Anda di halaman 1dari 48

MINI PROJECT

Pelatihan Deteksi Dan Stimulasi Dini Tumbuh Kembang Balita


Gizi Buruk Terhadap Kader TFC Rawat Jalan Puskesmas
Bumijawa

Disusun oleh:
dr. Santi Yandita Sari
dr. Fifian Dwi Septi A.
dr.Candrika Ramadhani
dr. Anindhi Rahmawati
dr. Almas P.Y Utami

Dokter Pendamping:
dr. Muhammad Afwan

Program Dokter Internship Periode September 2018 –Januari 2019


Puskesmas Bumijawa Kabupaten Tegal
Jawa Tengah
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 5
2.1. Gizi buruk ................................................................................. 5
2.1.1. Definisi ......................................................................... 5
2.1.2. Epidemiologi ................................................................ 5
2.1.3. Klasifikasi gizi buruk .................................................... 6
2.1.4. Etiologi ........................................................................ 7
2.1.5. Katagori status gizi ....................................................... 9
2.2. Alur dan Penatalaksanaan Gizi Buruk. .................................... . 12
2.2.1. Deteksi Dini. ................................................................. 12
2.2.2. Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan Anak… .. . 17
2.2.3. Pengobatan.................................................................... 20
2.3. Pijat Bayi................................... ............................................... 22
2.3.1. Fisiologi Pijat bayi .......................................................... 22
2.3.2.Manfaat Pijat Bayi.......................................................... . 24
2.3.4. Waktu Pemijatan ...................................................... ..... 27
2.3.5. Persiapan sebelum Memijat....................................... ..... 28
2.3.6. Hal-hal dianjurkan saat pijat Bayi................................... 29
2.3.7. Hal-hal yang tidak dianjurkan selama pemijatan......... .. 28
2.3.8. Gerakan Dasar Pemijatan ............................................ .. 30
2.3.9. Teknik Pemijatan Bayi............................................. ...... 30

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 33


3.1. Kerangka Acuan ...................................................................... 33

ii
3.2. Mentode Pengumpulan Data .................................................... 35
3.2.1. Rancangan Pengumpulan Data................................. ...... 35
3.3. Populasi dan Sampel................................................................. 36
3.4. Waktu dan Tempat pengumpulan data ..................................... 35
3.5. Instrumen Pengumpulan data................................................. .. 36
3.6. Cara Pengumpulan Data ........................................................... 36
3.7. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi ..................................... 37
3.7.1. Mentode Intervensi................................................... ...... 37
3.7.2. Petugas penyuluhan ................................................. ...... 37
3.7.3. Lokasi dan Tempat penyuluhan...................................... 37
3.7.4. Sasaran Penyuluhan................................................. ....... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................. 38
4.1. Hasil Penelitian......................................................................... 38
4.2. Pembahasan.............................................................................. 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................. .......................... 43
5.1. Kesimpulan................................................................................ 43
5.2. Saran.......................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 43
LAMPIRAN..................................................................................................... 44

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kurang Energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah
gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia, berpengaruh kepada masih tinggi
angka kematian bayi dan anak. Menurut WHO lebih dari 50 % kematian bayi
dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah
gizi perlu ditangani secara tepat dan cepat (Kemenkes, 2014). Tegal merupakan
salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang mempunyai data gizi buruk dan
gizi kurang yang cukup tinggi.

Data Profil kesehatan di kabupaten Tegal tahun 2016 menunjukkan


bahwa terdapat 2,4 % balita kekurangan gizi yang terdiri dari 2,26 % balita
berstatus gizi kurang dan 0,16 % berstatus gizi buruk yang salah satunya
terdapat di Puskesmas Bumijawa. Prevalensi kasus gizi buruk di Puskesmas
Bumijawa tahun 2016, balita yang mengalami 2 kali penimbangan tetap berat
badannya ( 2T ) sebesar 2,5 %, balita stunting 6,09 %, balita mengalami gizi
kurang 4,1 % sedangkan balita yang mengalami gizi buruk di bawah -2SD
sebanyak 0,9 %. Berdasarkan laporan gizi sampai dengan bulan Agustus 2017
kasus gizi buruk berdasarkan BB/TB sebanyak 8 anak, berdasarkan BB/U
kategori - 2SD sd - 3 SD sebanyak 70 anak dengan atau tanpa penyakit
penyerta. Berdasarkan laporan F3 gizi bulan november 2018 Puskesmas
Bumijawa balita yang mengalami kenaikan BB sebanyak 89% sedangkan yang
tidak mengalami kenaikan BB 11%. Pada tahun 2018 ditemukan penederita
gizi buruk di Puskesmas Bumijawa 39 penderira dan 5 diantaranya disertai
penyakit penyerta. Berdasarkan data tahun 2018 terdapat 104 posyandu yang
tersebar di 18 desa yang ada di Bumijawa. Jumlah kader posyandu yang
terdaftar sebnyak 494 kader dan jumlah kader yang aktif sebanyak 478 (96%).
Puskesamas Bumijawa memiliki program TFC atau yang dikenal dengan pusat
pemulihan gizi.

1
2

Program TFC puskesmas bumijawa didirikan pada tanggal 25 agustus


2017 dengan kegiatan yang meliputi : TFC rawat inap, TFC rawat jalan
(posyandu TFC, pendamping gizi buruk pasca rawat inap ), kunjungan gizi
buruk 2T posyandu TFC, pembentukan CFC (comunity feeding center), litbang
TFC. Adanya Program TFC sendiri bertujuan untuk memperbaiki gizi buruk
pada balita, perbaikan psikologis balita dengan stimulasi yang tepat,
penyuluhan gizi pada keluarga balita dan peningkatan pengetahuan gizi serta
pola asuh pada ibu balita/pengasuh sehingga dapat menerapkannya saat berada
di rumah. Program TFC puskesmas bumijawa memiliki Tim yang terdiri dari
dokter, program gizi, program anak, perawat, laborat, farmasi, P2p dan 5 orang
kader TFC.

Bedasarkan perrmasalahan yang telah di kemukakan diatas, penting


kiranya keterlibatan yang aktif dari para kader kesehatan sebagai orang yang
terpilih dan dilatih untuk berkerja dalam hubungan yang amat dekat dengan
tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan. Sehingga bila para kader dapat
melakukan peran dan fungsinya dengan baik, yang dalam hal ini turut
membantu melakukan deteksi dini gizi buruk dan melaporkan pada pihak
terkait, maka kader telah turut membantu peningkatan status kesehtan anak.
Dalam program TFC sendiri Puskesamas Bumijawa memiliki 5 kader
kesehatan, dimana para kader tidak memiliki keterampilan yang khusus dalam
menangani kasus-kasus gizi buruk seperti deteksi dan stimulasi dini tumbuh
kembang balita. Selama ini para kader program TFC Puskesmas Bumijawa
hanya dilatih dalam pendaftaran dan pemberian paket PMT (pemberian
makanan tambahan ) pada balita.

Mengingat pentingnya tugas tenaga kesehatan puskesmas dalam


pemantauan dan deteksi gizi buruk pada anak, maka perlu pemahaman dan
keterampilan setiap kader TFC dalam mendektesi dan stimulasi dini tumbuh
kembang pada balita gizi buruk. Atas latar belakang tersebut dilaksanakan mini
project sosialisasi dan pelatihan deteksi dan intervensi gizi buruk pada balita
3

yang meliputi Antropometri dan Stimulasi dini kepada kader kesehatan di


Puskesmas Bumijawa.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran pengetahuan kader TFC terkait gizi buruk di
Puskesmas Bumijawa?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di
Puskesmas Bumijawa.

