Anda di halaman 1dari 17

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal dengan ciri-ciri hampir seluruh vili korialis
mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara maskroskopik mola hidatidosa
mudah dikenali berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih
dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1 atau 2 cm. Gambaran
histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edem stroma vili, tidak ada pembuluh
darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas. stroma villus korialis yang
sedikit jumlah vaskularisasinya dan edematous(2)(5)

3.2. Fisiologi
Mola hidatidosa diduga muncul dari trofoblas ekstraembrionik, yang terbentuk pada
peristiwa fertilisasi abnormal, mola muncul dari jaringan fetal pada maternal host. Jaringan ini
terbentuk dari sel sinsisiotrofoblas dan sitotrofoblas. Persamaan histologis antara vesikel mola
dan vili korionik mendukung pernyataan bahwa vesikel mola terbentuk dari vili korionik.
Penelitian morofologi lebih mendalam tentang ini dari spesimen histerektomi yang
mengandung mola hidatidosa in toto menghasilkan konsep terbaru mengenai mola, yaitu
berasal dari transformasi the embryonic inner cell mass pada stadium sebelum melekat pada
endoderm. Pada stadium embryogenesis ini, the inner cell mass memiliki kemampuan untuk
membentuk trofoblas, ektoderm atau endoderm. Kemampuan diferensiasi inner cell mass
untuk menjadi ectoderm embrionik dan endoderm terganggu sehingga terbentuk jalur lain yang
abnormal, jalur ini mengakibatkan perubahan trofoblas (dari inner cell mass) untuk menjadi
sitotrofoblas dan sinsisiotrofoblas. Diferensiasi yang adekuat akan mengakibatkan perubahan
ekstraembrionik mesoderm dan vesikel mola dengan loose primitive mesoderm yang berada
dalam inti villus.(3)(6)

3.3. Patofisiologi
Janin biasanya meninggal akan tetapi villus yang membesar dan edematous tetap hidup
dan terus tumbuh, gambaran yang ditunjukkan ialah seperti buah anggur. Jaringan trofoblas
pada villus kadang berproliferasi ringan, namun kadang berproliferasi berat dan mengeluarkan
hormone human chorionic gonadotropin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan normal.(2)
Ada beberapa teori yang dianjurkan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas.(7)
1. Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Hal ini mengakibatkan
gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim
dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian
mudigah itu disebabkan kekurangan gizi berupa asam folat dan histidine pada kehamilan
hari ke 13 dan 21. Hal ini kemudian menyebabkan gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori yang disampaikan oleh Park ini mengatakan bahwa sel trofoblas yang abnormal
memiliki fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resopsi cairan yang berlebihan ke dalam
villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan
kematian mudigah.

3.4. Faktor Risiko

Adapun faktor risiko terjadinya mola hidatidosa antara lain ialah :usia ibu, riwayat
abortus sebelumnya, riwayat mola sebelumnya, kondisi geografis yang dikaikaitkan dengan
nutrisi yang kurang baik, khususnya terjadi defisiensi diet protein, asam folat dan karoten.
(3)(8)
Berikut adalah tabel yang menggambarkan meningkatnya risiko terjadinya mola hidatidosa
pada usia yang lebih tua. (9)

Tabel. Hubungan antara Usia dengan Risiko Terjadinya Mola Hidatidosa

Usia Risiko
< 20 tahun 1.53
20-24 1.17
25-29 1
30-34 1.04
35-39 1.33
40-44 2.66
45-49 24.89
>50 80.76

Risiko terjadinya kekambuhan sebesar 1-2 %. Setelah 2 atau lebih kehamilan mola
(10)
maka risiko kekambuhan dilaporkan sebanyak 1 dari 6,5 hinga 1 dari 17,5. Ovum wanita
yang lebih tua rentan terhadap fertilisasi yang abnormal. (6)

3.5. Klasifikasi
Mola biasanya terletak di rongga uterus, namun kadang-kadang mola terletak di tuba
falopii dan bahkan ovarium. Ada tidaknya janin atau unsur embrionik pernah digunakan untuk
mengklasifikasikan mola menjadi mola sempurna (komplit) dan parsial. Namun seperti
ditekankan oleh Benirschke dan Kaufmann hal ini sulit dilakukan pada banyak kasus. (1)
Secara sitogenetik mola hidatidosa dapat dibedakan menjadi dua macam yakni mola
hidatidosa parsial dan sempurna atau komplit. Untuk memudahkan klasifikasi dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :(1)(11)(6)
Tabel . Gambaran Mola Hidatidosa Parsial dan Sempurna
Gambaran Mola parsial Mola Sempurna
Kariotipe Umumnya 69 XXX 46 XX atau 46 XY
atau 69 XXY
Patologi
 Janin Sering dijumpai Tidak ada
 Amnion,sel darah merah Sering diijumpai Tidak ada
janin
 Edema vilus Bervariasi, fokal Difus

