Anda di halaman 1dari 73

MAS’OED ABIDIN

Globalisasi
Kearifan Menangkap
Perubahan Zaman

Zaman senantiasa mengalami perubahan Begitulah


Sunatullah. Yang Kekal hanyalah Sunnatullah, aturan yang
telah ditetapkan oleh Allah, Maha pencipta.
Menjelang berakhirnya alaf kedua dan memasuki abad baru,
abad dua puluh satu sebagai awal millenium ketiga, ditemui
suatu kenyataan, terjadinya lonjakan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan pesat. Ditandai dengan
lajunya teknologi komunikasi dan informasi (information
technology).
Suatu gejala yang disebut-sebut sebagai arus globalisasi, dan
"perdagangan bebas, yang memacu dunia ini dalam satu
arena persaingan yang tinggi dan tajam.
Globalisasi sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu
tindakan atau proses menjadikan sesuatu mendunia
(universal), baik dalam lingkup maupun aplikasinya, the act of
process or policy making something worldwide in scope or
application menurut pengertian The American Heritage
Dictionary.

1
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

Di era globalisasi akan terjadi perubaha-perubahan cepat.


Dunia akan transparan, terasa sempit, dan seakan tanpa
batas. Hubungan komunikasi, informasi, transportasi
menjadikan satu sama lain menjadi dekat, sebagai akibat dari
revolusi industri, hasil dari pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Arus globalisasi juga akan menggeser pola hidup masyarakat
dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat
industri dan perdagangan modern. Dari kehidupan sosial
berasaskan kebersamaan, kepada masyarakat yang
individualis, dari lamban kepada serba cepat. Asas-asas nilai
sosial menjadi konsumeris materialis. Dari tata kehidupan
yang tergantung dari alam kepada kehidupan menguasai
alam. Dari kepemimpinan yang formal kepada kepemimpinan
yang mengandalkan kecakapan (profesional).

Pertumbuhan Ekonomi, Nikmat yang Wajib Dipelihara

Aspek paling mendasar dari globalisasi menyangkut secara


langsung kepentingan sosial masing-masing negara.
Masing-masing akan berjuang memelihara kepentingannya,
dan cenderung tidak akan memperhatikan nasib
negara-negara lain. Kecenderungan ini bisa melahirkan
kembali "Social Darwinism", dimana dalam persaingan bebas

2
MAS’OED ABIDIN

bentuk apapun, yang kuat akan bisa bertahan dan yang lemah
akan mati sendiri (Wardiman, 1997).
Kondisi ini mirip dengan kehidupan sosial budaya masyarakat
jahiliyah, sebagaimana diungkapkan sahabat Ja'far bin Abi
Thalib kepada Negus, penguasa Habsyi abad ke-7, yang nota
bene berada di alaf pertama:
"Kunna nahnu jahiliyyah, nakkulul qawiyyu minna dha'ifun
minna," artinya: "Kami masyarakat jahiliyyah, yang kuat dari
kami berkemampuan menelan yang lemah di antara kami."
Kehidupan sosial jahiliyyah itu telah dapat diperbaiki dengan
kekuatan Wahyu Allah, dengan aplikasi syari'at Islam berupa
penerapan ajaran tauhid ibadah dan tauhid sosial (Tauhidic
Weltanschaung). Ini suatu bukti tamaddun pendekatan historik
yang merupakan keberhasilan masa lalu (the glory of the
past).
Allah berfirman:
"Demikian itulah umat sebelum kamu. Bagi mereka amal
usahanya, dan bagi kamu amal usahamu." (Q.S. 2: 141)

Globalisasi membawa banyak tantangan (sosial, budaya,


ekonomi, politik dan bahkan menyangkut setiap aspek
kehidupan kemanusiaan. Globalisasi juga menjanjikan
harapan-harapan dan kemajuan.
Setiap Muslim harus jeli ('arif) dalam menangkap setiap
pergeseran yang terjadi karena perubahan zaman ini. Harus

3
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

mampu menjaring peluang-peluang yang ada, sehingga


memiliki visi jauh ke depan. "Laa tansa nashibaka
minaddunya", artinya "jangan sampai kamu melupakan
nasib/peranan kamu dalam percaturan hidup dunia (Q.S. 28:
77).
Suatu yang amat menjanjikan itu adalah pertumbuhan
ekonomi yang pesat, sebagai alat untuk menciptakan
kemakmuran masyarakat. Indonesia sebagai bagian dari Asia
Tenggara, dalam tiga dasawarsa ini telah menikmati
pertumbuhan ekonomi yang pesat. Bank Dunia menyebut
sebagai "The Eight East Asian Miracle" yang berkembangan
menjadi macan Asia bersama: Jepang, Taiwan, Korea
Selatan, Hong Kong, Thailand, Singapura, Malaysia.
Sungguh suatu nikmat yang wajib disyukuri. "Lain syakartum
la adzidannakum", bila kamu mampu menjaga nikmat Allah
(syukur), niscaya nikmat itu akan ditambah.
Dalam bidang ekonomi ini, negara-negara Asean menikmati
pertumbuhan rata-rata 7-8 % pertahun, sementara Amerika
dan Uni Eropa hanya berkesempatan menikmati tingkat
pertumbuhan ekonomi rata-rata 2,5 sampai 3 % pertahun.
Populasi Asean sekarang 350 juta, diperkirakan tahun 2003
saat memasuki AFTA, populasi ini akan mencapai 500 juta
(Adi Sasono, Cides, 1997).
Bila pertumbuhan ekonomi ini dapat dipelihara, Insya Allah
pada tahun 2019, saat skenario APEC, maka kawasan ini

4
MAS’OED ABIDIN

akan menguasai 50,7 % kekayaan dunia, Amerika dan Uni


Eropa hanya 39,3% dan selebihnya 10 % dikuasai Afrika dan
Amerika Latin (Data Deutsche Bank, 1994).
Apa artinya semua ini?
Kita akan menjadi pasar raksasa yang akan diperebutkan oleh
orang-orang di sekeliling. Bangsa kita akan dihadapkan pada
"Global Capitalism". Kalau kita tidak hati-hati keadaan akan
bergeser menjadi "Capitalism Imperialism" menggantikan
"Colonialism Imperialis" yang sudah kita halau 50 tahun silam.
Dengan "Capitalism Imperialism" kita akan terjajah di negeri
sendiri tanpa kehadiran fisik si penjajah.
Pertanyaan yang perlu dijawab segera: Sudahkah kita siap
menghadapi perubahan zaman yang cepat dan penuh
tantangan ini?
Di antara jawabnya adalah, kita berkewajiban sesegeranya
mempersiapkan generasi baru yang siap bersaing dalam era
global tersebut. Kita berkewajiban membentuk Sumber Daya
Manusia (SDM) yang masih berkecenderungan individual
menjadi Sumber Daya Umat (SDU) yang bercirikan
kebersamaan dengan nilai asas "gotong royong", berat
sepikul ringan sejinjing, atau prinsip ta'awunitas.
Sebuah prinsip dasar yang mulai diabaikan oleh kalangan
intelektual sekuler. Kita memerlukan generasi yang handal,
dengan daya kreatif, innovatif, kritis, dinamis, tidak mudah
terbawa arus, memahami nilai-nilai budaya luhur, siap

5
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

bersaing dalam knowledge based society, punya jati diri yang


jelas, memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam
sebagai kekuatan spritual. Kekuatan yang memberikan
motivasi emansipatoris dalam mewujudkan sebuah kemajuan
fisik-material, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai
kemanusiaan. Disini peran yang amat crusial dari Agama
Islam. Wallahu a'lam.

GENERASI PENYUMBANG

Adalah suatu keniscayaan masa depan sangat banyak di


tentukan oleh umat yang memiliki kekuatan budaya yang
dominan. Semestinya usaha diarahkan kepada pembentukan
satu generasi penyumbang dalam bidang pemikiran (aqliyah),
ataupun penyumbang pembaharuan (inovator)1. Keberhasilan
akan banyak ditentukan oleh keunggulan institusi di bidang
pendidikan atau pembinaan terhadap generasi yang
berpengetahuan tentang kemampuan yang dimiliki, memiliki
pemahaman (identifikasi) mendalam tentang masaalah-
masaalah yang tengah dihadapi, equalisasi yang mengarah

1
1 QS.3:139, menyiratkan optimisme besar untuk penguasaan masa depan.
Masa depan ditentukan oleh aktivitas amaliyah (QS.6:135) bandingkan
QS.11:93 dan QS.11:121, juga QS.6:132 kemuliaan (darjah) sesuai dengan
sumbangan hasil usaha.

6
MAS’OED ABIDIN

kepada kaderisasi diiringi oleh penswadayaan kesempatan-


kesempatan yang ada2.
Suatu kelemahan mendasar pada negara berkembang adalah
melemahnya jati diri karena kurangnya komitmen kepada
nilai-nilai luhur agama yang menjadi anutan bangsa3.
Kelemahan ini dipertajam oleh tindakan isolasi diri karena
kurangnya kemampuan terhadap penguasaan “bahasa dunia”
(politik, ekonomi, sosial, budaya), yang pada gilirannya hidup
dengan kecenderungan terjajah di negeri sendiri. Kurangnya
percaya diri tersebab lemahnya penguasaan teknologi dasar
yang menopang tatanan perekonomian bangsa, lemahnya
minat menuntut ilmu, yang pada akhirnya menutup peluang
untuk berperan serta dalam kesejagatan4.
Pemberdayaan tamaddun (agama dan adat budaya) didalam
tatanan kehidupan masyarakat seutuhnya, menjadi landasan
meletakkan dasar pengkaderan re-generasi, dengan
mengaktifkan kegiatan-kegiatan mengarah kepada penerapan
hidup keseharian menjadi kewajiban utama, agar tidak terlahir
generasi yang lemah5. Perlibatan generasi muda pada

2 Lihat QS.9:105, amaliyah khairiyah akan menjadi bukti ditengah


kehidupan manusia (dunia).
3
3 Melemahnya jati diri tersebab lupa kepada Allah atau hilangnya aqidah
tauhid, lihat QS.9:67, lihat juga QS:59:19.

4 Lihat QS.9:122, supaya mendalami ilmu pengetahuan dan menyampaikan


peringatan kepada umat supaya bisa menjaga diri (antisipatif).
5
7
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

aktifitas-aktifitas lembaga agama dan budaya, dan penjalinan


hubungan erat yang timbal balik antara badan-badan
kebudayaan serumpun (dalam dan luar kawasan), menjadi
pendorong bagi terlahirnya generasi penyumbang yang
bertanggung jawab6.
Penjalinan kerja sama dengan lembaga-lembaga perguruan
tinggi (akademik) dengan meningkatkan pengadaan
pengguna fasilitas yang mendorong kepada penelitian
memasuki jati diri berbangsa dan bernegara akan
memperkokoh interaksi kesejagatan.
Melalui penelitian dan penelaahan perobahan-perobahan di
desa dan kota sebagai antisipasi arus kesejagatan adalah
keniscayaan yang akan memperkokoh jati diri.
Pengoperasionalan hasil-hasil penelitian dalam meningkatkan
kerja sama berbagai instansi, bisa menopang peningkatan
kesejahteraan7.
Menggali ekoteknologi dengan kearifan yang ramah
lingkungan, serta penanaman keyakinan aktual bahwa yang
ada sekarang adalah milik generasi mendatang,
menumbuhkan konsekwensi logis beban generasi kini

5 Lihat QS.4:9, mengingatkan penanaman budaya taqwa dan perkataan


(perbuatan) benar.
6
6 Generasi yang tumbuh dalam persatuan yang kokoh kuat dengan I’tisham
kepada Allah dan menjauhi setiap perpecahan (lihat QS.3:103,
perbandingkan QS.4:145-146, sesuai QS.22:78).
7
7 Lihat QS.6:54 dan QS.16:97, bandingkan QS.25:70-71.
8
MAS’OED ABIDIN

berkewajiban memelihara dan menjaga untuk di wariskan


kepada gereasi pengganti, secara lebih baik dan lebih
sempurna8.
Aktifitas ini akan memacu peningkatan daya kinerja di
berbagai bidang garapan melalui perancangan pembangunan
arus bawah dan alur pemikiran, melalui pendekatan holistik
(holistic approach).
Menghadapi arus kesejagatan (global) yang deras secara
dinamik memerlukan penyesuaian kadar apa yang di
kehendaki, maknanya adalah arus kesejagatan tidak boleh
mencabut generasi dari akar budaya bangsanya. Sebaliknya
arus kesejagatan itu semestinya di rancang bisa merobah apa
yang tidak di kehendaki9.
Senyatanya membiarkan diri terbawa arus deras perobahan
sejagat tanpa memperhitungkan jati diri akhirnya akan
menyisakan malapetaka10.
Sosialisasi pembinaan jati diri bangsa terletak pada
pemeranan maksimal fungsi ibu bapa (kekuatan inti
masyarakat terdapat di rumah tangga)11. Usaha

8
8 Lihat QS.19:40, dan QS.21:105, pewaris bumi adalah hamba Allah yang
shaleh (baik), bandingkan dengan QS.7:128.
9
9 Lihat QS.3:145 dan 148, lihat juga QS.4:134, dan bandingkan QS.28:80.
1
10 Lihat QS.30:41
1
11 Lihat QS.66:6 bandingkan dengan QS.5:105.
9
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

berkesinambungan ini mesti sejalan dengan pengokohan


lembaga keluarga (extended family), serta pemeranan peran
serta masyarakat secara pro aktif menjaga kelestarian adat
budaya (hidup beradat).
Setiap generasi yang di lahirkan dalam satu rumpun bangsa
seyogyanya tumbuh menjadi kekuatan yang peduli dan pro-
aktif dalam menopang pembangunan bangsanya dengan
tujuan yang jelas, menciptakan kesejahteraan yang adil
merata melalui program-program pembangunan.
Sadar manfaat pembangunan seharusnya merata dengan
prinsip-prinsip jelas, equiti yang berkesinambungan, sehingga
partisipasi tumbuh dari bawah dan datang dari atas, pada
gilirannya pula setiap individu di dorong maju dengan merasa
aman yang menjamin kesejahteraan12.
Tidaklah mungkin dianggap enteng setiap usaha kearah
pemantapan metodologi pengembangan program pendidikan
dan pembinaan (keluarga, institusi, dan lingkungan), dengan
pemantapan aqidah (pemahaman aktif ajaran Agama) pada
generasi mendatang13.
Adanya political action berkenaan dengan pengamalan
ajaran-ajaran Agama (Islam) yang senyatanya merupakan

1
12 Lihat QS.4:58, selanjutnya dasar equiti (keadilan) adalah bukti
ketaqwaan (QS.5:8)
1
13 Sesuai QS.3:102, selanjutnya kemuliaan hanya pada bangsa yang
bertaqwa (QS.49:13).
10
MAS’OED ABIDIN

anutan terbesar generasi mendatang, niscaya akan menjadi


sumber kekuatan besar dalam proses pembangunan melalui
integrasi aktif, dimana umat berperan sebagai subjek bagi
pembangunan bangsa itu sendiri14.
Generasi penyumbang (inovator) sangat di perlukan
pembentukannya dalam kerangka pembangunan berjangka
panjang. Bila terlupakan, generasi yang terlahir adalah
generasi pengguna (konsumptif) yang jauh dari sikap
produktif, dan akan merupakan benalu bagi bangsa dan
negara15.
Semoga Allah memberi kekuatan memelihara amanah bangsa
ini. Amin.