1.3.2. Tujuan Khusus


- Mengetahui pengetahuan dan keterampilan kader TFC dalam
mendektesi dini terhadap balita gizi buruk di puskesmas bumijawa
- Kader TFC rawat jalan dapat melaksanakan stimulasi dini pada balita
di TFC rawat jalan Puskesmas Bumijawa
- Kader TFC dapat melakukan pemeriksaan Antropometri dan
menginterpretasikan secara tepat.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Bagi Peneliti
- Berperan serta dalam upaya deteksi dan intervensi dini gizi buruk.
- Mengaplikasikan pengetahuan mengenai program deteksi dan
intervensi dini gizi buruk.
- Melaksanakan mini project dalam rangka program internship dokter
Indonesia.
4

1.4.2. Manfaat Bagi Puskesmas


- Menambah pemahaman para tenaga kesehatan puskesmas mengenai
karakteristik dan deteksi gizi buruk.
- Sebagai bahan evaluasi bagi puskesmas Bumijawa tentang gambaran
pengetahuan para kader kesehatan mengenai gizi buruk.

1.4.3. Manfaat Bagi Masyarakat


- Masyarakat terfasilitasi dalam program deteksi dan intervensi dini gizi
buruk pada anak.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gizi Buruk


2.1.1. Definisi Gizi Buruk
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan
menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight
(Kemenkes RI, 2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang
gizi tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus,
kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.

2.1.2. Epidemiologi
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Upaya
pemerintahan antara lain melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam
Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui
pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil
menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1 % pada tahun 1998; 8,1% tahun
1999 dan 6,3 % tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan
kembali menjadi 8% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15 %. Kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis
(marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor) umumnya disertai dengan
penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO
menunjukkan bahwa 54 % angka kesakitan pada balita disebabkan karena
gizi buruk, 19 % diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria
dan 32 % penyebab lain.

Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami


perbaikan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi
6

buruk pada anak balita dari 5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun
2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi jumlah nominal anak gizi buruk
masih relatif besar

2.1.3. Klasifikasi Gizi Buruk

1. Marasmus .
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak
terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit),
rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan
(sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel
dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar.
Berikut adalah gejala pada marasmus adalah : Anak tampak sangat kurus
karena hilangnya sebagian besar lemak serta otot-ototnya, tinggal tulang
terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, Iga gambangm perut cekung, otot
paha mengendor (baggy pant), cengeng, rewel dan setelah mendapat makan
anak masih terasa lapar.
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai
seluruh tubuh.

Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein


berat dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari
kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan
oleh infeksi kronik, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut
menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut.
7

Ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah perubahan status


mental : cengeng, rewel, kadang apatis, rambut tipis kemerahan seperti warna
rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut
dapat terlihat rambut kepala kusam, wajah membulat dan sembab, pandangan
mata anak sayu, pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat
diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang
tajam serta kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

3. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita
demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.

2.1.4. Etiologi
Menurut Hasaroh, (2010) masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab
tidak langsung.

1 Tingkat Pendapatan Keluarga.


Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang
disediakan untuk konsumsi balita serta kuantitas ketersediaannya. Pengaruh
peningkatan penghasilan terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga
lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi yang berlawanan hampir
universal.Selain itu diupayakan menanamkan pengertian kepada para orang
tua dalam hal memberikan makanan anak dengan cara yang tepat dan dalam
kondisi yang higienis.
8

2 Tingkatan Pengetahuan Ibu tentang Gizi.


Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu
menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan
gizi seseorang,maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah
makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi.

3 Tingkatan Pendidikan Ibu.


Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi
rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan
terhadap perawatan kesehatan, kebersihan pemeriksaan kehamilan dan pasca
persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan
keluarganya. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh.
Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak-tanduk
menghadapi berbagai masalah, missal memintakan vaksinasi untuk anaknya,
memberikan oralit waktu diare, atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-
anak dari ibu yang mempunyai latar pendidikan lebih tinggi akan mendapat
kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Keterbukaan mereka untuk
menerima perubahan atau hal baru guna pemeliharaan kesehatan anak
maupun salah satu penjelasannya.

4 Akses Pelayanan Kesehatan.


Sistem akses kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical
service)dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Secara
umum akses kesehatan masyarakat adalah merupakan subsistem akses
kesehatan, yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan)
dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun
demikian, tidak berarti bahwa akses kesehatan masyarakat tidak melakukan
pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan).
9

Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan


danstatus gizi pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu
menyusui, bayi dan anak-anak kecil, sehingga dapat menurunkan angka
kematian. Pusat kesehatan yang paling sering melayani masyarakat,
membantu mengatasi dan mencegah gizi kurang melalui program-program
pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan yang selalu siap dan
dekat dengan masyarakat akan sangat membantu meningkatkan derajat
kesehatan. Dengan akses kesehatan masyarakat yang optimal kebutuhan
kesehatan dan pengetahuan gizi masyarakat akan terpenuhi.

2.1.5. Katagori Status Gizi Balita


A. Status gizi balita dinilai menurut 3 indeks yaitu :
1) BB/U adalah berat badan anak yang dicapai pada umur tertentu.
2) TB/U adalah tinggi badan anak yang dicapai pada umur tertentu.
3) BB/TB adalah berat badan anak dibandingkan dengan tinggi badan
yang dicapai.
Ketiga nilai indeks status gizi diatas dibandingkan dengan baku pertumbuhan
WHO
B. Z-score adalah nilai simpangan BB atau TB dari nilai BB atau TB
normal menurut baku pertumbuhan WHO
C. Contoh perhitungan Z score BB/U: (BB anak – BB standar)/standar
deviasi BB standar
D. Batasan untuk kategori status gizi balita menurut indeks BB/U, TB/U,
BB/TB menurut WHO dapat dilihat pada tabel “pengertian kategori
status gizi balita”
10

Tabel Pengertian Kategori Status Gizi Balita

Indikator Status Gizi Z-score


BB/U Gizi Buruk <-3,0 SD
Gizi Kurang -3,0 SD s/d < -2,0 SD
Gizi Baik -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gizi Lebih >2,0 SD
TB/U Sangat Pendek < -3,0 SD
Pendek -3,0 SD s/d <-2,0 SD
Normal ≥ -2,0 SD
BB/TB Sangat Kurus <-3,0 SD
Kurus -3,0 SD s/d < -2,0 SD
Normal -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gemuk >2,0 SD
Sumber: Kepmenkes No. 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar
antropometri penilaian status gizi anak .

Pengertian
Istilah Pengertian
Underweight/Berat Badan gabungan gizi buruk dan gizi
Kurang/Gizi Kurang kurang
Stunting/Pendek gabungan sangat pendek dan
pendek
Wasting/Kurus gabungan sangat kurus dan kurus
11

Sifat Indikator Status Gizi (1)

a. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)


 Memberikan indikasi masalah gizi secara umum karena berat badan
berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan.
 Berat badan menurut umur rendah dapat disebabkan karena pendek
(masalah gizi kronis) atau menderita penyakit infeksi (masalah gizi
akut)

b. Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)


 Memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnnya kronis sebagai
akibat dari keadaan
yang berlangsung lama.
 Misalnya: kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan asupan makanan
kurang dalam waktu yang lama sehingga mengakibatkan anak menjadi
pendek.