 Proliferasi trofoblas Bervariasi,fokal, Bervariasi, ringan


ringan sampai sedang sampai berat

 P57Kip2 Negatif Postitif

immunostaining
Gambaran klinis
 Diagnosis Missed abortion Gestasi mola
 Ukuran uterus Kecil untuk masa 50 % besar untuk masa
kehamilan kehamilan
 Kista teka lutein Jarang 25-30 %
 Penyulit medis Jarang Sering
 Penyakit pascamola Kurang dari 5-10 % 20 %

a. Mola hidatidosa sempurna


Vili krorionik berubah menjadi suatu massa vesikel-veikel jernih. Ukuran vesikel
bervariasi dari sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter dan sering
berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan histologik yang
diperlihatkan ialah :(1)
1. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus.
2. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak.
3. Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi.
4. Tidak adanya janin dan amnion.
Pada pemeriksaan sitogenetik terhadap kehamilan mola sempurna menemukan
komposisi kromosom yang umumnya ( 85 atau lebih) adalah 46 XX dengan kromosom
seluruhnya berasal dari ayah. Fenomena ini disebut sebagai androgenesis. Biasanya ovum
dibuahi oleh sperma haploid yang kemudian memperbanyak kromosomnya sendiri setelah
meiosis sehinga kromosomnya bersifat homozigot. Kromosom ovum tidak ada atau tidak
aktif. Kadang-kadang pola kromosom suatu mola sempurna mungkin 46 XY yaitu
heterozigot karena pembuahan dua sperma.(1)
Lawler dkk melaporkan 202 mola hidatidosa dengan 151 mola sempurna dan 49 parsial.
Ploidi genetik mola ini diringkas dalam tabel. Sebagain besar mola sempurna adalah diploid
sedangkan sebagian besar mola parsial (86%) adalah triploid. Variasi–variasi lain juga
pernah dilaporkan misalnya 45 X. Oleh karena itu mola yang secara morfologis sempurna
dapat terdiri dari berbagai pola kromosom. Risiko tumor trofoblastik yang berkembang dari
mola sempurna adalah sekitar 20 persen. (1)
b. Mola Hidatidosa Parsial
Apabila perubahan mola hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang dan mungkin
tampak sebagian jaringan janin, biasanya paling tidak kantung amnion, hal ini diklasifikan
sebagai mola hidatidosa parsial. Terjadi pembengkakan hidatidosa yang berlangsung lambat
pada sebagian vili yang biasanya avaskular, sementara vili-vili berpembuluh lainnya dengan
sirkulasi janin–plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Hiperplasia trofoblastik lebih
bersifat fokal daripada generalisata.(1)
Seperti dipelihatkan dalam tabel kariotipe biasanya triploid 69 XXX; 69 XXY atau 69
XYY dengan satu komplemen haploid ibu dan biasanya dua komplemen haploid ayah. Janin
pada mola parsial biasanya memiliki tanda-tanda triploid yang mencakup malformasi
kongenitalmultipel dan hambatan pertumbuhan serta tidak viabel. Dalam laporan oleh
Lawler dkk 86 % mola parsial bersifat triploid dan 2 % diploid. Jauniaux melaporkan bahwa
82 % janin denan kariotipe triploid pada mola parsial memperlihatkan hambatan
pertumbuhan simetris. Jauniaux dkk juga melaporkan satu kasus mola parsial dengan
trisomi 13. Lembet dkk baru-baru ini melaporkan satu kasus mola hidatidosa parsial dengan
kariotipe diploid dan janin hidup.(1)
Gestasi kembar dengan mola sempurna serta janin dan plasenta normal kadang-kadang
salah didiagnosis sebagai mola parsial diploid. Sebaiknya keduanya diupayakan dibedakan,
karena kehamilan kembar yang terdiri dari satu janin normal dan satu mola sempurna
memiliki kemungkinan 50 % untuk menyebabkan penyakit trofoblastik persisten
dibandingkan dengan angka yang jauh lebih rendah pada mola parsial triploid. Van de Kaa
dkk menjelaskan manfaat analisis sitogenetika interfase dan analisis sitometri DNA untuk
membantu membedakan kedua hal ini.(1)
Mola hidatidosa mungkin diikuti oleh tumor trofoblastik nonmetastatik pada 4 sampai
8 % kasus. Risiko koriokarsinoma yang berasal dari mola parsial sengat rendah. Seckl dkk
melaporkan 3000 kasus mola parsial dan mencatat hanya 3 kasus koriokarsinoma.(1)
Vejerslev mengulas kehamilan dengan mola hidatidosa bersama dengan janin normal.
Dari 113 kehamilan, 52 (45%) janin berkembang sampai usia gestasi 28 mingggu dan angka
kelangsungan hidupnya 0 %. Karena itu dalam memberi konseling pada wanita yang hamil
mola disertai janin, baik hasil pemeriksaan sitogenetik maupun ultrasonografi resolusi tinggi
penting untuk dilakukan.(1)
Berikut merupakan gambaran pola fertilisasi mola parsial dan mola komplit :
Gambar 1. Pola fertilisasi mola mola komplit (A) dan mola parsial (B)(6)