Padang, April 1998.

MASA DEPAN

Betapapun krisis tengah melanda Indonesia sebagai bahagian


dari kawasan Asia Tenggara, namun sebagai bangsa yang
1
14 “wa man yattaqillaha yaj’allahuu makhrajan”(QS.65:2-3) Lihat pula
QS.3:160, dan QS.47:7.
1
15 Lihat QS.28:83
11
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

besar semestinya bersikap optimis dengan dorongan


semangat besar bahwa bangsa (kawasan) ini akan menjadi
pusat kegiatan masa datang, baik dalam penguasaan
ekonomi ataupun intelektual menghadapi percaturan abad ke
duapuluh satu.
Suatu kenyataan, instalasi kekuatan ekonomi terpegang oleh
bahagian terkecil (selected minority) dengan penguasaan
keperluan mayoritas penduduk di pedesaan. Namun, bila
kekuatan kecil ini mampu membangkitkan peran penguasaan
keperluan terbesar masyarakat, adalah suatu keniscayaan
semata bangsa ini akan dapat bergerak secara pasti menjadi
umat yang di perhitungkan.
Sulit untuk di elakkan, adanya suatu keharusan memelihara
gerak pertumbuhan dari bawah (bottom-up). Usaha nyata
perlu dikembangkan melalui ekonomi keluarga dan
pemungsian kekuatan ekonomi pasar dari pedesaan. Karena,
yang akan memimpin orang banyak adalah yang bisa berbuat
banyak untuk orang banyak itu.
Peranan generasi mendatang harus di siapkan pada dasar
kesepahaman memelihara destiny sendiri, dengan
menanamkan kebebasan terarah untuk menumbuh
kembangkan tanggung jawab bersama, dalam upaya
meningkatkan daya saing dan menghasilkan hal-hal yang
produktif, pada gilirannya akan membuahkan beragam hasil
usaha yang dinikmati bersama.

12
MAS’OED ABIDIN

Memang ada satu kecemasan bahwa sebahagian generasi


yang bangkit kurang menyadari tempat berpijak. Sebenarnya
suatu kelaziman belaka pada kawasan yang tengah
berkembang tampilan kolektivitas lebih mengedepan dari
pada aktivitas individu. Dalam hubungan ini diperlukan
penyatuan gerak langkah memelihara sikap-sikap yang
harmonis dengan menghindari adanya tindakan eksploitasi
dalam hubungan bermasyarakat. Penguatan daya
implementasi konsep-konsep aktual menjadi sangat penting,
melalui research dan pengembangan serta kualita dalam
membentuk kondisi.
Pemberdayaan institusi (lembaga) kemasyarakatan yang ada
(adat, agama, perguruan tinggi), dalam mencapai ujud
keberhasilan, mesti disejalankan dengan kelompok umara’
(penguasa) yang adil (kena pada tempatnya).
Ketersambungan pendapat ilmuan dan para pengamat melalui
dialog, dan penekanan amanah pada pemegang-pemegang
kendali ekonomi, serta penyatuan gerak seluruh masyarakat
yang ujud dalam do’a (harapan) berpadu pada usaha
(kenyataan), merupakan pekerjaan mendesak dalam meniti
suatu pengembangan pembangunan (development).
Pemeranan seni mengajak secara aktif (dakwah) akan
menyokong mempertahankan apa yang kita miliki dan
membuat apa yang belum kita miliki.

13
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

Akhlak mulia adalah suatu kemestian bagi mendorong


tumbuhnya pro-aktif dalam gerak pembangunan fisik dan non-
fisik.
Suatu kecemasan bahwa diantara generasi yang tengah
berkembang belum siap memerankan tugas di masa depan,
memang beralasan. Gejala itu terlihat dari banyaknya
generasi bangsa yang masih terdidik dalam bidang non-
science (seperti, kecenderungan terhadap yang berbau mistik,
paranormal, pedukunan, penguasaan kekuatan jin, budaya
lucah, pergaulan bebas, kecanduan ectacy,dan konsumsi
penanyangan pornografi) ditengah berkembangnya iptek.
Gejala ini tampil pada permukaan tata pergaulan yang
dipermudah oleh penayangan informasi produk cyber space.
Keinginan yang tidak selektif, peniruan gaya hidup yang tidak
berukuran, sesungguhnya akan lebih banyak menghambat
kesiapan menatap masa depan. Kemungkinan ini bisa terjadi
karena kurangnya interest terhadap agama dan mulai
meninggalkan puncak-puncak budaya yang diwarisi,
diperberat oleh tindakan para pemimpin formal dan non-formal
yang kebanyakannya masih terpaut pada pengamatan
tradisional dan non-science.
Problematika ini akan teratasi dengan usaha berketerusan
dalam memelihara kemurnian aqidah (tauhid) supaya tidak
terjadi pemahaman dan pengamalan keseharian agama yang

14
MAS’OED ABIDIN

campur aduk, serta usaha berkesinambungan dalam menjaga


agar tidak terjerumus dalam kehidupan materialis.
Upaya yang intensif ini semestinya berkemampuan
menggiring Sumber Daya Umat tetap bertumpu kepada
science dengan nilai agama dan budaya. Tugas ini perlu di
emban secara terpadu.
Padang, Maret 1998.

Hijrah

Secara sederhana, hijrah berarti pindah. Suatu


peristiwa Sirah Nabawi (sejarah Rasulullah SAW) bersama-
sama Mukminin pindah dari Makkah ke Madinah pada satu
setengah millenium yang lalu, dan merupakan awal tahun
baru Islam sejak shahabat Umar Ibnu Al-Khattab RA
menetapkannya sebagai kalender hijrah. Hijrah bukan
melarikan diri karena takut siksaan, atau karena tekanan
musyrikin Quraisy semata.
Hijrah adalah satu peristiwa penting, yang menjadi titik
awal (starting-point) kebangkitan Dakwah Islam. Hijrah
merupakan dedikasi demi keyakinan (iman) dan bukti
kepatuhan serta taat prinsip terhadap ajaran tauhid. Hijrah
merupakan jawaban tegas atas seruan Allah melalui

15
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

pembuktian kecintaan sejati (mahabbah) kepada Muhammad


Rasulullah SAW, dengan mengalahkan kecintaan terhadap
harta benda, sanak keluarga serta kerelaan menggantinya
dengan keikhlasan menerima Ajaran Islam.
Hijrah adalah fenomena kekuatan umat Mukminin
dalam menampilkan citra ajaran dan latihan yang di lakukan
Rasulullah SAW terhadap pengikutnya, setelah mereka di uji
dengan krisis berupa “…tertekan di tanah air sendiri bahkan
diancam dan ditakuti akan diculik..(QS.8:26)” akhirnya mampu
menampilkan satu sosok umat bermutu (khaiyr-ummah) yang
siap memikul tanggung jawab manusiawi sebagai khalifah
Allah di muka bumi.
Hijrah puncak kewibawaan ajaran Islam, merupakan
gerakan nyata dari interpretasi Wahyu Al Quran yang telah
menjadikan Islam sebagai agama yang haq (benar) dari Allah,
yang tidak bisa di rusak oleh perdayaan dan tekanan dari
golongan musyrikin (atheis) Quraisy berupa penangkapan,
pemenjaraan, pembunuhan, pengusiran, penculikan,
pengucilan, intimidasi dan tidak boleh berhubungan dagang
(embargo ekonomi) serta bermacam usaha makar yang
diperlakukan terhadap Rasulullah SAW dan orang-orang
Mukmin,”…dan (akhirnya) Allah sebaik-baik pembalas tipu
daya”(QS.8:30). Maka, hijrah adalah satu kebenaran undang-
undang baja perjalanan sejarah manusia berkeyakinan tauhid
dengan akidah Islam.

16
MAS’OED ABIDIN

Hijrah adalah kesediaan melaksanakan reformasi


aktual dengan menanggalkan kehidupan jahili yang nyata
terlihat tumbuh membiasa sebagai karakter masyarakat
Jahiliyah, seperti penyembahan berhala dan manusia,
hilangnya batas halal-haram, berkelakuan keji tercela (zina,
sadis, miras, korupsi, kolusi, manipulasi, hedonis dan riba),
menjadi ancaman terhadap jiran, memutus silaturrahim
dengan membahayakan ketenteraman tetangga, yang kuat
menelan yang lemah,(lihat “Al Islam Ruhul Madaniyah” yang
menukilkan penjelasan Shahabat Ja’far bin Abi Thalib kepada
Kaisar Negus di Habsyi).
Dengan strukturisasi ruhaniyah melalui Risalah
Muhammad SAW, yang terkenal shiddiq (lurus, transparan),
amanah (jujur), tabligh (dialogis), fathanah (ilmiah),
ditanamkan keyakinan bersih kepada kekuasaan Allah Yang
Esa (tauhidiyah), kepercayaan terhadap hari berbangkit
(akhirat), disiplin beribadah (syari’at), optimisme yang tinggi
terhadap luasnya bumi (rezki), kesaudaraan mendalam (mu-
akhah), akhirnya setiap pribadi mukmin siap untuk berhijrah
semata-mata mengharapkan balasan (pahala) dari Allah (lihat,
QS.4:100).
Hijrah telah menjadi ketetapan operatif yang
berlangsung terus menerus dalam proses restrukturisasi
masyarakat baru yang berdiri dengan ikatan kepercayaan
dengan prinsip dasar yang lebih tinggi dari sekedar hubungan

17
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

solidaritas kelompok (‘ashabiyah, nepotisme) dan tumbuh-


kembang menjadi masyarakat majemuk pertama yang hidup
diatas landasan keadilan berkemakmuran1.
Hijrah telah membentuk tatanan masyarakat yang
terbuka untuk semua, dengan kesempatan berkembang
mencari kehidupan berdasar hak asasi yang sama bagi
semua anggota masyarakatnya. Tidak ada kelompok yang
bisa mencegah berbagai anggota masyarakatnya untuk maju.
Salah satu keutamaan yang di tampilkan Islam adalah
membangun satu masyarakat yang kuat berdasarkan sikap
saling mengasihi (ukhuwwah dan mahabbah) dan saling
membantu (ta’awun), sebuah peradaban yang tinggi yang
melahirkan suatu lingkungan yang sehat politik, ekonomi,
kebudayaan dan materil, sehingga memungkinkan manusia
mengarahkan dirinya untuk menyembah Allah, mengikut
perintah-perintah-Nya dalam semua kegiatan (lihat
QS.Tahrim,ayat 6), tanpa adanya rintangan dari institusi-
institusi masyarakat. Masyarakat akan tetap di anggap
terbelakang sepanjang ia gagal menciptakan satu lingkungan

1 Sejarah kemudian membuktikan betapa Shahabat Ali bin Abi Thalib


pernah diadili atas aduan seorang Yahudi dengan dakwaan pemilikan
seperangkat baju besi oleh seorang hakim Muslim dan akhirnya demi
hukum dan keadilan Ali bin Abi Thalib bisa di kalahkan lantaran tidak dapat
mengetangahkan bukti-bukti di pengadilan (mahkamah).
Nash (teks) Al Quran membuktikan pula bahwa masyarakat
Madinah tumbuh berkeamanan yang tenteram serta dihuni tidak hanya
oleh umat Mukmin (homogrenitas agama), tapi juga oleh Yahudi-Nashara
(Judeo-kristiani) dan Munafik.
18
MAS’OED ABIDIN

yang tepat untuk menyembah Allah sesuai dengan syari’at-


Nya.
Maka tidak dapat di sangkal bahwa Islam dan Iman
telah mampu membangkitkan motivasi kuat dengan
keyakinan diri yang unggul memiliki kebebasan terarah dan
bertanggung jawab, baik secara moral maupun intelektual.
Inilah suatu catatan kaki dari sejarah hijrah yang tak boleh di
abaikan. Generasi umat Islam hari ini harus mampu mencapai
visi baru dalam gelombang kesadaran Islam yang
pengaruhnya nampak dalam tatanan kehidupan duniawi.
Hanya kelompok Yahudi (zionis) tidak pernah diam berupaya
sekuat daya agar manusia senantiasa mengikut millah
(konsepsi dan cara-cara) mereka (QS.2:120).
Wallahu a’lamu bis-shawaab.