Sifat Indikator Status Gizi (2)

c. Indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)


 Memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnnya akut sebagai akibat
dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat).
 Misalnya terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan (kelaparan)
yang menyebabkan anak menjadi kurus.
 Indikator BB/TB dan IMT/U dapat digunakan untuk identifikasi kurus
dan gemuk. Masalah kurus dan gemuk pada umur dini dapat berakibat
pada risiko berbagai penyakit degenerative pada saat dewasa (Teori
Barker).
Masalah gizi akut-kronis adalah masalah gizi yang memiliki sifat
masalah gizi akut dan kronis. Contoh: anak yang kurus dan pendek.
12

Tiga indikator menurut WHO tersebut yang digunakan oleh team TFC
Puskesmas Bumijawa untuk menetukan anak tersebut tergolong gizi buruk yang
harus masuk TFC atau tidak. Hasil diaplikasikan ke dalam buku grafik
pemantauan anak, lalu hasil tersebut di interpretasikan menurut standar indikator,
sebagai berikut :

 Jika hasil menunjukkan kenaikan 1 saja dalam 3 kali bertrut-turut


pengecekan, maka anak tersebut bisa kembali ke klinik gizi rawat jalan.
 Jika 2 kali berturut-turut tidak ada perubahan kenaikan atau pasien tidak
datang, team TFC melakukan intervensi dengan melakukan kunjungan
rumah.
 Jika pasien tidak datang sama sekali, team TFC akan melakakukan
kunjungan ke rumah.

2.2. Alur dan Penatalaksanaan Gizi Buruk


2.2.1. Dekteksi Dini
Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dapat dilakukan pada
semua tingkat pelayanan. Deteksi dini ini dilakukan dengan mengukur
tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala. Adapun pelaksana dan alat
yang digunakan adalah sebagai berikut :
Tingkat Pelayanan Pelaksana Alat yang Digunakan
 Keluarga  Orang tua  KMS
 Masyarakat  Kader kesehatan  Timbangan dacin
 Puskesmas  Dokter  Tabel BB/TB
 Bidan  Grafik LK
 Perawat  Timbangan
 Ahli Gizi  Alat ukur tinggi badan
 Petugas Lainnya  Pita pengukur lingkar
kepala
Tabel Pelaksana dan Alat yang Digunakan pada Deteksi Dini
Pertumbuhan
13

A. Pengukuran Berat Badan Terhadap Tinggi Badan ( BB/TB )


Tujuan pengukuran BB/TB adalah untuk menentukan status gizi anak,
normal, kurus, kurus sekali atau gemuk.Jadwal pengukuran BB/TB
disesuaikan dengan jadwal deteksi dini tumbuh kembang anak ( DDTK ).
Pengukuran dan penilaian BB/TB dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih.

Pengukuran Berat Badan/BB :

 Menggunakan timbangan bayi


 Timbangan bayi digunakan untuk menimbang anak sampai umur
2 tahun atau selama anak masih bisa berbaring/duduk tenang.
 Letakan timbangan pada meja yang datar dan tidak mudah
bergoyang
 Lihat posisi jarum atau angka harus merujuk ke angka 0
 Bayi sebaiknya telanjang, tanpa topi, kaus kaki, sarung tangan
 Baringkan bayi dengan hati-hati diatas timbangan
 Lihat jarum timbangan sampai berhenti
 Baca angka yang ditunjukan oleh jarum timbanngan atau angka
timbangan
 Jika bayi terus menerus bergerak, perhatikan gerakan jarum, baca
angka di tengah-tengah antara gerakan jarum ke kanan dan kekiri
 Menggunakan timbangan injak
 Letakan timbangan di lantai yang datar sehingga tidak mudah
bergerak
 Lihat posisi jarum atau angka harus merujuk ke angka 0
 Anak sebaiknya memakai baju sehari-hari yang tipis, tidak
memakai alas kaki, jaket, topi, jam tangan, kalung, dan tidak
memegang sesuatu
 Anak berdiri di atas timbangan tanpa dipegangi
 Lihat jarum timbangan sampai berhenti
 Baca angka yang ditunjukan oleh jarum timbangan
14

 Jika anak terus menerus bergerak, perhatikan gerakan jarum, baca


angka di tengah-tengah antara gerakan jarum ke kanan dan ke
kiri.

Pengukuran panjang badan (PB) atau Tinggi Badan (TB)

 Cara mengukur dengan posisi berbaring


 Sebaiknya dilakukan oleh 2 orang
 Bayi dibaringkan terlentang pada alas yang datar
 Kepala bayi menempel pada angka 0
 Petugas 1 : kedua tangan memegang kepala bayi agar tetap
menempel pada pembatas angka 0 ( pembatas kepala )
 Petugas 2 : tangan kiri menekan lutut bayi agar lurus, tangan
kanan meluruskan batas kaki ke telapak kaki
 Petugas 2 membaca angka di tepi luar pengukur

Gambar 1. Posisi anak dan petugas ketika dilakukan pengukuran


panjang badan
 Cara mengukur dengan posisi berdiri
 Anak tidak memakai sandal atau sepatu
 Berdiri tegak menghadap kedepan
 Punggung, pantat dan tumit menempel pada tiang pengukur
 Turunkan batas atas pengukur sampai menempel di ubun-ubun
15

 Baca angka pada batas tersebut

Gambar 2. Posisi berdiri anak saat diukur tinggi badan

 Penggunaan Tabel BB/TB ( Direktorat Gizi Masyarakat )


 Ukur tinggi/panjang dan timbang berat badan anak, sesuai cara di atas
 Lihat kolom tinggi/panjang badan anak yang sesuai dengan hasil
pengukuran
 Pilih kolom berat badan untuk laki-laki ( kiri ) atau perempuan ( kanan )
sesuai jenis kelamin anak, cari angka berat badan yang terdekat dengan
berat badan anak
 Dari angka berat bdan tersebut, lihat bagian atas kolom untuk mengetahui
angka standar deviasi ( SD )
 Interpretasi :
Normal : -2 SD s/d 2 SD atau Gizi baik
Kurus : < -2 SD s/d -3 SD atau Gizi kurang
Kurus sekali : < -3 SD atau Gizi buruk
Gemuk : > 2 SD atau Gizi lebih
B. Pengukuran Lingkaran Kepala Anak ( LKA )
Pengukuran lingkar kepala anak dalah cara yang biasa dipakai
untuk mengetahui perkembangan otak anak. Biasanya besar tengkorak
mengikuti perkembangan otak, sehingga jika ada hambatan pada
perkembangan tengkorak maka perkembangan otak anak juga terhambat.
16

LKA dapat dipakai sebagai salah satu alat pemantau perkembangan


kecerdasan anak.
Tujuan pengukuran LKA adalah untuk mengetahui lingkaran
kepala anak dalam batas normal atau diluar batas normal. Jadwal
disesuaikan dengan umur anak. Umur 0-11 bulan, pengukuran dilakukan
setiap tiga bulan. Pada anak yang lebih besar umur 12-27 bulan,
pengukuran dilakukan setiap enam bulan. Pengukuran dan penilaian
lingkaran kepala anak dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih.
o Cara mengukur lingkar kepala anak
 Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati dahi,
menutupi alis mata, diatas kedua telinga, dan bagian belakang
kepala yang menonjol, tarik agak kencang.
 Baca angka pada pertemuan dengan angka 0
 Tanyakan tanggal lahir bayi / anak, hitung umur bayi / anak
 Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala menurut
umur dan jenis kelamin anak
 Buat garis yang menghubungkan antara ukuran yang lalu dengan
ukuran sekarang

Gambar 3. Cara Pengukuran Lingkar Kepala Anak


Interpretasi :
 Jika ukuran lingkaran kepala anak berada di dalam “jalur hijau” maka
lingkaran kepala anak normal
17

 Jika ukuran lingkaran kepala anak berada diluar “jalur hijau” maka
lingkaran kepala anak tidak normal
 Lingkaran kepala anak tidak normal ada 2, yaitu makrosefal jika berada
diatas “jalur hijau” dan mikrosefal jika berada dibawah “jalur hijau”.