3.6. Diagnosis
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan amenorea,
perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan
tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detak jantung anak. Untuk memperkuat diagnosis
dapat dilakukan pemeriksaan Human Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam urin atau darah,
baik secara bioassay, immunoassay maupun radioimunoassay. Kadar HCG pada mola jauh
lebih tinggi daripada kehamilan biasa. Peningkatan hCG, terutama dari hari ke 100 sangat
sugestif. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG , dimana kasus mola
menunjukkan gambaran yang lebih khas berupa badai salju (snow falk pattern) atau gambaran
seperti sarang lebah (honey comb). (2)(5)

 Gejala & Tanda


Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan
biasa yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih
hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar
dari umur kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar
walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas
tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole.(5)
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang
menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara
bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermiten,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena
perdarahan ini umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia. (5)
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun bilateral.
Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasus-kasus
dimana kista lutein baru ditemukaan pada follow up. Dengan pemeriksaan klinis insidensi kista
lutein kurang lebih 10,2% tetapi bila mengguankan USG angkanya meningkat sampai 50 %.
Kasus mola dengan kista lutein memiliki risiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi
keganasan di kemudian hari daripada kasus-kasus tanpa kista.(5)
Diagnosis yangpaling tepat bila kita melihat keluarnya gelembung mola. Namun bila
kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran
gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun.
Terbaik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar.(5)Berikut adalah gambar
makroskopis mola hidatidosa :

Gambar spesimen mola komplit. Gambar : makroskopis mola hidatidosa


Perhatikan
. gambar villi korionik
dengan villi yang edem dengan
yang menyerupai satu rangkai buah
anggur(6) gambaran seperti buah anggur. (16)
 Pemeriksaan hCG
Kadar hCG pada mola jauh lebih tinggi daripada kehamilan biasa. Pemeriksaan
hCG merupakan cara yang paling bermanfaat baik untuk diagnosis maupun untuk
pemantauan pada penderita penyakit trofoblas. Human chorionic gonadotropin adalah
hormon glikoprotein yang dihasilkan oleh plasenta yang memiliki aktivitas biologis
mirip LH. Sebagian besar hCG diproduksi di plasenta, tetapi sintesanya juga terjadi
pada ginjal janin. Begitu pula ada jaringan janin lain yang membentuk baik molekul
hCG maupun molekul total hCG. Molekul hCG memiliki 2 rantai asam amino yakni α
hCG terdiri atas 92 asam amino dan rantai β hCG terdiri atas 145 asam amino yang
satu sama lain berikatan secara nonkovalen. Ikatan antara kedua rantai adalah dengan
gaya elektrostatik dan hidrofobik dan vitro ikatan itu dapat dipisahkan.(11)
Pada kehamilan normal pemeriksaan terhadap β hCG dengan pereaksi yang
menggunakan antibodi monoklonal terhadap β hCG cukup dilakukan secara kualitatif
dengan menggunakan urin sebagai spesimen. Pemeriksaan hCG serum secara
kuantitatif pada kehamilan normal menunjukkan kadar hCG menunjukkan kadar hCG
mencapai puncaknya pada trimester pertama kehamilan, yakni pada hari ke 60-70
kehamilan sebesar 100.000 mIU/ml. Pada mola hidatidosa dan tumor trofoblas
gestasional umumnya kadar hCG jauh lebih tinggi daripada kadar puncak hCG pada
kehamilan normal.(11)
Pada penderita penyakit trofoblas gestasional pemeriksaan hCG serum harus
dilakukan secara kuantitatif baik dengan pemeriksaan radio immunoassay maupun
enzyme immunoassay. Pemilihan pereaksi untuk pemeriksaan hCG secara kuantitatif
pada penyakit trofoblas gestasional harus spesifik terhadap β hCG , karena rantai α hCG
mirip dengan rantai α dari FSH, LH dan TSH yang merupakan hormon-hormon
glikoprotein yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis seperti sehinga dapat
mengakibatkan terjadinya reaksi silang dengan hormone hipofisis tersebut, dan
mengakibatkan kadar yang diperoleh bukan kadar HCG saja (false positive).(11)
Berikut adalah gambarkurva regresi hCG normal yang menjadi parameter
dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.

Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang menggambarkan kurva regresi
normal gonadotropin korionik subunit β pasca mola. (Cunningham, 2005) (1)

 Ultrasonografi
Pada masa USG menjadi salah satu sarana diagnostik untuk mola hidatidosa
maka dapat dibedakan antara mola komplit yang menunjukkan gambaran badai salju
dan mola parsial yang menunjukkan gambaran Swiss Cheese. Gambaran sonoluscent
yang terlihat berupa pulau-pulau kehitan-hitaman menunjukkan adanya perdarahan.
Dengan alat USG yang resolusinya lebih baik maka gambaran yang tampak bukan
gambaran badai salju melainkan gambaran jaringan vesikuler yang memperlihatkan
adanya gelembung-gelembung mola dari berbagai ukuran. (11)
Tidak ditemukannya fetus baik secara klinis maupun radiologis disertai dengan
perdarahan mengakibatkan digunakannya istilah suspect mola hidatidosa. Pada
kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik, sehingga seringkali sulit
dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus inkomplit atau mioma
uteri Untuk membedakan dengan missed abortion dapat digunakan tes sonde dari
Acosta Sison.(11)
Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik.
Kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekoik vesikuler
berdiameter antara 5-10 mm, gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran
sarang lebah (honey comb) atau badai salju (snow storm). Pada 20-50 % kasus dijumpai
adanya massa kistik multilokuler di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista
teka-lutein.(5)
Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi
janin yang ukurannya relatif kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis.
Umumnya janin mati pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup besar
atau bahkan aterm.(5)

Gambar sonogram mola komplit . Snowstormdibentuk oleh vesikel plasenta multipel


yang mengisi cavum uterus. (6)
.

 Histologis
Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat villi yang edema
dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di tempat lain masih
tampak villi yang normal. Umumnya mola parsialis mempunyai kariotipe triploid. Pada
perkembangan selanjutnya jenis mola ini jarang menjadi ganas.(5)
Upaya untuk mengaitkan gambaran histologis mola hidatidosa komplit dengan
kecenderungan keganasan di kemudian hari umumnya mengecewakan. Hal ini seperti
yang dilaporkan oleh Novak dan Seah yang tidak mampu menemukan keterkaitan
secara tepat pada 120 kasus mola hidatidosa atau pada jaringan mola dari 26 kasus
koriokarsinoma yang timbul setelah mola hidatidosa.(1)

Gambar 1. Mola Hidatidosa komplit dengan villi hidropik, tidak adanya villi pembuluh darah,
proliferasi sitotrofoblas hiperplastik dan sinsitiotrofoblas. (Lurain, 2010)(12)
Gambar 2. Mola hidatidosa parsial dengan vili chorionic yang memiliki berbagai bentuk
maupun ukurannya serta terdapat edem fokal, melibatkan pula stroma trofoblastik , villous aktif
serta hyperplasia trofoblastik fokal. (Lurain, 2010).(12)

