Disusun oleh:
dr. Santi Yandita Sari
dr. Fifian Dwi Septi A.
dr.Candrika Ramadhani
dr. Anindhi Rahmawati
dr. Almas P.Y Utami
Dokter Pendamping:
dr. Muhammad Afwan
HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 5
2.1. Gizi buruk ................................................................................. 5
2.1.1. Definisi ......................................................................... 5
2.1.2. Epidemiologi ................................................................ 5
2.1.3. Klasifikasi gizi buruk .................................................... 6
2.1.4. Etiologi ........................................................................ 7
2.1.5. Katagori status gizi ....................................................... 9
2.2. Alur dan Penatalaksanaan Gizi Buruk. .................................... . 12
2.2.1. Deteksi Dini. ................................................................. 12
2.2.2. Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan Anak… .. . 17
2.2.3. Pengobatan.................................................................... 20
2.3. Pijat Bayi................................... ............................................... 22
2.3.1. Fisiologi Pijat bayi .......................................................... 22
2.3.2.Manfaat Pijat Bayi.......................................................... . 24
2.3.4. Waktu Pemijatan ...................................................... ..... 27
2.3.5. Persiapan sebelum Memijat....................................... ..... 28
2.3.6. Hal-hal dianjurkan saat pijat Bayi................................... 29
2.3.7. Hal-hal yang tidak dianjurkan selama pemijatan......... .. 28
2.3.8. Gerakan Dasar Pemijatan ............................................ .. 30
2.3.9. Teknik Pemijatan Bayi............................................. ...... 30
ii
3.2. Mentode Pengumpulan Data .................................................... 35
3.2.1. Rancangan Pengumpulan Data................................. ...... 35
3.3. Populasi dan Sampel................................................................. 36
3.4. Waktu dan Tempat pengumpulan data ..................................... 35
3.5. Instrumen Pengumpulan data................................................. .. 36
3.6. Cara Pengumpulan Data ........................................................... 36
3.7. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi ..................................... 37
3.7.1. Mentode Intervensi................................................... ...... 37
3.7.2. Petugas penyuluhan ................................................. ...... 37
3.7.3. Lokasi dan Tempat penyuluhan...................................... 37
3.7.4. Sasaran Penyuluhan................................................. ....... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................. 38
4.1. Hasil Penelitian......................................................................... 38
4.2. Pembahasan.............................................................................. 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................. .......................... 43
5.1. Kesimpulan................................................................................ 43
5.2. Saran.......................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 43
LAMPIRAN..................................................................................................... 44
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Epidemiologi
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Upaya
pemerintahan antara lain melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam
Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui
pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil
menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1 % pada tahun 1998; 8,1% tahun
1999 dan 6,3 % tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan
kembali menjadi 8% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15 %. Kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis
(marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor) umumnya disertai dengan
penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO
menunjukkan bahwa 54 % angka kesakitan pada balita disebabkan karena
gizi buruk, 19 % diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria
dan 32 % penyebab lain.
buruk pada anak balita dari 5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun
2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi jumlah nominal anak gizi buruk
masih relatif besar
1. Marasmus .
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak
terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit),
rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan
(sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel
dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar.
Berikut adalah gejala pada marasmus adalah : Anak tampak sangat kurus
karena hilangnya sebagian besar lemak serta otot-ototnya, tinggal tulang
terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, Iga gambangm perut cekung, otot
paha mengendor (baggy pant), cengeng, rewel dan setelah mendapat makan
anak masih terasa lapar.
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai
seluruh tubuh.
3. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita
demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.
2.1.4. Etiologi
Menurut Hasaroh, (2010) masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab
tidak langsung.
Pengertian
Istilah Pengertian
Underweight/Berat Badan gabungan gizi buruk dan gizi
Kurang/Gizi Kurang kurang
Stunting/Pendek gabungan sangat pendek dan
pendek
Wasting/Kurus gabungan sangat kurus dan kurus
11
Tiga indikator menurut WHO tersebut yang digunakan oleh team TFC
Puskesmas Bumijawa untuk menetukan anak tersebut tergolong gizi buruk yang
harus masuk TFC atau tidak. Hasil diaplikasikan ke dalam buku grafik
pemantauan anak, lalu hasil tersebut di interpretasikan menurut standar indikator,
sebagai berikut :
Jika ukuran lingkaran kepala anak berada diluar “jalur hijau” maka
lingkaran kepala anak tidak normal
Lingkaran kepala anak tidak normal ada 2, yaitu makrosefal jika berada
diatas “jalur hijau” dan mikrosefal jika berada dibawah “jalur hijau”.
