BAB I
PENDAHULUAN
B. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang yang telah disebutkan, pada
penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut, yaitu :
4
Apakah ada perbedaan kadar interferon gamma dilihat dari derajat lesi paru
pada penderita tuberkulosis anak ?
C. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
Untuk mengkaji perbedaan kadar interferon gamma dilihat dari derajat lesi paru pada
penderita tuberkulosis anak.
D. Manfaat Penelitian
1. Bidang ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi bidang infeksi
penyakit tropis tentang patofisologi dan imunologi penyakit tuberkulosis terkait
profil sitokin Th1 (IFN-γ) serta interaksinya pada infeksi tuberkulosis anak.
2. Bidang pengabdian masyarakat
Bila diketahui ternyata perbedaan kadar interferon gamma pada penderita
tuberkulosis anak bermakna, maka diharapkan pemeriksaan IFN-γ dapat dipakai
sebagai alat bantu mendiagnosis tuberkulosis secara cepat dan menjadi masukan
dalam menentukan terapi tuberkulosis pada anak.
3. Bidang penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan data dan pustaka bagi
penelitian yang akan datang.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang hubungan kadar interferon gamma dengan derajat
keparahan penyakit tuberkulosis pada anak belum banyak dilakukan, diantaranya
(tabel 1) :
5
1. Sant’Anna et al (2001)
Empat puluh delapan anak umur 0-13 tahun diperiksa tes serologi enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) dengan tujuan untuk mendeteksi antibodi anti
Purified Protein Derivate (PPD) imunoglobulin G (IgG) untuk diagnosis
tuberkulosis paru dan menetapkan hubungan antara respon imun dan derajat
tuberkulosis paru berdasarkan radiologis (ringan, sedang dan berat). Terdapat 29
anak dengan tuberkulosis paru dan 19 anak tanpa tuberkulosis. Angka median
densitas optikal ELISA 0.098 pada anak dengan primer kompleks (ringan); 0.092
pada anak dengan gambaran pneumonia (sedang) dan 0.134 pada anak dengan
tuberkulosis milier (berat). Data ini menunjukkan hasil tes serologi positif lebih
tinggi pada tuberkulosis paru derajat berat (p = 0.0007).
2. Jamil et al (2007)
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara sitokin yang dihasilkan yaitu
interferon gama (IFN-γ), Tumor Necroting Factor alfa (TNF-α), interleukin 10
(IL10) dan interleukin 6 (IL6) dengan lokalisasi atau diseminasi tuberkulosis.
Terdapat laporan keterlibatan ekstra-paru tuberkulosis dengan derajat klinis yang
berbeda. Sitokin (IFN-γ, TNF-α, IL10 dan IL6) disekresi sebagai respon terhadap
stimulasi panel yaitu phytohemaglutinin (PHA), lipopolisakarida (LPS) atau
antigen mikobakterial pada pemeriksaan darah 82 pasien tuberkulosis. Kriteria
WHO diterapkan untuk stratifikasi pasien sesuai derajat penyakit : diseminasi
atau penyakit berat (TB ekstra paru1; N=29); penyakit terlokalisasi pada
parenkim paru (TB paru; N=32) dan penyakit terlokalisasi pada perifer tanpa
keterlibatan paru (TB ekstra paru2; N=21). Antigen mikobakterial yang diinduksi
rasio IFN-γ/IL10 menunjukkan hubungan langsung dengan derajat penyakit (rasio
median : TB ekstra paru1=0.21; TB paru=0.85; TB ekstra paru2=7.7) dan korelasi
paling tinggi (Spearman Rank; rho=0.673, p<0.000001). Rasio IFN-γ/IL10 juga
menunjukkan derajat klinis sesuai letak anatomi, sebagai marker objektif derajat
penyakit yang berguna pada tuberkulosis paru dan ekstra-paru.
6
rho=0.673, p<0.000001).
Rasio IFN-γ/IL10 juga
menunjukkan derajat klinis
sesuai letak anatomi,
sebagai marker objektif
derajat penyakit yang
berguna pada tuberkulosis
paru dan ekstra-paru.