagian posterior faring dan menutupi musculus konstriktor dan
musculus buccinator.
3. Lapisan profunda
Lapisan ini dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi alar dan prevertebra. Divisi
alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi
prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II dan
bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda. Divisi
alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan merupakan
dinding anterior dari danger space. Divisi prevertebra berada pada bagian
anterior korpus vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus tranversus serta
menutupi otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak sampai
ke os koksigeus serta merupakan dinding posterior dari danger space dan
dinding anterior dari korpus vertebra. Ketiga lapisan fasia servikalis profunda
ini membentuk selubung karotis (carotid sheath) yang berjalan dari dasar
tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks.
4
Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah
sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid (gambar 2 dan gambar 3).12
1. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:
a. ruang retrofaring
b. ruang bahaya (danger space)
c. ruang prevertebra.
2. Ruang suprahioid terdiri dari:
a. ruang submandibula
b. ruang parafaring
c. ruang parotis
d. ruang mastikor
e. ruang peritonsil
f. ruang temporalis.
3. Ruang infrahioid
a. ruang pretrakeal.
5
Gambar 3. Potongan axial kepala
6
Ruang submandibula berhubungan dengan beberapa struktur didekatnya
(gambar 4), oleh karena itu abses submandibula dapat menyebar ke struktur
didekatnya.9
Gambar 4. Ruang potensial leher dalam (A) Potongan aksial, (B) potongan sagital.
Ket : SMS: submandibular space; SLS: sublingual space; PPS: parapharyngeal
space; CS: carotid space; MS: masticatory space. SMG: submandibular gland;
GGM: genioglossus muscle; MHM: mylohyoid muscle; MM: masseter muscle;
MPM: medial pterygoid muscle; LPM: lateral pterygoid muscle; TM: temporal
muscle.
7
V. Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe
submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.8
Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi gigi. 12
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari
mandibula, jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus
mylohyoid.10 infeksi dari gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui
beberapa jalan yaitu secara langsung melalui pinggir myolohioid, posterior dari
ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor.9
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,
baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering
ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza,
Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp.
Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok
batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium.5
VI. Diagnosis
Anamnesa dan gejala klinis
Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus
akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan
jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibula
(gambar 5), fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang
bernanah atau purulent (merupakan tanda khas). Angulus mandibula dapat diraba.
Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.8,12
8
Gambar 5. Abses submandibula
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material
yang bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi
antibiotik
2. Radiologis
a. Rontgen jaringan lunak kepala AP
b. Rontgen panoramik
Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi.
c. Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.
9
d. Tomografi komputer (CT-scan)
CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses
leher dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan
pemeriksaan klinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap
luasnya abses yang terlalu rendah pada 70% pasien (dikutip dari
Pulungan). Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens
(intensitas rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid level
(gambar 6 dan gambar 7). 6,13
10
Gambar 7. Axial CT-scan menunjukan infeksi pada ruang submandibula. Tampak
abses multifokal.
VII. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah :
1. Antibiotik (parenteral)
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji
kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral
sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik
kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan
gram negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah
campuran dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan
metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus
telah didapat pemberian antibiotik dapat disesuaikan. 8,10,14
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi
terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone,
ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka
sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.
Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 8,10,14
2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi
abses (gambar 4) dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang
dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses
11
dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau
setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses.8 Bila abses belum
terbentuk, dilakukan panatalaksaan secara konservatif dengan antibiotik IV,
setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses
dapat dilakukan.13
3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan
trakeostomi perlu dipertimbangkan.13
4. Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.8
VIII. Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung
(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering
meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis.9
Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus
pterygoid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke
daerah potensial lainnya.11
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah
menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis.
Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh
karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan
hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan
septikemia.9
12
IX. Prognosis
Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat didiagnosis
secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase
awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang
tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna.Apabila telah terjadi
mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-50% walaupun dengan pemberian
antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas 20-40% sedangkan
trombosis vena jugularis mempunyai angka mortalitas 60%. 2,14,15
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Gadre AK, Gadre KC. Infections of the deep spaces of the neck. In: Bailey BJ,
Johnson JT,editors. Head & neck Surgery Otolaryngology. 4th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins;2006. p.665-82.
2. Rosen EJ. Deep neck spaces and infections. Grand rounds resentation, UTMB,
Dept. Of Otolaryngology.2002.
3. Fachruddin D. Abses leher dalam. Dalam: Iskandar M, Soepardi AE editor.
Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi ke 6. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2007. p. 185-8.
4. Rahardjo P. Infeksi Leher Dalam. Makasar: Graha Ilmu.2013. p.2-16.
5. Hesley I, Lumintang N, Limpeleh H. Profil Abses Submandibula Di Bagian
Bedah Rs Prof. Dr. R. D. Kando Manado Periode Juni 2009 Sampai Juli 2012.
Bagian Bedah BLU RSU Prof. dr. R.D. Kandou Manado.2013.p.3-4.
6. Rana K, Rathore PK, Wadhwa V, Kumar S. Deep Neck Infections: Continuing
Burden in Developing World. International Journal of Phonosurgery and
Laryngology. 2013;3(1):6-9.
7. Rizzo PB, Mosto MCD. Submandibular space infection: a potentially lethal
infection. International Journal of Infectious Disease 2009;13:327-33
8. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 145-48
9. Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et all.
Odontogenic infection pathway to the submandibular space: imaging
assessment. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2002; 31: 165–9
10. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep neck infection:
analysis of 18 cases. Head and neck. Ockt 2004.860-4
11. Yang S.W, Lee M.H, See L.C, Huang S.H, Chen T.M, Chen T.A. Deep neck
abscess: an analysis of microbial etiology and effectiveness of antibiotics.
Infection and Drug Resistance. 2008;1:1-8.
14
12. Calhoun KH, Head and neck surgery-otolaryngology Volume two. 3nd Edition.
USA: Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 705,712-3
13. Gómez CM, Iglesia V, Palleiro O, López CB. Phlegmon in the submandibular
region secondary to odontogenic infection. Emergencias 2007;19:52-53
14. Brook I, Microbiology of polymicrobial abscess and implication for therapy. J
antimicrob chemother 2002;50:805-10
15