Anda di halaman 1dari 12

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1.Definisi Preeklampsia
Preeklampsia adalah malfungsi endotel pembuluh darah atau vaskular yang menyebar
luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya
penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi,
edema nondependen, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada
dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu (Sarwono, 2011).

3.2.Epidemiologi Preeklampsia
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya, jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam
penentuan diagnosis dan lain-lain.
Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%. Sedangkan di Amerika
Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6
kasus per 1.000 kelahiran). Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Sudinaya (2000)
mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur
sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1.431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31
Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%).
Di samping itu, preeklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi dkk, mendapatkan angka
kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling
banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak
terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Peningkatan kejadian
preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang
tidak terdiagnosis dengan superimposed Preeklamsia.
Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu
berkisar 1,5 % sampai 25 %, sedangkan kematian bayi antara 45 % sampai 50 %.2 Eklampsia
menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10 % dari total kematian maternal
(Wiknjosastro, 2009).
3.3.Faktor Risiko Preeklampsia
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi
terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:
- Primipara
- Riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
- Hipertensi kronis atau gagal ginjal kronis
- Kehamilan multifetal
- Riwayat keluarga preeklamsia
- Obesitas
- Penyakit Sistemik Lupus Eritematosus
- Usia ibu > 40 tahun (The American College of Obstetricians and Gynecologist
[ACOG], 2013).

3.4.Klasifikasi Preeklampsia
Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat
(Sarwono, 2011).
 Kriteria preeklampsia ringan :
~ Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, sedikitnya enam jam pada dua
kali pemeriksaan tanpa kerusakan organ.
~ Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.
~ Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut.
Preeklampsia berat dibagi menjadi : preeklampsia berat tanpa impending eclampsia dan
preeklampsia berat dengan impending eclampsia.

 Kriteria preeklampsia berat :


~ Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam pada dua kali
pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di
rumah sakit dan telah menjalani tirah baring.
~ Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3 + dipstik pada sampel urin sewaktu yang
dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali.
~ Oliguria < 400 ml / 24 jam.
~ Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.
~ Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala persisten, skotoma,
dan pandangan kabur.
~ Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya kapsula
glisson.
~ Edema paru dan sianosis.
~ Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim laktat dehidrogenase.
~ Trombositopenia ( trombosit< 100.000 mm3).
~ Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plasenta.
~ Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan AST.