Intervensi :
 Jika ditemukan makrosefal maupun mikrosefal segera dirujuk ke rumah
sakit

2.2.2. Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan Anak


Deteksi ini dilakukan di semua tingkat pelayanan. Adapun pelaksana dan
alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

Tingkat Pelayanan Pelaksana Alat yang Digunakan


 Keluarga  Orang tua  Buku KIA
 Masyarakat  Kader kesehatan
 Puskesmas  Dokter  KPSP
 Bidan  TDL
 Perawat  TDD
Tabel Pelaksana dan Alat yang Digunakan pada Deteksi Dini Pertumbuhan

Keterangan:

KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

KPSP : Kuesioner Pra Skrining Perkembangan

TDL : Tes Daya Lihat

TDD : Tes Daya Dengar

o Skrining Perkembangan
Menurut batasan WHO, skrining adalah prosedur yang relatif cepat,
sederhana dan murah untuk populasi yang asimtomatik tetapi mempunyai
18

risiko tinggi atau dicurigai mempunyai masalah. Blackman (1992)


menganjurkan agar bayi atau anak dengan risiko tinggi (berdasarkan
anamnesis atau pemeriksaan fisik rutin) harus dilakukan skrining
perkembangan secara periodik. Sedangkan bayi atau anak dengan risiko
rendah dimulai dengan kuesioner praskrining yang diisi atau dijawab oleh
orangtua. Bila dari kuesioner dicurigai ada gangguan tumbuh kembang
dilanjutkan dengan skrining.

A. Skrining/ Pemeriksaan Perkembangan Anak Menggunakan Kuesioner


Pra Skrining Perkembangan ( KPSP )
Kuesioner ini diterjemahkan dan dimodifikasi dari Denver
Prescreening Developmental Questionnaire (PDQ) oleh tim Depkes RI yang
terdiri dari beberapa dokter spesialis anak, psikiater anak, neurolog, THT,
mata dan lain-lain pada tahun 1986.Tujuanskrining / pemeriksaan
perkembangan anak menggunakan KPSP adalah untuk mengetahui
perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.

Jadwal skrining / pemeriksaan KPSP adalah pada umur 3, 6, 9, 12, 15,


18, 21, 24, 30,36, 42, 48, 54, 60, 66 dan 72 bulan. Jika anak belum mencapai
umur skrining tersebut, minta ibu datang kembali pada umur skrining yang
terdekat untuk pemeriksaan rutin. Misalnya bayi umur 7 bulan, diminta
datang kembali untuk skrining pada umur 9 bulan. Apabila orang tua datang
dengan keluhan anaknya mempunyai masalah tumbuh kembang sedangkan
umur anak bukan umur skrining maka pemeriksaan menggunakan KPSP
untuk umur skrining terdekat yang lebih muda.

o Alat / instrument yang digunakan adalah :


 Formulir KPSP menurut umur, berisi 9-10 pertanyaan tentang kemampuan
perkembangan yang telah dicapai anak. Sasaran KPSP anak umur 0-72
bulan.
 Alat Bantu pemeriksaan berupa : pensil, kertas, bola sebesar bola tennis,
kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah, kismis, kacang
19

tanah, potongan biscuit kecil berukuran 0,5-1 cm.

o Cara menggunakan KPSP :


 Pada waktu pemeriksaan / skrining, anak harus dibawa.
 Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal, bulan dan tahun anak

lahir.
Bila umur anak lebih dari 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan.
Contoh : bayi umur 3 bulan 16 hari, dibulatkan menjadi 4 bulan. Bila umur
bayi 3 bulan 15 hari dibulatkan menjadi 3 bulan.
 Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang sesuai dengan umur
anak.
 KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu:Pertanyaan yang dijawab
oleh ibu/pengasuh anak, contoh: “Dapatkah bayi makan kue sendiri?”
 Perintahkan kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan
tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh: “Pada posisi bayi anda telentang,
tariklah bayi anda pada pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke
posisi duduk.”
 Jelaskan kepada orangtua agar tidak ragu-ragu atau takut menjawab, oleh
karena itu pastikan ibu/pengasuh anak mengerti apa yang ditanyakan
kepadanya.
 Tanyakan pertanyaan tersebut secara berurutan, satu persatu. Setiap
pertanyaan hanya ada 1 jawaban, Ya atau Tidak. Catat jawaban tersebut
pada formulir.
 Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah ibu/pengasuh anak menjawab
pertanyaan.
 Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.

o Interpretasi hasil KPSP :

 Hitunglah berapa jawaban Ya.

- Jawaban Ya : Bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak bisa atau



pernah atau sering atau kadang-kadang 
melakukannya.

20

- Jawaban Tidak : Bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak belum



pernah melakukan atau tidak pernah atau ibu/pengasuh anak
tidak tahu.

 Jumlah jawaban Ya = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan


tahapperkembangannya (S)

 Jumlah jawaban Ya =7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M)


 Jumlah jawaban 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P)

 Untuk jawaban “Tidak”, perlu dirinci jumlah jawaban tidak menurut jenis
keterlambatan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan
kemandirian).

2.2.3. Pengobatan
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase
stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil
memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini
digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-
kwarshiorkor.

1. Tahap Penyesuaian

Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima


makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tinggi protein
(TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2
minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima
dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan
yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang
dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung.
Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila
ada, berikan ASI.

Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti


makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan
21

makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan


ketentuan sebagai berikut:

a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.

b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.

c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap


dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3
hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan

d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali
sehari tiap 2-3 jam.

Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan


makanan lewat pipa (per-sonde)

2. Tahap Penyembuhan

Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik,


secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga
konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram
protein/kg berat badan sehari.

3. Tahap Lanjutan

Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan


memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang
tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang
mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai
dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin
diperlukan adalah :

a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda


hipoglikemia. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
22

b. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikansecara intra


muskulerbilaterdapathipomagnesimia.

c. Vitamin A diberikansebagaipencegahansebanyak 200.000 SI peroralatau


100.000 SI secara intra muskuler. Bilaterdapatxeroftalmia, vitamin A
diberikandengandosis total 50.000 SI/kg beratbadandandosismaksimal
400.000 SI.

d. Vitamin B dan vitamin C dapatdiberikansecarasuntikan per-oral. Zatbesi


(Fe) danasamfolatdiberikanbilaterdapat anemia yang biasanyamenyertai KKP
berat

2.3. Pijat Balita


Pijat bayi biasa disebut dengan stimulus touch. Pijat bayi dapat diartikan
sebagai sentuhan komunikasi yang nyaman antara ibu dan bayi. Pijat bayi sudah
dikenal sejak berabad-abad yang lalu, pada berbagai bangsa dan kebudayaan,
dengan berbagai bentuk terapi dan tujuan. Pijat bayi merupakan pengungkapan
rasa kasih sayang antara orang tua dengan anak lewat sentuhan kulit yang
berdampak luar biasa.

