PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
1. Untuk mengetahui apa itu postpartum blues
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah postpartum blues
3. Untuk mengetahui penyebab postpartum blues
4. Untuk mengetahui bagaimana gejala postpartum blues
5. Untuk mengetahui apa saja tanda-tanda postpartum blues
6. Untuk mengetahui apa saja dampak postpartum blues
7. Untuk mengetahui apa patofisiologi postpartum blues
8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan postpartum blues
BAB II
PEMBAHASAN
Post Partum Blues adalah gangguan psikologis yang terjadi pada masa post partum yang
biasanya muncul kira-kira Pada hari ke- 3 dan ke-5 setelah melahirkan, dimana ibu akan
mengalami depresi, mudah menangis dan kurang istirahat yang biasanya disebabkan oleh
penurunan kadar estrogen dan progesterone yang tiba-tiba. (Hamilton, PM.1995).
Hal-hal lain yang berkontribusi dengan post partum blues adalah rasa tidak nyaman, kelelahan
dan kehabisan tenaga. Denga menangis, sering dapat menurunkan tekaanan. Bila orang tua
mengeri hal ini maka timbul rasa bersalah yang dapat mengakibatkan depresi, untuk itu perlu
diadakan penyuluhan sebelumnya, untuk mengetahui bahwa hal ini adalah normal.
Post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Depresi setelah melahirkan sudah
dikenali sejak 460 tahun sebelum Masehi, lewat pengungkapan oleh Hippocrates. Deskripsi
lebih lengkap kemudian dikembangkan dari waktu ke waktu, namun baru sekitar 15 tahun
terakhir ini muncul banyak informasi seputar ini. Savage pada tahun 1875 telah menulis
referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pascasalin yang
disebut sebagai ‘milk fever ‘ karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi.
Post-partum blues atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues merupakan suatu
sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan,
Tanda dan gejala-gejala Post Partum Blues diantaranya adalah reaksi depresi, atau sedih ,
disforia, menangis ,mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung
menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan.
Gejala-gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam
waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun pada beberapa minggu atau bulan
kemudian, bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat.
Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh
sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai
sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak
menyenangkan dan dapat membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang
mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan
yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk,
terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya.
2.7 Penatalaksanaan
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan
gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues
membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan
pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga
kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga
mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira
mendapat pertolongan yang praktis.
Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata
kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan,
disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang
diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau
konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk
kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan
yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila
memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan
bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang
memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang
mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas
panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan
peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa
cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu
baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan
menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan
pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin
pada saat-saat tertentu.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku,
emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan
lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
a. Memberikan penyuluhan kepada ibu bahwa persalinan dan masa nifas merupakan hal yang
alamiah
b. Berikan kesempatan kepada ibu untuk bertanya, bicarakan apa yang terjadi selama proses
persalinan dan biarkan ibu mengungkapkan apa yang dirisaukannya
c. Doronglah seorang wanita lain dalam keluarga untuk merawat ibu dan bayinya dengan baik
d. Biarkan bayi bersama ibunya
e. Berikan dukungan pada ibu untuk merawat bayinya
f. Memberikan penyuluhan kepada ibu untuk dapat mengandalkan diri agar perhatian untuk
bayinya tidak terabaikan
g. Memberikan penyuluhan kepada suami dan keluarga untuk mendukung ibu
h. Menganjurkan ibu untuk sesering mungkin merawat bayinya. Diusahakan sesering ungkin
terjadi kontak mata antara ibu dengan bayinya sambil menyusui .
i. Menyediakan tempat istirahat yang nyaman bagi bayi dan ibu. Ketika bayi istirahat ibu juga
ikut istirahat , peluk bayi dan bicaralah lembjut dengannya
j. Kontak antara kulit bayi dan ibu dapat menurunkan tingkat depresi baik pada ibu maupun
pada bayinya.
k. Melibatkan anggota keluarga lain dalam merawat bayi. Ajak bayi keluar rumah untuk
menghirup udara bersih dan segar, karena hal ini dapat memperbaiki moodnya
l. Untuk mencegah terjadinya post partum blues lakukan deteksi dini dengan instrument ysng
mudah bagi petugas.
2.8 Patofisiologi
Para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara
sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menekan. Post partum
blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8%
sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan
sehingga mencari bantuan dokter.
Beberapa dugaan kemunculan ini disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam dan luar individu.
Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985) menunjukkan bahwa depresi tersebut
membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge
Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan alat-alat obstetrical) dalam
pertolongan melahirkan dapat memicu depresi ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar,
penggunaan tang, tusuk punggung, episiotomi dan sebagainya.
Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu depresi
ini. Diperikiran sekitar 50-70% ibu melahirkan menunjukkan gejala-gejala awal kemunculan
depresi post partum blues, walau demikian gejala tersebut dapat hilang secara perlahan karena
proses adaptasi dan dukungan keluarga yang tepat.
Faktor biologis yang paling banyak terlibat adalah factor hormonal. Perubahan kadar hormone
pada wanita memegang peran penting ; perubahan suasana hati biasa terjadi sesaaat sebelum
menstruasi sesaat sebelum menstruasi (ketegangan pramenstruasi) dan setelah persalinan (depresi
post partum). Perubahan hormone serupa biasa terjadi pada wanita pemakai pil KB yang
mengalami depresi.
Kelainan fungsi tiroid yang sering terjadi pada wanita, juga merupakan factor factor yang berperan
dalam terjadinya depresi. Depresi juga bias terjadi karena atau bersamaan dengan sejumlah
penyakit atau kelainan fisik. Kelainan fisik bias menyebabkan terjadinya depresi secara ; langsung,
misalnya ketika penyakit tiroid menyebabkan berubahnya kadar hormone. Yang bias
menyebabkan terjadinya depresi tidak langsung, misalnya ketika penyakit atritis rematoid
menyebabkan nyeri dan cacat, yang bias menyebabkan depresi.
Ada pula kelainan fisik menyebabkan depresi secara langsung dan tidak langsung. Misalnya AIDS;
secara langsung menyebabkan depresi jika virus penyebabnya merusak otak; secara tidak langsung
menyebabkan depresi jika menimbulkan dampak negative terhadap kehidupan penderitanya
Secara umum sebagaian besar wanita mengalami gangguan emosional setelah melahirkan. Clydde
(Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum yang umum adalah depresi, mudah marah dan
terutama mudah frustasi serta emosional. Gangguan mood selama periode postpartum merupakan
salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun multipara.
Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam gangguan mood dan onset gejala
adalah dalam 4 minggu pascapersalinan. ada 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah
maternity blues, postpartum depression dan postpartum psychosis (Ling dan Duff, 2001).
Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Pitt (Regina dkk, 2001),
depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan
kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk
berhubungan intim dengan suami). Masih menurut Pitt (Regina dkk, 2001) tingkat keparahan
depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami
“kesedihan sementara” yang berlangsung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut
dengan the blues atau maternity blues. Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis
postpartum atau melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif
mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau depresi postpartum.
Menurut Duffet-Smith (1995), depresi pascasalin bisa berkaitan dengan terjadinya akumulasi stres.
Ada stres yang tidak dapat dihindari, seperti operasi. Depresi adalah pengalaman yang negatif
ketika semua persoalan tamapak tidak terpecahkan. Persoalan juga tidak akan terpecahkan dengan
berpikir lebih positif, tetapi sikap itu akan membuat depresi lebih dapat dikendalikan.
Monks dkk (1988), menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem psikis sesudah
melahirkan seperti labilitas afek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat berlangsung berbulan
– bulan. Sloane dan Bennedict (1997) menyatakan bahwa depresi postpartum biasanya terjadi pada
4 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus 1 – 2 minggu.
Llewellyn–Jones (1994), menyatakan bahwa wanita yang didiagnosa secara klinis pada masa
postpartum mengalami depresi dalam 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita yang menderita
depresi postpartum adalah mereka yang secara sosial dan emosional merasa terasingkan atau
mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa depresi postpartum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi
pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus – menerus sampai 6 bulan
bahkan sampai satu tahun.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Baby blues atau postpartum blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak
nyaman setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan
dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang
melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi
kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.
Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain adalah faktor hormonal, faktor
demografik yaitu umur dan paritas, pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan, takut
kehilangan bayi, bayi sakit ( kuning, dll ), takut untuk memulai hubungan suami istri ( ML ), anak
akan terganggu, dan latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan.
Penanganan gangguan mental postpartum pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan
gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis
seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga
mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira
mendapat pertolongan yang praktis.
Inti dari Asuhan Keperawatan yang diberikan mencakup perilaku, emosional, intelektual, sosial
dan psikologis klien secara bersamaan dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga
dan juga teman dekatnya.
3.2 Saran
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa bisa memahami konsep dasar postpartum
blues dan bagaimana penerapan asuhan keperawatan yang tepat diberikan kepada pasien yang
menderita masalah tersebut. Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan
mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak
ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak
menyenangkan dan dapat membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang
mengalaminya. Setelah diketahui bagaimana asuhan keperawatan yang benar maka diharapkan
postpartum blues ini berkurang atau dapat ditangani dengan benar. Selain itu, diharapkan
mahasiswa dapat membagi informasi ini kepada masyarakat dan dapat mempraktekkan ilmunya
saat preklinik nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 87-96).
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika (hlm: 63-69).
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 85-100).