3.7. Penyulit Mola Hidatidosa


Penyulit mola hidatidosa berupa perdarahan, preeklampsia, hipertiroidisme dan
tirotoksikosis sedangkan penyulit lanjut ialah terjadinya tumor trofoblas gestasional
pascamola, bisa berupa penyakit trofoblas ganas jenis villosum (mola destruens) ataupun
penyakit trofoblas ganas jenis non villosum (koriokarsimoma). (11)
Perdarahan sering mengancam akibat terlambatnya diagnosis mola ditegakkan, suatu
hal yang sering dijumpai di negara-negara yang pelayanan obstetrinya belum baik seperti
Indonesia. Pada penelitian Martaadisoebrata hanya 2,5 % dari 126 kasus mola yang tidadak
disertai penyulit perdarahan. (11)
Preeklampsia pada mola hidatidosa berbeda dengan kehamilan nonmola, preeklampsia
pada mola hidatidosa sudah terjadi pada trimester pertama kehamilan. Menurut beberapa
peneliti preeklampsia ditemukan pada penderita mola yang ukuran uterusnya lebih dari 24
minggu. Di masa USG sudah menjadi sarana pemeriksaan rutin pada trimester pertama
kehamilan kejadian penyulit ini akan berkurang karena mola hidatidosa akan terdiagnosis
pada stadium yang lebih dini. (11)
Hipertiroidisme pada mola hidatidosa terjadi akibat tingginya kadar hCG pada mola
hidatidosa. Prevalensi hipertriodisme pada mola hidatidosa dilaporkan Berkowitz sebesar
7 % di New England Trophoblastic Center, sedangkan Maartadisoebrata melaporkan
sebesar 9,2 % di RSHS Bandung. (11)
Pemicu tirotoksikosis atau hipertiroidisme pada mola adalah tingginya kadar hCG.
Pada kadar hCG < 100.000 mIU/ml stimulasi tiroid hCG tidak tampak tetapi pada kadar
yang sangat tinggi hal ini sangat nyata. Menurut Kariadi bahwa kadar hCG serum (RIA) >
300.000/ml pada penderita mola hidatidosa sebelum evakuasi jaringan mola merupakan
faktor risiko yang sangat bermakna untuk terjadinya tirotoksikosis. Gambaran klinis pada
mola tidak selalu jelas dan terdapat beberapa tingkat tirotoksikosis. (11)
 Overt tirotoksikosis : kadar hormon tiroid bebas sangat tinggi, tetapi kadar TSH sangat
rendah.
 Tirotoksikosis klinis : keadaan seperti overt tirotoksikosis namun disertai gambaran
klinis.
 Tirotoksikosis biokimiawi : bila tidak disertai gambaran klinis.
 Tirotoksikosis subklinis : Bila TSH < 0,10 mIU/ ml dan hormon tiroid normal.
Adanya tirotoksiskosis pada penderita mola dapat diduga bila terjadi : (11)
 Nadi istirahat ≥ 10 kali/menit, tanpa adanya sebab yang jelas seperti Hb < 7 g % atau
demam.
 Besar uterus > 20 minggu.
Diagnosis tirotoksis pada mola sangat penting dan perlu diatasi terlebih dahulu sebelum
dilakukan upaya evakuasi jaringan, karena bila tidak maka evakuasi akan dapat
menimbulkan kematian akibat krisis tiroid atau payah jantung akut. (11)
Penyulit lain yang mungkin terjadi adalah emboli sel trofoblas ke paru-paru. Sebetulnya
pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke paru-paru tanpa memberikan gejala apa-
apa. Akan tetapi pada mola kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini terlalu banyak sehingga
dapat menimbulkan emboli paru-paru akut yang dapat mengakibatkan kematian.(5)

3.8. Penatalaksanaan
Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri atas 4tahapan berikut ini : yaitu perbaikan
keadaan umum, pengeluaran jaringan mola, terapi profilaksis dengan sitostatika,
pemeriksaan tindak lanjut (follow up) :(7)
1. Perbaiki Keadaan Umum
Dalam proses perbaikan keadaan umum dapat termasuk pemberian pemberian transfusi
darah untuk mengatasi syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit
seperti preeklampsia atau tirotoksikosis.(5)