2.3.1. Fisiologi Pijat Balita


Fungsi fisiologi tubuh melalui beberapa sistim syaraf sebagai berikut :

1. Sistem Peredaran Darah

Pijatan dengan tekanan yang agak dalam (± 1-2 mm) akan menambah
aliran darah sampai 85% dan meningkatkan aliran cairan limfa. Pijatan memberi
efek pelebaran pada vena dan kapiler serta memacu efek saraf vasomotor sehingga
membantu darah bergerak melalui vena. Efek ini akan menimbulkan rasa segar
karena akan mendapat oksigen lebih banyak. Disamping itu juga akan terjadi
pembersihan tempat yang dipijat dari zat racun sehingga efek jangka panjang pada
23

sistem peredaran darah adalah meningkatkan tonus dan regangan pembuluh darah
itu sendiri.

2. Sistem Limfatik
Pijat sangat berperan untuk aliran limfatik. Racun dan sampah tubuh
dialirkan ke pembuluh darah untuk dinetralisisr, bengkak/udem akan berkurang.
Dengan dipijat pembentukan limfosit akan meningkat, aliran limfe menjadi
lancar. Jumlah limfosit yang meningkat akan meningkatkan sistem kekebalan
yang dapat membantu mencegah infeksi dan penyakit.
Pemijatan akan meningkatkan aktivitas neurotransmitter serotonin, yaitu
meningkatkan kapasitas sel reseptor yang mengikat glucocorticoid (adrenalin,
suatu hormon stres). Proses ini akan menyebabkan terjadinya penurunan kadar
hormon adrenalin. Sehingga akan meningkatkan daya tahan tubuh, terutama IgM
dan IgG .
3. Kulit
Kulit bagian dermis terdapat banyak pembuluh darah, pembuluh limfe dan
ujung-ujung dari saraf, yang akan berpengaruh pada saat pemijatan. Rangsangan
pada reseptor akan menyebabkan perubahan reaksi reflek seperti pelebaran
pembuluh darah, relaksasi otot dan
pori-pori akan terbuka. Membukanya pori-pori akan mengeluarkan keringat
sehingga dapat membuang racun dan sampah tubuh, selain itu juga sangat
membantu untuk kulit yang kering.
4. Sistem otot
Pada saat latihan posisi otot hanya memanjang, selama pijat posisi otot
ditarik kearah samping dan memanjang. Keadaan ini akan meningkatkan
mikrosirkulasi yang dapat menyembuhkan ketegangan otot dan menguraikan
perlengketan jaringan sehingga akan mencegah jaringan perut. Selain itu dengan
pijat dapat mengeluarkan racun seperti asam laktat yang menyebabkan kelesuan.
Dengan meningkatnya fleksibilitas dan integritas dari jaringan, pijat
dapatmenyembuhkan kram serta dapat menguraikan ketegangan postur.
24

5. Sistem Saraf
Pijat mempengaruhi sistem saraf dari tepi sampai pusat. Tekanan pada
reseptor saraf di kulit akan menyebabkan pelebaran vena, arteri dan kepiler
sehingga akan menghambat penyempitan, melemaskan ketegangan otot,
melambatkan detak jantung dan meningkatkan gerakan usus di saluran cerna.
Berdasarkan hasil penelitian Field dan Schanberg pijat juga memberi dampak
pemacuan saraf nervus vagus (saraf otak ke-10) yang berhubungan dengan sistim
perut besar dan merangsang pengeluaran hormon penyerapan gastrin dan insulin,
dimana kedua hormon tersebut akan meningkatkan absorbsi makanan menjadi
lebih baik, sehingga bayi akan merasa cepat lapar dan akan menyusui lebih aktif
serta sering. Hal ini akan merangsang peningkatan sekresi
hormon prolaktin dan oksitosin ibu yang berakibat ASI akan semakin banyak
diproduksi.
Pemijatan memberikan rangsangan pada saraf vasodilator, sehingga
ketegangan otot akan sembuh dengan adanya respon relaksasi. Pada bayi sehat
yang mendapat pemijatan menunjukkan peningkatan jam tidur sehingga dapat
meningkatkan kesiagaan (alertness) atau kosentrasi. Hal ini disebabkan pijatan
dapat mengubah gelombang otak dengan cara menurunkan gelombang alpha dan
meningkatkan gelombang beta serta tetha, yang dapat dibuktikan dengan
penggunaan EEG (Electro Enchephalogram)

2.3.2. Manfaat Pijat Balita

1. Membuat bayi dan ibu semakin tenang dan nyaman


Bayi yang mendapat pijatan secara teratur akan lebih rileks dan tenang.
Dengan sirkulasi darah dan oksigen yang lancar otomatis membuat imunitas tubuh
bayi lebih baik. Selain fisik, pijat juga sangat mempengaruhi emosional, karena
aktivitas pijat akan menjalin bonding antara anak dan orang tua. Unsur utama pijat
bayi adalah sentuhan (touch), bukan tekanan (pressure). Field (2005) dalam
studinya mengatakan, oksitosin sebagai hormon hipofisis yang menstimulasi
25

kontraksi otot rahim dan sekresi susu ibu dilepaskan tidak hanya sebagai respon
terhadap isapan selama pemberian ASI dan sebagai respon terhadap persalinan
melainkan juga dilepaskan oleh stimulasi yang tidak menyakitkan seperti
sentuhan, kehangatan, dan usapan-usapan yang diberikan kepada bagian lain dari
tubuh. Kadar oksitosin meningkat di plasma demikian juga di cairan serebrospinal
(CSS) sebagai respon terhadap stimuluds-stimulus ini. Hal ini memberi efek
meningkatkan relaksasi, rasa nyaman, dan interaksi sosial yang positif.

2. Meningkatkan pertumbuhan dan berat badan balita


Bayi yang dipijat mengalami peningkatan kadar enzim penyerapandan
insulin sehingga penyerapan terhadap sari makanan menjadi lebih baik. Bayi
menjadi cepat lapar dan karena itu lebih sering menyusu sehingga meningkatkan
produksi ASI.

3. Meningkatkan efektivitas istirahat (tidur) dan konsentrasi balita


Menurut Field (2010) bayi yang dipijat, dibandingkan dengan kelompok
kontrol, mencapai penyesuaian siklus aktivitas istirahat mereka lebih
menyenangkan pada usia 8 minggu dan produksi melatonin noktural yang lebih
tinggi pada usia 12 minggu. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa terapi pijat
yang diberikan secara rutin waktu tidur bayi dapat menjadi sinyal sosial yang kuat
yang dapat mempengaruhi perkembangan dari siklus tidur terjaga. Sehingga bayi
yang terpenuhi kebutuhan tidurnya, saat bangun akan menjadi bugar. Kebugaran
ini juga menjadi factor mendukung konsentrasi dan kerja otak bayi

4. Meningkatkan produksi ASI dan gerak peristaltik untuk pencernaan.


Pijat bayi dapat menyebabkan bayi lebih rileks dan dapatbersistirahat
dengan efektif, hal ini berdampak positif ketika bayi bangun dan membawa energi
yang cukup untuk beraktivitas. Dengan aktivitas yang optimal, bayi akan cepat
lapar sehingga nafsu makannya meningkat. Peningkatan nafsu makan ini juga
ditambah dengan peningkatan aktivitas nervus vagus dalam menggerakkan sel
peristaltik untuk mendorong makanan ke saluran pencernaan.
26

Dengan semakin banyak dihisap, ASI pun terstimulasi untuk berproduksi.

5. Meningkatkan daya tahan tubuh


Pemijatan memberikan dampak yang signifikan dalammeningkatkan sel
pembunuh alami (natural killer cells). Hal ini dibuktikan pada penderita HIV
yang dipijat sebanyak 5 kali dalam seminggu selama satu bulan mampu
meningkatkan jumlah dan toksisitas sel pembunuh alami (natural killer cells).
Dengan demikian, kemungkinan penderita terkena infeksi sekunder berkurang.