Intervensi :
Jika ditemukan makrosefal maupun mikrosefal segera dirujuk ke rumah
sakit
Keterangan:
o Skrining Perkembangan
Menurut batasan WHO, skrining adalah prosedur yang relatif cepat,
sederhana dan murah untuk populasi yang asimtomatik tetapi mempunyai
18
Untuk jawaban “Tidak”, perlu dirinci jumlah jawaban tidak menurut jenis
keterlambatan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan
kemandirian).
2.2.3. Pengobatan
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase
stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil
memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini
digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-
kwarshiorkor.
1. Tahap Penyesuaian
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali
sehari tiap 2-3 jam.
2. Tahap Penyembuhan
3. Tahap Lanjutan
Pijatan dengan tekanan yang agak dalam (± 1-2 mm) akan menambah
aliran darah sampai 85% dan meningkatkan aliran cairan limfa. Pijatan memberi
efek pelebaran pada vena dan kapiler serta memacu efek saraf vasomotor sehingga
membantu darah bergerak melalui vena. Efek ini akan menimbulkan rasa segar
karena akan mendapat oksigen lebih banyak. Disamping itu juga akan terjadi
pembersihan tempat yang dipijat dari zat racun sehingga efek jangka panjang pada
23
sistem peredaran darah adalah meningkatkan tonus dan regangan pembuluh darah
itu sendiri.
2. Sistem Limfatik
Pijat sangat berperan untuk aliran limfatik. Racun dan sampah tubuh
dialirkan ke pembuluh darah untuk dinetralisisr, bengkak/udem akan berkurang.
Dengan dipijat pembentukan limfosit akan meningkat, aliran limfe menjadi
lancar. Jumlah limfosit yang meningkat akan meningkatkan sistem kekebalan
yang dapat membantu mencegah infeksi dan penyakit.
Pemijatan akan meningkatkan aktivitas neurotransmitter serotonin, yaitu
meningkatkan kapasitas sel reseptor yang mengikat glucocorticoid (adrenalin,
suatu hormon stres). Proses ini akan menyebabkan terjadinya penurunan kadar
hormon adrenalin. Sehingga akan meningkatkan daya tahan tubuh, terutama IgM
dan IgG .
3. Kulit
Kulit bagian dermis terdapat banyak pembuluh darah, pembuluh limfe dan
ujung-ujung dari saraf, yang akan berpengaruh pada saat pemijatan. Rangsangan
pada reseptor akan menyebabkan perubahan reaksi reflek seperti pelebaran
pembuluh darah, relaksasi otot dan
pori-pori akan terbuka. Membukanya pori-pori akan mengeluarkan keringat
sehingga dapat membuang racun dan sampah tubuh, selain itu juga sangat
membantu untuk kulit yang kering.
4. Sistem otot
Pada saat latihan posisi otot hanya memanjang, selama pijat posisi otot
ditarik kearah samping dan memanjang. Keadaan ini akan meningkatkan
mikrosirkulasi yang dapat menyembuhkan ketegangan otot dan menguraikan
perlengketan jaringan sehingga akan mencegah jaringan perut. Selain itu dengan
pijat dapat mengeluarkan racun seperti asam laktat yang menyebabkan kelesuan.
Dengan meningkatnya fleksibilitas dan integritas dari jaringan, pijat
dapatmenyembuhkan kram serta dapat menguraikan ketegangan postur.
24
5. Sistem Saraf
Pijat mempengaruhi sistem saraf dari tepi sampai pusat. Tekanan pada
reseptor saraf di kulit akan menyebabkan pelebaran vena, arteri dan kepiler
sehingga akan menghambat penyempitan, melemaskan ketegangan otot,
melambatkan detak jantung dan meningkatkan gerakan usus di saluran cerna.
Berdasarkan hasil penelitian Field dan Schanberg pijat juga memberi dampak
pemacuan saraf nervus vagus (saraf otak ke-10) yang berhubungan dengan sistim
perut besar dan merangsang pengeluaran hormon penyerapan gastrin dan insulin,
dimana kedua hormon tersebut akan meningkatkan absorbsi makanan menjadi
lebih baik, sehingga bayi akan merasa cepat lapar dan akan menyusui lebih aktif
serta sering. Hal ini akan merangsang peningkatan sekresi
hormon prolaktin dan oksitosin ibu yang berakibat ASI akan semakin banyak
diproduksi.