2. Pengeluaran jaringan mola


Terdapat beberapa cara yaitu :
 Vakum kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase. Untuk
memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan
dengan kuretase dengan menggunakan sendok kuret biasa yang tumpul untuk
mengeluarkan sisa-sisa konseptus dan agar jaringan miometrium yang ditumbuhi
jaringan mola ikut terbawa; kerokan perlu dilakukan secara hati-hati karena adanya
bahaya perforasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk
menjaga apabila terjadi perdarahan yang banyak(11)
Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya dilakukankerokan ulangan dengan kuret
tajam agar ada kepastian bahwa uterus sudah benar-benar kosong dan untuk
memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas dan mengetahui ada tidaknya
infiltrasi jaringan mola ke miometrium. Makin tinggi tingkat proliferasi, makin perlu
waspada terhadap kemungkinan keganasan..(2)(11)
Di RSHS pada era 1970 kuretase dilakukan 2 kali dengan interval 2 minggu.
Namun dewasa ini, tindakan kuret cukup dilakukan satu kali saja, asal bersih karena
ukuran uterus pada kebanyakan kasus mola hidatidosa tidak terlalu besar seringkali
kuretase dengan sendok kuret dilakukan segera setelah pengosongan uterus dengan
kuret vakum. (7)(11)
Direkomendasikanmengguanakan kanula 12 mm jika uterus lebih besar dari
usia gestasi 14 minggu, salah satu tangan diletakkan di fundus uteri dan memijat
fundus uteri untuk stimulasi kontraksi uterus dan menurunkan risiko perforasi.USG
intraoperatif juga dapat digunakan untuk mendokumentasikan bahwa cavum uteri
telah dikosongkan. (6)
 Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup
anak. Alasan untuk histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan
faktor predisposisi terjadinya keganasan. Batasan dipakai adalah umur 35 tahun
dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila
dilakukan permeriksaan histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan
berupa mola invasif/koriokarsinoma.(5)
Tujuan histerektomi ialah untuk mengurangi kemungkinan timbulnya
keganasan dan bila kemudian terjadi koriokarsinoma maka derajat skor prognostik
akan lebih rendah sehingga sitostatika yang diperlukan akan lebih sederhana dan
kurang toksis serta biayanya menjadi lebih ringan.(11)

Sebelum mola dikeluarkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan roentgen paru-paru


untuk menentukan ada tidaknya metastasis di tempat tersebut.Setelah mola dilahirkan,
dapat ditemukan bahwa kedua ovarium membesar mejadi kista teka-lutein. Kista-kista
ini tumbuh karena pengaruh hormonal, nantinya akan mengecil sendiri.(2)

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika


Terapi profilaksis ini masih kontroversial, kelompok yang setuju menyatakan
perlunya pemmberian terapi profilaksis pada kasus mola dengan risiko tinggi dan hal
ini merupakan kebijakan yang masih diperlukan di negara-negara yang sedang
berkembang karena sebagian besar masyarakatnya golongan sosio ekonomi rendah dan
ketaatan penderita untuk mengikuti follow up secara ketat sulit diharapkan. Goldstein
berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan
dengan metastasis serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali.(7)(11)

Kriteria Mola Hidatidosa Risiko Tinggi di RSHS :(11)


 Ukuran Uterus > 20 minggu
 Umur penderita > 35 tahun
 Hasil PA (kuretase menunjukkan gambaran proliferasi trofoblas berlebihan.
 HCG preevakuasi ≥ 100.000 mIU/ml (RIA/IRMA)
Tangtrakul dkk menyarankan pemberian kemoterapi profilakis pada penderita
mola pasca evakuasi bila preevakuasi ditemukan uterus yang lebih besar dari umur
kehamilan, umur penderita > 40 tahun dan adanya kista lutein. (11)
Di RSHS pemberian kemoterapi profilaksis pada mola risiko tinggi dengan
pemberian kemoterapi tunggal berupa (11) :
- Methotrexate (MTX) 20 mg/hari IM dan asam folat 5mg/hari IM yang diberikan 12
jam setelah pemberian MTX, keduanya diberikan 5 hari berturut-turut
- Actinomycin D 0,5 mg/hari IV diberikan selama 5 hari berturut-turut.
Kelompok yang tidak setujuterhadap terapi profilaksis sitostatika ini
menyatakan bahwa pemberian sitostatika profilaksis dianggap memiliki efek samping
obat dan dapat terjadi resistensi bila kelak diperlukan pemberian sitostatika untuk terapi
TTG. (11) Namun berdasarkan pengalaman di RSHS ternyata efek samping MTX pada
18 penderita yang memperoleh MTX profilaksis hanyalah berupa stomatitis (10 %) dan
rambut rontok (2 %), sedangkan sisanya tidak menunjukkan efek samping. (11)