6. Meningkatkan aliran oksigen dan nurtisi menuju sel


Pemijatan dapat memperlancar proses pengangkutan oksigen kesel-sel
yang akan dituju. Pengangkutan oksigen ini penting agar sel-sel dapat
menjalankan fungsinya dengan normal. Aliran oksigen ke sel-sel saraf yang tidak
lancar dapat menyebabkan rasa sakit, menurunnya konsentrasi, dan kesiagaan.
Stimulasi pemijatan juga memperlancar mengalirnya nutrisi ke seluruh sel. Nutrisi
ini penting agar sel-sel dapat tumbuh dan menjalankan fungsinya.

7. Membina kasih sayang orang tua dengan anak (bonding)


Ada dua istilah terkait ikatan antara anak dan orang tua, yaitubonding dan
attachment. Bonding merupakan perasaan kedekatan batin yang timbul pada diri
orang tua terhadap bayinya. Sedangkan attachment adalah keterikatan bayi pada
orang tuanya.
8. Memacu perkembangan otak dan sistem saraf
Rangsangan yang diberikan pada kulit bayi akan memacu proses
myelinisasi (penyemburnaan otak dan sistem saraf) sehingga dapat meningkatkan
komunikasi ke tubuh bayi dan keaktifan sel neuron. Myelinisasi yang berlangsung
lebih cepat memungkinkan otak bayi semakin terpacu untuk berfungsi sempurna
dalam mengkoordinasikan tubuh. Bayi lebih sigap dan lincah dalam menanggapi
apa yang dihadapinya. Ada dua pola utama pembentukan keterikatan antara bayi
dan ibu yang ditemukan oleh Ainsworth (1978), yaitu secure attachment dan
anxious attachment. Pada secure attachment, anak memiliki rasa aman setiap saat,
27

karena yakin telah memiliki kasih sayang dan perlindungan dari orang tua. Ikatan
ini lebih menjamin perkembangan bayi menjadi manusia berkepribadian baik,
tangguh, mandiri, mencintai, dan rasa percaya diri pada lingkungannya.
Sebaliknya, anxious attachment, anak memiliki perasan cemas dan gelisah karena
kurang aman, kurang yakin bahwa ia dicintai, dan kurang mendapat perlindungan
dari orang tua. Ikatan seperti ini bisa berpengaruh negatif karena menjadikannya
sebagai manusia yang memiliki kesulitan tingkah laku, yang bersumber pada
gangguan emosional. Agar anak memiliki secure attachment, maka diperlukan
bonding yang baik, yang muncul jika bayi diberi sentuhan, belaian, dan pijatan
yang disertai kasih sayang orang tuanya. (Hamasah, Putri. 2010).

2.3.4. Waktu Pemijatan

1) Pagi hari
Pemijatan dapat dilakukan pagi hari sebelum mandi, sebab sisa-
sisaminyak pijat akan lebih mudah dibersihkan, selain itu pemijatan pada pagi hari
memberikan nuansa ceria bagi bayi.
2) Malam hari
Pemijatan malam hari sangatlah baik. Sebab, setelah pemijatanbiasanya
bayi akan santai dan mengantuk, hal ini berguna untuk membantu bayi tidur lebih
nyenyak.
3) Pemijatan dilakukan 15 menit setelah si kecil makan
Pemijatan segera setelah makandapat menyebabkan gangguanpencernaan,
bahkan muntah. Hal ini terjadi karena lambung masih belum siap diguncang dan
gerak peristaltik masih berlangsung untuk mengantar makanan kesaluran
pencernaan.

Tempat Pemijatan Balita


Ruangan yang hangat tapi tidak panas, Ruangan kering dan tidak pengap,
Ruangan tidak berisik,Ruangan yang peneranganya cukup, Ruangan tanpa aroma
meyengat dan mengganggu, Suasana yang tenang saat pemijatan
28

2.3.5. Persiapan Sebelum Memijat


Sebelum melakukan pemijatan harus memperhatikan hal-hal berikut ini :
1) Tangan bersih dan hangat
2) Hindari agar kuku dan perhiasan tidak mengakibatkan goresan pada
kulit bayi
3) Ruang untuk memijat diupayakan hangat dan tidak pengap
4) Bayi sudah selesai makan atau sedang tidak lapar
5) Sediaka waktu untuk tidak diganggu minimal selama 15 menit guna
melakukan seluruh tahap-tahap pemijatan
6) Duduklah pada posisi nyaman dan tenang
7) Baringkanlah bayi diatas permukaan kain yang rata, lembut, dan bersih
8) Siapkan handuk, popok, baju ganti dan minyak bayi (baby oil/ lotion).
9) Mintalah izin pada bayi sebelum melakukan pemijatan dengan cara
membelai wajah dan kepala bayi sambil mengajaknya berbicara.

2.3.6. Hal-hal Yang Dianjurkan :


Ciptakan suasana yang tenang atau lembut selama pemijatan.
1. Memandang mata bayi selama pemijatan dengan disertai pancaran kasih
sayang
2. Melakukan sentuhan ringan pada awal pemijatan, kemudian secara
bertahap tambahkanlah tekanan pada sentuhan tersebut.
3. Sesering mungkin lumurkan minyak atau baby oil sebelum dan selama
pemijatan.
4. Melakukan gerakan pembukaan berupa sentuhan ringan disepanjang sisi
muka bayi atau mengusap rambutnya dengan mengajak bicara.
5. Dianjurkan melakukan gerakan urutan dari bagian kaki, karena
umumnya bayi lebih menerima apabila dipijat pada daerah kaki.
6. Tanggap dengan isyarat atau respon yang diberikan oleh bayi pada saat
pemijatan.
7. Hindarkan mata bayi dari percikan atau lelehan minyak atau baby oil.
29

8. Memandikan bayi segera pemijatan agar merasa segar dan bersih

2.3.7. Hal-hal Yang Tidak Dianjurkan Selama Pemijatan Balita


1. Memijat bayi langsung setelah makan. Waktu terbaik pemijatan adalah
2 jam setelah makan makananpadat. Pada jam tersebut diasumsikan bayi
tidak dalam kondisi terlalu lapar ataupun kelewat kenyang.
2. Membangunkan bayi khusus untuk pemijatan
3. Memijat bayi pada saat bayi dalam keadaan tidak sehat
4. Memijat bayi pada saat bayi tidak mau dipijat
5. Memaksakan posisi pijat tertentu pada bayi

Cara Pemijatan Sesuai Usia Balita


1. 0 – 1 bulan, disarankan gerakan yang lebih mendekati usapan-
usapan halus. Sebelum tali pusat lepas sebaiknya tidak dilakukan
pemijatan di daerah perut
2. 1 – 3 bulan, disarakan gerakan halus disertai dengan tekanan ringan
dalam waktu yang singkat
3. 3 bulan – 3 tahun. Disarankan seluruh gerakan dilakukan dengan
tekanan dan waktu yang semakin meningkat.