Padang, 1 Muharram 1419 H

Isra’ Mi’raj
Meneropong
Kekuasaan Allah

19
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

Dalam Ilmu Modern

Bulan Rajab telah kita tinggalkan. Di dalamnya


terdapat satu peristiwa kembar (Isra’ dan Mi’raj) Muhammad
SAW yang merupakan pilar penting dalam rentetan Risalah
Islam.
Peristiwa pertama dikenal dengan peristiwa Isra’ (perjalanan
malam hari) Rasulullah SAW berawal dari Masjidil Haram
(Makkah) dan berakhir di Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis,
Palestina). Kedua tempat itu telah diberkati sekelilingnya
(alladzi barakna haulahu), sebagai tempat diutusnya banyak
Nabi dan Rasul-Rasul sejak Ibrahim AS hingga Isa ibni
Maryam.
Di sekitar Baitulmaqdis telah diturunkan Kitabullah (Taurat,
Zabur, Injil, dan beberapa shuhuf) melalui Rasul-Rasul Allah
pegangan Agama Samawi untuk bimbingan dan pedoman
ummat manusia dari masa ke masa. Di keliling Masjidil Haram
(Makkah dan Madinah) diwahyukan Al Quranul Karim kepada
Muhammad SAW, yang menjadi rahmat besar tiada ternilai
untuk seluruh penduduk alam ini, sampai akhir masa.
Perjalanan Isra’ merupakan bukti kemuthlakan kekuasaan
Allah Maha Pencipta (linuriyahuu min ayatina) yang mampu

20
MAS’OED ABIDIN

merubah ruang dan waktu, tak terpaut kepada dimensi


menurut batas akal fikiran manusia. Kecerdasan akal (rasional
intelegensia) yang dipunyai manusia sangat terbatas.
Mengandalkan semata-mata kemampuan rasio tidak akan
mampu mencerna peristiwa sangat spektakular ini. Apalagi
kalau yang menjadi ukuran hanyalah jarak, waktu, ruang dan
dimensi materi.
Sampai kinipun, saat teknologi transportasi sudah
maju, peristiwa Isra’ masih merupakan misteri ilmu
pengetahuan. Ada yang percaya bahwa peristiwa itu benar
terjadi. Ada pula yang beranggapan sebagai cerita dongeng
dan mimpi belaka. Ilmu pengetahuan malah mempertanyakan
bagaimana persamaan geraknya dengan teknologi
transportasi dan betapa kajiannya menurut hukum dasar
mekanika (ilmu gerak) yang dikenal sekarang. Lebih ekstrim
lagi kalau tidak terkaji oleh ilmu pengetahuan modern, maka
peristiwa itu mustahil diterima.
Suatu kejadian menurut embanan teori realitivitas
dalam dimensi ruang dan waktu, (keduanya bukan besaran
yang muthlak, melainkan tergantung kepada sipengamat),
maka dalam dimensi ini belum ada satu benda melebihi
kecepatan maksimum (kecepatan cahaya). Kecepatan itu bisa
dicapai oleh materi yang memiliki massa diam nol, yakni
gelombang elektromagnet (seperti sinar gamma, sinar X, dan
cahaya).

21
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

Teori ini juga menyebutkan adanya perobahan


kerangka waktu, panjang, dan massa. Semakin tinggi
kecepatan suatu materi massa semakin bertambah besar
terjadi time dilatation (pemuluran waktu) dan panjang
mengalami kontraksi. Konsekwensi teori (realitivitas) ini
melahirkan suatu kaedah, bahwa materi tidak dapat
dimusnahkan, tidak dapat diciptakan, tetapi dapat dikonversi
kedalam bentuk atau gelombang.

Perjalanan menempuh jarak antara Masjidil Haram


(Makkah) dengan Masjidil Aqsha (Palestina) dengan hasil
teknologi transportasi maju hari ini bisa ditempuh kurang dari
semalam (memakai kapal terbang, termasuk rumusan
mekanika klasik). Akan tetapi, tingkat teknologi transportasi
15 millenium lalu itu adalah Kuda, Onta, Keledai atau jalan
kaki. Di sinilah tumbuhnya bantahan musyrikin Quraisy karena
kemampuan akal melihatnya sebagai suatu yang mustahil.
Pertanyaan berikut, kenderaan apa yang dipakai
Muhammad melakukan perjalanan malam (Isra’). Bila disebut
dengan berkenderaan buraq2. Maka itupun dilihat sebagai
suatu yang berlebihan, selanjutnya juga sangat mustahil. Kilat
adalah satu gelombang elektromagnet dengan kecepatan
maksimum seperti kecepatan cahaya, sehingga dengannya

2 Buraq,berasal dari kata barq artinya kilat


22
MAS’OED ABIDIN

jarak matahari dan bumi bisa dijelang dalam waktu delapan


menit
Sebenarnya Buraq (barq) tidak sama dengan kilat
dalam arti yang lazim, karena memiliki kecepatan “sekejap
mata” dan mampu menempuh jarak sejauh mata memandang.
Kenyataan keseharian kita membuktikan bahwa mata tanpa
alat bantu bisa memandang bintang dilangit yang jaraknya
ribuan kali jarak matahari. Karenanya dapat disimpulkan
buraq bukanlah kilat dalam dimensi pengertian umum dengan
kecepatan melampuai cahaya, bahkan mungkin 18 juta kali
kecepatan cahaya. Sekali lagi, bila Muhammad masih ter-
kungkung pada dimensi ruang dan waktu, mustahil dia bisa
bergerak secepat kilat, kecuali jika telah dirubah menjadi foton
(paket energi gelombang elektromagnet, yang kecepatannya
sama dengan cahaya), dan bila itu yang terjadi sangat sulit
untuk kembali kepada materi semula, lebih rumit
membayangkan terjadi pada diri manusia seperti Muhammad.
Kejadian ini diluar jangkauan akal dan indera manusia.
Akal tidak mampu menggambar lintasan gerak yang terjadi.
Bahkan ilmu pengetahuan tidak mampu menuliskan
persamaannnya dalam teori gerak (mekanika) Newton

23
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

ataupun Einstein3. Kedua teori gerak tersebut dalam kasus ini


tidak berlaku lagi.
Kata kuncinya terletak pada kata-kata “asraa” (kata
kerja transitif yang memperlukan obyek) dan berasal dari kata
kerja intransitif “saraa”, berarti telah berjalan malam hari.
Obyek asraa adalah Muhammad. Kata-kata Isra’ diambil dari
bentuk mashdar saraa, sehingga secara harfiyah diartikan
perjalanan malam hari dari Masjidil Haram hingga Masjidil
Aqsha, yang sepenuhnya dalam perencanaan sampai pada
pelaksanaan perjalanan (baik dalam bentuk sarana, alat yang
dipakai, sifat perjalanan, waktu dan kecepatan) semata-mata
adalah absolut (muthlak) menjadi ilmu dan kekuasaan Allah
adanya. Subhanallah. Secara bijaksana Allah memperlihat-
kan kekuasaan muthlak itu dengan awalah kalimat “Subhanal-
ladzii”4 dan seterusnya.

3 Diketahui hingga sekarangada dua hukum dasar mekanika (ilmu gerak).


Kesatu, disebut sebagai mekanika klasik (dikembangkan Isaac Newton,
dengan tiga hukum dasarnya yaitu kelembaban,gerak dan aksi-reaksi),
berlaku untuk gerakan suatu materi yang kecepatannya rendah, jauh
lebih kecil dibanding dengan kecepatan cahaya (300.000 km/detik
kuadrat).
Kedua, disebut mekanika modern (dikembangkan Albert Einstein,
dengan teori relativitas dan konsep kenisbiannya), berlaku untuk materi
yang kecepatannya sangat tinggi, yang besarnya mendekati kecepatan
cahaya, dan ini hanya bisa dicapai oleh materi yang berukuran kecil
seperti electron.

4 QS.17:1
24
MAS’OED ABIDIN

Disinilah wilayah iman, dan bila kita lihat dari sisi ini,
jelaslah ada satu konsep yang lebih tua dari umurnya teori
gerak (mekanika) klasik ataupun modern, yaitu teori gerak kun
fa yakun (absolut kekuasaan Allah). Kekuatan agung
(raksasa) ini merupakan wilayah iman (keyakinan) yang
berurat berakar pada kalbu (hati) manusia. Suatu kekuatan inti
(inner side) dalam bentuk emotional inteligensia, yang pada
gilirannya mampu menumbuhkan kesadaran ilmiah rasionil,
seperti diperlihatkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq tatkala
mendengar peristiwa Isra’ itu disampaikan oleh Muhammad
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dia membenarkan
peristiwa mencengangkan ini, bahkan lebih dari itu, diapun
percaya bila Muhammad menyatakan naik kelangit sekalipun.
Inilah kesadaran rasionil ilmiah, karena Muhammad adalah
utusan Allah.

Artinya
“sungguh Dia (Allah) Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
(QS.17:1)

Peristiwa kedua, adalah Mi’raj (naik ketempat yang


paling tinggi), sebagai dijelaskan pembuktiannya oleh Allah
dalam Firman-Nya :

25
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

Artinya :
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam
rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil
Muntaha. Didekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad
melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu
yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak
berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula)
melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian
tanda-tanda (kekuasaan) Tuhan-Nya yang paling besar”5
(QS.53,An-Njm,ayat 13-18).
Mi’raj6 adalah kelanjutan Isra’, naik ketangga.
Dalam Surah al Ma’arij itu disebutkan :

5 Muhammad melihat Jibril untuk pertama kalinya dalam bentuk asli itu
adalah tatkala diturunkan wahyu pertama Surat Al ‘Alaq (96) ayat 1-5.
Keabsahan penglihatan Muhammad ini diperkuat oleh Wahyu Allah
QS.53,An-Najm, ayat 1-14)

6 Kata mi’raj mashdar dari ‘aroja, berarti telah naik tangga. Harfiyahnya,
mi’raj bermakna tangga, bentuk pluralnya ma’arij juga dipakai dalam
penamaan salah satu Surat dalam Al Quran (S,70).

26
MAS’OED ABIDIN

Artinya :
“Malaikat-Malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan
dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun” (QS.70:4).
Perjalanan satu hari malaikat, berbanding sama
dengan 50.000 tahun dalam hitungan manusia. Suatu angka
yang misterius.
Atau dalam surah lainnya disebutkan pula :

Artinya :
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian urusan
itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya)
adalah seribu tahun menurut perhitunganmu” (QS.32:5).
Makna sesungguhnya dari angka misterius 50.000
tahun dan 1.000 tahun, dengan perbandingan hitungan waktu
satu hari (kecepatan malaikat) sesungguhnya merupakan
rahasia ilmu Allah. Namun, jika angka tersebut dipahami
sebagai pemuluran waktu (time dilatation) dalam konsep
mekanika realitivistik, maka perjalanan malaikat satu hari baru
teramati dalam dimensi waktu 50.000 tahun (minimal 1000

27
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

tahun) oleh manusia (pengamat diam). Hal ini hanya bisa


terjadi kalau kecepatan yang berlaku lebih dari kecepatan
cahaya dalam teori ilmu pengetahuan modern.
Kalau konsep ini ditelaah, pertanyaannya adalah “apakah
malaikat itu suatu gelombang elektro magnetik”? Dalam
sebuah hadist, ‘Aisyah R.’Anha, meriwayatkan bahwa
Malaikat itu tercipta dari nur (cahaya).
Karena Malaikat adalah makhluk ghaib, bukan materi,
maka pasti bukan tergolongkan gelombang elektromagnetik
yang dapat dideteksi oleh manusia dan dapat dikendalikan
sebagaimana lazimnya gelombang elektromagnetik lainnya
dialam ini.
Inilah Wilayah Iman, yang pada gilirannya hanya
mampu menggumamkan kata kagum “Subhanallah”, dan tak
akan pernah dirasakan oleh ilmuan vrijdenker (bebas agama)
atau atheis sepanjang zaman.
Andai kata perjalanan di ma’arij itu menjadi dasar
bahasan perjalanan mi’raj, dalam kadar sehari berbanding
50.000 tahun, niscaya perjalanan itu akan berkecepatan 18
juta kali perjalanan kecepatan teknologi transportasi modern,
dalam perhitungan manusia berdimensi ruang dan waktu.
Peristiwa kedua ini lebih menakjubkan dari peristiwa
pertama. Lebih susah membayangkan dan sulit menerimanya,
bila hanya mengandalkan kemampuan rasio semata. Akan
sangat mudah menerimanya apabila kemampuan rasio

28
MAS’OED ABIDIN

didasari haqqul-yaqin7 (keyakinan atas kemuthlakan Allah


Yang Maha Kuasa), sebagai dasar dalam rangka pandangan
pandangan hidup tauhid (Tauhidic Weltanschaung),
pandangan tauhid inilah pada akhirnya merupakan salah satu
ukuran tingkat kecerdasan yang melahirkan kemampuan
untuk menguasai nilai-nilai keseimbangan (tawazunitas),
sebagai ciri khas ilmuwan yang bijak.
Ada tiga nilai dasar dalam peristiwa besar ini ;
(1). Ujian Iman (nilai aqidah) yang melahirkan pengakuan
bahwa kekuasaan yang muthlak hanya ada pada kekuasaan
Allah.
(2). Kesadaran ilmiah bahwa kemampuan rasio sangat
tidak berarti apabila tidak dilandasi oleh keyakinan tauhid.
(3). Kekhusyukan ibadah merupakan pembuktian adanya
keyakinan tauhid dalam menempuh kehidupan nyata sebagai
suatu kepantasan yang sangat rasional.