4. Pengamatan Lanjutan
Pengamatan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya
dikosongkan sangat penting karena adanya kemungkinan timbulnya tumor ganas
(sekitar 20 %). Anjuran untuk semua penderita pascamola dilakukan kemoterapi untuk
mencegah timbulnya keganasan, masih belum diterima oleh semua pihak. (2)
Pada penderita mola risiko rendah follow up(pengamatan lanjutan) dilakukan 2 minggu
pasca evakuasi dan pada mola risiko tinggi dimulai 2 minggu setelah mendapat kemoterapi
profilaksis. Pada pengamatan lanjutan yang perlu dilakukan:(11)
 Mulai minggu ke 2sampai minggu ke 12 pascaevakuasi penderita dianjurkan untuk
melakukan follow up setiap 2 minggu. Pemeriksaan yang dilakukan ialah :
1. Pemeriksaan β hCG dengan cara RIA/IRMA atau EIA
2. Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan :
- Besar dan involusi uterus
- Ada tidaknya perdarahan (per vaginam dan atau hemaptoe)
- Ada tidaknya tanda-tanda metastasis (vagina, paru-paru, dll)
Pada kasus yang tidak menjadi ganas kadar hCG cepat turun menjadi negatif dan
tetap negatif nantinya. Pada awal pascamola dapat dilakukan tes kehamilanbiasa, akan
tetapi setelah tes hamil biasa menjadi negatif, maka perlu dilakukan pemeriksaan radio-
immunoassay hCG dalam serum. Pemeriksaan yang peka ini dapat menemukan hormon
dalam kuantitas rendah.Follow up dilakukan dengan pola yang sama sampai minggu
keduabelas pascaevakuasi jaringan mola dan bila pada minggu ke-12 kadar β hCG ≤
5mIU/ml dilanjutkan dengan tahapan dibawah ini.(2) (11)
 Mulai bulan ke-4 sampai bulan ke-6 , tiap bulan dilakukan pemeriksaan dengan tata cara
follow up yang sama dengan sebelumnya. Pada bulan keenam dilakukan toraks foto AP
untuk menyingkirkan kemungkinan metastasis di paru-paru. Bila perkembangan baik
selanjutnya (11)
 Mulai bulan ke-8 sampai bulan ke-12dianjurkan follow up setiap 2 bulan. Lalu bulan kedua
belas dilakukan lagi foto toraks AP. (11)
Namun apabila terdapat pertumbuhan jaringan trofoblas baru yang diketahui dengan tanda
klinis dan terdapat peningkatan β hCG yang ditetapkan dengan kriteria Mozisuki dkk yakni :
(11)

- Kadar β hCG ≥ 1000 mIu/ml pada minggu ke-4


- Kadar β hCG ≥ 100 mIu/ml pada minggu ke-6
- Kadar β hCG ≥ 30 mIu/ml pada minggu ke-8
Maka penderita dikelola sebagai tumor trofoblas gestasional. Pemeriksaan CT scan juga
dianjurkan bila dicurigai terdapat tanda metastasis ke otak. (11)
Penderita dianggap sembuh bila sampai dengan follow up 12 bulan tidak ada tanda
pertumbuhan baru jaringan trofoblas atau bila penderita ternyata usah hamil normal lagi kurang
dari 12 bulan setelah evakuasi mola. Adanya kehamilan normal dibuktikan dengan
pemeriksaan, termasuk USG. Pengertian sembuh tidak berarti bahwa tidak mungkin terjadi
TTG di masa mendatang karena sifat sel trofoblas dorman. (11)

3.9 Kontrasepsi Pasca Evakuasi Mola Hidatidosa

Di RSHS selama follow up sampai 12 bulan pasca mola hidatidosa penderita dianjurkan
mengunakan KB kondom. Pemakaian IUD tidak dianjurkan karena efek samping perdarahan
pada akseptor IUD sehingga akan menyulitkan diagnosis adanya pertumbuhan baru jaringan
trofoblas, sedangkan penggunaan KB hormonal tidak dianjurkan karena dampaknya terhadap
timbulnya TTG pascamola masih kontroversial, sehingga dianggap lebih aman menggunakan
KB kondom. Dikatakan dari penelitian Stone dkk bahwa pil KB dapat memperlambat turunnya
kadar β hCG. Namun dari penelitian Berkowitz dkk dinyatakan bahwa pil KB tidak
meningkatkan kejadian TTG pada penderita pascamola (p > 0,10 ) . (11) Begitupula menurut
penelitian Deicas dkk dinyatakan pada 162 wanita dengan mola hidatidosa dan 137 dengan
tumor trofoblas ditemukan bahwa 33 % wanita yang menggunakan kontrasepsi oral akan
mengalami tumor, sedangkan yang tidak menggunakan akan mengalmi tumor sebanyak 57 %.
(1)

Pemberian pil kontrasepsi estrogen-progesteron berguna dalam dua hal : 1) mencegah


kehamilan baru 2) menekan pembentukan LH oleh hipofisis, yang bereaksi silang dengan
beberapa tes hCG. Apabila tingkat kadar hCG tidak turun dalam 3 minggu berturut-turut, atau
bahkan malah meningkat dapat diberikan kemoterapi ataupun histerektomi. (2) (1)