Pemijatan memberikan rangsangan pada saraf vasodilator, sehingga
ketegangan otot akan sembuh dengan adanya respon relaksasi. Pada bayi sehat
yang mendapat pemijatan menunjukkan peningkatan jam tidur sehingga dapat
meningkatkan kesiagaan (alertness) atau kosentrasi. Hal ini disebabkan pijatan
dapat mengubah gelombang otak dengan cara menurunkan gelombang alpha dan
meningkatkan gelombang beta serta tetha, yang dapat dibuktikan dengan
penggunaan EEG (Electro Enchephalogram)
kontraksi otot rahim dan sekresi susu ibu dilepaskan tidak hanya sebagai respon
terhadap isapan selama pemberian ASI dan sebagai respon terhadap persalinan
melainkan juga dilepaskan oleh stimulasi yang tidak menyakitkan seperti
sentuhan, kehangatan, dan usapan-usapan yang diberikan kepada bagian lain dari
tubuh. Kadar oksitosin meningkat di plasma demikian juga di cairan serebrospinal
(CSS) sebagai respon terhadap stimuluds-stimulus ini. Hal ini memberi efek
meningkatkan relaksasi, rasa nyaman, dan interaksi sosial yang positif.
karena yakin telah memiliki kasih sayang dan perlindungan dari orang tua. Ikatan
ini lebih menjamin perkembangan bayi menjadi manusia berkepribadian baik,
tangguh, mandiri, mencintai, dan rasa percaya diri pada lingkungannya.
Sebaliknya, anxious attachment, anak memiliki perasan cemas dan gelisah karena
kurang aman, kurang yakin bahwa ia dicintai, dan kurang mendapat perlindungan
dari orang tua. Ikatan seperti ini bisa berpengaruh negatif karena menjadikannya
sebagai manusia yang memiliki kesulitan tingkah laku, yang bersumber pada
gangguan emosional. Agar anak memiliki secure attachment, maka diperlukan
bonding yang baik, yang muncul jika bayi diberi sentuhan, belaian, dan pijatan
yang disertai kasih sayang orang tuanya. (Hamasah, Putri. 2010).
1) Pagi hari
Pemijatan dapat dilakukan pagi hari sebelum mandi, sebab sisa-
sisaminyak pijat akan lebih mudah dibersihkan, selain itu pemijatan pada pagi hari
memberikan nuansa ceria bagi bayi.
2) Malam hari
Pemijatan malam hari sangatlah baik. Sebab, setelah pemijatanbiasanya
bayi akan santai dan mengantuk, hal ini berguna untuk membantu bayi tidur lebih
nyenyak.
3) Pemijatan dilakukan 15 menit setelah si kecil makan
Pemijatan segera setelah makandapat menyebabkan gangguanpencernaan,
bahkan muntah. Hal ini terjadi karena lambung masih belum siap diguncang dan
gerak peristaltik masih berlangsung untuk mengantar makanan kesaluran
pencernaan.
1. Gerakan usapan
Berkhasiat untuk menenangkan anak. Ahli fisioterapi menganjurkan agar
usapan dilakukan sedikit lebih bertenaga dengan usapan mengarah kejantung,
terutama pijat bagian peripheral (lengan, bahu, tangan, kaki, betis, paha). Gerakan
usapan merangsang aliran darah getah bening. Lancarnya aliran darah dan getah
bening menyebabkan metabolisme tubuh bayi lebih baik sehingga membuatnya
tenang dan nyaman.
30
2. Gerakan remasan
Gerakan remasan dapat membuat otot bayi menjadi lebih kuat sekaligus
melancarkan peredaran darah. Remasan ini juga ditujukan untuk memperlancar
peredaran darah dan kelenjar. Dengan remasan, otot bayi terlatih untuk
berkontraksi dan relaksasi bila disertai dengan latihan peregangan.
3. Gerakan kocokan
Gerakan kocokan bermanfaat untuk mengendurkan jaringan otot. Sebab,
bayi masih jarang berlatih dan bergerak seperti orang dewasa. Ketika sekali atau
dua kali bergerak, ototnya akan cepat tegang sehingga perlu dikendurkan kembali.