Isra’ Mi’raj adalah bukti kerasulan Muhammad (setaraf mu’jizat


Rasulullah), dengan tujuan ;
(1). Lit-tastbit atau mengukuhkan posisi kenabian dan
kerasulan Muhammad SAW,

7 Haqqul yaqin adalah tingkat puncak dari ilmul yaqin. Keyakinan ini akan
menjadi landasan utama dari pandangan hidup tauhid (tauhidic
weltanschaung) selanjutnya.

29
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

(2). Lit-takrim, atau memuliakan kedudukan Muhammad


sebagai manusia pilihan,
(3). Lis-ti’-dalil quwwah, atau menempa kekuatan mental-
spiritual Mauhammad SAW dalam mengemban missi
kerasulan, sebagai Khataman Nabiyyin
Sebagai ummatnya kita dapat menarik hikmah dari
dua peristiwa spektakular ini antara lain;
Pengukuhan iman berkaitan dengan pengakuan atas
kemuthlakan kekuasaan Allah, yang pada tahap selanjutnya
akan menanamkan kesadaran mendalam atas lemahnya
kekuatan rasio manusia bila tidak dilandasi aqidah (keyakinan
tauhid),dan pada bagian akhirnya akan melahirkan ketaatan
penghambaan hanya terhadap Ma’bud (hanya Allah yang
berhak disembah).
Bukti atas keutusan Muhammad SAW sebagai Rasul Allah,
dengan segala kemuliaan (mukjizat) selaku Khataman
Nabiyyin (penutup segala nabi-nabi), dan merupakan
pembuktian Al Quranul Karim yang teruji secara ilmiah.
Kerelaan dan ketaatan bukti kesetiaan kepada Allah, dengan
keteguhan mempedomani hidayah Allah (Al- Quran) dan
mengikuti Sunnah Rasul-Nya.

Menunaikan ibadah adalah nikmat Allah.


Kesempatan seseorang untuk bisa menunaikan ibadah
secara khusyuk dan tertib, sungguh merupakan nikmat Allah

30
MAS’OED ABIDIN

yang besar. Ibadah shalat, sebagai salah satu syari’at dari


peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang dilaksanakan lima kali sehari
semalam, sesungguhnya harus dirasakan sebagai wahana
pembentukan watak manusia yang sempurna (insan kamil).
Karena selain bernilai spiritual, ibadah ini akan menjadi
akar dari caracter-building dalam membentuk sikap terpuji
seperti; disiplin waktu, cinta kebersihan, sehat fisik, taat
aturan, tuma’ninah (teratur), memiliki kesadaran prima
(kontroling), bersikap hati-hati, tabah dan setia.
Sikap itu amat diperlukan dalam mengarungi kehidupan kini
dan menatap keberhasilan masa depan (dunia dan akhirat).
Karenanya amat mudah membuat garis kaedah terhadap
orang yang lalai dalam ibadahnya, berkecenderungan
melalaikan tugas-tugas fisik dari pekerjaan yang ada
didepannya, dan cenderung mengkhianati amanah yang
dipetaruhkan padanya.

Demikianlah intisari peristiwa Isra’ Mi’raj, yang


rahasianya terkandung dalam bulan Rajab yang baru kita
lepas. Semoga Allah Subahanahu Wa Ta’ala meng-
anugerahkan kepada kita semua kecerdasan rasio dan
kemantapan iman, sehingga dengan kekuatan itu kita mampu
melihat dan menapak kehidupan masa datang yang banyak
dengan tantangan ini. 8

8 Padang, 12 Desember 1997


31
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

Balimau Gadang
Perbauran Adat
Dengan
Agama Islam
di Minangkabau

T
idak berapa lama lagi, kita akan memasuki Bulan Ramadhan.
Bagi umat Islam, Ramadhan merupakan satu bulan mulia
yang senantiasa ditunggu secara khusus dan penuh
kegembiraan. Bulan ibadah dan bulan pengampunan.
Keyakinan ini telah mengakar hingga tampak pada prilaku
orang-orang dalam menyambutnya dan menghormatinya.
Berbekas pula pada adat kebiasaan anak negeri, khususnya
dibeberapa daerah yang masih kokoh dengan adat
budayanya.

Ramadhan adalah penghulu sekalian bulan, dinamai bulan


puasa sesuai ibadah yang dilaksanakan sepanjang bulan itu.
Orang Minang menyebutnya juga dengan “bulan basaha9”.
9 saha = sahur, satu bentuk Sunnah Rasul yang diujudkan dalam makan
parak siang sebelum terbitnya fajar, menurut bimbingan ibadah shaum
32
MAS’OED ABIDIN

Tatkala Ramadhan datang menjelang, Rasulullah SAW


menyambut dengan ucapan :” marhaban bil-muthahhir”,
artinya, “selamat datang wahai pembersih”. Sahabat yang
mendengar bertanya,“Wa mal muthahhiru ya Rasulullah?,
(siapakah yang di maksud pembersih itu, wahai Rasulullah?)”.
Rasulullah SAW menjawab “al-muthahhiru syahru
Ramadhana, yuthahhiruna min dzunubii wal ma’ashiy
(pembersih itu adalah Ramadhan, dia membersihkan kita dari
dosa dan ma’shiyat)”.
Marhaban artinya, ’ruangan luas tempat perbaikan untuk
mendapatkan keselamatan dalam perjalanan’.
Kata-kata ini kerap dipakai untuk menyambut dan
menghormat tamu yang mulia. Bermakna ungkapan selamat
datang. Ucapan ini menyiratkan makna kegembiraan
menyambut kedatangan tamu mulia bulan Ramadhan disertai
kesiapan dan kelapangan waktu maupun tempat, hingga
orang dapat leluasa melakukan amalan (tindak-perbuatan)
yang berkaitan dengan mengasuh dan mengasah jiwa untuk
mewujudkan keberhasilan dan kebersihan bersamanya.
Bersih (diri dan jiwa) adalah bukti ketaqwaan seseorang.
Puasa (shaum) merupakan ibadah khusus dalam bulan
Ramadhan, niscaya sangat berperan membersihkan diri

(puasa) mendahului imsak


33
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

pelakunya (shaimin), manakala bisa menerapkan sikap dan


amalan-amalan terpuji tadi.
Sesuai firman Allah :

Artimya :
”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu (pengikut Taurat dan Injil) agar kamu bertaqwa (tetap
terpelihara, bersih dari dosa dan makshiayat)”. (QS.2, al
Baqarah,ayat 183).

Ramadhan ditetapkan sebagai bulan pelaksanaan puasa


sejak umat terdahulu, dan turunnya Kitabullah (AlQuran)
kepada Muhammad SAW untuk petunjuk, bimbingan,
pembeda antara yang benar dan salah, penjelasan tentang
paradigma hidup manusia.

Dalam kehidupan orang Minang yang beradat dengan indikasi


beragama Islam, maka bulan Ramadhan mendapat tempat
yang khusus sejak doeloe.

34
MAS’OED ABIDIN

Setiap Mukmin bila datang bulan Ramadhan wajib


mengerjakan ibadah shaum (puasa). Bila telah mukallaf
(baligh berakal) mesti mengerjakan puasa. Allah hanya
memberikan keringanan (rukhsah), mengganti puasa
Ramadhan dengan puasa dihari (bulan) lainnya atau dengan
membayar fidyah (memberi makan orang miskin) untuk orang
sakit (tua), musafir (melakukan perjalanan) yang tidak
sanggup berpuasa. Keringanan ini adalah bukti kasih sayang
Allah.
Agama Islam adalah ajaran yang tidak memberatkan. Tidak
ada alasan seseorang Mukmin menolak melaksanakan-
nya.Pada hakekatnya semua ibadah (termasuk puasa) adalah
pembuktian apakah seorang itu benar beriman dan mampu
bersyukur (berterima kasih) kepada Allah yang telah
menjadikan manusia dan menyediakan segala sesuatu
keperluan dalam hidup ini.
Dapat dipahami, bahwa ibadah pada umumnya (diantaranya
puasa) adalah kesiapan melaksanakan perintah Allah dengan
jujur, yang secara pasti terlihat pada kesediaan melaksanakan
imsak (menahan) nafsu dari makan, minum, bersebadan
(sanggama) suami istri di siang hari (sejak mulai imsak hingga
datangnya waktu berbuka), atau basaha itu.
Orang Minang memandang puasa dibulan Ramadhan tidak
sekedar hanya menahan makan dan minum yang umum itu.

35
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

Lebih khusus lagi, melatih diri dengan teguh menjauhi semua


tegah dan mengerjakan semua suruh.
Bertindak tidak senonoh dan kurang terpuji (seperti bersuara
keras, berbohong, memperkatakan orang (bergunjing),
menyakiti perasaan orang lain), akan mendapatkan
peringatan keras karena dianggap bisa menyebabkan puasa
seseorang bata (batal). Inilah yang senantiasa diingatkan oleh
orang tua-tua turun temurun sejak dahulu.
Karenanya puasa adalah arena pelatihan fisik dan kejiwaan,
yang berbekas kepada tindak laku disiplin diri dalam
mengangkat harkat martabat (izzatun-nafs).
Ibadah puasa adalah ibadah besar yang tegolong kepada
jihadun-nafs (pembentukan watak) sabar, setia, taat, dan sifat
utama lainnya.
Sesuai bimbingan Rasulullah SAW ;

Artinya :
”Siapa saja yang melaksanakan puasa (shaum) Ramadhana
dengan iman dan ihtisab (perhitungan-perhitungan menurut
syarat-syarat puasa, memelihara segala aturan-aturan puasa),
maka di ampuni dosa-dosanya terdahulu”. (Al Hadist).

36
MAS’OED ABIDIN

Inilah suatu kesempatan yang di janjikan kepada orang yang


beribadah puasa Ramadhan, semoga kita semua sempat
merasakannya. Insya Allah.

Balimau
Khusus di Minangkabau (Sumatera Barat), Ramadhan telah
dipandang sebagai bulan yang dinantikan dan sangat di
rindui. Masyarakat sudah terbiasa menyambutnya dengan
suatu acara khas yang hampir teradatkan, dan hampir
merupakan penggambaran dari rangkaian adat bersendi
syarak, syarak bersendi kitabullah. Satu contoh kedatangan-
nya kita nanti dengan acara balimau. Walaupun tidak ada
nash yang mendukung sebagai satu kaitan ibadah wajib atau
sunat dalam menyambut Ramadhan, akan tetapi kebanyakan
masyarakat kita telah mengadopsinya sebagai suatu kegiatan
yang punya kaitan erat dengan ibadah Ramadhan (shaum).
Kondisi ini sesungguhnya bisa dinilai positif. Karena pada
masa dulu itu kita melihat yang di kembangkan dalam acara
balimau adalah yang dikenal dengan “jelang men-jelang”,
yakni anak dan menantu mendatangi orang tua dan mertua,
kemenakan mendatangi mamak dan karib kerabat. Indah
sekali.
Kegiatan seperti itu menjalin satu hubungan yang harmonis
dengan makin eratnya tali silaturrahmi diantara keluaarga

37
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

dekat dan jauh, serta terhubungkannya persaudaraan


sesama. Yang jauh pulang menjelang, yang dekat datang
bertandang. Sedikit banyak dibawa pula antaran sebagai
tanda telah datang hari baik dan bulan baik. Semua wajah jadi
gembira, hati bersih dan muka berseri-seri. Insya Allah malam
harinya masjid, surau dan langgar penuh oleh semua lapisan
keluarga untuk menunaikan ibadah shalat tarawih, tadarus Al
Quran dan sebagainya. Keteraturan jelas sekali, yang tua-tua
menduduki tempat di depan, anak-anak tertib di belakang,
tergambar nyata satu susunan kehidupan masyarakat dengan
ikatan aturan-aturan ketat yang terpelihara turun temurun.
Yang tua di hormati, yang kecil disayangi.
Melalui tatanan itu terasa sekali nikmat datangnya Ramadhan
setiap tahun menjadi idaman dan penantian. Akan tetapi, pada
masa akhir-akhir ini dambaan dan idaman serupa jarang
ditemui. Kecendrungan membaurkan antara yang hak dan
yang bathil, antara suruhan dan tegah, antara ibadah dan
makshiyat, sudah menjadi suatu kebiasaan dalam kenyataan
yang sangat mencemaskan. Acara-acara balimau, tidak lagi
menggambarkan rasa persaudaraan (ukhuwwah). Kebersihan
(ikhlas) telah banyak di bumbui oleh hura-hura dan foya-foya.
Perubahan dan pergeseran nilai-nilai budaya terasa sekali
menerpa. Corak warna penyambutan suatu ibadah yang
sakral dan ritual telah mulai hilang sirna. Yang banyak tersua
adalah pembauran muda remaja melepaskan rindu dendam,

38
MAS’OED ABIDIN

karena sebulan mendatang diri terkekang jarang boleh


bersua. Seakan-akan orang Minangkabau tidak lagi hidup
didalam keindahan kultur budayanya. Mereka mulai larut
dalam kebudayaan tak berbudaya. Bila hal ini diingatkan, tidak
jarang tuduhan dan cacian akan dialamatkan dengan satu
gelaran sumbang kolot tak mengenal kemajuan zaman.
Na’udzubillah.
Lubuk, teluk, sungai, pantai, ngarai, bukit, lembah, semak
ramai dikunjungi pencinta acara balimau. Jalan-jalan raya
dipadati kenderaan dipacu tak beraturan. Kerapkali terjadi
peningkatan angka kecelakaan dan pelanggaran lalulintas.
Petugas keamanan melipat-gandakan jumlah dan waktu
tugas. Rumah-rumah sakit ikut menambah tenaga para medis,
dan obat-obatan. Sekedar berjaga-jaga, ambulance disiap-
siagakan melebihi jumlah sebelumnya. Wartawan sibuk
memantau jumlah kecelakaan, mem-buat catatan
perbandingan dengan tahun sebelumnya. Besok hari dikala
Ramadhan mulai masuk tentulah surat-surat kabar akan
memberitakan jumlah korban yang jatuh dalam acara balimau
menyambut bulan puasa. Itulah yang sering kita temui pada
beberapa tahun belakangan ini. Suatu keadaan yang jauh
panggang dari api. Acara balimau tidak lagi indah tapi suram.
Raso jo pareso mulai kurang berperan. Raso
dibao turun, pareso kaalam nyato hanya ada pada sebutan.
Pergaulan sangat permisif, sawah tak lagi berpematang,