3.5.Etiopatologis Preeklampsia
Penyebab hipertensi dalam kehamilan sampai saat ini belum diketahui pasti. Beberapa
penjelasan mengenai patogenesisnya masih berupa teori. Teori-teori yang saat ini banyak
dianut adalah sebagai berikut.
 Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, dengan alasan yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
lapisan otot polos vaskuler, sehingga lapisan otot beregenerasi dan arteri spiralis dapat
berdilatasi. Dilatasi lumen dan matriks di sekitar vaskuler memberi efek menurunkan tekanan
darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah ke jaringan plasenta & janin
sehingga terjadi remodeling arteri spiralis (Wiknjosastro, 2009).
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi trofoblas ke lapisan otot vaskular
& matriks sekitarnya. Akibatnya, lapisan myoepitel tetap keras dan kaku sehingga tidak terjadi
vasodilatasi, bahkan relatif mengalami vasokonstriksi. Efek remodeling arteri spiralis yang
normal pun tidak terjadi yang kemudian menyebabkan peningkatan tekanan darah dan aliran
darah uteroplasenta menurun sehingga terjadi iskemia plasenta (Wiknjosastro, 2009).
 Teori Disfungsi Endotel
i. Disfungsi sel endotel
Endotel yang terpapar peroksida lemak akan mengalami kerusakan dan gangguan fungsi
endotel, keadaan ini disebut “disfungsi endotel”, yang mengakibatkan :
a) Gangguan metabolisme prostaglandin, suatu vasodilator kuat.
b) Agregasi trombosit ke daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit
memproduksi tromboksan, yang merupakan vasokonstriktor kuat.
c) Peningkatan permeabilitas kapiler
d) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, misalnya endotelin.
ii. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dijumpai kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi
vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan
normal, prostasiklin meningkat.Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul
vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun.Perubahan aktivitas tromboksan
memegang peranan sentral terhadap ketidakseimbangan prostasiklin dan tromboksan.Hal ini
mengakibatkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi, dan penurunan
volume plasma (Chandra, 2010).
 Teori Intoleransi Imunologis Ibu-Janin
Pada kehamilan normal, tubuh ibu menerima hasil konsepsi, yang merupakan suatu
benda asing. Disebabkan oleh adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang
memodulasi sistem imun, sehingga tidak bereaksi terhadap hasil konsepsi. HLA-G ini
berfungsi untuk melindungi tropoblas dari lisis oleh Natural Killer (NK) ibu. Pada hipertensi
dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di sel desidua di
daerah plasenta, menghambat invasi tropoblas dalam desidua, yang penting dalam
memudahkan vasodilatasi pembuluh darah dan matriks di sekitarnya (Wiknjosastro, 2009).
 Teori Adaptasi Kardiovaskuler
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor,
akibat adanya perlindungan dari sintesis prostaglandin oleh sel endotel. Refrakter artinya tidak
peka atau dibutuhkan kadar yang lebih tinggi untuk menimbulkan vasokonstriksi
(Wiknjosastro, 2009).
Pada hipertensi dalam kehamilan, endotel kehilangan daya refrakternya terhadap bahan
vasopressor, sehingga terjadi peningkatan kepekaan terhadap rangsangan dari bahan-bahan
tersebut, hingga dalam tahap pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap rangsangan bahan
vasopressor (Wiknjosastro, 2009).
 Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan
genotie janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami preeklampsia, 26 % anak
perempuannya akan mengalami preeklmapsia pula, sedangkan hanya 8 % anak menantu
mengalami preeklampsia (Wiknjosastro, 2009).
 Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)
Penelitian lama menyebutkan bahwa terdapat hubungan adanya defisiensi gizi terhadap
terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terbaru menyebutkan konsumsi minyak ikan
dapat menurunkan resiko. Penelitian lainnya juga menyebutkan, wanita yang mengkonsumsi
kalsium selama kehamilan, memiliki resiko lebih rendah mengalami HDK, dan angka kejadian
preeklampsia lebih rendah pada wanita hamil yang diberi suplemen kalsium daripada hanya
glukosa (Wiknjosastro, 2009).
 Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini didasarkan pada fakta bahwa lepasnya debris fibroblas akan merangsang
terjadinya inflamasi. Pada kehamilan normal, hal ini juga terjadi, namun dalam batas wajar,
sehingga proses inflamasi yang terjadi tidak menimbulkan masalah. Disfungsi endotel
mengakibatkan aktivasi leukosit yang sangat tinggi pada aliran darah ibu sehingga inflamasi
yang terjadi bersifat sistemik (Wiknjosastro, 2009).

3.6.Gambaran Klinik Preeklampsia


Gambaran klinik preeklampsia dapat berupa :
Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa penyakit
preeklampsia.Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida dengan usia
muda memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70 mmHg selama trimester kedua.
Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg harus
dipertimbangkan (William obstetri, 2010).
Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen, tetapi jika terdapat
edema independen yang djumpai di tangan dan wajah yang meningkat saat bangun pagi
merupakan edema yang patologis. Kriteria edema lain dari pemeriksaan fisik yaitu:
penambahan berat badan > 2 pon/minggu dan penumpukan cairan didalam jaringan secara
generalisata yang disebut pitting edema > +1 setelah tirah baring 1 jam.
Selain itu preeklampsia dapat dilihat dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium,
sebagai berikut (The American College of Obstetricians and Gynecologist [ACOG], 2013).
Akibat Preeklampsia pada ibu
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu karena terjadi
perubahan patologis pada sistem organ, yaitu :

 Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat
hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke
ekstraselular terutama paru.Terjadi penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.

 Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi. Jika
autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat endotel akan terbuka menyebabkan plasma
dan sel-sel darah merah keluar ke ruang ekstravaskular.

 Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau beberapa
arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat.Spasmus arteri retina yang nyata dapat
menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan
adalah preeklampsia yang ringan.
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang
menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah
pada pusat penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina (Wiknjosastro, 2006).

 Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami kelainan
pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini terjadi karena peningkatan
cairan yang sangat banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria,
penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang
diproduksi oleh hati.

 Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar, perlambatan
ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum. Sebagian
besar peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang
berasal dari plasenta.Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan menggunakan
sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar menyebabkan terjadinya
peningkatan enzim hati didalam serum.Perdarahan pada lesi ini dapat mengakibatkan ruptur
hepatika, menyebar di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular
(Cunningham, 2005).

 Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis, yaitu
pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju
filtrasi ginjal.Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat terutama pada preeklampsia
berat. Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai
sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga
kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar normal selama hamil
(sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat, kreatinin plasma
meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3
mg/dl.Hal ini disebabkan perubahan intrinsik ginjal akibat vasospasme yang hebat
(Cunningham, 2005).
Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat retensi garam dan air.Retensi
garam dan air terjadi karena penurunan laju filtrasi natrium di glomerulus akibat spasme
arteriol ginjal.Pada pasien preeklampsia terjadi penurunan ekskresi kalsium melalui urin
karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus (Cunningham, 2005).
Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa glomerulopati, terjadi karena peningkatan
permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi, misalnya:
hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein – protein molekul ini tidak dapat difiltrasi oleh
glomerulus (Cunningham, 2005).