4. Gerakan urut lingkar
Gerakan ini memberikan stimulus pada permukaan jaringan otot dan jaringan otot
yang lebih dalam. Dengan tehnik ini aliran darah akan meningkat dan pembuluh
darah akan lebih lebar. Gerakan urut dan lingkar bermanfaat untuk stimulus bagi
otot dan saraf untuk lebih
5. Relaksasi
Membuat goyangan-goyangan ringan, tepukan-tepukan halus dan
peregangan lembut lembut. Sentuhan relaksasi dapat dikerjakan di setiap bagian
badan anak seperti di daerah tangan, pundak dan kaki.
Sentuhan ralaksasi dipakai untuk memulai gerakan pada setiap bagian
badan anak.
1) Tangan disilangkan
2) Membentuk diagonal tangan-kaki
32
Pertemuan ujung kaki kanan dan ujung tangan kiri bayi diatas tubuh bayi sehingga
membentuk garis diagonal. Selanjunya tarik kembali kaki kanan dan tangan kiri
bayi ke posisi semula.
Pertemukan ujung kaki kiri dengan ujung tangan kanan diatas tubuh bayi.
Selanjutnya, tarik kembali tangan dan kaki bayi ke posisi semula.
33
BAB III
METODOLOGI
- Tabel Z-score
- Manekin
- Bola warna-warni
PROSES
P1
Perencanaan
1. Membuat rencana pelaksanaan kegiatan.
2. Menemui bagian progammer di Puskesmas Bumijawa.
3. Mengumpulkan data anak dengan gizi buruk di Puskesmas Bumijawa.
4. Memilih data anak dengan gizi buruk.
5. Mencari referensi tentang gizi buruk pada balita
6. Mempersiapkan sarana dan prasarana untuk melakukan pelatihan kader
TFC tentang gizi buruk pada balita.
P2
Penggerakan
1. Berkoordinasi dengan Kepala Puskesmas, Pendamping Internsip,
Programer gizi, koordinator TFC dan progamer anak di Puskesmas
Bumijawa.
Pelaksanaan
2. Menata dan memeriksa sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan :
- Referensi tentang gizi buruk pada balita
- Data gzi buruk anak di Puskesmas Bumijawa
- Alat tulis pre dan post tes
- Buku Antropometri
- Lembar soal pre test dan post test
- Print out materi
- Snack
P3
Pengawasan
35
OUTPUT
1. Terlaksananya kegiatan pelatihan terhadap kader TFC rawat jalan
mengenai gizi buruk pada balita
2. Kader TFC rawat jalan mampu mendekteksi, Stimulasi Dini tumbuh
kembang balita gizi buruk, dan mampu mengiterpretasikan atropometri.
3. Setelah dilakukan pelatihan dan penyuluhan terhadap kader TFC rawat
jalan sebanyak 5 kali pertemuan terjadi peningkatan pengetahuan pada
kader TFC dan kader menjadi terlatih.
1. Kriteria inklusi
- Sampel merupakan 5 kader TFC rawat jalan Puskesmas
Bumijawa yang masih aktif.
2. Kriteria eksklusi
- Sampel yang tidak mengikuti pertemuan kader
- Sampel yang tidak bersedia mengerjakan soal pre-post test
Jadi total sampel dalam mini project ini adalah 4 orang
BAB IV
HASIL
Nilai Pretest
60
50
40
30
nilai pretest
20
10
0
kader 1 kader 2 kader 3 kader 4
stimulasi
penanganan
deteksi dini
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
kader 1
kader 2
kader 3
kader 4
Berikut grafik komposisi nilai dalam komponen stimulasi hanya dua kader
yang dapat melakukan dengan cukup baik.
kader 1
kader 2
kader 3
kader 4
41
Berikut komponenkomposisi nilai dalam deteksi dini gizi buruk hanya satu
kader yang dapat mengenali dan mebedakan tanda dan gejala dari gizi buruk
dengan benar.
kader 1
kader 2
kader 3
kader 4
80
70
60
50
40 nilai posttest
30
20
10
0
kader 1 kader 2 kader 3 kader 4
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan penyuluhan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1 Meningkatnya Pengetahuan dan keterampilan kader TFC rawat jalan
mengenai gizi buruk pada balita.
2 Kader TFC rawat jalan dapat melakukan stimulasi, pemeriksaan
antopometri serta menginterpretasikan pada balita di TFC rawat jalan.
3 Setelah dilakukan pelatihan terhadap kader TFC sebanyak 5 kali
pertemuan serta menilai pengetahuan kader melalui pre dan post test
pengetahuan kader meningkat dan kader menjadi terlatih.
5.2. Saran
43
DAFTAR PUSTAKA
44
45