39
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

ladang tidak lagi berbintalak. Anak dipangua kamanakan


dilantiangkan, adalah bentuk kehidupan permisivistik yang
tidak bertemu dalam tataran kebudayaan Minangkabau sejak
dahulu. Ninik mamak nan gadang basa batuah, berperan
mengamankan anak kemenakan, bertukar sebut dengan
memakan kemenakan. Semua kondisi itu berubah karena
alam fikiran adat kita menjadi dangkal sebatas pidato dalam
rangkaian pepatah dan petuitih. Begitulah jadinya kalau ajaran
agama hanya pada sebutan dan adat menjadi mainan. Bila
hal ini diingatkan,tidak jarang tuduhan dan cacian akan
dialamatkan dengan gelaran sumbang “kolot tak mengenal
kemajuan zaman”. Na’udzubillah.
Penyambutan Ramadhan adalah kesiapan penuh kesadaran
dari dalam (inner side) untuk siap memelihara kebersihannya
selalu, yang berbekas pada ketundukan dan kepatuhan.
Membuahkan iman, shabar, syukur dan bertaqwa (berhati-
hati) senantiasa. 10

UMATISASI LAWAN GLOBALISASI

10 Padang, Desember 1997.


40
MAS’OED ABIDIN

Nabi Ibrahim AS diutus Allah untuk menata suatu


kehidupan kemasyarakatan melalui suatu program yang jelas,
dengan menanamkan sikap rela berkurban (mengabdi kepada
Allah), meramaikan negeri dengan menyeru manusia untuk
menunaikan ibadah hajji, mensucikan tempat ibadah di
Makkah el Mukarramah (Baitil ‘atiq), menggerakkan umat
untuk berproduksi (diantaranya hewan ternak) sebagai sarana
penyempurnaan ibadah, dan belajar mengambil manfaat dari
peristiwa-peristiwa ibadah ini.

Konsep Rabbani11 ini dapat disebut sebagai program


umatisasi kehidupan mendunia (globalisasi) yang berdampak
jauh sampai akhir zaman (masa kini dan masa datang).
Tatanan itu kemudian dilanjutkan oleh keutusan Risalah
Muhammad SAW, yang menempatkan pada rukun Islam 12

11 Lihat QS.22, Al Hajj, ayat26-28, yang artinya : “ Dan (ingatlah), ketika


kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah, dengan
mengatakan : “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan
Aku, dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-
orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud ”.
“ Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji,
niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan
mengendarai unta yang menjadi kurus (karena jauhnya perjalanan) yang
datang dari segenap penjuru yang jauh”.
“ Supaya mereka menyaksikan berbagai manfa’at bagi mereka
dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan
atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang
ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi)
berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Q.S. 22 .
al Hajji, 26-28)

12 Lima rukun dari Arkanul-Islam adalah, Syahadatain (pengakuan kepada


Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad Rasulullah), mendirikan shalat,
berpuasa di bulan Ramadhan, membayarkan zakat, menunaikan hajji ke
41
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

menjadikannya sangat spektakular dan tidak pernah terlintas


akan meluas cakupannya meliputi bidang transportasi,
informasi, keuangan (moneter), ekonomi perdagangan serta
manajemen, bahkan mengkait kepada seluruh aktifitas
kehidupan manusia (individu, berbangsa, mendunia) seperti
terjadi pada zaman sekarang. Globalisasi yang terlahir dari
program umatisasi.
Rombongan Jamaah Hajji Indonesia setiap tahun
bertolak meninggalkan tanah air. Menuju "tanah suci",
menyahuti "panggilan Allah", Nida' Makkah untuk
melaksanakan "ibadah haji", sebagai Rukun Islam
mendambakan dapat menunaikan ibadah ini, tanpa
membedakan asal-usul, pangkat dan derajat, semata hanya
menyempurnakan Iman dan Taqwa kepada Allah.
Labbaika Allahumma labbaika.

Setiap tahun jamaah haji Indonesia jumlahnya


bertambah, sesuai dengan angka kuota yang di sepakati
antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Saudi Arabia.

Pada tahun ini13 jumlahnya sangat drastis bila


perkiraan bertumpu kepadai estimasi gejolak moneter yang

bait-Allah el Haram (minimal satu kali se umur hidup) bagi yang


mampu/kuasa (pada bulan tertentu, Dzulhijjah). (Al Hadist).

13 Tahun haji 1418 H /1998 jumlah jamaah haji Indonesia mendekati 202
ribu orang.
42
MAS’OED ABIDIN

tengah melanda bangsa Indonesia atau prediksi kemelut


politik yang melanda kawasan Teluk. Kecemasan yang
mengganjal hanya teratasi oleh adanya keyakinan bahwa haji
adalah menyahuti panggilan Allah yang merupakan keyakinan
tauhid dari jamaah sejagat.

Dalam satu dasawarsa terakhir dalam pelaksanaan


haji memang sering terjadi peristiwa menyedihkan, seperti
1990 dengan Musibah Terowongan Al-Mu'ashiem, atau
dikenal juga sebagai "peristiwa Mina" yang merengut banyak
nyawa. Sungguh semua adalah "taqdir" yang tak terelakkan.
Satu dari ketentuan qadha dan qadar Allah semata. Belum
lagi "kecemasan" itu lengang dari pikiran, hiru-biru perang
dahsyat (peristiwa Teluk) tujuh tahun lalu terasa pula
mengerikan14 .

Dalam setiap fikiran insan Muslim menggelantung


sebuah pertanyaan, hikmah apa yang tersimpan di balik
peristiwa-peristiwa itu semua. Ada yang melihatnya sebagai
14 Masalah Al Quds dan Bangsa Palestina belum selesai, di samping Israel
dengan lobby Zionis belum teratasi. Kemiskinan dan kemelaratan
menghimpit kebanyakan Umat di Afrika, yang notabene juga beragama
Islam, seperti peristiwa di Eritheria, Kamerun, Nigeria ataupun Sudan.
Ratap tangis para janda dan anak-anak belum lagi reda di Iran dan Irak
sebagai akibat perang tanding kedua-duanya selama delapan tahun. Libiya
yang di isolir oleh kekuatan Barat, kehidupan Islam di Bosnia masih
merana, kemelut Kosovo datang pula melanda. Irak di paksa menderita
dengan embargo ekonomi. Kuweit hidup dalam kecemasan invasi negara
tetangga, sehingga semuanya itu sangat berdampak kepada kebijaksanaan
yang tidak manusiawi.

43
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

satu peringatan keras dari Allah 'Azza Wa Jalla, agar umat


manusia segera sadar. Supaya tidak terperosok lebih lebih
dalam kepada mengandalkan materi semata dengan
sandaran superioritas duniawi berbalut kecanggihan teknologi.
Tidak semua "masalah" di-jagat-raya ini bisa diatasi dengan
faktor keandalan manusia, iptek atau kebendaan semata. Ada
faktor "Yang Maha Menentukan", yakni kekuasaan Allah yang
muthlak, sebagai "walayatu lillahil haq", dan seringkali
terlupakan dalam setiap pengambilan langkah putusan oleh
manusia dalam hidupnya.

Sering sekali "sang manusia" terpeleset jalan,


terperosok jauh kedalam jurang kehancuran karena
melupakan wilayah iman, akhirnya kehidupan dengan
berbuah penderitaan diciptakan sendiri oleh hasil rekayasa

44
MAS’OED ABIDIN

pikiran serta perbuatan tangannya15. Perasaan sedih dan


kecewa memadati relung-relung hati setiap Muslim.

Masyarakat Indonesia yang cinta damai dan sangat


menghargai nilai-nilai kemerdekaan suatu bangsa, menjadi
terkejut dan sesak dada tatkala perisitiwa demi peristiwa
datang himpit berhimpit, walaupun terjadinya di kawasan
Timur Tengah yang labil senantiasa bergolak sepanjang
kurun, sungguhpun "nikmat Allah" berlimpah ruah di kawasan
itu.

Negeri kaya di Timur Tengah telah menularkan


kemakmurannya yang dinikmati hampir seluruh pelosok
negeri, dalam sekejab mata berubah menjadi neraka, di
mangsa oleh kekuasaan raksasa. Keamanan dan
kesejahteraan merupakan kata-kata yang menghiasi kamus
15 Lihat QS.30, Ar-Rum, ayat 41-45, artinya ;
“ Telah nampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya
Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka
(yang mengundang krisis dan bencana), agar mereka kembali ke jalan
lurus”.
“ Katakanlah; “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang durhaka dahulu. Kebanyakan
mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan Allah “.
“ Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada Agama yang lurus (Islam)
sebelum datang dari Allah satu hari yang tak daapat di tolak
kedatangannya; pada hari itu mereka terpisah-pisah (sebahagian dalam
sorga dan sebahagian lagi di neraka)”.
“ Siapa yang kufur, dia sendiri yang menaggung akibat kekafirannya.
Siapa yang beramal shaleh untuk diri mereka sendiri, mereka menyiapkan
tempat yang menyenangkan; agar Allah memeberi pahala kepada orang
yang beriman dan beramal shaleh dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang ingkar”. (QS.30:41-45).

45
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

belaka. Kesenjangan merupakan hal yang biasa dalam


kenyataan di kawasan yang selama ini telah berkomunikasi
dalam satu bahasa, bertata-krama dalam satu adat yang
sama. Seketika bertukar menjadi kancah nista dan duka,
saling menghancurkan nilai-nilai manusia.
Krisis telah menjadi tampilan tatkala persaudaraan dan
persatuan hanya sebatas sebutan16.
Keprihatian situasi ini tidak luput dari perhatian.
Terutama Indonesia dengan kenyataan jumlah umat Islam

16 Selama sepuluh tahun sejak KTT Baghdad 1978, Saudi Arabia (sampai
1988) telah memikul kewajiban Bangsa Palestina dalam bidang keuangan,
memperkuat ketahanan Rakyat Palestina diwilayah yang diduduki, dan
jumlahnya mencapai lebih dari 1,3 milyar dolar Amerika. Dan untuk
kepentingan negara-negara di Benua Afrika, telah mendanai lebih dari 17
milyar dollar Amerika, di antaranya 59% berupa hibah. Hampir 70 negara
berkembang memanfaatkan bantuan keuangan Saudi Arabia, yang
jumlahnya lebih dari 34 milyar dollar Amerika. Belum terhitung sumbangan
dermawan perorangan melalui lembaga-lembaga sosial dan keuangan
Timur Tengah, menyebar sampai kedesa-desa terpencil di seantero dunia.
Semuanya telah menunjang perkembangan dalam bidang pendidikan,
sosial kemasyarakatan, dan juga penyempurnaan sarana-sarana ibadah
dan dakwah. Kondisi ini pasti tidak bisa bertahan lama tatkala solidaritas
Islam dicabik-cabik, berganti dengan kemuraman dan ketidak percayaan.
Memang, perang membawa duka. Yang menang, menderita. Yang kalah
lebih celaka. Peristiwa teluk (1990) telah menghadiahkan hutang yang
menghimpit beberapa negara di kawasan itu, secara pelan namun pasti
tengah meniti proses pemelaratan bangsa dengan beban biaya tinggi.
Teluk Persi yang tenang, bergejolak dengan kehadiran kekuatan
"multi-nasional" yang tak dapat ditolak. Semua pihak mempunyai
kepentingan yang sama, demi perdamaian. Keamanan, kedaulatan,
kemerdekaan, disamping pertimbangan ekonomi, dan "minyak" membuka
peluang untuk Yahudi dengan lobby-zionis-nya dengan leluasa melakukan
tindakan kasar kepada warga Arab dan Palestina. Sementara itu semua
mata tertuju ke Teluk Persia, suatu kawasan rebutan, dan hingga kini sulit
di cari solusinya.
Kedaulatan dan kemerdekaan negeri-negeri tetangga, ikut
terancam, keamanan dan keselamatan manusia jadi taruhan. Kekuasaan
dengan kekuatan senjata, tidak lagi menjadi jaminan bagi terciptanya
kedamaian. Ketenangan berubah menjadi pembantaian.

46
MAS’OED ABIDIN

terbesar dan dominan bila dihimpun dalam satu kawasan Asia


Tenggara. Semuanya setiap saat, minimal lima kali sehari
semalam, wajah mereka menghadap ke Kiblat yang sama,
Ka'batullah di Mekkah al Mukarramah.

Kekhawatiran Ummat Islam terhadap kawasan Teluk


yang di incar Zionis (dibawah naungan lobby Amerika Serikat)
adalah suatu yang wajar dan cukup beralasan. Melihat apa
yang pernah dilakukan pada beberapa negara-negara lainnya
di dunia, telah terbukti kehadiran kekuatan asing pada satu
kawasan sangat berbahaya17.
Kehadiran pasukan asing di jazirah Arab (baca: Timur
Tengah) sejak dahulu tidak disenangi. Jika sekarang pintu itu
terbuka, sebenarnya yang membuka peluang adalah
hilangnya sikap percaya diri dan pudarnya semangat
kebersamaan di tengah kehidupan kawasan itu18.
Kita, harus pandai belajar dari sejarah.