 Darah
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular (DIC) dan
destruksi pada eritrosit (Cunningham, 2005).Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat
sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/ìl ditemukan pada 15 – 20 % pasien.Level
fibrinogen meningkat pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan
tekanan darah normal. Jika ditemukan level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia,
biasanya berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption)
(Cunningham, 2005).
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dapat terjadi HELLP syndrome yang
ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah
(Cunningham, 2005).

 Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit


Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang, proses
sekresi aldosteron pun terhambat sehingga menurunkankadar aldosteron didalam darah
(Cunningham, 2005).
Pada ibu hamil dengan preeklampsia kadar peptida natriuretik atrium juga meningkat.
Hal ini terjadi akibat ekspansi volume yang menyebabkan peningkatan curah jantung dan
penurunan resistensi vaskular perifer (Cunningham, 2005).
Pada pasien preeklampsia terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler ke interstisial
yang disertai peningkatan hematokrit, protein serum, viskositas darah dan penurunan volume
plasma.Hal ini mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan terjadi hipoksia
(Cunningham, 2005).
 Akibat preeklampsia pada janin
Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.Hal ini
mengakibatkan hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi uteroplasenta dan kerusakan sel
endotel pembuluh darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat (Sarwono
prawirohardjo, 2009). Dampak preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine growth
restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi lahir
rendah, dan solusio plasenta (Wiknjosastro, 2006).

3.7.Penatalaksanaan Preeklampsia
Sikap terhadap penyakitnya: pengobatan medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklampsia
berat adalah pengelolaan cairan, karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab dari kedua keadaan tersebut
belum jelas, tetapi faktor yang sangat memnentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid
(pulmonary capillary wedge pressure). Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral
ataupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus
dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi cairan, yaitu dapat
diberikan berupa 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali, dengan jumlah tetesan 125
cc/jam atau infus dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60-
125 cc/jam) 500 cc (Wiknjosastro, 2009).
Pasien juga dipasangi kateter foley untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi
bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk
menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari aspirasi asam
lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
(Wiknjosastro, 2009).

Pemberian Obat Anti Kejang


Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat
(MgSO47H2O). Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi
neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps, sehingga pada pemberian magnesium
sulfat, akan menggeser kalsium yang kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat menjadi
pilihan pertama untuk kejang pada preeklampsia atau eklampsia (Wiknjosastro, 2009). Dosis
terapeutik dan toksis MgSO4:
a. Dosis terapeutik: 4-7 mEq/L (4,8-8,4 mg/dl)
b. Hilangnya reflek tendon: 10 mEq/L (12 mg/dl)
c. Tehentinya pernafasan: 15 mEq/L (18 mg/dl)
d. Terhentinya jantung: >30 mEq/L (>36 mg/dl)
Cara pemberian magnesium sulfat antara lain sebagai berikut.
a) Cara pemberian dosis awal
Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dengan 10 ml
akuades. Berikan larutan tersebut secara perlahan IV selama 20 menit. Jika akses intravena
sulit, berikan masing-masing 5 g MgSO4 (12,5 ml larutan MgSO4 40%) IM di bokong kiri
dan kanan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes RI], 2013).
b) Cara pemberian dosis rumatan
Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 ml larutan
Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan 28 tetes/menit selama
6 jam, dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir (bila eklampsia)
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes RI], 2013).
c) Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% =
1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit.
- Reflek patella (+) kuat
- Frekuensi nafas >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress pernafasan.
- Produksi urin >100 cc dalam 4 jam terakhir > 30cc/jam dalam 6 jam terakhir atau 0.5
cc/kgbb/jam (Wiknjosastro, 2009).

d) Magnesium sulfat dihentikan bila:


- Ada tanda-tanda intoksikasi (refleks patella negatif, pernapasan <12x/menit, sesak nafa,
produksi urin <30 cc/jam
- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir (Wiknjosastro, 2009).
Pemberian antihipertensi
Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi anti hipertensi.
Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter dan ketersediaan obat.
Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk melanjutkan
terapi antihipertensi hingga persalinan. Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi
pascasalin berat Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes RI], 2013).