3.10. Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena perdarahan, infeksi, eklampsia,
payah jantung atau tirotoksikosa. Di negaramaju kematian karena mola hampir tidak ada lagi,
tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi yakni berkisar antara 2,2 dan 5,7 %. Sebagian
besar dari pasien mola akan sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada
sekelompok wanita yang kemudian menderita keganasan yakni koriokarsinoma. Persentase
(7)
keganasan yang dilaporkan berkisar antara 5,56 %. Kecenderunganterjadinya tumor
trofoblas meningkat sebesar 40 % jika terdapat satu dari gejala dibawah ini : (11)
- Kadar hCG preevakuasi 100.000 mIU/ml
- Besar uterus >20 minggu
- Kista teka lutein dengan diameter > 6 cm
Sedangkan yang tidak memiliki salah satu tanda diatas yang hanya memiliki risiko sebesar 4
%. Ekspresi Human telomerase reverse transcriptase (hTERT) pada uterus yang mengalami
mola komplit dinyatakan sebagai marker penyakit yang persisten (13)
Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola,
tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan. Kemampuan reproduksi pascamola , tidak banyak
berbeda dari kehamilan lainnya. Anak-anak yang dilahirkan setelah mola hidatidosa ternyata
umumnya normal. (7)

Anda mungkin juga menyukai

  • Sop Pembersihan Alat Kotor
    Sop Pembersihan Alat Kotor
    Dokumen3 halaman
    Sop Pembersihan Alat Kotor
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • 2 Sop Perendaman Alat Kotor
    2 Sop Perendaman Alat Kotor
    Dokumen3 halaman
    2 Sop Perendaman Alat Kotor
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus GAD
    Laporan Kasus GAD
    Dokumen14 halaman
    Laporan Kasus GAD
    Christina Wiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • SOP Pengkiriman Alat Kotor
    SOP Pengkiriman Alat Kotor
    Dokumen2 halaman
    SOP Pengkiriman Alat Kotor
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • SOP STERILISASI
    SOP STERILISASI
    Dokumen2 halaman
    SOP STERILISASI
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Tinjauan Pustaka
    Bab Iii Tinjauan Pustaka
    Dokumen12 halaman
    Bab Iii Tinjauan Pustaka
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Mioma
    Mioma
    Dokumen8 halaman
    Mioma
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Tinjauan Pustaka
    Bab Iii Tinjauan Pustaka
    Dokumen12 halaman
    Bab Iii Tinjauan Pustaka
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Pmeriksaan Fisik Abdomen
    Pmeriksaan Fisik Abdomen
    Dokumen24 halaman
    Pmeriksaan Fisik Abdomen
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Efusi
    Efusi
    Dokumen7 halaman
    Efusi
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Latar Mola
    Latar Mola
    Dokumen2 halaman
    Latar Mola
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Tonsil
    Tonsil
    Dokumen9 halaman
    Tonsil
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Autopsy
    Autopsy
    Dokumen52 halaman
    Autopsy
    fannysary
    Belum ada peringkat
  • Tonsil
    Tonsil
    Dokumen9 halaman
    Tonsil
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • KUESIONER
    KUESIONER
    Dokumen1 halaman
    KUESIONER
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Chi Square
    Chi Square
    Dokumen3 halaman
    Chi Square
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • 058 PDF
    058 PDF
    Dokumen18 halaman
    058 PDF
    Anonymous LAWfm7
    Belum ada peringkat
  • PENGANIAYAAN
    PENGANIAYAAN
    Dokumen11 halaman
    PENGANIAYAAN
    Bunga
    Belum ada peringkat
  • Tata Surya
    Tata Surya
    Dokumen1 halaman
    Tata Surya
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • PENGANIAYAAN
    PENGANIAYAAN
    Dokumen11 halaman
    PENGANIAYAAN
    Bunga
    Belum ada peringkat
  • Bab III Mola
    Bab III Mola
    Dokumen17 halaman
    Bab III Mola
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Anemia pada Anak
    Anemia pada Anak
    Dokumen17 halaman
    Anemia pada Anak
    Claudia
    Belum ada peringkat
  • REAKSI ANAFILAKSI
    REAKSI ANAFILAKSI
    Dokumen30 halaman
    REAKSI ANAFILAKSI
    Aisya Fikritama
    Belum ada peringkat