17 Ketika Perang Teluk meletus (1991), Wilayah Saudi menjadi tempat


pangkalan pasukan multi nasional dibawah komando Amerika Serikat
(operasi Desert Stroom), sebenarnya sangat di tentang oleh dunia Islam
dan oleh masyarakat Saudi sendiri, (sungguhpun sebelumnya Raja Fahd
terlebih dahulu meminta persetujuan para Ulama Saudi Arabia, demi
menjaga keamanan wilayah semata).
18 Umumnya kawasan Timur Tengah (termasuk Kerajaan Saudi Arabia),
tidak membangun pasukan besar dengan maksud expansi. Akan tetapi
berusaha selalu membantu negara-negara tetangga yang beragama Islam.
Hanya Irak diantara beberapa negara lainnya (Mesir, Iran, Siria, Turki) yang
mempunyai kekuatan andal selama ini dan sering membantu Bangsa
Palestina terutama untuk mewujudkan kemerdekaannya, dan pembebasan
Masjidil Aqsha (kiblat pertama Ummat Islam) dan pencemaran Yahudi
belum terlaksana sepenuhnya.

47
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

Persahabatan Indonesia dengan Timur Tengah telah


terjalin lama sekali. Sejak dari pertama sekali orang Indonesia
menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Bahkan jauh sebelum
itu, ketika pedagang-pedagang Arab mulai menjejakkan
kakinya ke bumi Nusantara, banyak keturunan Arab tersebar
diseluruh tanah air, sebagai bukti eratnya persahabatan itu.

Di Indonesia kita mengenal nama keluarga Baswedan,


Afiff, Alattas, Salim, Albar, Muhammad, Bafadhol, Baraja, dan
banyak lagi yang telah menyatu dalam kerukunan satu
bangsa Indonesia19.

Bahkan lebih dari itu, tatkala delegasi haji Indonesia ke


Saudi Arabia (1947) bisa mengibarkan "sangsaka Merah
Putih" ditengah Padang Arafah. Waktu itu delegasi Indonesia
beranggotakan K.H. Adnan, Haji Syamsir (berasal dari
Bukittinggi), dan K.H. Saleh Su'aidy. Delegasi itu kemudian
dikenal sebagai "delegasi haji" Indonesia pertama. Bila kita
melihat perkembangan dan hubungan akrab yang telah

19 Khusus bagi Sumatera Barat yang memakai panggilan "Serambi


Mekkah", arti persahabatan (Saudi Arabia - Indonesia), mempunyai makna
yang dalam. Persahabatan yang diikat oleh "aqidah" dan pandangan hidup
yang satu. Persaudaraan Islam, atau "ukhuwah Islamiyah". Hampir semua
"ulama tua" di Minangkabau adalah "alumni Masjidil Haram". Sejak dari
Sheikh Ahmad Khatib Al Minangkabawy (Imam Masjid el Haram) yang tidak
pernah pulang keranah Minang, hingga Haji Jalaluddin (mantan Ketua
Masjlis Ulama Indonesia Sumbar).

48
MAS’OED ABIDIN

terbina dengan solidaritas (ukhuwwah) serta akidah Islamiyah


ini di buhul lebih erat dalam kesejagatan pasti dapat dijadikan
kekuatan ampuh dan nyata dalam mengatasi berbagai krisis
(termasuk moneter) yang di hadapi sekarang ini.
Implementasinya terpulang kepada kesediaan kita juga20.

Menciptakan Masyarakat Tamaddun


Menurut Mohammad Natsir21

Salah satu tema menarik saat ini adalah upaya menciptakan


masyarakat tamaddun (beradab). Konsep pemikiran ini
merupakan antitesis terhadap degradasi moral yang dibawa
oleh peradaban Barat.Konsep ini mulai difikirkan dan

20 “ Hai orang-orang yang beriman !, apabila kamu memerangi


pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu memperoleh kemenangan”
“ Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar”. (QS. 8- al Anfal, ayat 45 – 46)

21 Pengantar Redaksi: Membicarakan dan mengenang Mohammad Natsir


jelas tidak akan pernah lengkap, karena begitu saratnya khasanah
"peninggalan" beliau dalam segala segi, baik agama, politik, sosial budaya,
ilmu pengetahuan, keteladanan, pemikiran, bahkan filsafat. Kali ini Fajar
mengangkat salah satu "sudut kecil dari auditorium besar" peninggalan
beliau.
Berikut hasil wawancara reporter Fajar dengan H. Mas'oed Abidin, Ketua
DDII Wilayah Sumbar, salah satu kader beliau yang banyak mengikuti jejak
langkah dan pemikiran beliau, bahkan sampai beberapa saat sebelum
beliau menghadap ilahi di akhir hayat. Wawancara eksklusif ini ditulis
kembali oleh Tamrin Kiram dan Kimpul.

49
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

dirancang oleh beberapa politisi dunia, khususnya yang ada di


Malaysia dan beberapa negara lain yang memiliki mayoritas
penduduk beragama Islam.
Masyarakat tamaddun merupakan sebuah masyarakat
integratif antara kondisi masyarakat yang ada, baik secara
sosial, politik maupun ekonomi dengan problematika sosial
dan pribadi yang ada didalamnya. Ini sejalan dengan salah
satu konsepsi Mohammad Natsir yang telah dirancang sejak
tahun 1930-an yang lalu, dan menjadi perwujudan pada masa
kini.

Dari Kesehatan sampai Mengatasi Adh'aful Iman

Berawal dari konsepsi tentang kesehatan. Mohammad Natsir


membagi kesehatan atas empat bahagian. Pertama,
kesehatan fisik. Kedua, kesehatan jiwa. Ketiga, kesehatan ide
(pemikiran), dan keempat, kesehatan sosial masyarakat
disekitarnya. Keempat kesehatan tersebut berada dalam
ruang lingkup yang sama (integratif) yang memiliki interrelasi
satu sama lain.
Interrelasi ini berada dalam ruang lingkup pemikiran Islam,
yang dinilai oleh Buya Mas'oed Abidin sebagai sebuah garis
tengah yang menjadi "benang hijau" terhadap segala bentuk
pemikiran yang ada. Sebagai sebuah garis tengah yang
menjadi "benang hijau", dia tidak mengalami

50
MAS’OED ABIDIN

gesekan-gesekan pemikiran dan mengambil segala bentuk


pemikiran konstruktif dan meninggalkan pemikiran destruktif.
Hal ini dikemukakan Mohammad Natsir melalui upaya
membangun masyarakat besar melalui masyarakat kecil dan
sederhana. Istilah yang pas untuk menjelaskan hal ini adalah
melalui pembentukan cara hidup berdikari terhadap diri
sendiri, tanpa tergantung kepada orang lain (self help),
kemudian membantu orang lain tanpa pamrih, ikhlas karena
Allah SWT (selfless help), terakhir adalah membentuk sebuah
ketergantungan untuk membantu satu sama lain (mutual
help).
Cara hidup ini merupakan konsepsi pemikiran Mohammad
Natsir yang dikembangkan beliau menjadi dasar pembentukan
kerjasama antara negara yang mendasari bentuk hubungan
inernasional yang mampu menciptakan tata perdamaian
dunia. Ketiga dasar tersebut merupakan dasar pembentukan
masyarakat tamaddun (beradab), sebagaimana yang menjadi
dasar pemikiran Anwar Ibrahim melalui buku "Kebangkitan
Asia" (The Asian Renaissance, 1995).
"Kebangkitan Asia" (The Asian Renaissance) bukanlah
sesuatu yang bersifat "kebangkitan ekonomi", tetapi
merupakan sesuatu yang bersifat moral (the moral
renewance). Sebagai sebuah "pembersihan moral" (the moral
renewance), maka peranan agama Islam menjadi penting.
Kepentingannya terletak kepada kemampuan aplikasi dari

51
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

segala ide atau pemikiran yang dilaksanakan, sebagaimana


yang dikemukakan oleh pengertian globalisasi yang diartikan
sebagai ruang lingkup pemikiran yang bisa dilaksanakan di
tengah masyarakat (The policy making something worldwide
in scope or application).
Relevansi pengertian "globalisasi" dalam konteks pemahaman
ajaran agama Islam di atas dapat dilihat dari kata-kata DR.
Sidek Baba, timbalan Rektor UIAM Malaysia dalam seminar
Kebangkitan Peranan Generasi Baru di Asia Tenggara di
Pekanbaru 21-23 Juli 1997 yang menyatakan bahwa terdapat
interaksi antara pemahaman ajaran agama Islam dengan
aspek globalisasi kehidupan yang terjadi dunia saat ini.
Sebagai sebuah proses globalisasi, ajaran agama Islam tidak
dapat berdiri sendiri, tanpa bersinggungan dengan lalu lintas
ide atau pemikiran yang ada di dunia sekitarnya.
Interaksi ini mengharuskan pemahaman ajaran agama Islam
tidak lagi secara eksklusif dalam ruang lingkup pergaulan
hidup sehari-hari dalam sebuah komunitas sosial yang
tertutup dari dunia sekitarnya, tetapi harus bersifat inklusif
untuk bisa dipahami oleh semua orang. Peranan pemikiran
baru dalam mencerahkan problematika sosial, budaya,
ekonomi dan politik dalam segenap masyarakat yang ada dari
proses westernisasi yang dibawa kebudayaan Barat,
merupakan salah satu antitesis terhadap masalah (kondisi)
tersebut.

52
MAS’OED ABIDIN

Pemikiran Mohammad Natsir merupakan pemikiran ahlul salaf


yang berada di tengah-tengah sebagai upaya penjelmaan
umat pertengahan (ummathan wassatahan) yang
dikemukakan ajaran Al Qur'an. Sebagai sebuah pemikiran
aplikatif terhadap problemtika sosial yang ada, maka
penerapan terhadap segenap ide (pemikiran) yang ada
merupakan sebuah keperluan mutlak yang diharapkan
masyarakat saat ini.
Frustrasi sosial yang melahirkan agresi dalam segenap
bidang kehidupan dilahirkan oleh kesenjangan antara sebuah
ide dengan aplikasi ide tersebut. Kesenjangan ini merupakan
sebuah pemikiran Natsir yang diatasi oleh pembentukan
masyarakat self help, selfless help dan mutual help di atas.
Upaya untuk menjembatani kesenjangan tersebut hanya bisa
dilakukan melalui kata-kata terakhir, sebelum beliau wafat,
yang diucapkan Natsir kepada Buya Mas'oed Abidin:
"Berorientasilah kepada ridha Allah SWT."

Kata-kata ridha merupakan maqam (tingkatan) terakhir dalam


maqam (tingkatan) rohani kehidupan tasauf (pembersihan
diri). Maqam ini hanya bisa dicapai setelah melalui
maqam-maqam di bawahnya, seperti taubat, wara, zuhud,
shabr, fakir dan tawakkal.
Ketujuh maqam tersebut hanya bisa dilalui oleh mereka yang
telah mengalami pencerahan (enlightenment), baik dalam

53
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

bidang pemikiran maupun spritual rohani. Pencerahan


(enlightenment) tersebut dilakukan oleh mereka yang telah
menjelajahi berbagai pemikiran yang ada dan melakukan
penyaringan (filter) terhadap segala bentuk pemikiran
tersebut, agar melahirkan pemikiran bersih, jernih dan bisa
diterima oleh semua pihak, baik mereka yang setuju maupun
mereka yang berseberangan dengan dirinya. Proses ini
dilakukan oleh Mohammad Natsir melalui kawah
candradimuka intelektual melalui proses belajar yang panjang
dengan berbagai guru-guru beliau, mulai dari guru yang
memiliki pandangan hidup dan pemikiran yang keras dan
memiliki fanatisme agama yang tinggi seperti tokoh PERSIS
Ahmad Hassan sampai dengan tokoh moderat dan sosialis,
seperti HOS Cokroaminoto.
Di samping itu, proses pencerahan dan sikap politik beliau
dibentuk juga oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman
hidup. Beliau tidak saja dianggap sebagai politisi aktif yang
hidup dalam masyarakat, tetapi juga sebagai the political
thinkers atau the political idea philospher. Sebagai seorang
the political thinkers atau the political idea philospher, maka
peranan masyarakat kecil merupakan ide (pemikiran) politik
beliau yang utama. Ide (pemikiran) tersebut dituangkan dalam
bentuk upaya menciptakan sebuah produk kerajinan kecil
(handicraft) dalam masyarakat yang dinela saat ini sebagai
"satu desa satu produk" (one village one product).

54
MAS’OED ABIDIN

Pemikiran "satu desa satu produk" (one village one product)


yang dilaksanakan oleh Gubernur Sumatera Barat, H. Hasan
Basri Durin berdasarkan pola pengembangan ekonomi
masyarakat kecil di Jepang, merupakan salah satu bentuk
pemberdayaan rakyat kecil (people empowerment) yang
menjadi tiang proses kompetisi perekonomian dunia dalam
proses globalisasi tersebut. Dalam proses globlaisasi ini,
hanya produk-produk yang mampu bersaing pada tingkat
pasaran dunia yang mampu memenangkan persaingan besar.
Persaingan pasar tersebut ditentukan oleh speksifikasi produk
yang menjadi unsur "kepercayaan" (trust), seperti yang
diungkapkan oleh penulis sejarah Francis Fukuyama, pria
Jepang yang lahir dan dibesarkan di Amerika Serikat dan
menduduki Dekan di George Mason University, Washington
baru-baru ini di Jakarta.
Berbeda dengan Francis Fukuyama yang mengemukakan
tesis kesejarahan telah berakhir saat ini (The End of History),
maka Natsir mengemukakan adanya tesis kesejarahan
tersebut setiap saat dan tempat. Setiap ajaran Islam, mampu
memberikan jalan keluar (solusi) terhadap problematika sosial
umat manusia, dia berada dalam hati manusia yang mampu
menangkap tanda-tanda zaman perubahan sosial, politik dan
ekonomi di sekitarnya. Mereka yang mampu menangkap
tanda tanda-tanda zaman perubahan sosial, politik dan
ekonomi tersebut, mereka adalah orang-orang beriman.