Sikap terhadap kehamilannya


1) Perawatan aktif (agresif)
Berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa. Indikasi terminasinya adalah sebagai berikut.
a. Ibu
- Umur kehamilan ≥ 37 minggu
- Adanya tanda-tanda/ gejala impending eclampsia
- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan
laboratoriik memburuk
- Perawatan konservatif gagal
- Perawatan selama 24 jam, tekanan darah tetap ≥ 160 / 110 mmHg
- Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
b. Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda intrauterine growth restriction (IUGR)
- NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal
- Terjadinya oligohidramnion
c. Laboratorik
Adanya tanda-tanda Sindroma HELLP khususnya menurunnya trombosit dengan
cepat (Wiknjosastro, 2009)

2) Perawatan konservatif
Berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan
medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu
tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Pengobatan
medikamentosa pada hal ini sama seperti pada perawatan aktif (agresif) (Wiknjosastro,
2009).

3.8.Komplikasi
Penyulit ibu:
- Eklampsia
- Sistem saraf pusat
Perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati, edema serebri,
edema retina, macular atau retina detachment dan kebutaan korteks.
- Gastrointestinal-hapatika: subskapular hematoma hepar, rupture kapsul hepar
- Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut
- Hematologic: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi
- Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, depresi atau arrest,
pernapasan, kardiak arrest, iskemia miokardium
- Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan.

Penyulit janin
Penyulit yang terjadi pada janin ialah intrauterine fetal growth restriction, solusio
plasenta, prematuritas, sindroma distress napas, kematian janin intrauterine, kematian neonatal
perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis, sepsis, cerebral palsy (Wiknjosastro,
2009).

Anda mungkin juga menyukai

  • Sop Pembersihan Alat Kotor
    Sop Pembersihan Alat Kotor
    Dokumen3 halaman
    Sop Pembersihan Alat Kotor
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • 2 Sop Perendaman Alat Kotor
    2 Sop Perendaman Alat Kotor
    Dokumen3 halaman
    2 Sop Perendaman Alat Kotor
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus GAD
    Laporan Kasus GAD
    Dokumen14 halaman
    Laporan Kasus GAD
    Christina Wiyaniputri
    Belum ada peringkat
  • SOP Pengkiriman Alat Kotor
    SOP Pengkiriman Alat Kotor
    Dokumen2 halaman
    SOP Pengkiriman Alat Kotor
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • SOP STERILISASI
    SOP STERILISASI
    Dokumen2 halaman
    SOP STERILISASI
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Latar Mola
    Latar Mola
    Dokumen2 halaman
    Latar Mola
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Mioma
    Mioma
    Dokumen8 halaman
    Mioma
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Mola
    Mola
    Dokumen17 halaman
    Mola
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Pmeriksaan Fisik Abdomen
    Pmeriksaan Fisik Abdomen
    Dokumen24 halaman
    Pmeriksaan Fisik Abdomen
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Efusi
    Efusi
    Dokumen7 halaman
    Efusi
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Tinjauan Pustaka
    Bab Iii Tinjauan Pustaka
    Dokumen12 halaman
    Bab Iii Tinjauan Pustaka
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Tonsil
    Tonsil
    Dokumen9 halaman
    Tonsil
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Autopsy
    Autopsy
    Dokumen52 halaman
    Autopsy
    fannysary
    Belum ada peringkat
  • Tonsil
    Tonsil
    Dokumen9 halaman
    Tonsil
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • KUESIONER
    KUESIONER
    Dokumen1 halaman
    KUESIONER
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Chi Square
    Chi Square
    Dokumen3 halaman
    Chi Square
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • 058 PDF
    058 PDF
    Dokumen18 halaman
    058 PDF
    Anonymous LAWfm7
    Belum ada peringkat
  • PENGANIAYAAN
    PENGANIAYAAN
    Dokumen11 halaman
    PENGANIAYAAN
    Bunga
    Belum ada peringkat
  • Tata Surya
    Tata Surya
    Dokumen1 halaman
    Tata Surya
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • PENGANIAYAAN
    PENGANIAYAAN
    Dokumen11 halaman
    PENGANIAYAAN
    Bunga
    Belum ada peringkat
  • Bab III Mola
    Bab III Mola
    Dokumen17 halaman
    Bab III Mola
    Anisa Ramadhanty Amril
    Belum ada peringkat
  • Anemia pada Anak
    Anemia pada Anak
    Dokumen17 halaman
    Anemia pada Anak
    Claudia
    Belum ada peringkat
  • REAKSI ANAFILAKSI
    REAKSI ANAFILAKSI
    Dokumen30 halaman
    REAKSI ANAFILAKSI
    Aisya Fikritama
    Belum ada peringkat