2.3.8. Gerakan Dasar Pemijatan

1. Gerakan usapan
Berkhasiat untuk menenangkan anak. Ahli fisioterapi menganjurkan agar
usapan dilakukan sedikit lebih bertenaga dengan usapan mengarah kejantung,
terutama pijat bagian peripheral (lengan, bahu, tangan, kaki, betis, paha). Gerakan
usapan merangsang aliran darah getah bening. Lancarnya aliran darah dan getah
bening menyebabkan metabolisme tubuh bayi lebih baik sehingga membuatnya
tenang dan nyaman.
30

2. Gerakan remasan
Gerakan remasan dapat membuat otot bayi menjadi lebih kuat sekaligus
melancarkan peredaran darah. Remasan ini juga ditujukan untuk memperlancar
peredaran darah dan kelenjar. Dengan remasan, otot bayi terlatih untuk
berkontraksi dan relaksasi bila disertai dengan latihan peregangan.
3. Gerakan kocokan
Gerakan kocokan bermanfaat untuk mengendurkan jaringan otot. Sebab,
bayi masih jarang berlatih dan bergerak seperti orang dewasa. Ketika sekali atau
dua kali bergerak, ototnya akan cepat tegang sehingga perlu dikendurkan kembali.
4. Gerakan urut lingkar
Gerakan ini memberikan stimulus pada permukaan jaringan otot dan jaringan otot
yang lebih dalam. Dengan tehnik ini aliran darah akan meningkat dan pembuluh
darah akan lebih lebar. Gerakan urut dan lingkar bermanfaat untuk stimulus bagi
otot dan saraf untuk lebih

2.3.9. TEKNIK PEMIJATAN BALITA

1. Memijat daerah muka


Letakkan jari-jari kedua tangan pada pertengahan dahi kemudian tekankan
jari-jari dengan lembut mulai dari tengah dahi keluar ke samping kanan dan kiri
seolah menyetrika dahi. lalu lanjutkan usapan bagian pelipis hingga ke dagu
kemudian lanjutkan pijatan ringan dari dagu hingga kebelakang telingga dan
terakhir gerakan usapan keatas daerah bibir dan bawah bibir.
2. Memijat daerah tangan
Pemijatan dilakukan pada tiga bagian pada tangan yaitu lengan atas
,lengan bawah serta punggung tangan , pemijatan ini dapat menstimulasi atau
merangsang sensoris dan motorik (kekakuan pada otot otot ataupun melatih
kekuatan dari otot otot )
a. Pertama kita lakukan gerakan memutar dengan mengunakan ibu jari
31

b.Memberi rangsangan dengan mengunakan tiga jari atau dengan mengunakan


sendok , stimulasi ini dimulai dari ujung bahu hingga siku kemudian siku ke
pergelangan tangan serta punggu tangan

3. Memijat daerah kaki


Pemijatan dilakukan pada tiga bagian pada kaki yaitu paha atas ,paha
bawah serta telapak kaki, pemijatan ini juga dapat menstimulasi atau merangsang
sensoris dan motorik ( kekakuan pada otot otot ataupun melatih kekuatan dari
otot otot ) pada saat berjalan.
a. Pertama kita lakukan gerakan memutar dengan mengunakan ibu jari
b.Memberi rangsangan dengan mengunakan tiga jari atau dengan mengunakan
sendok , stimulasi ini dimulai dari paha atas hingga ke lutut,lutut ke pergelangan
kaki kemudian dilanjutkan dengan usapan2 pada telapak atau pijat pijatan kecil
pada ujung lipatan jari-jari kaki

4. Memijat daerah punggung


a. Memberi stimulasi atau rangsangan agar anak berusaha tengkurep
b.Sepanjang tulang belakangnnya
Dengan mengunakan tiga jari, gerakan memijat lurus sepanjang tulang
belakang di mulai dari punggu atas lurus hingga ke daerah pinggang

5. Relaksasi
Membuat goyangan-goyangan ringan, tepukan-tepukan halus dan
peregangan lembut lembut. Sentuhan relaksasi dapat dikerjakan di setiap bagian
badan anak seperti di daerah tangan, pundak dan kaki.
Sentuhan ralaksasi dipakai untuk memulai gerakan pada setiap bagian
badan anak.
1) Tangan disilangkan
2) Membentuk diagonal tangan-kaki
32

Pertemuan ujung kaki kanan dan ujung tangan kiri bayi diatas tubuh bayi sehingga
membentuk garis diagonal. Selanjunya tarik kembali kaki kanan dan tangan kiri
bayi ke posisi semula.
Pertemukan ujung kaki kiri dengan ujung tangan kanan diatas tubuh bayi.
Selanjutnya, tarik kembali tangan dan kaki bayi ke posisi semula.
33

BAB III
METODOLOGI

3.1 Kerangka Acuan


INPUT
1. MAN
 Pelaksana : Dokter Internsip Puskesmas Bumijawa
 Sasaran : 4 kader TFC rawat jalan Puskesmas Bumijawa
2. Money : Swadana pelaksana dan Progammer Puskesmas Bumijawa
3. Material
- Referensi tentang gizi buruk pada anak
- Data gzi buruk anak di Puskesmas Bumijawa
- Alat tulis pre dan post tes
- Buku Antropometri
- Lembar soal pre test dan post test
- Print out materi
- Snack
4. Method
a. Pertemuan dengan kader TFC dilaksanakan di Puskesmas Bumijawa
oleh dokter Internsip diluar jadwal TFC.
- Pretest
- Penyuluhan
- Antopometri
- Stimulasi
- Diskusi
- Posttest
b. Penerapan metode stimulasi pada saat pertemuan TFC oleh Kader TFC
dan dokter Internsip
5. Machine :
- Alat tulis ( pensil, penghapus, pulpen, kertas)
- Alat dokumentasi (kamera handpone)
34

- Tabel Z-score
- Manekin
- Bola warna-warni

PROSES
P1
Perencanaan
1. Membuat rencana pelaksanaan kegiatan.
2. Menemui bagian progammer di Puskesmas Bumijawa.
3. Mengumpulkan data anak dengan gizi buruk di Puskesmas Bumijawa.
4. Memilih data anak dengan gizi buruk.
5. Mencari referensi tentang gizi buruk pada balita
6. Mempersiapkan sarana dan prasarana untuk melakukan pelatihan kader
TFC tentang gizi buruk pada balita.
P2
Penggerakan
1. Berkoordinasi dengan Kepala Puskesmas, Pendamping Internsip,
Programer gizi, koordinator TFC dan progamer anak di Puskesmas
Bumijawa.
Pelaksanaan
2. Menata dan memeriksa sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan :
- Referensi tentang gizi buruk pada balita
- Data gzi buruk anak di Puskesmas Bumijawa
- Alat tulis pre dan post tes
- Buku Antropometri
- Lembar soal pre test dan post test
- Print out materi
- Snack
P3
Pengawasan
35

Mengawasi pelaksanaan kegiatan pelatihan mengenai gizi buruk pada balita


terhadap kader TFC rawat jalan sesuai dengan rencana yang telah disusun, baik
sasaran, waktu, maupun hasil yang dicapai.
Pengendalian
Mengendalikan pelaksanaan kegiatan apabila didapatkan hal-hal yang tidak sesuai
dengan perencanaan.
Penilaian
Menilai pelaksanaan kegiatan pelatihan mengenai gizi buruk pada Balita terhadap
kader TFC rawat jalan.

OUTPUT
1. Terlaksananya kegiatan pelatihan terhadap kader TFC rawat jalan
mengenai gizi buruk pada balita
2. Kader TFC rawat jalan mampu mendekteksi, Stimulasi Dini tumbuh
kembang balita gizi buruk, dan mampu mengiterpretasikan atropometri.
3. Setelah dilakukan pelatihan dan penyuluhan terhadap kader TFC rawat
jalan sebanyak 5 kali pertemuan terjadi peningkatan pengetahuan pada
kader TFC dan kader menjadi terlatih.