55
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

Apatisme politik dan bersikap menjadi "pengamat" dalam


perubahan sosial, politik dan ekonomi tersebut adalah mereka
yang memiliki selemah-lemah iman (adh'aful iman). Sikap
diam (apatis) dalam kehidupan sosial, politik dan ekonomi
yang selalu mengalami perubahan hanya bisa diatasi dan
dihilangkan dengan mengerjakan segala sesuatu yang bisa
dikerjakan, jangan fikirkan sesuatu yang tidak mungkin
dikerjakan, apa yang ada sudah cukup untuk memulai
sesuatu, jangan berpangku tangan dan menghitung orang
yang lalu. Keempat kata-kata tersebut merupakan amanat
Mohammad Natsir untuk tidak menunggu perubahan sosial,
politik dan ekonomi dalam hidup ini, tetapi memanfaatkan
segala perubahan tersebut untuk berhubungan kehidupan
dunia luar disekitarnya.
Sikap hidup menjemput bola, bukan menunggu bola
merupakan sikap hidup untuk mengantisipasi selemah-lemah
iman yang menjadi kata-kata kunci perubahan sosial, politik
dan ekonomi yang diinginkan Mohammad Natsir melalui tiga
cara hidup yang dikemukakannya. Yakni, bantu dirimu sendiri
(self help), bantu orang lain (self less help), dan saling
membantu dalam kehidupan ini (mutual help), Ketiga konsep
hidup ini tidak mengajarkan seseorang untuk tidak tergantung
kepada orang lain, ketergantungan akan menempatkan orang
terbawa kemana-mana oleh mereka yang menjadi tempat
bergantung.

56
MAS’OED ABIDIN

Gubahlah Dunia dengan Amalmu


Hidupkan Dakwah Bangun Negeri
Jagalah Ibu Pertiwi
Jangan Jatuh di Pangkuan Komunis

Pak Natsir, dalam setiap pertemuannya dengan ahlul qurba


yang juga merupakan inner circle dari perjuangan Islam dan
harga diri umat di daerah, selalu mendengarkan keluhan
tentang pesatnya gerakan misionaris. Lebih-lebih sejak masa
orde lama telah terkondisi seakan-akan memberi peluang
kepada gerakan missionaris tersebut atas dukungan
orang-orang komunis (PKI). Bahkan setelah PKI dihapuskan
sebagai satu-satunya tuntutan hati nurani rakyat dengan
kepeloporan angkatan '66, orang-orang komunis yang lari
ketakutan mencoba berlindung di balik dinding
lonceng-lonceng gereja, setidak-tidaknya inilah terjadi di
Pasaman Barat, tatkala di bawah pimpinan Mayor Johan Rifai
(Bupati Pasaman zaman Orla, narapidana seumur hidup,
mantan aktifis PKI gol A).
Kondisi masyarakat yang runyam ini, menurut Pak Natsir
hanya mungkin diperbaiki dengan amal nyata. Bukan dengan

57
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

semboyan-semboyan yang bisa memancing apatisme


masyarakat atau melawan kebijakan penguasa di daerah.
Pak Natsir menasehatkan supaya kaedah yang selama ini
telah dimiliki oleh umat Islam, ukhuwah dan persatuan, mesti
dihidupkan terus. Diantaranya dengan membentuk perwakilan
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) di daerah Tk.I
propinsi Sumatera Barat yang diresmikan sendiri oleh Pak
Natsir di Gedung Nasional Bukittinggi (sekarang gedung
DPRD Tk. II Kodya Bukittinggi) 15 Juli 1968. (Baca juga:
Kiprah DDII Tigapuluh Tahun red.)
Pertemuan bersejarah ini dihadiri oleh hampir seluruh ulama
Sumatera Barat. Para ulama tersebut tergabung dalam
Majelis Ulama Sumatera Barat yang terang-terangan anti
komunis. Dalam ajaran Islam, Komunisme adalah kelompok
dahriyyin atau atheis (golongan yang tidak mengakui adanya
Tuhan). Komunisme adalah ajaran kafir, begitu aqidah Islam.
Pertemuan itu juga diikuti oleh ninik mamak pemuka
masyarakat yang datang berduyun-duyun menyambut
kehadiran pemimpin pulang. Antusias hadirin waktu itu terlihat
secara spontan. Tidak ada satu kursipun yang kosong, tak
ada tempat yang lowong yang tak diisi. Banyak hadirin yang
berdiri bahkan ada yang hanya dapat duduk di lantai. Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) perwakilan Sumatera
Barat diresmikan sebagai perwakilan pertama di daerah di
luar DKI Jakarta.

58
MAS’OED ABIDIN

Kepengurusan pertama Dewan Dakwah di Sumbar dinakhodai


para ulama kharismatik, seperti Buya H. Mansur Daud Dt.
Palimo Kayo. Mantan Duta Besar RI di Irak yang juga adalah
mantan Ketua Umum Masyumi Sumatera Tengah. Buya yang
terkenal sangat anti komunis. Tahun 1968 Buya Datuk Palimo
Kayo telah menduduki jabatan sebagai Ketua Umum Majelis
Ulama Sumbar, hingga akhir hayat beliau.
Kepengurusan Dewan Dakwah Sumbar diperkuat oleh Buya
H. Nurman, Buya H. Anwar, Buya H. M. Bakri Dt. Rajo
Sampono dan dari kalangan muda seperti Mazni Salam Dt.
Paduko Intan, Djoefry Sulthany, Ratnasari, Fachruddin HS Dt.
Majo Indo dan lain-lain.
Memang semua penggerak pertama Dewan Dakwah di
Sumbar adalah keluarga besar Bulan Bintang dan tidak perlu
dibantah, mereka adalah orang-orang yang aktif dalam setiap
gerak perjuangan Agama dan Bangsa. Jauh hari sebelum
kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, mereka
adalah pribadi-pribadi yang sangat anti komunis. Diantaranya
ada yang berada pada barisan Perintis Kemerdekaan.
Namun, masih ada saja kalangan yang berpandangan sinis.
Kalangan itu melihat bahwa di antara pengurus pertama
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Sumatera Barat yang
diresmikan tersebut, dicap sebagai kelompok orang-orang
"bekas pemberontak PRRI", istilah yang dihidupkan oleh PKI
di tahun 1960-an.

59
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

Padahal Pemerintah RI secara resmi telah mengeluarkan


amnesti dan abolisi sejak tahun 1961 (lihat Keppres
No.:659/th 1961). Maksudnya, tidak ada yang kalah, tidak ada
pula yang harus merasa menang. Semua kembali ke
pangkuan Ibu Pertiwi. Namun saat itu situasi terasa sangat
menyakitkan. Kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, di saat Ibu
Pertiwi berada "di pangkuan komunis".
Memang suatu kenyataan sejarah bahwa pimpinan pusat
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia sejak didirikan Februari
1967 itu, terdiri dari bekas-bekas pemimpin dan pejuang Islam
yang tangguh dan sangat anti komunis. Mereka adalah KH
Faqih Usman, DR Mohammad Natsir, MR Kasman
Singodimejo, KH Nawawi Duski, Prawoto Mangkusasmito,
Buya Duski Samad, Buya HMD Datuk Palimo Kayo, Buya H A
Malik Ahmad, H Zainal Abidin Ahmad, KH Shaleh Widodo,
Bukhari Tamam, KH Hasan Basri, Prof Osman Ralibiy, Prof
DR HM Rasyidi, KH Rusyad Nurdin, DR Bahder Djohan, dr Ali
Akbar, KH Yunan Nasution, MR Syafruddin Prawiranegara,MR
Assa'at, KH Muchlas Rowi, KH Amiruddin Siregar, Mokhtar
Lintang, KH Gaffar Ismail, yang sebagian mereka tercantum
sebagai Badan Pendiri Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia. Ketua Umum yang dipegang oleh Bapak DR.
Mohammad Natsir diperkuat Sekretaris Umum Bapak Buchari
Tamam, sampai kedua-dua beliau itu dipanggil oleh Allah
SWT.

60
MAS’OED ABIDIN

Komposisi tersebut memang terdiri dari pemimpin-pemimpin


bekas partai Masyumi. Partai yang telah membubarkan dirinya
karena berseberangan dengan kebijaksanaan pemerintah
Soekarno. Pemerintahan Orde Lama yang nyata-nyata telah
memberi angin berkembangnya komunis di Indonesia.
Terbukti pula, sebagian dari mereka, para pemimpin keluarga
besar Bulan Bintang itu, adalah pelaku-pelaku aktif, atau
simpatisan PRRI, yang pada tahun 1961-1967 oleh pencinta
komunis disebut sebagai "bekas pemberontak PRRI".
Keberadaan keluarga Bulan Bintang dan bekas PRRI di
Sumatera Barat waktu itu sebagai jawaban dan merupakan
konsekwensi logis dari anti komunis. Keluarga Bulan Bintang
dan PRRI jelas-jelas merupakan satu kelompok yang memiliki
ciri-ciri khas /karakteristik (hal yang mumayizat) sebagai
kelompok anti komunis, sudah sejak masa lalu, jauh sebelum
adanya angkatan '66 atau bangkitnya Orde Baru.
Karena itu khusus untuk daerah Sumbar, kehadiran Dewan
Dakwah disambut sebagai suatu harapan "yang akan mampu
menjawab tantangan". Dewan Dakwah dianggap sangat
istiqamah sebagai kekuatan anti komunis yang jelas-jelas
seiring dengan misi orde baru ketika itu sebagai orde anti
komunis di Indonesia.
Keberadaan Dewan Dakwah diterima oleh kalangan tua dan
muda sebagai suatu kekuatan baru dalam memelihara
kerukunan umat dan kejayaan agama. Hanya sebahagian

61
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

kalangan yang tidak senang. Mereka umumnya


kelompok-kelompok non-Islam yang mencemaskan
keberadaan Dewan Dakwah. Mereka cemas seakan-akan
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia akan mencungkil kembali
luka lama yang mulai bertaut.
Namun Pak Natsir menasehatkan: "Gubahlah dunia dengan
amalmu dan hidupkan dakwah bangun negeri".

Menghidupkan Amal,
Membentengi Aqidah
Memelihara Kerukunan dalam Beragama22

Memelihara daerah dari bahaya gerakan Salibiyah berarti juga


menjaga keutuhan nilai-nilai adat yang terang-terangan
menyebutkan bahwa ranah ini adatnya bersendi syara' dan

22 Wawancara eksklusif dengan H. Mas'oed Abidin


62
MAS’OED ABIDIN

syara' bersendi Kitabbullah. Selain itu memelihara keutuhan


ukhuwah hanya dimungkinkan dengan menghidupkan kembali
nilai-nilai "tungku tigo sajarangan" dalam melibatkan
unsur-unsur alim ulama ninik mamak dan para cendekiawan
baik yang duduk dalam pemerintahan maupun yang ada di
kalangan perguruan tinggi. Juga tak dapat dilupakan tentang
peran kegotong-royongan sebagai buah dari ajaran ta'awun
sebagai inti aqidah tauhid.

Amal nyata yang diprogramkan oleh Pak Natsir dan


ditinggalkan untuk dikerjakan di Sumatera Barat merupakan
program yang amat monumental. Ada lima program pokok
yakni:

1. Gerakkan kembali tangan umat melalui penguasaan


keterampilan di desa-desa sebagai usaha membina
kesejahteraan bersama, artinya menghidupkan kembali
ekonomi umat di desa-desa. Desa adalah benteng kota dalam
artian perkembangan ekonomi yang sesungguhnya.
2. Hidupkan kembali lembaga puro. Yakni kebiasaan
menabung dan berhemat dalam satu simpanan bernama
puro. Juga menghidupkan kebiasaan berinfaq, bersedekah
dan berzakat sebagai suatu usaha pelaksanaan syariat Islam,
menghimpun dana dari umat yang berada untuk dikembalikan
kepada umat yang lemah (dhu'afak).

63
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

3. Hidupkan kembali Madrasah-madrasah yang sudah lesu


darah, karena kehabisan tenaga pada masa pergolakkan.
Hidupkan masjid bina jama'ah dan tumbuhkan minat seluruh
masyarakat untuk menghormati ilmu dan memiliki kekuatan
Iman dan Tauhid, terutama memulainya dari kalangan
generasi muda.
4. Perhatikan kesehatan umat dengan mendirikan Rumah
Sakit Islam. Bila kita terlambat memikirkan kesehatan umat
maka orang lain akan mendahuluinya, bisa-bisa terjadi
nantinya jalan dialih orang lalu. Membangun Rumah Sakit
Islam adalah ibadah karena ada suruhan untuk berobat bagi
setiap orang yang sakit (hamba Allah). Gerakan ini bisa berarti
juga memfungsikan para ahli di bidangnya yang keislamannya
sama bahkan tidak diragukan.
5. Perhatikan nasib pembangunan masyarakat di Mentawai.
Mentawai itu adalah daerah kita dan semestinya kitalah yang
amat berkepentingan dalam membangunnya. Bila orang bisa
berkata bahwa Mentawai ketinggalan sebenarnya yang
disebut ketinggalan adalah kita yang tak mau memperhatikan
mereka di Mentawai itu.
Kelima program ini minta dilaksanakan tanpa harus
menunggu waktu dan dapat diprioritaskan mana yang
mungkin didahulukan walaupun sebenarnya kelima-limanya
merupakan pekerjaan yang amat integral. Modal kita yang
utama untuk mengangkat program ini adalah kesepakatan

64
MAS’OED ABIDIN

semua pihak dan dorongan mencari ridha Allah, begitu Pak


Natsir mengingatkan kepada pemimpin-pemimpin di kala itu.
Dari dorongan-dorongan tersebut berbentuk taushiah pada
mulanya akhirnya membuahkan hasil nyata. Pada Oktober
tahun 1969 Balai Kesehatan Ibnu Sina (cikal bakal Rumah
Sakit Islam Ibnu Sina) yang mengambil tempat di rumah Dr.
Yusuf dan rumah keluarga Dr. M. Jamil di Bukittinggi
diresmikanlah beroperasinya Balai Kesehatan Ibnu Sina oleh
Proklamator Republik Indonesia Bapak. DR. Mohammad
Hatta.
Satu sejarah baru telah dimulai yakni membangun balai
kesehatan sebagai rangkaian dari suatu ibadah dan gerak
dakwah. Keberadaan Balai Kesehatan ini disambut oleh
seluruh lapisan masyarakat dari desa-desa hingga ke kota,
oleh pegawai sampai petani, dari ulama dan pejabat hingga
pedagang dan perantau.
Serta merta seluruh pihak-pihak tersebut membuka puro
(persediaan harta) menyalurkannya dengan ikhlas untuk
berdirinya Balai Kesehatan Islam di Bukittinggi dan akhirnya
menyebar ke Padang Panjang, Padang, Payakumbuh, Kapar
(Pasaman Barat), Simpang Empat dan Panti dalam waktu
yang sangat pendek hanya berjarak tiga tahun setelah
peresmiannya dan akhirnya menjadi Rumah Sakit Islam Ibnu
Sina.

65
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

Apa yang diperbuat oleh misi baptis selama ini telah dapat
dijawab oleh umat Islam di daerah Sumatera Barat dengan
suatu amal nyata yakni melalui program dakwah illallah dalam
bidang kesehatan.
Seiring dengan itu masalah pendidikan pun dihidupkan seperti
perhatian penuh terhadap lembaga pendidikan yang sudah
ada (Thawalib Parabek, Thawalib Padang Panjang, Diniyah
Padang Panjang dan banyak lagi yang lain). Disamping
madrasah yang sudah ada dihidupkan pula madrasah baru
seperti Aqabah di Bukittinggi dan madrasah-madarasah Islam
yang tumbuh dari masyarakat di desa-desa.
Masalah keterampilan seperti pertanian dan peternakan
terpadu di Tanah Mati Payakumbuh dan pemanfaatan
lahan-lahan wakaf umat di Rambah Kinali mulai di garap.
Tujuan utamanya tidak hanya sekedar untuk mendatangkan
hasil secara ekonomis namun lebih jauh dari itu. Diharapkan
sebagai wadah pembinaan dan pelatihan generasi muda.
Pembangunan rumah-rumah ibadah terutama di
kampus-kampus (masjid kampus) dan Islamic Centre tetap
menjadi perhatian utama. Walaupun ada suatu kampus yang
amat memerlukan pembangunan sarana ibadah (masjid)
merasa enggan dan takut untuk menerimanya
terang-terangan dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
(DDII) karena takut terbias politik Keluarga Besar Bulan
Bintang (Masyumi). Seperti contoh dibangunnya masjid

66
MAS’OED ABIDIN

kampus di tengah komplek UNAND dan IKIP di Air Tawar


Padang yang terhalang beberapa lama hanya karena
ketakutan terhadap bayangan Masyumi semata. Namun
akhirnya dengan pendekatan yang dilakukan oleh
orang-orang tua diantaranya Hasan Beyk Dt. Marajo dan
Rektor IKIP Padang Prof. DR. Isyrin Nurdin terbangunkan
jugalah masjid kampus yang diidamkan oleh setiap
mahasiswa dan civitas akademika kedua perguruan tinggi di
Padang itu. Dan sampai sekarang masjid kampus itu
berkiprah dengan baik dengan nama Masjid Al-Azhar kampus
IKIP Air Tawar Padang.
Ketakutan pada Dewan Dakwah sejak dari mula merupakan
bayangan tanpa alasan hanya sebagai suatu trauma
psikologis semata atas pernah terjadinya pergolakan daerah
(PRRI) dan pandangan yang kurang ilmiah terhadap
Masyumi. Suatu hal yang aneh memang bila dibandingkan
dengan jumlah Ummat Islam di daerah Sumatera Barat yang
boleh dikata hampir 100%, di kala sebahagian kecil diantar-
anya menjadi phobi dengan gerakan Islam yang kebetulan
dijalankan oleh orang-orang yang kata mereka adalah ex.
Masyumi atau Keluarga Besar Bulan Bintang.

FESTIVAL ISLAM 1976


TEROMPET KEBANGKITAN ISLAM KEDUA

67
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

Mari kita ungkapkan satu peristiwa sejarah yang pendek pada


dua puluh tahun silam.

Pada bulan April - Jui 1976 di London di selenggarakan World


of Islam Festival 1976, yang di persiapkan secara apik sejak
beberapa tahun sebelumnya dengan melibatkan
lembaga-lembaga ternama dan kerjasama
23
Universitas-universitas London.

Rencana besar itu telah terselenggara dengan dukungan


tokoh-tokoh Inggris, pencinta Kebudayaan dan Kultur, yang
bernaung dibawah satu badan WORLD OF ISLAM FESTIVAL
TRUST, dan diketuai oleh seorang diplomat terkenal Sir
Harold Beeley dan dibantu oleh 8 orang anggota. Diantaranya
hanya dua orang Muslim, yaitu Yahya Al Tajir (Duta Besar Uni

23.. Beberapa lembaga-lembaga kebudayaan yang ikut ambil bagian di


dalam penyelenggaraan Festival ini, adalah The Arts Council of Britain, The
British Library, The British Museum, The Victoria and Albert Museum, The
Horniman Museum, The Commonwelth Institute. Universitas-Universitas
Inggris, melalui kegiatan festival ini mengangkat program akademis berupa
seminar-seminar dan kuliah umum. Diantara Perguruan Tinggi yang aktif
itu adalah Universitas-Universitas London, Oxford, Cambridge, Edinburg,
dan lain-lain. Dari luar Britain, ikut aktif Al Azhar University, Mesir, King
Abdul Aziz University, Saudi, Temple University Philadelphia USA, dan
banyak lagi lainnya. Negara-negara Islam, seperti Mesir, Syria, Iran, Iraq,
Saudi dan Tunisia, memberikan pinjaman barang-barang sejarah Islam, dan
mengetengahkan konsep-konsep kebudayaan, sebagai bukti dari api
(spirit) Islam.

68
MAS’OED ABIDIN

Emirat Arab) dan Sheikh Shukri (seorang Bankir). Direktur


penyelenggara seorang ilmuwan Paul Keeler.
Seiring dengan World of Islam Festival 1976 ini juga
dilaksanakan satu INTERNATIONAL ISLAMIC CONGRES di
London, dibawah undangan Islamic Council of Europe.

Kongres ini menampilkan lebih kurang 40 orang sarjana,


ulama, pemikir dan pemuka-pemuka Islam dari Barat dan
Timur.24
Dari Indonesia, waktu itu di undang Bapak Mohammad Natsir
yang pada beberapa sidang-sidang utamanya mendapat
kehormatan sebagai salah seorang Presiden Kongres.25

24. Diantara para ilmuwan, pemimpin Islam dunia yang hadir, antara lain
Maulana Abul Ala Al Maududi (Lahore), Dr.Brohi (Karachie), Mohammad
Aman H.Hobohm (Embassy Jerman Barat di Sri Langka), Mrs.Aisha Lemu
(Sakoto, Nigeria), Mrs. Fathima Heeren Sarka (Munich), Prof. Kurshid
Ahmad (Leicester, UK), DR. Ahmad An Najar (King Abdul Aziz University),
Prof. Ismail Faruqi, Prof. Muhammad Quthb.

25. Bapak Mohammad Natsir -- Bekas Perdana Menteri Negara Kesatuan


Republik Indonesia, 1950 - 1951, dan sebelumnya dikenal dengan Mosi
Integralnya dengan hapusnya RIS menjadi Negara Kesatuan RI --,
sebenarnya sejak 1967 telah di angkat menjadi Vice President World
Muslim Congress yang bermarkas di Karachi (Pakistan), dan Sekjennya
adalah seorang diplomat dan pemikir terkenal DR. Inamullah Khan.
1967 itu juga (26 Februari), sebagai hasil Musyawarah Ulama se DKI di
Jakarta, beliau ditetapkan menjadi Ketua Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia, sampai wafat (1993).
1969, Pak Natsir terpilih menjadi Anggota Majlis Ta'sisi (pendiri) World
Muslim League (Rabithah Alam Islamy) di Mekkah.
1976, sekembali beliau dari Festival London, Pak Natsir ditetapkan
menjadi Anggota Majlis A'la Al-Alamylil Masajid (Dewan Masjid Sedunia)
bersama-sama dengan Sheikh Ali Al Harakan, bermarkas di Makkah el
Mukarramah.
Seluruhnya jabatan tersebut tidak pernah dicabut dari tangan beliau
sampai akhir hayatnya (1993).
69
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

Kongres Islam Internasional, London 1976, ini adalah pertama


kali diadakan. Berlangsung dalam 12 hari siang malam. Tidak
salah kalau biaya Festival Islam ini dua juta pounsterling dan
pembukaannya oleh Ratu Elisabeth II.

Ada beberapa ungkapan para ahli -- "mujaddid" -- dan para


pemimpin dunia Islam dikala itu, sehingga menampakkan
penggambaran nyata dari "shahwah Islamiyah" -- kebangkitan
Islam -- yang terang merupakan "spirit of Islam", dan dalam
kurun yang panjang membekas dalam mental spiritual ummat
Islam itu sendiri

Amier Muhammad Al Faishal sebagai key-note speaker


mengungkapkan ;
"Manusia telah bisa mempelajari bagaimana mengendalikan
alam lingkungannya, tetapi dia tidak belajar mengendalikan

Sehubungan dengan World of Islam Festival 1976 di London ini, beliau


mengungkapkan panjang lebar dalam satu ceramah umum di Gedung
Kebangkitan Nasional Jakarta (19 Juni 1976), di saat mana Festival masih
berlangsung.
Rekaman ceramah beliau di terbitkan oleh Yayasan Idayu, Jakarta 1976,
dan Media Dakwah, Jakarta 1987. Dibawah judul "World Of Islam Festival,
Dalam Perspektif Sejarah".

(4). Amier Muhammad Al Faishal, Perdana Menteri Kerajaan Saudi Arabia


(1976), menyampaikan key-note speaks pada International Islamic
Congres.
Lihat, Natsir, World Of Islam Festival, Dalam Perspektif Sejarah, Jakarta,
Idayu, 1976 - Medan Da'wah, 1987.

70
MAS’OED ABIDIN

dirinya sendiri. Maka dia menjadi kehilangan arah serta


kehilangan rasa perimbangannya".
Muhammad Quthb26 memperkenalkan ;
"Islam sebagai satu kekuatan yang mampu untuk memberi.
Yakni memberi al-iktsir penawar hidup dan kunci-kunci
penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup di alam modern
sekarang ini, baik di Timur ataupun di Barat.

Mohammad Natsir27 memperingatkan bahwa :


"Islam mengandung sumber-sumber energi rohaniah dan
aqliyah, yang apabila digunakan dengan sebaik-baiknya akan
membawa mereka (ummat Islam dan dunia) kepada kejayaan
masa depan -- the Glory of the Future--".

Penguasaan alam, pemanfaatan dunia, penawar hidup,


penyelesaian problema-problema, bahkan kejayaan manusia
masa depan -- termasuk kejayaan ummat Islam --
sebagaimana di tawarkan oleh Islam, sangat tergantung
kepada kesiapan mental-spritual ummat Islam itu sendiri.

26. Mohammad Quthb, dari paper berjudul "What Islam can Give to
Humanity Today -- A Summing Up", (lihat juga, Natsir, Kebudayaan Islam
Dalam Perspektif Sejarah, Jakarta, Girimukti Pasaka, 1988, Cetakan
Pertama, hal. 313-314).

27. M. Natsir, Ibid. hal. 315


71
ZAMAN BERUBAH MUSIM BERGANTI

Terutama dalam melakukan langkah-langkah tepat untuk


kembali kepada ajaran Islam yang murni dari Al-Quran dan
Sunnah.

Kembali kepada Al-Quran dan Sunnah, bukan suatu lips


service (sekedar komat kamit), namun usaha intensif kearah
pulihnya ;
(1). kemurnian aqidah dari syirik, keberhasilan amal ibadah
dari bid'ah,
(2). pulihnya idealisme dan ruhul jihad untuk membebaskan
diri dari kedudukan yang hina, kesadaran mendalam dakan
risalah (massege) Islam yang harus di dukung penuh sebagai
"ummatan washatan"

(3). beridentitas keselarasan. Ummat yang kakinya berpijak ke


bumi, fikirannya mengolah dunia, dan hatinya terpaut ke
langit.

Inilah sikap "mental spritual" ummat yang dibentuk oleh


Risalah Islam, yang dihidangkan sebagai resep kepada
kehidupan dunia, yang membuktikan tercapainya kejayaan
masa lalu -- the Glory of the Past, sebagai meminjam istilah
Montegomery Watt --.

72
MAS’OED ABIDIN

Risalah Agama justeru yang mampu memecahkan


problematika hidup yang dihadapi oleh ummat manusia di
dunia.

FAJAR TELAH TERBIT


Tidak hanya yang tua...
Tapi juga yang muda ikut bahagia...
Muraipun berkicau tanda gembira...
Bila Fajar telah terbit.

H. Mas'oed Abidin, 30 Maret 1997

73

Anda mungkin juga menyukai