3.2. Metode Pengumpulan Data


3.2.1. Rancangan Pengumpulan Data
Pengumpulan data digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan
mengenai gizi buruk bagi para kader TFC rawat jalan Puskesmas Bumijawa.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

3.3. Populasi dan Sampel


a. Populasi target adalah kader TFC rawat jalan Puskesmas
Bumijawa.
b. Sampel
Kriteria sampel yang memenuhi syarat yaitu :
36

1. Kriteria inklusi
- Sampel merupakan 5 kader TFC rawat jalan Puskesmas
Bumijawa yang masih aktif.
2. Kriteria eksklusi
- Sampel yang tidak mengikuti pertemuan kader
- Sampel yang tidak bersedia mengerjakan soal pre-post test
Jadi total sampel dalam mini project ini adalah 4 orang

3.4. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan ketika kegiatan pertemuankader TFC rawat
jalan Puskesmas Bumijawa tanggal 23 Oktober 2018- 22 november 2018,
pertemuan dilakukan sebanyak 5 kalibertempat di Puskesmas Bumijawa.

3.5. Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen pengumpulan data pada mini project ini adalah soal pre-post
dimana pretest dilakukan di awal kegiatan pertemuan dan post test dilaksanakan
di akhir pertemuan dengan kader, soal pre-post test terdiri atas data tentang
pengetahuan terkait tanda gejala, pencegahan serta deteksi dini.

3.6. Cara Pengumpulan Data


Semua jenis data yang dikumpulkan pada mini project ini adalah data berupa
hasil intervensi.Pengumpulan data yang dilakukan dengan pengisian soal dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pelaksanan dalam hal ini dokter internship Puskesmas Bumijawa meminta
persetujuan responden untuk melakukan pengisian soal.
b. Memberikan penjelasan tentang tujuan pengumpulan data dan sifat
keikutsertaan responden dalam hal ini.
c. Membagikan soal kepada responden yaitu kader TFC rawat jalan
puskesmasBumijawa.
d. Memberikan penjelasan kepada responden berkaitan dengan seputar gizi buruk.
e. Membuka sesi diskusi berupa tanya jawab seputar gizi buruk
37

f. Soal yang telah diisi, dikumpulkan dan diperiksa kelengkapannya.

3.7. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


3.7.1. Metode Intervensi
Metode intervensi yang digunakan dalam mini project ini adalah
penyuluhan group discussion dengan alat bantu slide dengan soal pretest yang
dibagikan sebelumnya. Soalakan diberikan dalam bentuk soal pilihan ganda.

3.7.2. Petugas Penyuluhan


Petugas penyuluhan dari kegiatan mini project ini adalah :
1. Dokter Internship Puskesmas Bumijawa periode 13 September 2018 –13
Januari 2019.
2. Petugas kesehatan lain dari Puskesmas Bumijawa

3.7.3.Lokasi dan Waktu Penyuluhan


Kegiatan mini project ini bertempat di Puskesmas Bumijawa. Pelaksanaan
pada tanggal 23 Oktober 2018 - 22 November 2018

3.7.4. Sasaran Penyuluhan


Sasaran kegiatan mini project ini adalahkader TFC rawat jalan puskesmas
Bumijawa.
38

BAB IV
HASIL

Berdasarkan hasil pretest yang diperoleh dari 4 orang subjek, ditemukan


hasil sebagai berikut:

Nilai Pretest
60

50

40

30
nilai pretest

20

10

0
kader 1 kader 2 kader 3 kader 4

Berdasarkan hasil pretest didapatkan nilai tertinggi 50 sebanyak dua orang


sedangkan nilai terendah 30 sebanyak satu orang.
39

Rerata Nilai tiap Komponen Tes

stimulasi

penanganan

deteksi dini

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Berikut grafik komposisi nilai dalam komponen penanganan gizi


buruk hanya dua kader yang dapat menjawab dengan benar.
Berikut grafik komposisi nilai dalam komponen stimulasi hanya dua
kader yang dapat menjawab dengan benar.
Berikut grafik komposisi nilai dalam komponendeteksi dini gizi buruk
hanya satu kader yang dapat mengenali dan mebedakan tanda dan gejala dari
gizi buruk dengan benar.
40

Komposisi Hasil Nilai dalam


Komponen Stimulasi

kader 1
kader 2
kader 3
kader 4

Berikut grafik komposisi nilai dalam komponen stimulasi hanya dua kader
yang dapat melakukan dengan cukup baik.

Komposisi Hasil Tes Kader terhadap


Pengetahuan mengenai Deteksi Dini Gizi
Buruk

kader 1
kader 2
kader 3
kader 4
41

Berikut komponenkomposisi nilai dalam deteksi dini gizi buruk hanya satu
kader yang dapat mengenali dan mebedakan tanda dan gejala dari gizi buruk
dengan benar.

Komposisi Nilai Tes Kader terhadap


Pengetahuan mengenai Penanganan Gizi
Buruk

kader 1
kader 2
kader 3
kader 4

Komponen terakhir yakni penanganan,menunjukkan pemahaman


kader yang cukup baik.
42

Nilai Post test


90

80

70

60

50

40 nilai posttest

30

20

10

0
kader 1 kader 2 kader 3 kader 4

Berdasarkan hasil tes setelah dilakukan 5 kali penyuluhan dan


pelatihan tentang gizi buruk didapatkan nilai terendah 60 sebanyak 2 orang.
Dan tertinggi 80 sebanyak 1 orang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan penyuluhan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1 Meningkatnya Pengetahuan dan keterampilan kader TFC rawat jalan
mengenai gizi buruk pada balita.
2 Kader TFC rawat jalan dapat melakukan stimulasi, pemeriksaan
antopometri serta menginterpretasikan pada balita di TFC rawat jalan.
3 Setelah dilakukan pelatihan terhadap kader TFC sebanyak 5 kali
pertemuan serta menilai pengetahuan kader melalui pre dan post test
pengetahuan kader meningkat dan kader menjadi terlatih.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan evaluasi secara berkala untuk menjaga dan meningkatkan


keterampilan para kader TFC terhadap balita gizi buruk, antara lain dengan
melakukan penyuluhan berkala dan penilaian rutin pengetahuan para kader
TFC kesehatan mengenai gizi buruk
2. Perlu dilakukannya penyuluhan dan pelatihan terhadap keluarga yang
mempunyai balita dengan gizi buruk, agar gizi anak tercukupi dan
meningkat sesuai dengan tumbuh kembangnya.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan


Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan
Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2006.
2. Depkes RI. Pedoman Kerja Puskesmas Mengacu Indonesia Sehat 2010.
Jakarta, 2003.
3. Djauhar Ismail. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak. Diundur dari:
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1956041219830
11-
ATANG_SETIAWAN/PERKEMBANGAN_ABK/DETEKSI_DINI_TUMBU
H_KEMBANG_ANAK.pdf pada tanggal 15 Desember 2012 pukul 09.53.
4. Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan
Kabupaten Tegal 2016. Tegal, 2016.
5. Puskesmas Bumijawa. Profil Puskesmas Bumijawa Tahun 2016. Tegal, 2016
6. Soedjatmiko. Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Balita. Diunduh dari:
http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/3-3-12.pdf pada tanggal 16 September
2012 pukul 9.26.
7. Riset Kesehatan Dasar 2007. Pedoman pengukuran dan Pemeriksaan. Badan
Litbang dan Pengembangan Kesehatan RI Departemen Kesehatan, Jakarta
2007.
8. Kepmenkes No. 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri
penilaian status gizi anak

44
45

Anda mungkin juga menyukai